Anda di halaman 1dari 5

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah dalam proses fermentasi yang menggunakan sel bebas sebagai
biokatalis adalah pemisahan sel dari kaldu fermentasi yang mengandung produk.
Masalahnya produk tersebut dapat terbawa kedalam aliran produk kaldu dan dapat
dengan mudah menghilang atau berkurang karena faktor kesalahan dalam praktikum,
seperti terbuang atau tumpah. Terdapat suatu metoda yang dapat digunakan untuk
menanggulangi hal tersebut, selain dengan biaya recovery dan recycle yang murah sel
juga dapat dikurangi kemungkinan berkurangnya dengan menerapkan metoda untuk
menahan sel agar tetap berada di dalam reaktor yaitu dengan cara immobilisasi sel. Sel
immobilisasi adalah sel yang dibatasi ruang gerak/mobilitasnya di dalam matriks tertentu
sehingga tidak terbawa dalam aliaran produk dan dapat digunakan kembali.
Teknologi immobilisasi juga memegang peranan penting dalam perkembangan
proses biokimia dalam suatu bioreaktor. Karena sel yang terimmobilisasi dapat dengan
mudah menghasilkan metabolit yang lebih tinggi dan meningkatkan konsentrasi produk.
Sel yang mengalami immobilisasi (immoblized mivrobial cells) telah banyak diterapkan
dalam fermentasi misalnya produksi alkohol, asam amino, antibiotik atau pada degradasi
polutan limbah cair.

1.2 Tujuan
Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami dan menguasai prosedur pembuatan sel terimmobilisasi
2. Memahami karakteristik matriks pendukung sel terimmobilisasi
3. Memahami reaktor dan tipe reactor yang tepat untuk sel immobilisasi
4. Memahami karakteristik reaktor batch dan kontinu yang menggunakan sel
terimmobilisasi
5. Mengevaluasi kinerja reaktor packed column



II. LANDASAN TEORI
2.1 Sel Immobilisasi
Sel immobilisasi adalah suatu sel yang secara fisik terlokalisasi/terjerat pada suatu daerah
tertentu. Sel/enzim tersebut tetap mempunyai aktivitasnya sebagai biokatalisator/katalis, serta
sel/enzim tersebut dapat dipergunakan secara terus menerus dan sangat penting untuk proses
berkesinambungan.
Sel terimmobilisasi adalah suatu sel yang dilekatkan pada suatu bahan inert dan tidak
larut dalam bahan tersebut, misal dalam sodium alginat atau kalsium alginat. Dengan sistem ini,
sel dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi seperti pH, juga temperatur. Sistem ini juga
membantu sel berada di tempat tertentu selama berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan
proses pemisahan dan memungkinkan untuk dipakai lagi di reaksi lain (Sumo dkk., 1993).
Kelebihan penggunaan sel immobilisasi dibandingkan dengan sel bebas antara lain
sebagai berikut:
1. Immobilasi menyediakan konsentrasi sel yang tinggi.
2. Immobilisasi memungkinkan penggunaan sel kembali dan mengurangi biaya recovery
sel dan recycle sel.
3. Immobilisasi mengurangi masalah wash out sel pada laju alir yang tinggi.
4. Kombinasi konsentrasi sel yang tinggi dan laju alir yang tinggi (tanpa batasan wash
out) menghasilkan produktivitas volumetric yang tinggi.
5. Immobilisasi menyediakan kondisi micro environmental yang menguntungkan seperti
kontak antar sel, gradient nutrient-produk, gradient pH untuk sel sehingga
menghasilkan kinerja biokatalis yang lebih baik (kecepatan pembentukan dan yield
produk yang lebih tinggi).
6. Untuk beberapa kasus, immobilisasi menyebabkan kestabilan genetik.
7. Untuk beberapa sel, immobilisasi menyediakan perlindungan terhadap kerusakan sel.

