Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dermatitis merupakan suatu penyakit kulit (eczema) yang menimbulkan suatu reaksi
inflamasi. Dermatitis alergika yang sering dijumpai pada umumnya adalah dermatitis atopik.
Penyakit ini termasuk reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai Imunoglobulin E.
Prevalensi dermatitis atopik adalah 15%-30% menyerang anak-anak dan 2%-10% menyerang
orang dewasa dari keseluruhan kasus dermatitis (Dipiro, et all. 2009).
Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas adanya bahaya,
seperti patogen, kerusakkan sel, atau iritasi. Inflamasi adalah usaha perlindungan diri
organisme untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka dan inisiasi proses penyembuhan
jaringan. Terdapat berbagai mediator dan reseptor inflamasi yang bertanggung jawab atas
adanya reaksi inflamasi yang terdapat di tubuh, khususnya kulit. Mediator inflamasi yang
terdapat di dalam kulit antara lain histamin dan eikosanoids (Gard, 2001). Sedangkan reseptor
yang bertanggungjawab atas terjadinya reaksi inflamasi adalah reseptor neurokinin (Ballet et
all. 2011).
Salah satu senyawa yang berfungsi sebagai antiinflamasi adalah Hidrokortison.
Hidrokortison merupakan senyawa kortikosteroid yang memiliki aktifitas glukokortikoid
(dimana bertindak sebagai antiinflamasi) dan sedikit mineralkortikoid. Dosis hidrokortison
sebagai agen kortikosteroid adalah 20 mg. Pada pemakaian topikal, konsentrasi hidrokortison
dalam formula adalah sebesar 0,1%-2,5% (Sweetman, 2009).
Pada pemakaian topikal, antiinflamasi bekerja pada daerah viable dermis dan dermis
sehingga bahan aktif harus dapat menembus lapisan kulit epidermis dan mencapai lapisan
dermis (Barry, 1983). Untuk dapat memberikan efek terapi, bahan aktif dari sediaan topikal
harus melewati beberapa tahapan, dimulai dari terlarutnya bahan aktif kemudian lepasnya
bahan aktif dari basis menuju ke permukaan kulit dan berpenetrasi melalui membran kulit
untuk mencapai tempat kerjanya (Idson & Lazarus, 1994). Ketiga tahapan tersebut
dipengaruhi oleh sifat fisikokimia bahan aktif, dan sifat fisikokimia basisnya (Ansel, 1985).
Upaya dalam meningkatkan penetrasi bahan aktif ke dalam kulit dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan memodifikasi lapisan di stratum corneum seperti pada penggunaan
enhancer atau menggunakan sistem pembawa yang dapat meningkatkan pelepasan atau
penetrasi obat (Benson, 2005). Terdapat berbagai sistem matriks pembawa yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pelepasan atau penetrasi obat, salah satunya adalah SLN.
SLN adalah sistem pembawa berbasis nanoteknologi tersusun dari lipid atau senyawa
golongan lipid yang aman secara biologi, membentuk matrik inti lipid yang distabilisasi oleh
suatu surfaktan atau emulgator, partikel berbentuk sferik dengan diameter berkisar antara 10-
1000 nm (Mukherjee, 2009). SLN dapat diproduksi dengan menggunakan teknik High
pressure homogenization (HPH), Solvent emulsification, Solvent evaporation, atau
Microemulsion (Humtsoe et al., 2011). SLN memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan sediaan yang lain, diantaranya adalah dapat memberikan efek oklusif
karena kandungan lemak padatnya dan oleh karena ukurannya yang nanopartikel sehingga
meningkatkan adhesifitas bahan aktif yang berpengaruh terhadap peningkatan penetrasi
bahan aktif melalui stratum korneum (Muller et al., 2000). Selain itu, SLN dapat memberikan
hambatan pada pelepasan bahan aktif dari matriks secara terkontrol (controlled release)
(Wissing, 2002), dan dapat dipreparasi dan di scale up dengan mudah (Khan, 2012). Matriks
padat pada SLN dapat berfungsi mengontrol pelepasan obat dalam waktu yang diperpanjang
dengan penurunan laju absorpsi sistemik (Misra et al., 2004). Mehnert dan Mader (2001)
mengungkapkan bahwa efek controlled released SLN disebabkan mobilitas obat dalam
lemak padat menjadi lebih rendah dibanding dalam emulsi menggunakan lemak cair atau
minyak.
Petrolatum merupakan campuran murni saturasi hidrokarbon dan didapatkan dari
petroleum. Petrolatum memiliki kandungan rantai hidrokarbon baik yang bercabang maupun
tidak meskipun beberapa alkana siklik dan molekul aromatis dengan sisi rantai parafin dapat
terbentuk (Rowe, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ruby (1992), Penambahan
petrolatum pada formula dapat meningkatkan penetrasi bahan aktif ke dalam membran kulit
oleh karena sifat oklusifitasnya.
1.2 Tujuan
Mengembangkan produk sediaan farmasi yang mengandung bahan aktif Hidrokortison
Asetat dosis 112 mg dalam sistem SLN.

1.3 Manfaat
Mampu merancang pengembangan produk sediaan farmasi yang mengandung bahan
aktif Hidrokortison dalam sistem SLN.

Anda mungkin juga menyukai