NIM : 1211402060 Kelas : KPI / C / VI (Mengkritisi artikel yang dibuat oleh Hermawan Aksan pada Koran Pikiran Rakyat)
Masalah korupsi haji yang diungkapkan oleh Hermawan Aksan dalam artikelnya yang dimuat pada Koran Pikiran Rakyat seolah-olah itu semua kesalahan lembaga Negara yakni Kementrian Agama (Kemenag) secara keseluruhan, pihaknya menuturkan bahwa Kemenag sebagai penyelenggara haji, sudah lama dicurigai sebagai lembaga yang tega melakukan penyelewengan terutama berkaitan dengan dana haji. Diawali dengan adanya biaya yang sangat tinggi untuk pergi haji, fasilitas yang buruk, catering yang berkali-kali bermasalah dan pendaftar yang menyetor dana setidaknya Rp. 25 juta rupiah harus mengalami penudaan keberangkatan yang masa tunggunya mencapai sepuluh tahun. Sebenarnya, apa yang diungkapkan oleh Hermawan Aksan itu memang terlihat benar dengan adanya fakta-fakta yang mencuat di media. Namun pernyataan- pernyataan itu terkesan seperti menyalahkan seluruh permasalahan tersebut kepada Kemenag. Padahal saya yakin, Kemenag pun sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjadi fasilitator ibadah haji. Komentar-komentarnya seakan menggeneralisasi kesalahan oknum tertentu menjadi kesalahan satu lembaga. Padahal tidak semua yang bekerja di Kementrian Agama melakukan korupsi seperti yang diungkap olehnya. Tidak semua yang bekerja di Kementrian Agama melakukan penyelewengan dana haji. Tidak semua yang bekerja di Kementrian Agama tidak jujur terhadap laporan keuangan dana haji. Saya tegaskan itu hanya oknum-oknum tertentu yang melakukan korupsi, penyelewengan dana haji dan tidak jujur terhadap laporan keuangan dana haji. Saya menyimak penuturan dari Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh, Anggito Abimanyu pada acara Indonesia Lawyers Club di TvOne, pihaknya menuturkan dengan rinci dan jelas terkait laporan keuangan dana haji. Beliau menuturkan bahwa mencuatnya kasus ini justru sebagai momentum untuk memperbaiki sistem yang ada di Kemenag terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan Haji dan Umroh. Beliau juga mengatakan bahwa Kemenag mengelola dana hingga puluhan triliun rupiah, sehingga celah-celah adanya praktik korupsi sangat terbuka cukup lebar. Ditambah tidak adanya ahli di bidang hukum dan ekonomi di kalangan kementrian, praktis membuat Kemenag seperti kehilangan landasan berpijak. Penentuan SDA sebagai tersangka kasus korupsi mungkin sebagai pintu untuk membongkar kasus-kasus lain yang mungkin berkaitan dengan penyelenggaraan haji. Namun lebih besar daripada itu, kasus ini seharusnya dapat menjadi evaluator bagi sistem yang berlangsung di Kemenag. Dan kita seharusnya pula tidak menyalahkan secara menyeluruh kepada orang-orang yang berada di Kemenag dalam permasalahan-permasalahan yang terjadi pada penyelenggaraan ibadah haji dan umroh, karena mungkin ada faktor lain (eksternal Kemenag) yang menyebabkan permasalahan-permasalahan itu bisa terjadi.