Judul : Mengkritisi Kebijakan Pemerintah Pengarang : Prof. DR. Irwan Prayitno Data Publikasi : Pustaka Tarbiatuna, Jakarta, 2003 Judul : Bangsa, Negara, dan Pancasila Pengarang : R. Ismala Dewi, et al, F. Hukum UI Data Publikasi : Universitas Indonesia, Depok, 2013
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memiliki berbagai dampak kepada masyarakat, salah satunya adalah muncul kasus penimbunan BBM oleh para spekulan dengan tujuan meraih keuntungan finansial pribadi. Penimbunan BBM oleh pihak tanpa izin usaha penyimpanan BBM jelas merupakan tindakan yang merugikan masyarakat banyak karena berakibat pada langkanya BBM di pasaran. Bila ditinjau dari sisi Pancasila sebagai fondasi bertingkah laku, tindakan penimbunan BBM tanpa izin telah mencerminkan degradasi atau lunturnya pemahaman dan penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai- nilai Pancasila merupakan landasan hukum dan sering dikaitkan dengan identitas nasional bangsa Indonesia. Dengan dilanggarnya nilai-nilai tersebut, maka stabilitas nasional tidak akan mampu tercapai. Nilai pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan. Nilai utama ini mengacu pada keyakinan pada Tuhan dan hidup dengan menjalankan perintah-Nya tanpa mengganggu urusan agama masing-masing. Jika seseorang memiliki keyakinan pada Tuhan, maka ia juga akan meyakini ada balasan untuk setiap perbuatan. Dengan demikian, ia tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan orang lain seperti pada kasus penimbunan BBM. Nilai kedua Pancasila memiliki prinsip mengakui persamaan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan sehari-hari, nilai ini dapat mewujud dalam keberanian untuk menyatakan suatu hal yang benar di tengah situasi yang kurang selaras. Dalam kasus penimbunan BBM, spekulan tidak mengidahkan hak dari orang-orang disekitarnya. Ketika hampir semua elemen bangsa menolak kenaikan BBM, spekulan justru mencari keuntungan dengan mengorbankan hak orang lain yang sebangsa, senasib, dan sepenanggungan. Nilai ketiga Pancasila berupaya untuk mengutamakan kepentingan bangsa daripada diri atau kelompok, cinta tanah air dan bangsa, dan pengembangan rasa persatuan bagi bangsa. Berbagai bentuk tingkah laku dapat dilakukan untuk membuat nilai ini hadir di masyarakat. Tindakan spekulan menimbun BBM mencerminkan rendahnya rasa nasionalisme dan ketidakmampuannya untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Pada nilai keempat, Pancasila mengetengahkan nilai demokrasi. Pada dasarnya, demokrasi memosisikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan penuh atas dirinya. Kasus penimbunan BBM terjadi karena penimbun tidak berhati besar dalam menyikapi kenaikan harga BBM. Upaya untuk mengejawantahkan nilai kelima dalam Pancasila sebagai bangsa Indonesia telah banyak diupayakan. Nilai kelima dapat diwujudkan untuk membangun karakter. Penimbunan BBM telah melanggar nilai ini karena tidak menjunjung nilai keadilan dan tidak menghormati hak orang lain. UUD 1945 yang didasari Pancasila juga telah mewujudkan hak dan kewajiban negara dan warga negara. Hak-hak dan kewajiban ini yang membuat hubungan individu dan negara mencapai keselarasan. Berdasarkan UUD 1945, setiap warga negara memiliki hak kebebasan dengan syarat kebebasan tersebut tidak mengganggu hak orang lain. UUD 1945 juga menyatakan setiap warga negara memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum pemerintah dan menghormati hak orang lain. Pada kasus penimbunan BBM, penimbun telah mengganggu hak orang lain dan melanggar kewajibannya sebagai warga negara. Keadilan dan kesejahteraan sosial sangat sulit dicapai jika satu pihak tidak mampu bersikap bijaksana dan seimbang antara hak dan kewajibannya. Untuk mencegah terjadinya penimbunan BBM, pemerintah harus memberikan imbauan moral kepada masyarakat. Namun jika imbauan moral sudah tidak dapat dilakukan, maka pihak berwajib harus tegas mengambil tindakan hukum. Perundang-undangan di Indonesia sebenarnya telah mengatur secara tegas mengenai penimbunan BBM. Ketentuan sanksi tindak penimbunan BBM terdapat pada UU No. 1 tahun 1953 tentang Penetapan UU Darurat Tentang Penimbunan Barang dan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas. Pasal 5 UU Darurat No. 17 tahun 1951 menyebutkan hukuman bagi pelanggar atau penimbun sekurang-kurangnya enam tahun penjara dan pasal 6 UU Darurat No. 17 tahun 1951 menyebutkan objek hukumnya disita untuk negara. Pasal 53 UU Minyak dan Gas Bumi No. 22 tahun 2001 menyatakan setiap orang yang terbukti melakukan penyimpanan BBM tanpa izin usaha penyimpanan, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi tiga puluh miliar rupiah. Pihak SPBU juga terancam berhadapan dengan hukum jika melayani pembelian BBM untuk tujuan penimbunan atau spekulasi. Pasal 55 UU Minyak dan Gas Bumi No. 22 tahun 2001 menyatakan setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi enam puluh miliar rupiah. Polisi telah melakukan tindakan persuasif dengan menjaga beberapa SPBU dalam kurun waktu terakhir, terutama ketika kenaikan harga BBM mulai disosialisasikan. Tetapi faktanya penimbunan BBM masih saja terjadi di beberapa wilayah. Dari beberapa kasus yang telah terungkap seperti pada kasus Tarwiyah, penegak hukum juga telah cukup tegas menegakkan UU Minyak Bumi dan Gas. Namun, pada beberapa kasus masih dijumpai ketidaktegasan penegakan hukum dalam menyikapi kasus penimbunan BBM. Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa kurangnya pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai luhur Pancasila mengakibatkan terjadinya berbagai penyimpangan, termasuk penimbunan BBM. Selain penanaman nilai Pancasila dan UUD 1945, hukum harus ditegakkan untuk mengatasi kasus tersebut. Kesadaran tiap warga negara tentang hak dan kewajibannya juga penting agar tidak ada pihak yang mencari keuntungan dengan merugikan kepentingan umum.