Anda di halaman 1dari 14

GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 1



BAB I
PENDAHULUAN
Tambang tembaga yang tertua didunia diketahui terletak di maadi pada zaman
pra-dinasti egiptian sekitar 10 km dari kairo dan artefak tembaga yang ditemukan
menunjukkan Contoh deposit tembaga seperti ini adalah deposit bijih tembaga Butte
di Montana yang berasosiasi dengan vein berbentuk anyaman. Selanjutnya dari
keempat kelas di atas, terdapat empat jenis deposit tembaga utama yaitu:
(1) deposit bijih tembaga porfiri
(2) deposit bijih tembaga hidrotermal
(3) deposit bijih tembaga sedimen vulkanik
(4) deposit bijih tembaga stratiform.
masing-masing deposit (Bowen dan Gunatilaka, 1977)
Dari histogram di atas, menunjukkan bahwa secara ekonomi, produksi
tembaga terbesar berasal dari deposit porfiri yang juga merupakan deposit berumur
relatif muda.















GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 2

BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI DAN PENYEBARANNYA
Istilah tembaga porfiri berasal dari hubungan mineralisasi tembaga dengan
batuan plutonik. Deposit ini dicirikan oleh tembaga dan molibdenit dalam bentuk
hamburan (disseminated) atau fenokris dalam batuan dengan tekstur porfiritik.
Tembaga porfiri didefinisikan sebagai suatu deposit besar, berkadar rendah hingga
menengah dalam Teknik Pertambangan Unmul 33.
Sulfida hipogen yang dikontrol oleh struktur primer dan umumnya berasosiasi
dengan intrusi asam atau intermediat porfiri (Kirkham, 1971, dalam Guilbert dan
Park, 1987).
Deposit besar adalah untuk menggambarkan total produksi tembaga dari deposit
tembaga porfiri yang sangat besar, sekitar 15 milyar ton per tahun.
Deposit berkadar rendah hingga menengah adalah untuk menjelaskan konsentrasi
tembaga dalam deposit tembaga porfiri. Umumnya kandungan tembaga berkisar
antara 0,6 0,9% Cu, yang paling tinggi sekitar 1 2% Cu seperti di El Teniente dan
Chuquimata, sedang yang paling rendah adalah 0,35% Cu hingga saat ini dianggap
belum ekonomis. Mineral tembaga yang paling umum dijumpai adalah kalkopirit,
sedang jenis lain seperti bornit dan kalkosit jumlahnya sangat kecil. Umumnya
deposit tembaga porfiri berumur post-Paleozoikum, khususnya antara kala Kapur dan
Paleogen.
Sillitoe (1972) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menyatakan penyebaran
tembaga porfiri tergantung pada tingkat erosi yang menyebabkan tersingkapnya rantai
plutonik-vilkanik dan pembentukannya berhubungan erat dengan generasi magma
pada zona-zona subduksi.
Deposit tembaga porfiri yang utama ditemukan pada daerah bagian barat
benua Amerika yang memanjang dari Alaska, Kolumbia, Amerika Serikat
(Wasington), Montana, Idaho, Kolorado, Utah, Nevada, New Mexico, Peru dan Cili
bagian utara hingga Argentina, dan kemungkinan memanjang hingga Antartika.
Sementara itu di bagian barat Pasifik ditemukan juga deposit tembaga porfiri
GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 3

memanjang dari Kepulauan Solomon, Papua New Guinea, Papua Barat, Kalimantan
Timur, Filifina hingga Taiwan.

