Anda di halaman 1dari 3

Sutan Mahmud Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal di

Padang. Penghulu yang sangat disegani dan dihormati penduduk disekitarnya itu,
mempunyai putra bernama Samsulbahri, anak tunggal yang berbudi dan
berperilaku baik. Bersebelahan dengan rumah Sutan Mahmud Syah, tinggal
seorang Saudagar kaya bernama Baginda Sulaiman. Putrinya, Siti Nurbaya, juga
merupakan anak tunggal keluarga kaya-raya itu.
Sebagaimana umumnya kehidupan bertetangga, hubungan antara keluarga Sutan
Mahmud Syah dan keluarga Baginda Sulaiman, berjalan dengan baik. Begitu pula
hubungan Samsulbahri dan Siti Nurbaya. Sejak anak-anak sampai usia mereka
menginjak remaja, persahabatan mereka makin erat. Apalagi, keduanya belajar di
sekolah yang sama. Hubungan kedua remaja itu berkembang menjadi hubungan
cinta. Perasaan tersebut baru mereka sadari ketika Samsulbahri akan berangkat ke
Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.
Sementara itu, Datuk Meringgih, salah seorang saudagar kaya di Padang, berusaha
untuk menjatuhkan kedudukan Baginda Sulaiman. Ia menganggap Baginda
Sulaiman sebagai saingannya yang harus disingkirkan, di samping rasa iri hatinya
melihat harta kekayaan ayah Siti Nurbaya itu. Ia kemudian menyuruh anak
buahnya untuk membakar dan menghancurkan bangunan, toko-toko, dan semua
harta kekayaan Baginda Sulaiman.
Akal busuk Datuk Meringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh miskin.
Namun, sejauh itu, ia belum menyadari bahwa sesungguhnya, kejatuhannya akibat
perbuatan licik Datuk Meringgih. Oleh karena itu, tanpa prasangka apa-apa, ia
meminjam uang kepada orang yang sebenarnya akan mencelakakan Baginda
Sulaiman.
Bagi Datuk Meringgih kedatangan Baginda Sulaiman itu ibarat Pucuk dicinta
ulam tiba, karena memang hal itulah yang diharapkannya. Rentenir kikir yang
tamak dan licik itu, kemudian meminjamkan uang kepada Baginda Sulaiman
dengan syarat harus dapat dilunasi dalam waktu tiga bulan. Pada saat yang telah
ditetapkan, Datuk Meringgih pun datang menagih janji.
Malang bagi Baginda Sulaiman. Ia tak dapat melunasi utangnya. Tentu saja Datuk
Meringgih tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia akan mengancam akan
memenjarakan Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali
apabila Siti Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.
Baginda Sulaiman tentu saja tidak mau putri tunggalnya menjadi korban lelaki
hidung belang itu walaupun sebenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Maka, ketika
ia sadar bahwa dirinya tak sanggup untuk membayar utangnya, ia pasrah saja
digiring polisi dan siap menjalani hukuman. Pada saat itulah, Siti Nurbaya keluar
dari kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi istri Datuk Meringgih asalkan
ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu keputusan yang kelak akan menceburkan Siti
Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan.
Samsulbahri, mendengar peristiwa yang menimpa diri kekasihnya itu lewat surat
Siti Nurbaya, juga ikut prihatin. Cintanya kepada Siti Nurbaya tidak mudah begitu
saja ia lupakan. Oleh karena itu, ketika liburan, ia pulang ke Padang, dan
menyempatkan diri menengok Baginda Sulaiman yang sedang sakit. Kebetulan
pula, Siti Nurbaya pada saat yang sama sedang menjenguk ayahnya. Tanpa
sengaja, keduanya pun bertemu lalu saling menceritakan pengalaman masing-
masing.
Ketika mereka sedang asyik mengobrol, datanglah Datuk Meringgih. Sifat
