Anda di halaman 1dari 3

Hukum di Indonesia Terkait Penimbunan BBM

oleh Nuzula Fikrin Nabila, 1306479596



Judul : Mengkritisi Kebijakan Pemerintah
Pengarang : Prof. DR. Irwan Prayitno
Data Publikasi : Pustaka Tarbiatuna, Jakarta, 2003
Judul : Bangsa, Negara, dan Pancasila
Pengarang : R. Ismala Dewi, et al, F. Hukum UI
Data Publikasi : Universitas Indonesia, Depok, 2013

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memiliki berbagai dampak kepada
masyarakat, salah satunya adalah muncul kasus penimbunan BBM oleh para
spekulan dengan tujuan meraih keuntungan finansial pribadi. Penimbunan BBM
oleh pihak tanpa izin usaha penyimpanan BBM jelas merupakan tindakan yang
merugikan masyarakat banyak karena berakibat pada langkanya BBM di pasaran.
Bila ditinjau dari sisi Pancasila sebagai fondasi bertingkah laku, tindakan
penimbunan BBM tanpa izin telah mencerminkan degradasi atau lunturnya
pemahaman dan penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai-
nilai Pancasila merupakan landasan hukum dan sering dikaitkan dengan identitas
nasional bangsa Indonesia. Dengan dilanggarnya nilai-nilai tersebut, maka
stabilitas nasional tidak akan mampu tercapai.
Nilai pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan. Nilai utama ini mengacu pada
keyakinan pada Tuhan dan hidup dengan menjalankan perintah-Nya tanpa
mengganggu urusan agama masing-masing. Jika seseorang memiliki keyakinan
pada Tuhan, maka ia juga akan meyakini ada balasan untuk setiap perbuatan.
Dengan demikian, ia tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan orang lain
seperti pada kasus penimbunan BBM.
Nilai kedua Pancasila memiliki prinsip mengakui persamaan hak dan kewajiban.
Dalam kehidupan sehari-hari, nilai ini dapat mewujud dalam keberanian untuk
menyatakan suatu hal yang benar di tengah situasi yang kurang selaras. Dalam
kasus penimbunan BBM, spekulan tidak mengidahkan hak dari orang-orang
disekitarnya. Ketika hampir semua elemen bangsa menolak kenaikan BBM,
spekulan justru mencari keuntungan dengan mengorbankan hak orang lain yang
sebangsa, senasib, dan sepenanggungan.
Nilai ketiga Pancasila berupaya untuk mengutamakan kepentingan bangsa
daripada diri atau kelompok, cinta tanah air dan bangsa, dan pengembangan rasa
persatuan bagi bangsa. Berbagai bentuk tingkah laku dapat dilakukan untuk
membuat nilai ini hadir di masyarakat. Tindakan spekulan menimbun BBM
mencerminkan rendahnya rasa nasionalisme dan ketidakmampuannya untuk
menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
Pada nilai keempat, Pancasila mengetengahkan nilai demokrasi. Pada dasarnya,
demokrasi memosisikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan penuh atas dirinya.
Kasus penimbunan BBM terjadi karena penimbun tidak berhati besar dalam
menyikapi kenaikan harga BBM.
Upaya untuk mengejawantahkan nilai kelima dalam Pancasila sebagai bangsa
Indonesia telah banyak diupayakan. Nilai kelima dapat diwujudkan untuk
membangun karakter. Penimbunan BBM telah melanggar nilai ini karena tidak
menjunjung nilai keadilan dan tidak menghormati hak orang lain.
UUD 1945 yang didasari Pancasila juga telah mewujudkan hak dan kewajiban
negara dan warga negara. Hak-hak dan kewajiban ini yang membuat hubungan
individu dan negara mencapai keselarasan. Berdasarkan UUD 1945, setiap warga
negara memiliki hak kebebasan dengan syarat kebebasan tersebut tidak
mengganggu hak orang lain. UUD 1945 juga menyatakan setiap warga negara
memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum pemerintah dan menghormati hak
orang lain. Pada kasus penimbunan BBM, penimbun telah mengganggu hak orang
lain dan melanggar kewajibannya sebagai warga negara. Keadilan dan
kesejahteraan sosial sangat sulit dicapai jika satu pihak tidak mampu bersikap
bijaksana dan seimbang antara hak dan kewajibannya.
Untuk mencegah terjadinya penimbunan BBM, pemerintah harus memberikan
imbauan moral kepada masyarakat. Namun jika imbauan moral sudah tidak dapat
dilakukan, maka pihak berwajib harus tegas mengambil tindakan hukum.
Perundang-undangan di Indonesia sebenarnya telah mengatur secara tegas
mengenai penimbunan BBM. Ketentuan sanksi tindak penimbunan BBM terdapat
pada UU No. 1 tahun 1953 tentang Penetapan UU Darurat Tentang Penimbunan
Barang dan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas.
Pasal 5 UU Darurat No. 17 tahun 1951 menyebutkan hukuman bagi pelanggar
atau penimbun sekurang-kurangnya enam tahun penjara dan pasal 6 UU Darurat
No. 17 tahun 1951 menyebutkan objek hukumnya disita untuk negara.
Pasal 53 UU Minyak dan Gas Bumi No. 22 tahun 2001 menyatakan setiap orang
yang terbukti melakukan penyimpanan BBM tanpa izin usaha penyimpanan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi
tiga puluh miliar rupiah.
Pihak SPBU juga terancam berhadapan dengan hukum jika melayani pembelian
BBM untuk tujuan penimbunan atau spekulasi. Pasal 55 UU Minyak dan Gas
Bumi No. 22 tahun 2001 menyatakan setiap orang yang menyalahgunakan
pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disubsidi
pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda
paling tinggi enam puluh miliar rupiah.
Polisi telah melakukan tindakan persuasif dengan menjaga beberapa SPBU dalam
kurun waktu terakhir, terutama ketika kenaikan harga BBM mulai disosialisasikan.
Tetapi faktanya penimbunan BBM masih saja terjadi di beberapa wilayah. Dari
beberapa kasus yang telah terungkap seperti pada kasus Tarwiyah, penegak
hukum juga telah cukup tegas menegakkan UU Minyak Bumi dan Gas. Namun,
pada beberapa kasus masih dijumpai ketidaktegasan penegakan hukum dalam
menyikapi kasus penimbunan BBM.
Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa kurangnya pemahaman dan
penghayatan akan nilai-nilai luhur Pancasila mengakibatkan terjadinya berbagai
penyimpangan, termasuk penimbunan BBM. Selain penanaman nilai Pancasila
dan UUD 1945, hukum harus ditegakkan untuk mengatasi kasus tersebut.
Kesadaran tiap warga negara tentang hak dan kewajibannya juga penting agar
tidak ada pihak yang mencari keuntungan dengan merugikan kepentingan umum.

Anda mungkin juga menyukai