HUBUNGAN TEKTONIK LEMPENG DENGAN PEMBENTUKAN DEPOSIT
TEMBAGA PORFIRI
Variasi gerakan arus konveksi pada lapisan astenolit mengakibatkan
terjadinya tiga jenis pola gerakan lempeng bumi yaitu konvergen, divergen, dan
transform. Sehubungan dengan pembentukan deposit tembaga porfiri, maka pola
gerakan lempeng yang paling penting menurut Sillitoe (1972) dalam Bateman (1979)
adalah konvergen dimana terjadi gerakan saling mendekati antara dua lempeng
menyebabkan terjadinya suatu benturan, pembentukan palung dan banyak
menimbulkan gempabumi serta gunungapi benua.
Akibat benturan-benturan lempeng tersebut membentuk zona subduksi yang
umumnya terjadi antara lempeng benua dan lempeng samudera, yang diikuti oleh
peleburan sebagian akibat tekanan dan temperatur yang tinggi menghasilkan magma
calc-alkali.
Kandungan logam di dalam magma calc-alkali umumnya berasal dari kerak
samudera yang terdiri atas tiga layer, dimana layer 1 adalah endapan sedimen laut
yang banyak mengandung logam, dan dibawahnya layer 2 dan 3 adalah basal dan
gabro.
Sejak zaman Kapur terjadi gerakan konvergen antara benua Amerika dengan
lempeng Pasifik disepanjang bagian barat Amerika. Tabrakan ini membentuk rantai
vulkanik disepanjang jalur subduksi tersebut, sekaligus juga membentuk deposit
tembaga porfiri. Sedangkan pada bagian barat Pasifik juga terjadi subduksi akibat
gerakan lempeng Eurasia ke arah timur membentuk deposit tembaga porfiri di
sepanjang bagian barat Pasifik termasuk kepulauan Solomon, Papua New Guinea,
Jepang, dan lain-lain. Sementara itu gerakan relatif lempeng Eurasia dan Afrika
membentuk juga deposit tembaga porfiri di Iran, Pakistan, dan Turki.


GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 4

MEKANISME PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Deposit tembaga porfiri dihasilkan melalui suatu proses geokimia-fisika dari
rangkaian berupa magmatik akhir, magmatik hidrotermal, meteorik hidrotermal,
hingga normal hidrotermal seiring dengan berkurannya kedalaman. Intrusi calc-alkali
atau alkali menghasilkan batuan berkomposisi tertentu dari monzonit kuarsa hingga
granodiorit atau diorit hingga senit.
Batuan samping yang melarut ke dalam magma akan turut mempengaruhi
komposisi magma danstruktur kemas magma. Umumnya deposit tembaga porfiri
berukuran jauh lebih besar dari deposit hidrotermal lainnya. Bentuk deposit ini
memperlihatkan bahwa struktur berskala besar ikut mengontrol mineralisasi dan
kedalaman pembentukannya. Gustafon dan Hunt, 1975, dalam Park dan Guilbert,
1986, yang menyelidiki proses pembentukan deposit tembaga porfiri di El Salvador
Chili menyimpulkan tiga hal, yaitu :
1. Stok porfiri terbentuk di dalam atau di atas zona cupola dalam bentuk
kompleks dike (dike swarm).
2. Transfer tembaga, logam lain dan sulfur ke dalam stok porfiri dan batuan
samping terjadi karena adanya pemisahan fluida magma dan metasomatik
secara menyeluruh.
3. Transfer panas dari magma ke batuan samping menyebabkan terjadinya
sirkulasi airtanah.
Hampir semua deposit tembaga porfiri memiliki kondisi yang sama dengan
kondisi diatas. Perbedaan proses tergantung pada kedalaman pembentukan, kehadiran
airtanah, volume dan tingkatan magma, konsentrasi logam, sulfur, dan volatil lainnya.
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa mineralisasi awal (b) terjadi pada kondisi
airtanah minimum dan invasi larutan magmatik ke batuan samping menyebabkan
terjadinya alterasi K-feldspar dari pusat invasi ke arah luar, membentuk zona alterasi
potasik dan zona alterasi propilitik. Selanjutnya (c) invasi airtanah yang berkonveksi
menghasilkan larutan meteorik hidrotermal dan bersama dengan larutan magmatik
hidrotermal yang sudah ada sebelumnya disertai oleh penurunan temperatur yang
tajam, membentuk serisit dan pirit yang memotong alterasi potasik-propilitik yang
GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 5

terbentuk duluan. Peristiwa ini menghasilkan zona altersi serisitisasi (phyllic) yang
dikenal sebagai phyllic overprint. Tahap akhir (d) didominasi oleh larutan meteorik
hidrotermal hingga normal hidrotermal membentuk zona alterasi argilik.

