Anda di halaman 1dari 26

1

SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman



Pre Eklampsia Berat










Disusun Oleh
Endang Yulia Angraini

Pembimbing
dr. Samuel Randa Bunga, Sp.OG




Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada
SMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2013
2

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...... 1
Daftar Isi 2
BAB I PENDAHULUAN...
1.1.Latar belakang . 3
1.2. Tujuan ..
3
BAB II LAPORAN KASUS ... 4
2.1. Anamnesis 4
2.2. Pemeriksaan Fisik 5
2.3. Diagnosis .. 7
2.4. Pemeriksaan Laboratorium .. 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
11
3.1. Definisi 11
3.2. Epidemiologi ... 11
3.3. Faktor Resiko .. 11
3.4. Etiologi . 12
3.5. Patofisiologi . 13
3.6. Diagnosis . 15
3.7. Penatalaksanaan 16
3.8. Komplikasi ... 19
BAB IV PEMBAHASAN . 21
4.1. Diagnosis . 21
4.2. Penatalaksanaan .... 22
4.3. Prognosis ....................... 22
BAB V PENUTUP ........ 23
5.1. Kesimpulan ..
23
5.2. Saran ... 23
DAFTAR PUSTAKA ... 24






3




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah hal yang sering ditemukan selama
kehamilan. Sekitar 10% perempuan pernah mengalami peningkatan tekanan darah
pada satu waktu sebelum persalinan. Kelainan tekanan darah tinggi dalam
kehamilan terdiri dari beberapa spektrum, salah satunya adalah preeklampsia.
(1)

Insidens preeklampsia bervariasi menurut berbagai sumber, ada yang
menyebut sekitar 6-8% dari seluruh kehamilan
(2)
, 10% sampai 14% pada
primigravida dan 5,7% sampai 7,3% pada multigravida
(3)
. Data eklampsia dan
preeklampsia di Indonesia belum terekam baik dan laporan berbagai pusat
kesehatan masih bervariasi. Data Denpasar pada tahun 1996 sampai 2000
ditemukan 35,42% dari 48 kematian ibu disebabkan oleh preeklampsia dan
eklampsia.
(4)

Penelitian di Indonesia menyatakan bahwa eklampsia, disamping
perdarahan dan infeksi, masih merupakan sebab kematian ibu, dan merupakan
sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini preeklampsia
yang merupakan tingkat pendahuluan dari eklampsia beserta penanganannya perlu
untuk diketahui oleh tenaga kesehatan yang berhubungan dengan ibu hamil
termasuk dokter umum agar terjadi penurunan angka kematian ibu dan anak.
(5)

1.2 Tujuan
Pada laporan kasus kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
preeklamsia berat terkait alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya.


4




BAB II
LAPORAN KASUS


II.1 Anamnesa
a) Identitas Pasien
Nama : Ny.LA
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Gerilia RT. 36
Masuk Rumah Sakit pada tanggal 26 November 2013, pukul 20.45
b) Identitas Suami
Nama : Tn. S
Usia : 37 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Gerilia RT.36
c) Keluhan Utama:
Keluar air air dari jalan lahir
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari bidan dengan tekanan darah tinggi.
Pasien merasakan keluar air air dari jalan lahir sejak 6 jam
sebelum MRS. Selain itu pasien juga merasakan keluar lendir (+)
5

dan darah (+) sejak 2 jam sebelum SMRS. Namun pasien tidak
merasakan perutnya kencang - kencang. Selama kehamilan pasien
sering periksa ke bidan setempat dan tidak peningkatan darah
tinggi, namun saat usia kehamilan sekarang tekanan darahnya
mencapai 160/110 mmHg. Pasien tidak mengeluh adanya sakit
kepala, pandangan kabur dan tidak mengalami kejang. Pasien juga
tidak mengalami mual, muntah, nyeri ulu hati (-). Pasien
mengalami bengkak pada kedua tungkai sejak 1 minggu sebelum
MRS. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat anti hipertensi.
e) Riwayat Penyakit Dahulu
Tekanan darah tinggi (-), diabetes mellitus (-)
f) Riwayat Haid
Menarche pada usia 15 tahun, lama haid 7 hari, jumlah darah haid :
ganti pembalut 3 kali sehari
Hari pertama haid terakhir : 13 Februari 2013
Taksiran waktu persalinan : 20 November 2013
Pemeriksaan antenatal care : bidan puskesmas tiap bulan ( tidak teratur)
g) Riwayat Obstetri
- Hamil ini
h) Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
Tidak pernah

