Anda di halaman 1dari 12

Hukum tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan

Oleh:
Kusumarita Atyanto

Abstrak:
Di samping peraturan perundang-undangan, juga dikenal peraturan kebijakan.
Peraturan kebijakan dikeluarkan dalam rangka menjalankan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan. Peraturan kebijakan selalu muncul dalam lingkup penyelenggaraan
pemerintahan yang tidak terikat (vrijbeleid), dalam arti tidak diatur secara tegas
oleh peraturan perundang-undangan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam keadaan
yang tidak terikat seperti itu, maka kepada pemerintah diberikan kebebasan untuk
melakukan pertimbangan (bevordelings vrij beleid, freies ermessen, discretionary
powers), melakuan penilaian kemudian melakukan suatu tindakan yang mempunyai
manfaat tertentu. Tulisan ini akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan
peraturan kebijakan, termasuk persamaan dan perbedaannya dengan peraturan
perundang-undangan.

I. Pendahuluan
Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat
dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila
didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua
lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan.
Akhir-akhir ini, terasa semakin banyak undang-undang yang telah
diundangkan dan semakin banyak pula peraturan-peraturan pelaksanaannya yang
sedang dan akan dipersiapkan. Selain dari peraturan perundang-undangan (wettelijke-
regels) yang bersumber pada fungsi legislatif negara dan yang memang diperlukan
bagi penyelenggaraan kebijakan pemerintahan yang terikat (gebonden beleid),
dikenal pula bidang penyelenggaraan kebijakan pemerintahan yang tidak terikat
(vrij beleid). Dari bidang penyelenggaraan kebijakan pemerintahan yang tidak
terikat dikeluarkan berbagai peraturan kebijakan (beleid regels) yang bersumber
pada fungsi eksekutif negara. Peraturan kebijakan ini jumlahnya sangat banyak dan
bentuknya pun tidak mudah untuk diperkirakan.
Penyelenggaraan kebijakan pemerintahan yang tidak terikat memang
membuka peluang yang lebar bagi fungsi peraturan secara administratif. Secara
keseluruhan dapatlah dibayangkan betapa banyak peraturan perundang-undangan dan
peraturan kebijakan untuk waktu yang akan mendatang, yang belum tentu semuanya
memenuhi syarat asas perundang-undangan (wet gevings principle) yang patut dan
baik. Tetapi membanjirnya peraturan-peraturan itu tidak dapat dibendung atau
dikurangi, maka karenanya jalan keluar yang dapat ditempuh adalah dengan
mengusahakan agar peraturan-peraturan tadi memenuhi asas-asas pembentukannya
yang patut dan baik.
Tulisan ini akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan peraturan
kebijakan, termasuk persamaan serta perbedaan antara peraturan perundang-
undangan dengan peraturan kebijakan. Hal-hal itu menjadi menarik, salah satunya,
adalah karena hingga detik ini masih terus bermunculan jenis peraturan yang malah
menjadi pusat perhatian. Sebagai contohnya adalah peraturan yang ditetapkan oleh
Gubernur Kepala Daerah DKI J akarta Nomor 613 Tahun 1992 yang dikeluarkan pada
tanggal 10 April 1992 tentang Penetapan Kawasan Pengendalian Lalu Lintas dan
Kewajiban Mengangkut Paling Sedikit 3 (tiga) Orang Per Kendaraan pada Kawasan
Pengendalian, yang lebih dikenal dengan Peraturan KPP. Peraturan ini sampai
sekarang jelas masih berlaku, dan terhadapnya menimbulkan pertanyaan, jenis
peraturan manakah Peraturan KPP itu? Peraturan perundang-undangankah, peraturan
kebijakankah, peraturan perundang-undangan yang tidak sempurna, ataukah sejenis
peraturan yang lain lagi?