PROSES PEMISAHAN TEMBAGA SELAMA KRISTALISASI MAGMA
Ringwood dan Curtis (1955) dalam Bown dan Gunatilaka (1977) menjelaskan
bahwa kandungan tembaga dalam magma basal sekitar 200 ppm, sebaliknya dalam
magma ultrabasa dan granitis kandungannya hanya sekitar 20 ppm. Selama
difrensiasi magma basal, kandungan Fe, Co, dan Ni cenderung terbentuk duluan
dalam fraksinasi kristalisasi, sedang tembaga belum terbentuk dalam silikat atau
bentuk lainnya dan cenderung menjadi konsentrasi residu dalam fraksi larutan.
Tembaga akan cepat terbentuk tergantung pada fS2 (fugacity sulphur = tekanan
parsial sulfur), fO2, dan Ph larutan. Tembaga dalam larutan tidak terbentuk dengan
baik pada kondisi fS2 rendah. Demikian pula pembentukan tembaga sebagai elemen
chalcophile (logam-S) berlangsung dengan baik pada pH tertentu. Houghton (1974)
dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menerangkan pengaruh fS2 dan fO2 dalam
pembentukan fase sulfida. Sulfur memisahkan diri dari larutan silikat dan digantikan
oleh oksigen kemudian membentuk logam S (chalcophile). Reduksi dalam fO2
dikontrol oleh kristalisasi fraksinasi mineral yang kaya Fe-O. Dengan kata lain,
kelarutan sulfur dalam magma tergantung pada besarnya kandungan Fe2+.
Kristalisasi fraksinasi akan meningkatkan fO2 dan tembaga dalam fraksi larutan,
kemudian memisah dalam fase sulfida.
Pendinginan intrusi basa sangat jarang yang menghasilkan konsentrasi logam
dalam fraksi hidrotermal. Hal ini karena kandungan air dalam magma primer sangat
rendah. Magma basa baru bisa membentuk fluida hidrotermal setelah berasimilasi
dengan material yang mengandung air. Jadi proses pengayaan untuk membentuk
larutan bijih kurang efektif dalam magma basa dibanding dengan magma intermedit.
Umumnya deposit porfiri berasosiasi dengan batuan beku intermedit. Hubungan
genetik antara Cu-Mo dengan batuan intermedit terlihat pada penyebaran
geografisnya seperti dalam zona alterasi-mineralisasi model Lowell-Guilbert yang
GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 6

akan dibahas kemudian. Zona tersebut menjelaskan bagaimana perubahan temperatur,
tekanan, dan reaktifitas konveksi fluida dari pusat panas, dan sekaligus juga
menerangkan bagaimana pergerakan fluida selama proses pendinginan berlangsung.
Pembentukan bijih adalah mekanisme difrensiasi logam yang terkonsentrasi dari
normal magma. Dalam kasus ini, asosiasi batuan bekunya akan menentukan
kandungan logam yang terbentuk.

KONDISI MAGMATIK-HIDROTERMAL SELAMA PEMBENTUKAN
DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Kehadiran air atau fase aquatik dalam magma selama pembentukan tembaga
porfiri merupakan hal yang sangat penting. Kontak air dengan magma yang sedang
memisah terjadi dalam beberapa tahap. Fluida hidrotermal pertama yang memisah
relatif kaya akan CO2 dibanding fluida yang memisah kemudian. Juga fraksi awal
banyak mengandung klorida (NaCl>KCl>HCl>CaCl). Kehadiran air dalam magma
menurunkan temperatur kristalisasi. Burnham (1967) dalam Bowen dan Gunatilaka
(1977) menjelaskan bahwa pada saat magma yang tidak jenuh mengintrusi lapisan
permeabel yang mengandung fluida, perbedaan tekanan akan menyebabkan migrasi
fluida tersebut. Jika tekanan fluida lebih besar dibanding tekanan hidrostatik, volatil
akan keluar dari magma hingga tekanan kembali normal.
Magma bisa jenuh dengan komponen volatil hanya jika tersedia cukup suplai
fluida dari batuan samping, pada saat tekanan lebih besar dari tekanan litostatik.
Sirkulasi konveksi fluida dapat terjadi karena perbedaan temperatur, kerapatan fluida
dekat magma, dan masuknya fluida dingin dari sekitar magma. Pola sirkulasi
dikontrol oleh permeabilitas batuan samping. Perbedaan temperatur yang besar bisa
menyebabkan terjadinya pemusatan dan kristalisasi besar-besaran secara serentak
dalam magma.
Pada saat kristalisasi berlangsung pada suatu kisaran temperatur, pemisahan
kristal komponen non volatil menyebabkan bertambahnya konsentrasi volatil dalam
fraksi cairan dan selanjutnya menambah tekanan gas dalam larutan. Jika tekanan gas
GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 7

selama pendinginan dan kristalisasi lebih besar dari tekanan batas, akan menyebabkan
terjadinya vesikulasi.
Proses pendinginan magma basa yang miskin air menyebabkan terjadinya
breksiasi berskala besar. Bersamaan dengan bertambahnya permeabilitas,
memungkinkan air meteorik ber-konveksi dan masuk ke dalam zona intrusi, sehingga
redistribusi dan konsentrasi bijih dapat terbentuk.

