Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam perjalanan sejarahnya dapat dilihat bangsa Indonesia mengacu kepada
nilai-nilai Pancasila. Bangsa Indonesia jelas menjunjung tinggi nilai keagamaan dan
kemanusiaan, dan ini jelas dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945. Nilai kesamaan
tercermin dalam kerakyatan untuk sesama warga bangsa, kemanusiaan yang adil dan
beradab dalam pergaulannya dengan bangsa lain.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia.
Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan
UUD 1945.Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12
tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.Dua, Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.Dan kelima, Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Kelima sila tersebut, pada hakekatnya merupakan sistem filsafat. Sebagai
suatu sistem filsafat, Pancasila mempunyai kedudukan dan peran utama sebagai dasar
filsafat dan asas kerohanian bangsa dan Negara. Dalam kedudukan ini Pancasila
merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan
Negara. Dalan konteks inilah maka Pancasila murupakan suatu asas kerohanian
Bangsa dan Negara, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma dan kaidah dalam
berbangsa dan bernegara.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu
ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan
kisruh politik di negara ini, beberapa alasan yaitu pertama ialah karena secara
intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang
Pancasila berarti dia menentang toleransi.
2

Alasan yang kedua, yaitu Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel,
yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan
faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk
memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari
nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa
Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila,
misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh
bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan
berusaha untuk berbudi luhurdan ajaran tersebut ridak sesuai dengn Pancasila.
Kemudian, kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan
kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati
sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak
bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar
menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan
oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk
kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap
meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Seperti yang dijelaskan di atas Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia, arti penting fungsi tersebut tidak begitu nampak dan dapat dirasakan.
Karena sebagai filsafat rumusan Pancasila memang bersifat abstrak, terlepas dari
kehidupan sehari-hari. Namun jika kita melihat filsafat Pancasila sebagai dasar
terlebih lagi sebagai asas kerohaniam bagi kehidupan bernegara dan kehidupan
bermasyarakat bangsa Indonesia. Untuk itu dalam karya tulis ini diambil judul
Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerohanian Bangsa Dan Negara,
diharapkan kita dapat mengetahui nilai yang sesungguhnya dari Pancasila tersebut.
3

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yaitu :
1. Apakah fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia?
2. Apakah bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar asas kerohanian
bangsa negara Indonesia?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan karya tulis ini antara lain:
1. Untuk mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara
Indonesia.
2. Untuk mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar
falsafah negara Indonesia.

1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari karya tulis ini adalah:
1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
2. Mahasiswa dapat mengetahui landasan filosofis Pancasila.
3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan
negara Indonesia.
4. Mahasiswa dapat mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai
dasar falsafah negara Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Ruang lingkup materi yang dbahas pada karya tulis ini adalah Sistem Filsafat
Pancasila sebagai asas kerohanian bangsa dan negara dengan batasan masalah sistem
filsafat pancasila serta fungsi utama system filsafat pancasila sebagai asas kerohanian
bangsa dan negara.

4

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan
masalah, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan batasan masalah, serta
sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan teori dasar yang dapat menunjang dan mendukung
dalam pembahasan dalam karya tulis.
BAB III : MATERI DAN METODE
Membahas mengenai tempat dan waktu penelitian, jenis dan sumber
data, teknik pengumpulan data, analisis data serta alur analisis.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Menguraikan dan menjelaskan mengenai system filsafat Pancasila
sebagai asas kerohanian bangsa dan negara
BAB V : PENUTUP
Merupakan penutup dari penulisan karya tulis ini, yang berisi
simpulan beserta saran-saran yang dapat diberikan oleh penulis.

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Filsafat
Secara etimologis pengertian dari istilah filsafat atau dalam bahasa
Inggrisnya philosophi adalah berasal dari bahsa Yunani philosophia yang secara
lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan kata philosophia tersebut berakar pada
kata philos (pilia, cinta) dan sophia (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa
tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti wisdomatau
kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan
makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia
untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan
hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. (Ismaun, 1991 : 173). Beberapa
tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa
perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan
pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan
kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri
atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
Plato (472 347 s. M.)
Dalam karya tulisnya Republik Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah
pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan
menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi
Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap
pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan
sebagai filsafat spekulatif.