Meringgih yang culas dan selalu berprasangka itu, tentu saja menyangka kedua
orang itu telah melakukan perbuatan yang tidak pantas. Samsulbahri yang tidak
merasa tidak melakukan hal yang tidak patut, berusaha membela diri dari tuduhan
keji itu. Pertengkaran pun tak dapat dihindarkan.
Pada saat pertengkaran terjadi, ayah Siti Nurbaya berusaha datang ke tempat
kejadian. Namun, karena kondisinya yang kurang sehat, ia jatuh dari tangga hingga
menemui ajalnya.
Ternyata ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah Samsulbahri yang
merasa malu atas tuduhan yang ditimpakan kepada anaknya, kemudian mengusir
Samsulbahri. Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara Siti Nurbaya,
sejak ayahnya meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi tunduk
dan patuh kepada Datuk Meringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang bersama
salah seorang familinya yang bernama Aminah.
Sekali waktu, Siti Nurbaya bermaksud menyusul kekasihnya ke Jakarta. Namun,
akibat tipu muslihat dan akal licik Datuk Meringgih yang menuduhnya telah
mencuri harta perhiasan bekas suaminya itu, Siti Nurbaya terpaksa kembali ke
Padang. Oleh karena Sitti Nurbaya tidak bersalah, akhirnya ia bebas dari tuduhan.
Namun, Datuk Meringgih masih juga belum puas. Ia kemudian menyuruh
seseorang untuk meracun Siti Nurbaya. Kali ini, perbuatannya berhasil. Siti
Nurbaya meninggal karena keracunan.
Rupanya, berita kematian Siti Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri. Ia
kemudian jatuh sakit, dan tidak berapa lama kemudian meninggal dunia.
Berita kematian Siti Nurbaya dan ibu Samsulbahri, sampai juga ke Jakarta.
Samsulbahri yang merasa amat berduka, mula-mula mencoba bunuh diri.
Beruntung, temannya, Arifin, dapat menggagalkan tindakan nekat Samsulbahri.
Namun, lain lagi berita yang sampai ke Padang. Di kota ini, Samsulbahri
dikabarkan telah meninggal dunia.
Sepuluh tahun berlalu. Samsulbahri kini telah menjadi serdadu kompeni dengan
pangkat letnan. Ia juga sekarang lebih dikenal dengan nama Letnan Mas.
Sebenarnya, ia menjadi serdadu kompeni bukan karena ia ingin mengabdi kepada
kompeni, melainkan terdorong oleh rasa frustasinya mendengar orang-orang yang
dicintainya telah meninggal. Oleh karena itu, ia sempat bimbang juga ketika
mendapat tugas harus memimpin pasukannya memadamkan pemberontakan yang
terjadi di Padang. Bagaimanapun, ia tak dapat begitu saja melupakan tanah
leluhurnya itu. Ternyata pemberontakan yang terjadi di Padang itu didalangi oleh
Datuk Meringgih.
Dalam pertempuran me;awan pemberontak itu, Letnan Mas mendapat perlawanan
cukup sengit. Namun, akhirnya ia berhasil menumpasnya, termasuk juga
menembak Datuk Meringgih, hingga dalang pemberontak itu tewas. Namun,
Letnan Mas luka parah terkena sabetan pedang Datuk Meringgih.
Rupanya, kepala Letnan Mas yang terluka itu, cukup parah. Ia terpaksa dirawat
dirumah sakit. Pada saat itulah timbul keinginan Letnan Mas untuk berjumpa
dengan ayahnya. Ternyata, pertemuan yang mengharukan antara Si anak yang
hilang dan ayahnya itu merupakan pertemuan terakhir sekaligus akhir hayat kedua
orang itu. Oleh karena setelah Letnan Mas menyatakan bahwa ia Samsulbahri, ia
mengembuskan napas di depan ayahnya sendiri. Adapun Sutan Mahmud Syah,
begitu tahu bahwa Samsulbahri yang dikiranya telah meninggal beberapa tahun
lamanya tiba-tiba kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya pun meninggal dunia
pada keesokan harinya.

Anda mungkin juga menyukai