II. Peraturan Perundang-Undangan
Kata perundang-undangan merupakan terjemahan dari wetgeving,
gesetzgebung, legislation, dan mengandung 2 (dua) arti, yaitu:
1. Berarti proses pembentukan peraturan perundang-undangan negara dari
jenis yang tertinggi yaitu undang-undang (wet, gesetz, statute) sampai
yang terendah, dihasilkan secara atibusi atau delegasi dari kekuasaan
perundang-undangan (wetgevende macht, gesetzgebende gewalt,
legislative), dan;
2. Berarti keseluruhan produk peraturan negara tersebut.
Para ahli berbeda pendapat dalam pemahaman tentang undang-undang
(wetbegrip, gesetzbegriff) yang dibentuk berdasarkan fungsi legislatif sebagai salah
satu fungsi kenegaraan yang selalu ada pada tiap negara. Namun demikian, para
penyusun Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah menemukan
pemahamannya sendiri tentang undang-undang, serta telah merumuskan dan
menetapkannya dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia (RI) itu. Para pendiri
Negara RI dan para penyusun konstitusi telah menegaskan pemahaman tentang
undang-undang dan kekuasaan perundang-undangan berdasar cita negara dan teori
bernegara bangsa Indonesia sendiri.
Bagaimanakah kedudukan undang-undang di Indonesia dalam konstelasi
ketatanegaraan Indonesia, terutama dalam fungsi peraturan yang bersifat umum?
Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi (chief of executive)
yang memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945 berdasarkan Pasal 4
UUD 1945. Sedangkan kedaulatan (sovereignity) adalah konsep mengenai kekuasaan
yang tertinggi. Kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut UUD 1945 berarti
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, dijalankan oleh rakyat itu sendiri
(melalui pemilihan umum), dan oleh berbagai lembaga negara yang keberadaan,
tugas serta wewenangnya tercantum dalam UUD 1945. Kedaulatan rakyat dalam
praktiknya terwujud dalam institusi dan juga dalam hukum.
Dengan demikian, undang-undang di Indonesia pada hakekatnya ialah produk
hukum yang merupakan titik temu antara kehendak rakyat yang berdaulat dengan
kehendak rakyat yang diwakili oleh para wakil rakyat. Undang-undang di Indonesia
seharusnya merupakan perwujudan kehendak rakyat Indonesia. Kekuasaan
perundang-undangan di Indonesia ialah kekuasaan dalam pembentukan hukum
melalui hukum dasar (UUD 1945). Tujuan adanya kekuasaan perundang-undangan
adalah untuk mengatur lebih rinci kehidupan kenegaraan dan kehidupan
kemasyarakatan di Indonesia.
Apabila pengertian peraturan perundang-undangan mencakup keseluruhan
peraturan yang berhubungan dengan undang-undang dan bersumber pada kekuasaan
legislatif, maka jenis-jenis peraturan perundang-undangan ialah undang-undang dan
peraturan lain yang dibentuk berdasarkan kewenangan atribusi ataupun kewenangan
delegasi dari undang-undang. Mengingat kewenangan atribusi bersifat tertentu dan
terbatas, serta kewenangan delegasi juga tidak dapat dilimpahkan lebih lanjut tanpa
persetujuan yang mendelegasikannya (delegates non potest delegare), maka oleh
karena itu peraturan perundang-undangan juga tertentu dan terbatas jenisnya.