PERUBAHAN GEOKIMIA SELAMA PEMBENTUKAN DEPOSIT
Pendinginan larutan hidrotermal dan reaksi dengan batuan samping
meningkatkan kandungan K+, Na+, dan Ca+ dari larutan klorida. Replasemen
plagioklas pada temperatur tinggi menjadi ortoklas dihasilkan dari subtitusi Ca+ dan
Na+ menjadi K+. Alterasi dan presipitasi kuarsa (silisifikasi) diikuti oleh
pembentukan molibdenit dan kemudian pada temperatur lebih rendah diikuti oleh
logam-logam dasar sulfida lainnya. Pengendapan logam sulfida dalam jumlah tertentu
tergantung pada keaktifan logam dan sulfur dalam larutan.
Alterasi batuan samping umumnya digunakan untuk menginterpretasi
lingkungan kimia-fisika deposit bijih. Zona alterasi tersebut menunjukkan bahwa
fluida pembawa bijih mulai bermigrasi keluar dari stok porfiri pada temperatur 500o
700oC. Pada beberapa daerah tembaga porfiri, pola-pola struktur membantu dalam
menentukan pola pengendapan bijih hidrotermal. Bukaan pada batuan (opening in
rock) dapat menunjukkan berapa tingkatan pengendapan. Umumnya bukaan yang
pertama pada deposit porfiri menunjukkan alterasi yang menghasilkan K-feldspar,
muskovit, biotit, dan kumpulan Cu-Fe-S dengan kadar sulfur rendah.
Proses kimia yang penting dalam alterasi adalah hidrasi, dehidrasi, metasomatis
kation dan metasomatis anion. Dalam hal ini, yang paling penting adalah hidrolisis
ataupun metasomatis ion H+.

GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 8

PERPINDAHAN BIJIH
Transportasi tembaga dalam jumlah besar terjadi pada fluida aquatik (fase
aquatik) dimana bijihnya dapat meliputi semua atau sebagian larutan. Karena itu,
pada proses pengendapan bijih hidrotermal, sifat larutan dan stabilitas mineral
merupakan dasar yang sangat penting. Fluida aquatik pada temperatur dan tekanan
tertentu mengandung logam dan sulfur dalam larutan sebagai ion atau molekul dalam
jumlah besar untuk pembentukan bijih tembaga porfiri. Konsentrasi logam dapat
berkisar antara 1 104ppm. Dalam deposit hidrotermal, perbandingan antara total
kandungan sulfur dengan total logam berat (heavy metal) cukup tinggi. Kenyataan
bahwa kandungan sulfur dalam larutan (yang dapat mengikat logam) sangat besar
dapat terlihat dari ditemukannya deposit sulfur murni pada beberapa deposit tembaga
porfiri.
Data inklusi fluida menunjukkan bahwa larutan bijih banyak mengandung
alkali klorida (ditambah CO2, NH3, dan CH4) dan kandungan garamnya kadang
sampai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa larutan bijih juga bereaksi dengan klorida
selama transportasi. Berdasarkan pH dan fO2, hanya lima jenis sulfur yang stabil
dalam larutan aquatik, 2- 2- - - yaitu SO4 , S , HS , H2S, HSO4 . Pada kondisi asam
dengan temperatur rendah, sulfur - yang paling penting untuk pembentukan logam
kompleks adalah HSO4 (pH 2), sebaliknya S2- adalah basa kuat (pH 13) yang
penting sebagai media transport bijih pada temperatur tinggi, dan selanjutnya pada
temperatur sekitar 250oC, pH larutan berkisar antara pH 6-8 dimana pada kondisi ini
SO 2- paling penting., HS-, H2S merupakan sulfur yang
Data kelarutan tembaga dalam larutan aquatik masih sedikit diketahui.
CuFeS2 larut dalam air murni pada temperatur 350oC dan dalam air yang jenuh H2S
pada temperatur di atas 200oC dengan tekanan 200 atm. Covelit larut H2S pada
temperatur 200oC dengan tekanan 43 atm. Selanjutnya pada temperatur rendah
dimana kandungan sulfur rendah, maka senyawa kompleks klorida adalah merupakan
agen transport tembaga yang penting.
Pengendapan senyawa kompleks sulfida disebabkan oleh :
GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 9

1. Pendinginan sebagai akibat dari pergerakan fluida di sepanjang daerah dengan
perbedaan temperatur yang besar,
2. Percampuran dengan air meteorik, dan
3. Reaksi dengan batuan samping.