6

Immanuel Kant (1724-1804)
Adalah ahli Filsafat Katolik : Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi
pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat
persoalan :
1) Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabanya : matafisika).
2) Apakah yang seharusnya kita kerjakan ? (Jawabannya : etika).
3) Sampai di manakah harapan kita ? (Jawabanya : Agama).
4) Apakah yang di namakan manusia ? (Jawabannya : Antropologi).

Notonegoro :
Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Filsafat secara umum dapat diberi pengertian sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran hakiki, karena
filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup lama tentu dipengaruhi oleh
berbagai faktor, misalnya ruang, waktu, keadaan dan orangnya. Itulah sebabnya maka
timbul berbagai pendapat mengenai pengertian filsafat yang mempunyai kekhususan-
nya masing-masing, antara lain:
Berfilsafat Rationalisme mengagungkan akal
Berfilsafat Materialisme mengagungkan materi
Berfilsafat Individualisme mengagungkan individualitas
Berfilsafat Hedonisme mengagungkan kesenangan

2.2 Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila pada awal pertumbuhannya merupakan dasar filsafat Negara, hasil
kesepakatan dan perenungan yang kemudian dihayati sebagai filsafat hidup bangsa.
Pancasila sebagai filsafat hidup merupakan seperangkat prinsip pengarahan yang di
jadikan dasar dan memberikan arah untuk dicapai dalam mengembangkan kehidupan
nasional. Dalam mengembangkan Pancasila secara kefilsafatan yang berusaha
mengemukakan hakikatnya secara manusiawi dan juga menyusunnya secara
sistematik, pertama yang harus di pelajari adalah Pancasila sebagai sistem filsafat
7

dalam membuktikannya yang utama dengan menunjukkan ciri-ciri filsafat yang
diterapkan dalam Pancasila dan juga dasar untuk mengembangkan kefilsafatan
Pancasila.
Dasar pengembangan filsafat Pancasila ini berlandaskan pada hakikat kodrat
manusia. Ajaran filsafat Pancasila baik sebagai filsafat hidup (Weltanschauung,
Volksgeist), maupun sebagai dasar negara berfungsi sebagai jiwa bangsa dan jatidiri
nasional. Secara kenegaraan (konstitusional ) nilai Pancasila adalah asas kerohanian
bangsa, dan jiwa UUD negara (Kaelan, 2005).
Pengertian Sistemitu sendiri suatu susunan yang sistematis dari sebuah bagian
dan elemen tertentu,Sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Suatu kesatuan
bagian-bagian/unsur/elemen/komponen, Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi
sendiri-sendiri, Saling berhubungan dan saling ketergantungan, Keseluruhannya
dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem), dan Terjadi dalam suatu
lingkungan yang kompleks (Shore & Voich, 1974).
Dalam usaha untuk mengembangkan filsafat Pancasila, lebih lanjut penting juga
di pelajari dasar-dasar pada umumnya sebagai suatu aksioma penalaran, yang
mendasari semua penalaran kefilsafatan dan juga melandasi pemikiran ilmiah
lainnya, yang kemudian dikemukakan juga metode-metode yang umum digunakan
sebagai sarana perenungan kefilsafatan.
Selanjutnya, diuraikan juga bahwa Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa dan
sebagai dasar filsafat negara, pada dasarnya merupakan sebagai ideologi bangsa dan
negara, dan termasuk juga ideologi dinamik atau ideologi terbuka. Pancasila sebagai
suatu ideologi terbuka penting juga di kemukakan ciri-ciri kekhususannya, untuk
membuktikan dan memantapkan bahwa Pancasila memang sebagai ideologi dapat
memenuhi tuntutan jaman dapat menyesuaikan perkembangan masyarakat yang terus
berkembang (Kaelan, 2005).
Pancasila sebagai hasil perenungan yang mendalam dari para tokoh-tokoh
kenegaraan Indonesia yang semula untuk merumuskan dasar negara yang merupakan
8

suatu sistem filsafat, karena telah memenuhi ciri-ciri pokok filsafat. Demikian juga
Pancasila sebagai sistem filsafat yang berlandaskan pada hakikat kodrat manusia,
walaupun semula tidak terpikirkan oleh tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia tentang
hakikat manusia, namun karena betul-betul perenungannya yang mendalam maka
secara langsung dijiwai oleh hakikat kodrat manusia dalam hidup bersama (Sunarjo
Wreksosuharjo, 2000)


2.3 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita
temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara
Indonesia seperti di bawah ini :
a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang
kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan
sebutan Piagam Jakarta).
c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27
Desember 1945, alinea IV.
e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17
Agustus 1950.
f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal
5 Juli 1959.