III. Jenis dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan (wettelijk regels) secara harfiah diartikan
sebagai peraturan yang berkaitan dengan undang-undang, baik peraturan itu berupa
undang-undang sendiri maupun peraturan yang dibentuk berdasarkan adanya atribusi
ataupun delegasi dari undang-undang. Atas dasar atribusi dan delegasi kewenangan
perundang-undangan, maka yang tergolong jenis-jenis peraturan perundang-undangan
di Indonesia (dengan penyesuaian penyebutan berdasarkan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan) adalah sebagai
berikut:
Peraturan perundang-undangan di tingkat pusat:
1. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu);
2. Peraturan Pemerintah;
3. Peraturan Presiden;
4. Peraturan Menteri;
5. Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen;
6. Peraturan Direktorat J enderal Departemen, dan;
7. Peraturan Badan Hukum Negara.
Peraturan perundang-undangan di tingkat daerah:
1. Peraturan Daerah Provinsi;
2. Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi;
3. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
4. Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota.
Masing-masing jenis peraturan perundang-undangan tersebut mempunyai
fungsinya sendiri-sendiri. Misalnya undang-undang, yang berfungsi antara lain untuk
mengatur lebih lanjut hal-hal yang tegas-tegas diminta oleh ketentuan UUD 1945
atau oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tegas-tegas
menyebutnya, serta untuk pengaturan di bidang konstitusi. Oleh karena itu, undang-
undang merupakan wadah pengaturan dari hal-hal yang materi muatannya khas.
Kemudian, peraturan pemerintah misalnya, berfungsi untuk mengatur lebih lanjut hal-
hal yang diatur oleh undang-undang, baik yang tegas-tegas dimintanya maupun
tidak. Peraturan lainnya, misalnya peraturan presiden, adalah untuk mengatur hal-hal
yang didelegasikan oleh peraturan pemerintah dan hal-hal lain di bidang
penyelenggaraan pemerintahan negara yang diatur dalam undang-undang atau dalam
peraturan pemerintah, demikian seterusnya.
Dari semua jenis peraturan perundang-undangan hanya undang-undang saja
yang pembentukannya memerlukan persetujuan bersama antara presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), lain-lainnya tidak. Oleh karena itu, untuk dapat
mengetahui materi muatan serta fungsi jenis peraturan perundang-undangan perlu
diketahui terlebih dahulu materi muatan undang-undang. Hal itu mengingat materi
muatan jenis peraturan perundang-undangan lainnya merupakan materi muatan sisa
dari materi muatan undang-undang.
Secara garis besar, undang-undang adalah wadah bagi sekumpulan materi
muatan, yang meliputi:
1. Hal-hal yang oleh hukum dasar (batang tubuh UUD 1945 dan Ketetapan
MPR) meminta secara tegas-tegas ataupun tidak, dan untuk ditetapkan
dengan undang-undang.
2. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Negara RI sebagai negara berdasar
atas hukum atau rechtstaats diminta diatur dengan undang-undang.
3. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara RI diminta
diatur undang-undang.
Dari ketiga kumpulan materi tersebut dapat ditemukan 9 (Sembilan) butir
rincian materi yang pengaturan salah satu darinya harus dituangkan dalam undang-
undang. Materi lainnya di luar kesembilan butir itu dapat diatur tanpa memerlukan
persetujuan DPR, misalnya dapat diatur dengan peraturan presiden.

IV. Peraturan Kebijakan
Di samping peraturan perundang-undangan, orang juga mengenal peraturan
kebijakan. Kata peraturan kebijakan merupakan terjemahan dari kata Belanda
beleid regels. Peraturan kebijakan ini bukan sesuatu yang baru dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, juga di negara lainnya. Di Belanda pada
tahun 1965, Van Der Hoeven menyebutnya, antara lain, dengan istilah: vaarschriften,
ugelingen, beleidsnota, dan reglementen. Di J erman orang menyebutnya dengan:
verwaltungs, voorscriften. Di Inggris disebut dengan: administrative rules, policy
rules. Dan Logemann menyebutnya dengan administrative regelingen.
J adi dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan negara memang
terdapat 2 (dua) jenis peraturan yang dapat berlaku secara berdampingan, yaitu
peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan.
Mengenai peraturan kebijakan, Van Kreveld mengemukakan ciri-cirinya
sebagai berikut:
1. Peraturan itu, baik langsung atau tidak langsung, tidak didasarkan pada
undang-undang.
2. Peraturan itu dapat: pertama, tidak tertulis dan terjadi oleh serangkaian
keputusan instansi pemerintah yang berdiri sendiri dalam rangka
penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang tidak terikat, atau ke
dua, ditetapkan dengan tegas secara tertulis oleh suatu instansi
pemerintah.
3. Peraturan itu pada umumnya menunjuk bagaimana suatu instansi
pemerintah akan bertindak dalam menyelenggarakan kewenangan
pemerintahan yang tidak terikat terhadap setiap orang dalam situasi
sebagaimana dimaksud dalam peraturan itu.
Peraturan kebijakan dapatlah dipahami sebagai perwujudan dari berjalannya
fungsi pemerintahan dalam arti sempit atau ketataprajaan, yaitu mengeluarkan
peraturan-peraturan yang bukan peraturan perundang-undangan. J adi memang
tidaklah aneh apabila dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam arti sempit atau
ketataprajaan akan ditemukan banyak peraturan dalam bentuk surat edaran, petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis, dan lain sebagainya, yang meskipun ditujukan kepada
pejabat atau instansi bawahan, namun pada hakekatnya ialah tetap dalam rangka
menjalankan fungsi mengatur masyarakat.

