Anda di halaman 1dari 3

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan global akan minyak bumi saat ini kian meningkat, Jika pada tahun 2003
konsumsi minyak dunia mencapai 80 juta barrel per hari, tahun 2000 konsumsi minyak dunia
mencapai 74,5 juta barrel per hari, tahun 2008 konsumsi minyak dunia mencapai 87,1 juta
barrel per hari maka tingkat konsumsi minyak dunia akan mencapai 98 juta barel per hari
pada tahun 2015 dan 118 juta barel per hari pada tahun 2030 dan tingkat kebutuhan akan
terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia.
Kegiatan ekplorasi dan eksploitasi minyak bumi guna memenuhi kebutuhan energi
dunia yang terus meningkat menghasilkan limbah tanah yang tercemar minyak bumi yang
jumlahnya bertambah seiring dengan peningkatan kegiatan ekplorasi dan eksploitasi minyak
bumi. Dalam pertambangan minyak bumi di Indonesia sangat banyak kasus pencemaran
limbah berbahaya dan beracun yang terjadi . Kasus itu pernah terjadi di Tarakan (Kalimantan
Timur), Riau, Sorong (Papua), Indramayu serta terakhir kasus pencemaran di Bojonegoro
(Jawa Timur) seharusnya menjadi catatan penting bagi para pengelola penambangan minyak
akan pentingnya pengelolaan pencemaran minyak di Indonesia (Anonim, 2013).
Dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi produksi minyak bumi melibatkan juga
aspek kegiatan yang beresiko menumpahkan minyak antara lain : distribusi/pengangkutan
minyak bumi dengan menggunakan moda transportasi air, transportasi darat, marine
terminal/pelabuhan khusus minyak bumi, perpipaan dan eksplorasi dan eksploitasi migas
lepas pantai (floating production storage offloading, floading storage offloading) (Anonim,
2013).
Pencemaran tanah oleh minyak bumi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
pencemaran air tanah (Nugroho, 2003). Minyak bumi dan limbahnya merupakan campuran
komplek senyawa hidrokarbon dan senyawa non hidrokarbon, dimana 90% komponen
penyusunya adalah komponen senyawa hidrokarbon (Udiharto, 1996).
Limbah minyak bumi dapat diolah secara fisika, kimia dan biologis (Eni Mukaromah,
2006). Umumnya pada pengolahan secara fisika menggunakan proses penyaringan,
penyerapan dan pembakaran (Zam, 2011). Sedangkan proses pengolahan secara kimia
memanfaatkan reaksi-reaksi oksidasi untuk memecah senyawa beracun (Nugroho, 2003).
Tetapi cara ini dinilai kurang efisien , mahal dan tidak ramah lingkungan. Sabagai contoh ,
proses pembakaran dapat memecah hidrokarbon dengan cepat tetapi berdampak buruk pada
lingkungan dikarnakan proses pembakaran menghasilkan polusi udara sedangkan dalam
2

penggunaan senyawa sintetis untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon dibutuhkan biaya
yang mahal dan menimbulakan resiko pencemaran baru (Nugroho, 2003). Pengolahan yang
paling efektif dan dinilai ramah lingkungan dari ketiga cara tersebut adalah pengolahan
limbah secara biologis yaitu bioremediasi menggunakan biosurfaktan (Ghosh dan Singh,
2005).
Ada beberapa jenis proses bioremediasi, contohnya adalah bioremediasi secara in-situ
dan ex-situ. Bioremediasi in-situ adalah bioremediasi di lokasi sedangkan bioremediasi ex-
situ adalah biremediasi dimana tanah diambil dan dipindahkan kedalam penampungan agar
mudah di kontrol.
Bakteri dalam proses bioremediasi menggunakan biosurfaktan yang di hasilkan dari
metabolit bakteri tersebut dimana biosurfaktan berperan dalam proses penguraian senyawa
hidrokarbon pada minyak bumi yang terkandung didalam tanah cemaran. Penggunaan
surfaktan yang dihasilkan oleh mikroorganisme ini mempunyai keuntungan lebih dibanding
penggunaan surfaktan sintetis, karena sifatnya yang tidak toksik dan lebih mudah didegradasi
oleh mikroorganisme (Richana, 1998).
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul
hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan
mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler
menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi (Koch, 1991).
Sebuah pengujian dilakukan oleh Montgomery dan Fleet (1983 dalam Zajic,1983)
menggunakan 60 jenis surfaktan untuk memperoleh bitumen dari tanah tar. Hasil
pengujiannya menunjukkan bahwa telah diperoleh bitumen dalam jumlah besar sebagai
akibat dari penggunaan surfaktan. Cadangan minyak bumi umumnya terdapat pada batuan
pasir. Minyak bumi dan gas tersimpan dalam rongga atau pori-pori batuan tersebut sehingga
perolehan minyak bumi tidak dapat maksimum karena adanya bagian yang terjebak dalam
batuan. Speight (1980) menyebutkan bahwa kemampuan penyimpanan minyak bumi dalam
batuan ditunjukkan oleh besarnya porositas batuan tersebut, sedangkan kemampuan
melepaskan minyak bumi dari batuan tersebut berhubungan dengan permeabililasnya.
Biosurfaktan juga dapat menurunkan viskositas minyak bumi yang pekat atau terperangkap
sedemikian rupa di dalam batuan reservoir sehingga kemampuannya untuk terbasuh dalam air
atau terangkat oleh pendesakan gas yang keluar dari reservoar meningkat (Volkering, 1998).


3

Hendrianie (2009) menggunakan metode slurry bioreaktor pada bioremediasi yang
dilakukanya, bakteri yang digunakan adalah Bacillus cereus dengan hasil tertinggi penurunan
kadar TPH pada penambahan 15% (v/v) bakteri. Penelitian bioremediasi yang dilakukan
Hendrianie (2009) hanya menggunakan kultur bakteri tunggal yaitu Bacillus cereus.

1.2. Rumusan Masalah
Saat ini proses bioremediasi yang banyak digunakan adalah proses bioremediasi
dengan metode In-situ (on site), bioremediasi secara In-situ dipilih dikarnakan penggunaan
biaya yang lebih murah dan mudah dibanding metode lain. Berdasarkan pada penelitian
Hendrianie (2009) proses bioremediasi yang digunakan menggunakan kultur bakteri tunggal
dimana dalam proses bioremediasi secara In-situ (on site) penggunaan kultur bakteri tunggal
sangat sulit untuk diaplikasikan mengingat adanya kontaminan-kontaminan bakteri lain
dilingkungan. Hendrianie (2009) menggunakan kultur bakteri tunggal Bacillus cereus maka
dari itu perlu dilakukan penelitian lanjut pengaruh antara kultur campuran bakteri bacillus
dengan bakteri penghasil biosurfaktan lain. Dilihat dari permasalahan diatas perlu dilakukan
penelitian dalam proses bioremediasi tanah cemaran minyak bumi dengan menggunakan
kultur bakteri campuran lain yaitu bakteri Bacillus subtilis dengan Pseudomonas aeruginosa.
Penelitian ini diharapkan dapat mengkaji pentingnya proses pengolahan limbah dan
mengetahui bagaimanakah proses pengolahan limbah tanah yang tercemar minyak bumi
dengan proses bioremediasi.

1.3. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui potensi kultur campuran dan perbandingan kultur campuran optimum
Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis sebagai biosurfaktan pada proses
bioremediasi tanah cemaran minyak bumi.
2. Mengetahui hasil proses bioremediasi dari penggunaan kultur campuran
Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis pada media tanah cemaran minyak
bumi.

Anda mungkin juga menyukai