9

Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam
dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak
berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut :
2.3.1 Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni
1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya
mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai
berikut :
Kebangsaan Indonesia.
Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
Mufakat atau Demokrasi.
Kesejahteraan sosial.
Ketuhanan.

2.3.2 Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang
Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya
Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu :
a. Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah
berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama
Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang
ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.
b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang
kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr.
Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
10

Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan
autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut
:Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

2.3.3 Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) merampungkan
tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai
penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada
tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh
Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI tersebut.
Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang yang
pertama dengan mengambil keputusan penting yaitu :
a. Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.
b. Mensahkan dan menetapkan UUD 1945.
c. Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan
Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan Wakil
Presiden RI.
Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah
badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19 Agustus
1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan
setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan
pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.
Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh
PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi,
11

autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI, dengan perumusan
dan tata urutan sebagai berikut :
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.3.4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi
RIS 1949
Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23
Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja
Bundar).Adapun delegasi RI dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO
(Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan
delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen.
Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil
dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS
(Republik Indonesia Serikat).
Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa
pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan
tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-
lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu
Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS.
Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota
Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada
tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari
negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di
12

negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum
sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS
1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Prikemanusiaan.
Kebangsaan.
Kerakyatan.
Keadilan Sosial.

2.3.5 Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD
Sementara RI (UUDS-RI 1950)
Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk
negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah
sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi.
Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap
membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak
lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.
Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan-
pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan
RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sesuai KOnstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat
pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan
Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3
(tiga) negara lagi yaitu :
a. RI Yogyakarta.
b. Negara Sumatera Timur (NST).
c. Negara Indonesia Timur (NIT).
13

Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung
mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam,
pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti
pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat).
Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah
konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal). Perubahan
bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila,
sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan
perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu :
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Prikemanusiaan.
Kebangsaan.
Kerakyatan.
Keadilan Sosial.

2.3.6 Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang
Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan
menyusun UUD baru. Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di
Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10
November 1956.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya.Konstituante gagal
membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dengan kegagalan
konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan
sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan :
a. Pembubaran Konstuante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
14

c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap
menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
IV .
Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal
13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang
harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari.
Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga /
Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan
yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif
(Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang.
Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada
Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut.
Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya Sekitar Pancasila peri-hal
perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-
uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan
oleh :
a. Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945.
b. Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945
c. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar
negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu
dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma.Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar
pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti
pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau
internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau
15

Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Ir. Soekarno dalam
pidatonya tanggal 1 Juni 1945.
Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga
Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : Susunan Pancasila itu
adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan
adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita.Prof. Mr. Muhammad Yamin
dalam bukunya Proklamasi dan Konstitusi (1951) berpendapat : Pancasila itu
sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada
hari ini. Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Prof.
Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam
Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.










16

BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Objek Penulisan
Objek penulisan karya tulis ini adalah mengenai sistem filsafat pancasila
sebagai asas kerohanian bangsa dan negara. Dalam karya tulis ini dibahas mengenai
landasan sistem filsafat Pancasila, fungsi utama filsafat Pancasila sebagai asas
kerohanian bagi bangsa dan negara Indonesia, dan bagaimana falsafah Pancasila
dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
3.2 Dasar Pemilihan Objek
Karya tulis ini membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah
negara Indonesia. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui bahwa sistem filsafat
Pancasila dijadikan sebagai sebagai asas kerohanian bangsa dan negara Indonesia
yang terdapat dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan
negara Indonesia.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan karya tulis ini, metode pengumpulan data yang digunakan
adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan
permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini yaitu dengan tema wawasan
kebangsaan. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas
mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
3.4 Metode Analisis
Penyusunan karya tulis ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu
mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada, menganalisis
permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari
alternatif pemecahan masalah.
17

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Fungsi Utama Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerohanian Bangsa
Dan Negara
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah
mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata
hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-
persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan
persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan
merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti
akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun
persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa
di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik,
ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju.
Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun
dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan
gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.Pada
akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang
dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan
tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri
Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa
kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan
MPR No.II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
18

Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup
bangsa Indonesia.Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan
cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di dalam
kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa
hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup
manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya,
maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.
Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang,
dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan.
Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang
merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan
cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian
sendiri.
Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang
bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai
pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir
secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat
pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar
dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa
kita sendiri.
Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam
kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup
ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam
rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu
dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik
Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu
dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi
pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi
bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar, dikehendaki
19

oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat.
Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang mampu mempersatukan seluruh
rakyat Indonesia.
Jadi fungsi utama sistem filsafat panca sila sebagai asas kerohanian bang sa
dan Negara yaitu sebagai nahkoda yang mengarahkan dasar pemikiran bangsa untuk
selalu berbuat sesuai dengan ajaran agama dan filsafat pancasila. Dan selalu
berpegang teguh pada semua ajaran agama untuk mencapai kehidupan kerohanian
beragama yang tentram dan saling menghormati di tengah perbedaan suku dan agama
yang terdapat pada bangsa Indonesia.
Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan
wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur
dan kesetiaan kita kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya
tertinggal dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa
dan noda akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi yang telah
begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan
bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa
lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi
hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan
abadi.

4.1.1 Prinsip-prinsip Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerohanian Bangsa
Pancasila ditinjau dari kausal Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan,
dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa
Indonesia sendiri.
b. Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya,
Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD 45 memenuhi syarat formal
20

(kebenaran formal)
c. Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan
merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka.
d. Kausa Finalis, maksudnya berhubungan dengan tujuannya, tujuan diusulkannya
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi yang kemudian sila pertama menjadi
prinsip dasar asas kerohanian bangsa :
1. Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
2. Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
3. Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
4. Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
5. Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi
haknya.
4.1.2 Hakikat Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Asas Kerohanian Bangsa Dan
Negara
Nilai adalah suatu ide atau konsep tentang apa yang seseorang pikirkan
merupakan hal yang penting dalam hidupnya disini mengkhusus pada nilai
kerohanian manusia. Nilai dapat berada di dua kawasan : kognitif dan afektif. Nilai
adalah ide, bisa dikatakan konsep dan bisa dikatakan abstraksi (Sidney Simon, 1986).
Nilai merupakan hal yang terkandung dalam hati nurani manusia yang lebih memberi
dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau
keutuhan kata hati (potensi).Langkah-langkah awal dari nilai adalah seperti halnya
ide manusia yang merupakan potensi pokok human being. Nilai tidaklah tampak
dalam dunia pengalaman.Dia nyata dalam jiwa manusia.Dalam ungkapan lain
ditegaskan oleh Sidney B. Simon (1986) bahwa sesungguhnya yang dimaksud
dengan nilai adalah jawaban yang jujur tapi benar dari pertanyaan what you are
really, really, really, want.
21

Studi tentang nilai termasuk dalam ruang lingkup estetika dan etika. Estetika
cenderung kepada studi dan justifikasi yang menyangkut tentang manusia
memikirkan keindahan, atau apa yang mereka senangi. Misalnya mempersoalkan atau
menceritakan si rambut panjang, pria pemakai anting-anting, nyanyian-nyanyian
bising dan bentuk-bentuk seni lain. Sedangkan etika cenderung kepada studi dan
justifikasi tentang aturan atau bagaimana manusia berperilaku.Ungkapan etika sering
timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang mempertentangkan antara benar salah, baik-
buruk. Pada dasarnya studi tentang etika merupakan pelajaran tentang moral yang
secara langsung merupakan pemahaman tentang apa itu benar dan salah.
Bangsa Indonesia sejak awal mendirikan negara, berkonsensus untuk
memegang dan menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai dan moral
bangsa.Konsensus bahwa Pancasila sebagai anutan untuk pengembangan nilai dan
moral bangsa ini secara ilmiah filosofis merupakan pemufakatan yang
normatif.Secara epistemologikal bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan
moral yang terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu hasil sublimasi dan
kritalisasi dari sistem nilai budaya bangsa dan agama yang kesemuanya bergerak
vertikal dan horizontal serta dinamis dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya untuk
mensinkronkan dasar filosofia-ideologi menjadi wujud jati diri bangsa yang nyata dan
konsekuen secara aksiologikal bangsa dan negara Indonesia berkehendak untuk
mengerti, menghayati, membudayakan dan melaksanakan Pancasila.Upaya ini
dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat dan sekolah.
Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonegoro untuk menggali nilai-
nilai abstrak, hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak
pelaksanaannya yang berujud konsep pengamalan yang bersifat subyektif dan
obyektif. Pengamalan secara obyektif adalah pengamalan di bidang kehidupan
kenegaraan atau kemasyarakatan, yang penjelasannya berupa suatu perangkat
ketentuan hukum yang secara hierarkhis berupa pasal-pasal UUD, Ketetapan MPR,
Undang-undang Organik dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.Pengamalan
secara subyektif adalah pengamalan yang dilakukan oleh manusia individual, baik
22

sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat ataupun sebagai pemegang
kekuasaan, yang penjelmaannya berupa tingkah laku dan sikap dalam hidup sehari-
hari.
Nilai-nilai yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat dan adil
dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia adalah
untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi
Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi Kerakyatan dan berperi Keadilan Sosial.
Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila yang bercorak
normatif.

4.1.3 Kajian Ontologis
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui hakekat dasar dari sila sila Pancasila.Menurut Notonagoro hakekat
dasar ontologis Pancasila adalah manusia.Mengapa disini disebutkan manusia karena
manusia merupakan subyek hukum pokok dari sila sila Pancasila. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa yang berkeuhanan Yang Maha Esa, berkemanusian yang adil dan
beradab, berkesatuan indonesia, berkerakyatan yaang dipimpin oleh hikmad
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia pada hakekatnya adalah manusia.
Jadi secara ontologis hakekat dasar keberadaan dari sila sila Pancasila adalah
manusia. Untuk hal ini Notonagoro lebih lanjut mengemukakan bahwa manusia
sebagai pendukung pokok sila sila Pancasila secara ontologi memiliki hal-hal yang
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Juga
sebagai makluk individu dan sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makluk
pribadi dan sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa.Oleh karena itu, maka secara
hierarkhis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat
sila sila Pancasila (Notonogoro, 2005).


23

Selanjutnya Pancasila secagai dasar filsafat negara Republik Indonesia
memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta
mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak yaitu berupa sifat kodrat monodualis,
sebagai makluk individu sekaligus juga sebagai makluk sosial, serta kedudukannya
sebagai makluk pribadi yang berdiri sendiri juga sekaligus sebagai maakluk Tuhan.
Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai nilai
Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang
mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian seluruh nilai nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa
bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan
negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai nilai Pancasila, seperti bentuk
negara, sifat negara, tujuan negara, tugas dan kewajiban negara dan warga negara,
sistem hukum negara, moral negara dan segala sapek penyelenggaraan negara
lainnya.

4.1.4 Kajian Epistimologi
Kajian epistimologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencari hakekat pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
karena epistimologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakekat ilmu
pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistimologi Pancasila tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya.Oleh karena itu dasar epistimologis Pancasila
sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakekat manusia.
Menurut Titus (1984: 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam
epistimologi yaitu :
1. tentang sumber pengetahuan manusia;
2. tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3. tentang watak pengetahuan manusia.


24

Epistimologi Pancasila sebagai suatu obyek kajian pengetahuan pada
hakekatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan
pengetahuan Pancasila.Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah
dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri.Merujuk
pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa nilai-nilai tersebut sebagai kausa materialis
Pancasila.
Selanjutnya susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-
sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-
sila Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal, dimana :
Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya
Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga,
keempat dan kelima
Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama, kedua serta mendasari dan menjiwai
sila keempat dan kelima
Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari
dan menjiwai sila kelima
Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Demikianlah maka susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang
menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga
mennyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis
Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa memberilandasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada
intuisi. Manusia pada hakekatnya kedudukan dan kodratnya adalah sebagai mahluk
Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistimologi
Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai
tingkat kebenaran yang tertinggi.

25

Selanjutnya kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang
harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa, dan kehendak
manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi. Selain itu dalam sila ketiga,
keempat dan kelinma, maka epistimologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus
terutama dalam kaitannya dengan hakekat sifat kodrat manusia sebagai mahluk
individu dan mahluk sosial.
Sebagai suatu paham epistimologi, maka Pancasila mendasarkan pandangannya
bahwa ilmu pengetahuan pada hakekatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan
pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya
Pancasila secara epistimologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam
membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.