STUDI PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Studi pembentukan deposit tembaga porfiri dilakukan dengan isotop oksigen
dan hidrogen yang sangat penting untuk :
1. Menentukan asal dan kejadian air dalam deposit bijih hidrotermal, dan
2. Perkiraan temperatur pembentukan tembaga porfiri.
Studi isotop oksigen dan hidrogen didasarkan pada prinsip bahwa kandungan 18O
dan H dalam semua air alam berbeda. Analisa isotop oksigen dan hidrogen yang
dihubungkan dengan kerangka geologi deposit tembaga porfiri menunjukkan adanya
dua pola larutan yang berbeda tapi saling terkait , yaitu :
1. Larutan magmatik hidrotermal internal (magmatic hydrotermal solution) dibawah
tekanan litostatik yang tinggi dan terbentuk selama kristalisasi tahap akhir, dan
2.Sirkulasi meteorik-hidrotermal eksternal (external meteoric-hydrothermal
circulation) dengan tekanan litostatik yang rendah dan terletak di bagian luar tubuh
porfiri.
Pada tahap awal kedua sistem tersebut dapat saling berinteraksi, tapi kadang
sistem internal telah berhenti sementara sistem eksternal masih berpengaruh kuat.
Akibatnya terjadi invasi sistem eksternal ke bagian dalam dan membentuk zona
serisit-pirit dan argilik yang terletak dibagian luar zona potasik. Kedudukan utama
kalkopirit dalam sistem deposit tembaga porfiri adalah pada daerah interaksi kedua
sistem tersebut di atas atau pada daerah antara zona potasik dan zona serisitisasi.
Zona mineralisasi tembaga porfiri tersebut disebut kulit bijih (ore shell). Roedder
(1971) dalam Imay (1978) yang melakukan penelitian tentang inklusi fluida pada
deposit tembaga porfiri menemukan bahwa distribusi inklusi fluida sangat khas.
Inklusi pada zona inti umumnya memiliki salinitas yang tinggi yang diperkirakan
berasal dari magmatik primer pada temperatur sekitar 500oC. Sedang pada zona luar,
GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 10

inklusi fluida memiliki salinitas rendah yang diperkirakan karena adanya
percampuran dengan air meteorik pada temperatur sekitar 200o 350oC.

MODEL GENETIK DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Seperti dijelaskan di depan, proses pembentukan deposit tembaga porfiri yang
diikuti dengan penurunan temperatur menyebabkan terbentuknya zona alterasi
disekitar tubuh intrusi. Beberapa model genetik deposit tembaga porfiri yang telah
diajukan oleh para ahli geologi pertambangan, kesemuanya untuk menjelaskan proses
dan karakteristik dari tembaga porfiri.Semua model menekankan hubungan antara
intrusi batuan plutonik dan deposit bijih yang terbentuk serta berdasarkan pada model
magmatik-hidrotermal. Selama pergerakan magma ke permukaan, cairan pijar
tersebut akan jenuh air dengan tekanan gas yang semakin tinggi seiring kristalisasi.
Kecenderungan dari intrusi magma melalui zona-zona lemah dan pelepasan volatil
dari cairan yang mendingin tersebut berdifusi melalui zona ini. Akibat adanya
perbedaan suhu yang nyata antara magma dengan batuan di sekitarnya menghasilkan
suatu urutan zona alterasi dan mineralisasi yang khas pada deposit tembaga porfiri.