V. Peraturan Kebijakan Mengikat secara Umum
Peraturan kebijakan dikatakan berbeda dengan peraturan perundang-undangan,
tetapi pada kenyataannya dirasakan mengikat juga secara umum (reglement
binded), karena masyarakat yang terkena peraturan itu tidak dapat berbuat lain
kecuali mengikutinya. Salah satu contohnya ialah, apabila suatu Keputusan Bupati
Kepala Daerah Kabupaten menetapkan misalnya, akan memberikan sejenis kredit
bagi petani yang memerlukannya, dan kredit itu tidak dapat diberikan kecuali apabila
petani menyertakan tanda bukti pelunasan pajak yang terhutang. Hal ini bisa
dilakukan, walaupun tidak ada suatu jenis Peraturan Daerah Kabupaten atau suatu
peraturan bank yang menetapkannya, tetapi kredit itu tidak dapat diperoleh petani
tanpa dipenuhinya syarat yang ditentukan. J adi dengan demikian, Keputusan Bupati
Kepala Daerah Kabupaten tadi dirasakan oleh rakyat tetap mengikat juga secara
umum, seperti mengikatnya peraturan perundang-undangan.
Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa peraturan kebijakan selalu ada,
muncul, dalam lingkup penyelenggaraan pemerintahan yang tidak terikat
(vrijbeleid), dalam arti tidak diatur secara tegas oleh peraturan perundang-undangan
penyelenggaraan pemerintahan. Kepada aparat yang melakukan tindakan
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak terikat seperti itu diberikan kebebasan
untuk mempertimbangkan (bevordelings vrij beleid, freies ermessen, discretionary
powers), menilai dan kemudian mengambil tindakan (kebijakan) tertentu yang
bermanfaat.
Dapatkah suatu peraturan kebijakan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan (tegen-wettelijk)? Dalam praktik, orang bisa menemukan
kebijakan-kebijakan yang justru bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
dan contoh dari hal itu biasanya terjadi di dalam bidang hukum perpajakan.
Dilihat dari bentuk dan formatnya, peraturan kebijakan seringkali sama benar
dengan peraturan perundang-undangan, lengkap dengan pembukaan berupa
konsiderans menimbang dan dasar hukum mengingat, batang tubuh yang berupa
pasal-pasal, bagian-bagian, bab-bab, serta penutup yang sepenuhnya menyerupai
peraturan perundang-undangan. Tetapi selain itu, sering kali juga dijumpai peraturan
kebijakan yang tampil dalam bentuk dan format yang lain dari peraturan perundang-
undangan, seperti nota dinas, surat edaran, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, dan
pengumuman. Bahkan dapat pula tampil dalam bentuk petunjuk lisan (kepada
bawahan), yang jelas memang tidak mempunyai bentuk dan format (yang kasat
mata).

VI. Beberapa Persamaan antara Peraturan Perundang-Undangan dengan
Peraturan Kebijakan
Apabila disandingkan antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan
kebijakan, maka akan terlihat beberapa persamaan di antara keduanya. Persamaan itu
meliputi:
1. Merupakan aturan yang berlaku umum. Peraturan perundang-undangan
dan peraturan kebijakan mempunyai adressat (subjek nama), dan
pengaturan perilaku (objek norma) yang sama, yaitu bersifat umum dan
abstrak (algemene regeling algemene regel).
2. Merupakan peraturan yang berlaku ke luar. Peraturan perundang-
undangan berlaku ke luar dan ditujukan kepada masyarakat umum (naar
beuten werbend tat leen reder gerecht), demikian juga dengan peraturan
kebijakan yang berlaku ke luar dan ditujukan kepada masyarakat umum
yang bersangkutan (jegeus de bunger).
3. Merupakan kewenangan pengaturan yang bersifat umum (publik).
Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan sama-sama
ditetapkan oleh lembaga atau pejabat yang mempunyai kewenangan
umum (publik).