4.1.5 Kajian Aksiologi
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakekatnya membahas tentang nilai
praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, sehingga nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakekatnya juga merupakan suatu
kesatuan. Selanjutnya aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas
tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk
merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai
keberhargaan(worth) atau kebaikan(goodnes), dan kata kerja yang artinya
sesuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Di dalam Dictionary of sociology an related sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakekatnya adalah sifat atau kualitas
yang melekat pada suatu objek. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada sifat atau
kualitas yang melekat pada sesuatu itu, misalnya; bunga itu indah, perbuatan itu baik.
26

Indah dan baik adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan.
Dengan demikian maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai itu karena adanya
kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada
titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan pengertian nilai.
Kalangan materialis memandang bahwa hakekat nilai yang tertinggi adalah nilai
material, sementara kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi
adalah nilai kenikmatan. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat
dikelompokan pada dua macam sudut pandang, yaitu bahwa sesuatu itu bernilai
karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai yaitu manusia. Hal ini bersifat
subjektif, namun juga terdapat pandangan bahwa pada hakekatnya sesuatu itu melekat
pada dirinya sendiri memang bernilai. Hal ini merupakan pandangan dari paham
objektivisme.
Notonagoro merinci tentang nilai ada yang bersifat material dan nonmaterial.
Dalam hubungan ini manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda tergantung pada
pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang mendasarkan pada
orientasi nilai material, namun ada pula yang sebaliknya yaitu berorientasi pada nilai
yang nonmaterial. Nilai material relatif lebih mudah diukur menggunakan panca indra
maupun alat pengukur. Tetapi nilai yang bersifat rohaniah sulit diukur, tetapi dapat
juga dilakukan dengan hati nurani manusia sebagai alat ukur yang dibantu oleh cipta,
rasa, dan karsa serta keyakinan manusia (Notonogoro, 2005).Menurut Notonagoro
bahwa nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian
yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila
yang tergolong nilai kerokhanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap
dan harmonis seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau
estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang secara
keseluruhan bersifat sisttematik-hierarkhis, dimana sila pertama yaitu ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi basis dari semua sila-sila Pancasila.
27

Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial.
Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesia itulah yang menghargai, mengakui,
menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan
penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak menggejala
dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan,
penerimaan atau penghargaan itu telah menggejala dalam sikap, tingkah laku dan
perbuatan menusia dan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini
sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia
Indonesia.

4.2 Bukti Bahwa Falsafah Pancasila Dijadikan Sebagai Dasar Asas
Kerohanian Bangsa Negara Indonesia
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis,
fundamental dan menyeluruh. Untuk itu sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai-
nilai yang bersifat bulat dan utuh, hierarkhis dan sistematis. Dalam pengertian inilah
maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat yang dalam pembahasan ini
nilai-nilai pancasila sebagai asas kerohanian bangsa.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung
makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan
harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari pandangan bahwa negara adalah
merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang
merupakan masyarakat hukum (legal society).



28

Semua sejarah sudah membuktikan bahwa pancasila dijadikan pedoman dan
asas kerohanian bangsa, dapat dibuktikan dengan adanya beberapa agama di negara
Indonesia dan selalu dibinanya keselarasan beragama. Contoh nyata yang ditunjukan
umat beragama Hindu di Bali sedang merayakan hari raya nyepi dimana jatuh pada
hari jumat, dan tidak seorangpun dapat beraktivitas pada perayaan tersebut, namun
disisi lain umat islam dan umat kristiani harus menunaikan ibadah sesuai jadwal,
akibat bangsa kita berpegang teguh pada pancasila sebagai asas kerohanian dimana
menuntut untuk selalu mengembangkan sifat tenggang rasa antar umat beragama
ibadah dilakukan seperti biasa dengan catatan tidak mengganggu hari raya nyepi
tersebut.
Kemudian adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada
kodrat bahwa manusia sebagai warga negara sebagai persekutuan hidup adalah
berkedudukan kodrat manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila
pertama). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai mahluk
Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan untuik mewujudkan harkat dan
martabat manusia sebagai mahluk yang berbudaya atau mahluk yang beradab
(hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi
hidup manusia harus membentuk suatu ikatan sebagai suatu bangsa (hakikat sila
ketiga). Terwujudnya persatuan dan kesatuan akan melahirkan rakyat sebagai suatu
bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu. Konsekuensinya dalam
hidup kenegaraan itu haruslah mendasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal
mula kekuasaan negara. Maka negara harus bersifat demokratis, hak serta kekuasaan
rakyat harus dijamin, baik sebagai individu maupun secara bersama (hakikat sila
keempat). Untuk mewujudkan tujuan negara sebagai tujuan bersama, maka dalam
hidup kenegaraan harus mewujjudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warga,
sehingga untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dijamin berdasarkan
suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama/kehidupan (hakikat
sila kelima).