MODEL LOWELL-GUILBERT
Lowell dan Guilbert (1970) dalam Guilbert dan Park (1986) yang menyelidiki
zona alterasi-mineralisasi deposit tembaga porfiri di San Manuel-Kalamazoo
mencatat bahwa pada sebagian besar deposit porfiri, terdapat hubungan yang sangat
dekat antara batuan beku induk, tubuh bijih, dan batuan samping. Batuan samping
umumnya terbentuk antara Prakambrium-Kapur Akhir, berupa batuan sedimen dan
metasedimen.
Kedalaman intrusi berkisar antara 10001500m. Umumnya deposit porfiri
berasosiasi dengan tipe intrusi monzonit kuarsa hingga granodiorit dan kadang pula
dijumpai berasosiasi dengan diorit kuarsa, riolit, dan dasit. Model genetik Lowell-
Guilbert meliputi deposit porfiri yang berumur Trias-Tersier Tengah (200-30 jt tahun
yang lalu).
GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 11

Ukuran dan bentuk batuan plutonik turut mengontrol ukuran dan bentuk tubuh
bijih, tapi hal ini kadang susah dikenali jika intensitas erosi tinggi. Bentuk stok yang
memanjang tidak teratur sangat umum pada deposit porfiri, meski kadang juga
dijumpai deposit berbentuk kubah, bulat panjang, melensa, bundar, dan bentuk
sumbat. Umumnya tubuh plutonik berupa kelompok dike (dike swarm) dan jarang
ditemukan yang berbentuk sill. Tersingkapnya tubuh plutonik dipermukaan
disebabkan oleh proses tektonik dan erosi yang bekerja setelah mineralisasi
berlangsung. Tubuh deposit tembaga porfiri umumnya berukuran kuran dari 2 km2,
tapi kadang pula ada yang sangat luas seperti deposit Endako di Kolumbia yang
berukuran 60.000 x 300.000 m.
Bentuk dan ukuran intrusi porfiri juga dikontrol oleh struktur primer sekaligus
juga ikut mengontrol pembentukan deposit tembaga porfiri. Struktur-struktur lokal
yang berukuran kecil sulit dikenali. Struktur seperti ini bisa hadir sebelum dan
sesudah deposit porfiri terbentuk, kadang pula hilang karena pengaruh intrusi itu
sendiri.
Salah satu ciri khas batuan intrusi adalah bahwa mereka bukan merupakan
tubuh yang pasif, tapi merupakan suatu tubuh dimana proses-proses seperti asimilasi,
replasemen, dan pembekuan terjadi akibat adanya tenaga yang terkandung dalam
tubuh magma. Akibat aadanya tenaga dalam tubuh intrusi menyebabkan deposit bijih
porfiri selalu berasosiasi dengan breksiasi dan penkekaran disekitar tubuh bijih.
Nielsen (1968) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menyusun urutan pembentukan
deposit porfiri yang diawali dengan suatu intrusi, kemudian disusul oleh kristalisasi
awal yang membentuk lapisan solid shell. Kristalisasi tersebut yang kemudian
menghasilkan tekstur porfiritik hingga afanitik. Pada umumnya, proses metalisasi
terjadi bersamaan atau setelah pembentukan tubuh porfiri itu. Komposisi batuan
intrusi yang berasaosiasi dengan deposit tembaga porfiri umumnya intermedit yang
secara lengkap urutannya adalah diorit, granodiorit, monzonit kuarsa, monzonit
kuarsa porfiri, dan riolit. Jadi diorit adalah asosiasi deposit tembaga porfiri yang
paling basa.

GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 12

ZONA ALTERASI TEMBAGA PORFIRI
Pergerakan larutan hidrotermal ke permukaan pada saat pendinginan magma
dengan merembes pada batuan samping menyebabkan perubahan metasomatik pada
batuan disekitarnya. Perubahan atau alterasi disekitar stok porfiri berbentuk coaxial.
Umumnya ada empat zona alterasi yang dapat dikenali yang kesemuanya dicirikan
oleh kumpulan mineralnya (gambar 5.6). Kadang keempat zona alterasi tersebut tidak
lengkap ditemukan disekitar intrusi. Zona alterasi tersebut digunakan dalam prospeksi
dan eksplorasi depost bijih tembaga porfiri.
Zona Potasik (Potassic Zone)
Zona potasik merupakan zona alterasi yang paling dekat dengan tubuh intrusi
dan dicirikan oleh kumpulan mineral ortoklas-biotit dan ortoklas-klorit, dan pada
beberapa tempat keduanya ditemukan. Zona alterasi ini hampir selalu dijumpai dalam
deposit bijih porfiri. Replasemen mineral primer oleh biotit, K-feldspar, kuarsa,
serisit, dan kadang anhidrit. Pecahan stokwork (stockwork fracture) dan microveinlet
dalam batuan primer terisi oleh kuarsa dan K-feldspar. K-feldspar dan serisit yang
stabil dapat terbentuk pada kondisi magmatik akhir (late magmatic) dan hidrotermal
awal (early hydrothermal). Biotit, klorit, K-feldspar, serisit, kuarsa, dan anhidrit
terbentuk pada kondisi dimana kandungan Fe dan Mg terus bertambah pada tekanan
gas tertentu. Variasi bijih sulfida pada zona ini tidak terlalu banyak dijumpai. Alterasi
biotit berwarna coklat terang atau hijau terang dan bisa tumbuh bersama (intergrown)
dengan klorit. Pada saat bersamaan massa dasar mengalami biotisasi, maka batuan
ubahan mengalami perubahan warna.
Batas stabilitas k-feldspar dan serisit pada zona ini diperkirakan merupakan
batas antara kondisi magmatik akhir dengan hidrotermal awal. Umumnya kuarsa yang
ditemukan dalam zona ini adalah kuarsa hasil alterasi. Pada zona ini juga kadang
dijumpai mineral karbonat, epatit, rutil, dan wolframit dalam veinlet dan
mikroveinlet.

GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 13

Zona Serisitisasi (Phyllic Zone)
Zona serisitisasi terletak disekitar zona potassik dan selalu hadir dalam urutan
zona alterasi deposit tembaga porfiri. Kadang pula zona ini saling overlap dengan
zona potasik. Zona ini dicirikan oleh mineral kuarsa, serisit, pirit dengan minor klorit,
hidromika, dan rutil. Pirit dapat terbentuk lebih dari 20% dalam bentuk hamburan dan
veinlet, sedang serisit juga bisa hadir dalam jumlah cukup banyak. Bagian dalam
zona ini dicirikan oleh kandungan alterasi serisit, sedang bagian luar dicirikan oleh
berbagai kandungan mineral lempung (clay mineral) dan hidromika. Secara petrografi
zona ini dicirikan oleh serisitisasi yang kuat dari semua silikat. Ortoklas dan
plagioklas diganti oleh muskovit yang berbutir baik. Biotit juga terubah menjadi
serisit dan akhirnya menjadi rutil dan leukokson. Pada proses serisitisasi silikat,
kuarsa juga terbentuk dalam jumlah cukup besar dan merupakan komponen
silisifikasi yang utama dalam zona serisitisasi. Serisitisasi mineral K-feldspar
menunjukkan intensitas yang semakin bertambah dari bagian dalam zona ini ke
bagian luar. Pirit dan kalkopirit tersebar merata dalam daerah serisitisasi dan
merupakan zona bijih yang penting dalam deposit tembaga porfiri. Karbonat dan
anhidrit sangat jarang ditemukan dalam zona ini. Kontak antara zona potasik dengan
zona serisitisasi adalah kontak berangsur hingga puluhan meter. Hubungan antara
zona alterasi potasik dan zona serisitisasi berdasarkan data isotop oksigen dan
hidrogen menunjukkan bahwa airtanah (groundwater) juga berperan aktif selama
mineralisasi pada zona ini. Proses naiknya fluida magmatik ke permukaan bercampur
dengan airtanah dan cenderung membentuk fumarolla bertemperatur tinggi di
permukaan. Pemisahan volatil selama proses transportasi ke permukaan yang
kemudian membentuk sublimasi dan kandungan logam pada kedua zona tersebut.

GENESA BAHAN GALIAN

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya 14

Zona Argilik (Argillic Zone)
Zona argilik jarang ditemukan dalam urutan zona alterasi deposit tembaga
porfiri dan dicirikan oleh perubahan plagioklas menjadi kaolin pada bagian dalam
atau montmorilonit pada bagian luar. Pirit juga hadir, tapi tidak sebanyak dengan
zona serisitisasi dan lebih berbentuk veinlet daripada hamburan. Biotit tidak
mengalami perubahan dan K-feldspar hanya sedikit terubah. Jika zona ini hadir dalam
urutan zona alterasi, maka batasnya dengan zona serisitisasi sangat sulit ditentukan.
Mineral lain yang juga ditemukan sebagai alterasi pada zona ini adalah piropilit,
dickit, dan topaz. Contoh daerah dimana zona ini ditemukan adalah deposit porfiri
Butte dan Bisbee.

Anda mungkin juga menyukai