Kekurangan sel terimmobilisasi adalah :
1. Hambatan pada proses difusi baik substrat maupun produk yang terbentuk.
2. Untuk sel yang hidup, pertumbuhan dan evolusi gas sering merusak matriks
pendukung sel terimmobilisasi.
3. Kontrol terhadap lingkungan mikro cukup sulit, sehingga menghasilkan heterogenitas
dalam sistem.
4. Substrat yang memiliki berat molekul besar sukar berdifusi ke dalam sel yang
diimmobilisasi.
5. pH optimum akan bergeser karena adanya perubahan elektron/muatan listrik pada
matriks.
Secara umum, ada dua jenis sel immobilisasi, yaitu:
1. Immobilisasi Aktif (active immobilisasi)
Immobilisasi ini dilakukan dengan dua metoda yaitu metoda penjeratan dan metoda
pengikatan. Metoda penjeratan dilakukan secara fisik dalam matriks pendukung atau dalam
membram semi permeabel (metoda encapsulation dan macroscopic membran). Matriks
pendukung yang bisa digunakan adalah polimer porous (agar, alginate, carragenan,
polyacrylamide, chitosan, gelatin, collagen), porous metal screen, polyurethane, silicagel,
polystyrene, dan selulosa triacetate. Polymeric beads harus cukup porous untuk keluar
masuknya substrat dan produk. Polymer beads biasanya dibentuk dengan dengan sel hidup di
dalamnya.
Metoda encapsulation, sejumlah sel dijerat dalam microcapsules berbentuk silinder,
transport nutrien dan produk melalui membram kapsul. Membram semi permeabel harus mampu
menahan senyawa berberat molekul besar dan melewatkan subrat berberat molekul kecil.
Hambatan difusi intrapartikel dapat dikurangi dengan adanya cairan suspensi sel dalam kapsul
tersebut. Berbagai polimer dapat digunakan sebagai membran kapsul tersebut seperti nylon,
polyester, polystyrene, acrylate, selulosa asetat-etil selulosa.
Metoda penjeratan yang lain adalah dengan menggunakan hollow fiber-reactor. Reaktor
ini analog dengan shell and tube heat exchanger, dimana tubes terbuat dari membran
semipermeabel. Biasanya sel diinokuolasi pada sisi shellnya dan dibiarkan tubuh. Larutan
nutrien dipompakan ke dalam tubes, nutrien akan berdifusi melalui membran dan digunakan oleh
sel-sel tersebut, produk metabolit akan kembali berdifusi dan masuk dalam aliran nutrien.
Metoda pengikatan, terjadi karena adanya ikatan fisikal/ionik (adsorbed/cross linking)
atau ikatan kovalen karena adanya gugus fungsi. Adsorpsi sel pada permukaan zat pendukung
(support) yang inert telah digunakan secara luas. Keunggulan metoda ini adalah adanya kontak
langsung antara nutrien dan zat pendukung. jumlah sel yang tinggi dapat tertampung dalam zat
pendukung yang memiliki pori-pori mikroskopik. Rasio diameter pori-pori terhadap diameter sel
yang direkomendasikan adalah 4-5. Ukuran pori-pori yang terlalu kecil akan membatasi akses
masuknya nutrien ke permukaan dalam pori-pori, sedangkan pori-pori yang terlalu besar akan
memiliki spesific surface area yang kecil. Sehingga ukuran pori-pori yang optimal akan
menghasilkan laju biokonversi yang maksimal. Kapasitas adsorpsi dan kekuatan ikatan
merupakan dua faktor penting dalam pemilihan zat pendukung. Kapasitas adsorpsi bervariasi
antara 2 mg/g (porous silika) dan 250 mg/g (wood chips). Support yang digunakan untuk cross
linking adalah alumina, silica, porous glass, ceramic, clay, bentonite, CMC, starch, dan
activated carbon. Sedangkan untuk ikatan kovalen, gugus fungsi yang berperan sebagai active
site adalah gugus amino, carboxyl, hydroxyl dan sulfhidril.

2. Immobilisasi Pasif (passive immobilisasi)
Berbentuk biological films yang berbentuk lapisan-lapisan koloni sel yang tumbuh dan
melekat pada permukaan pendukung yang padat. Material pendukung dapat bersifat inert atau
aktif secara biologis. Biological films digunakan pada pengolahan limbah atau fermentasi
mikroba dengan jamur.

2.2 Reaktor Kolom
Beberapa konfigurasi reaktor dapat digunakan untuk sistem sel terimmobilisasi. Matriks
pendukung sel terimmobilisasi umumnya bersifat rapuh, karena itu dipilih bioreaktor yang
memiliki gesekan hidrodinamik yang rendah seperti packed-column, fluidized-bed, atau airlift
reactor. Reaktor yang menggunakan produk mekanik dapat digunakan untuk matriks pendukung
yang kuat dan liat. Reaktor tersebut dioperasikan dengan cara mengalirkan larutan nutrient
melewati sel immobilisasi.
Skema penggunaan sel immobilisasi sel untuk reaktor packed-column dan fluidized-bed
secara batch maupun kontinu disajikan pada Gambar 2.1.









Gambar 2.1. Skema penggunaan sel immobilisasi sel untuk reaktor packed- column
dan fluidized-bed secara batch dan kontinu

Anda mungkin juga menyukai