29

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Pancasila merupakan sumber dari seluruh prilaku kebenaran dari bangsa dan
Negara, sehingga sistem filsafat Pancasila perlu dipahami karena pancasila bersifat
abstrak. Fungsi utama system filsafat pancasila sebagai asas kerohanian bagi bangsa
dan Negara memang seperti yang telah d uraikan dalam pembahasan yaitu sebagai
nahkoda kehidupan antar umat beragama sehingga menciptakan ketentraman
berbangsa dan bernegara di tengah perbedaan nyang ada.
Secara historis bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar asas
kerohanian bangsa negara Indonesia dapat dibuktikan dari sejarah pancasila dari awal
kemerdekaan Indonesia, walaupun terdapat penyimpangan-penyimpangan namun
secara garis besar bangsa kita selalu bercermin kembali pada nilai-nilai ketuhanan
yang terkandung dalam pancasila, maka tidak dapat dipungkiri arti penting system
filsafat pancasila sebagai asas kerohanian bangsa dan Negara.

5.2 Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia, supaya mampu mencermati nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Dalam ruang lingkup kerohanian dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sebagai masyarakat madani, yaitu masyarakat yang tidak
buta akan posisi dasar negara, hendaknya kita bisa mengaplikasikan semua nilai-nilai
filosofis yang terkandung dalam Pancasila kedalam kehidupan sehari-hari. konvensi,
perlu adanya suatu evaluasi untuk menciptakan suasana masyaakat yang kondusif.

30

DAFTAR PUSTAKA

http://viapurwawisesasiregar.blogspot.com/2014/04
(diakses : Jumat 30 Mei 2014 pada jam 13.00)
http://fajarsundari146.wordpress.com/
(diakses : Jumat 30 Mei 2014 pada jam 13.10)
http://lasonearth.wordpress.com/makalah/falsafah-pancasila-sebagai-dasar-falsafah-
negara-indonesia/ (diakses : Jumat 2 juni 2014 pada jam 12.10)
http://orischa.blogspot.com/2013/11/pancasila-sebagai-sistem-filsafat-dan.html
(diakses : Jumat 30 Mei 2014 pada jam 15.10)
http://longsani.wordpress.com/2012/11/28/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/
(diakses : Jumat 30 Mei 2014 pada jam 16.10)
http://iptekindonesiae.blogspot.com/2013/08/sistem-filsafat-sistem-ideologi-
sebagai.html (diakses : Jumat 30 Mei 2014 pada jam 16.10)
http://syongtenhindom.wordpress.com/2013/04/14/pancasila-dalam-konteks-
ketatanegaraan/ Jumat 30 Mei 2014 pada jam 15.10)
http://kamushukumlobe.blogspot.com/2010/12/rangkuman-pendidikan-pencasila-
prof.html Jumat 30 Mei 2014 pada jam 16.10)
http://aplikasipancasila.blogspot.com/2011/12/kemanusiaan-yang-adil-dan-
beradab.html (Jumat 30 Mei 2014 pada jam 17.10)
http://imankartamadjana.blogspot.com/2009/10/pancasila-kemanusiaan-yang-adil-
beradab.html (Jumat 30 Mei 2014 pada jam 18.10)
http://www.formatnews.com/beta/view.php?newsid=9491
(Jumat 30 Mei 2014 pada jam 17.15)
http://www.lampungpost.com/opini/27360-penegakan-hukum-yang-berkeadilan.html
31

(Jumat 30 Mei 2014 pada jam 16.50)
http://www.artikata.com/arti-385255-beradab.html
(Jumat 30 Mei 2014 pada jam 19.10)
http://www.lampungpost.com/opini/27360-penegakan-hukum-yang-berkeadilan.html
(Jumat 30 Mei 2014 pada jam 20.10)

Anda mungkin juga menyukai