VII. Beberapa Perbedaan antara Peraturan Perundang-Undangan dengan
Peraturan Kebijakan
Perbedaan antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan kebijakan
adalah:
1. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan fungsi negara.
Kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan atau kekuasaan
legislatif hanya diberikan kepada lembaga yang khusus untuk itu, yaitu
lembaga legislatif. Apabila karena suatu pertimbangan kewenangan
terpaksa harus diserahkan kepada lembaga-lembaga di bidang lain,
misalnya lembaga pemerintahan dalam arti sempit atau ketataprajaan
(lembaga eksekutif), maka hal itu harus dilakukan dengan tegas dan jelas,
baik melalui penciptaan kewenangan atau delegasi.
2. Fungsi pembentukan peraturan kebijakan ada pada pemerintah dalam
arti sempit (eksekutif). Kewenangan pemerintah dalam arti sempit atau
ketataprajaan (kewenangan eksekutif) mengandung juga kewenangan
pembentukan peraturan-peraturan dalam rangka penyelenggaraan
fungsinya. Oleh karena itu, kewenangan pembentukan peraturan-peraturan
kebijakan yang bertujuan untuk mengatur lebih lanjut penyelenggaraan
pemerintahan senantiasa dapat dilakukan oleh setiap lembaga
pemerintahan yang mempunyai kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan.
3. Materi muatan peraturan perundang-undangan berbeda dengan materi
muatan peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan mengandung materi
muatan yang berhubungan dengan kewenangan membentuk keputusan-
keputusan dalam arti beschikkingen, kewenangan bertindak dalam bidang
hukum privat dan kewenangan-kewenangan membuat rencana-rencana
(plannen) yang memang ada pada lembaga pemerintahan. Sedangkan
materi muatan peraturan perundang-undangan mengatur tata kehidupan
masyarakat yang jauh lebih mendasar, seperti mengadakan suruhan dan
larangan untuk berbuat atau tidak berbuat, yang apabila perlu disertai pula
dengan sanksi pidana (sanksi pemaksa).
4. Sanksi pada peraturan perundang-undangan dan pada peraturan
kebijakan. Sanksi pidana atau sanksi pemaksa yang jelas mengurangi dan
membatasi hak-hak asasi warga negara dan penduduk hanya dapat
dituangkan dalam undang-undang yang pembentukkannya harus
dilakukan dengan persetujuan rakyat atau persetujuan wakil-wakilnya.
Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah lainnya hanya dapat
mencantumkan sanksi pidana bagi pelanggaran ketentuannya apabila hal
itu tegas-tegas diatribusikan oleh undang-undang. Sedangkan peraturan
kebijakan hanya dapat mencantumkan sanksi administratif bagi
pelanggaran ketentuan-ketentuannya.

VIII. Penutup: Perlunya Perhatian terhadap Upaya Pembangunan Peraturan
Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan
Hakekat pembangunan di Negara RI saat ini, baik pembangunan jangka
panjang maupun pembangunan jangka pendek, ialah kehendak untuk mencapai
tujuan-tujuan negara sebagaimana hal itu tercantum dalam UUD 1945. Lebih lanjut,
pembangunan itu sendiri pada hakekatnya adalah wujud pengamalan Pancasila.
Kemudian bagaimanakah cara memandang pembangunan itu dari sudut peraturan
perundang-undangan dan peraturan kebijakan?
Sebagai negara yang berdasar atas hukum (rechtstaats) yang modern, Negara
RI secara sadar berkehendak, berusaha dan berupaya untuk mencapai tujuan-
tujuannya. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi-modifikasi (perubahan) dalam
kehidupan rakyatnya. Perubahan-pengubahan sosial itu dilakukan dengan
mempersiapkan rencana yang terperinci dengan baik, diikuti dengan penyelenggaraan
pembangunan, dilandasi dengan hukum, peraturan-peraturan perundang-undangan,
dan ditunjang pula dengan peraturan-peraturan kebijakan. Dengan demikian, agar
pembangunan yang sedang diselenggarakan, yang tidak lain adalah pengamalan
Pancasila ke dalam kenyataan, diperlukan penguatan, pengetahuan, dan pemahaman
yang tepat mengenai peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan. Untuk
itulah dibutuhkan ilmu pengetahuan di bidang perundang-undangan yang terus-
menerus perlu dikembangkan dan diajarkan kepada masyarakat luas. * * *


Daftar Pustaka:
Attamimi, A. Hamid S. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Disertasi Universitas Indonesia,
J akarta, 1990.
-----------. Teori Perundang-Undangan Indonesia: Suatu Sisi Ilmu Pengetahuan
Perundang-Undangan Indonesia yang Menjelaskan dan Menjernihkan
Pemahaman. Pidato Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
J akarta, 1992.
-----------. Hukum tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan
Kebijaksanaan. Makalah Pidato Purnabakti, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, J akarta.
Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. New York: Russel and Russel, 1983.
Kreveld, J .H. van. Beleids Regels in Het Recht. Deventer: Kluwer, 1983.

Anda mungkin juga menyukai