II.2 Pemeriksaan Fisik
a) Berat badan : 70 kg
b) Tinggi badan : 155 cm
c) Keadaan umum : sakit sedang
d) Kesadaran : compos mentis (E
4
V
5
M
6
)
e) Tanda vital
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit
Frekuensi nafas : 22 kali/menit
6

Suhu : 36,8
0
C


f) Status generalisata
Kepala / leher : konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-)
Thorax
- Pulmo
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : fremitus raba dextra=sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas kanan ICS III parasternal line dextra
batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Lihat status obstetri
Ekstremitas : edema +/+, akral hangat
g) Status obstetrik :
Inspeksi : cembung, striae (+)
Palpasi :
- Leopold I : teraba bokong
- Leopold II : punggung kanan
- Leopold III : teraba kepala
- Leopold IV : kepala sudah masuk pintu atas panggul
Pemeriksaan dalam: vulva vagina normal, pembukaan 1 cm, portio
tebal lunak, blood (+), slym (+), ketuban (+)
DJJ : 159x/menit
HIS : -
7

Tinggi Fundus Uteri : 34 cm
Taksiran Berat Janin : 3410 -3565 gram

II.3 Diagnosis Kerja sementara di Ruangan
G
1
P
0
A
0
, gravid 40-41 minggu + Tunggal Hidup Intra Uterin + Presentasi
Kepala + Inpartu Kala I Fase Laten + Pre Eklampsi Berat
II.4 Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium

Penatalaksanaan
Tirah baring (bedrest)
Pasang infus dextrose/RL
Beri anti kejang Drip MgSO4 40% 6 gram (15 cc)/500 cc D5%, sampai
24 jam
Beri antihipertensi Nifedipin 3x10 mg per oral
Tanggal 26-11-2013
Darah lengkap
Hb 11,2
Hct 33%
Leukosit 6.000
Trombosit 260.000
Kimia darah
GDS 73
Ur 20,3
Cr 0,7
Urin Lengkap
Berat Jenis 1,010
Hb/darah +
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
pH 7,0
Sel epitel +
Leukosit 1-3
Eritrosit 0-1
Bakteri +
Protein +2
8

Beri antibiotik Injeksi cefotaxim 3x1 ampul
Pemberian Misoprostol 5mg/6jam
9

II.6 Follow Up
Tanggal Tindakan
26-11-2013
20.45
Menerima pasien baru dari IGD, melakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik :
KU : Sedang, TD: 160/110 mmHg, N: 84x, R: 22x, T: 36,7C
L1: Teraba bokong, L2: Punggung kiri, djj 159x/m, L3: bagian
terendah kepala, L4: H1
TFU: 34cm
VT: v/v normal, 1 cm, portio tebal lunak, ketuban
(+),blood slym (+) kepala H1
His: -

Lab : Urin Lengkap protein +2

Lapor dr.Sp.OG
Advice:
- Konsul Jantung Nifedipine 3x10 mg
- Drip MgSO4
- Lakukan NST, bila hasil reaktif berikan misoprostol
5mg/6jam
- Injeksi Cefotaxim 3x1 gr. IV

21.05 Memberikan drip MgSO4
Memasang Kateter Urin
Melakukan NST hasil reaktif
21.10 Melakukan skin test Cefotaxim
Meminta persetujuan suami untuk dilakukan induksi
misoprostol suami setuju
21.20 Memberi misoprostol 5 mg pervaginam
27 November 2013
00.30 TD: 160/110 mmHg, N: 80 x/i
DJJ: 139 x/i, His: 1x10,20
06.30 VT pembukaan 2 cm, ketuban (+) menempel, kepala Hodge
1,portio tebal lunak, Blooslym (+)
Memberikan misoprostol 5mg pervaginam
09.00 TD :170/110 mmHg, nadi : 88x/menit, RR :22 x/menit, suhu
:36,6
12.30 Ketuban pecah spontan, warna jernih, VT pembukaan 2 cm,
ketban (-), kepala Hodge 1, bloodslym (+)
14.15 Urin output : 1300 cc, warna kuning jernih
DJJ : 125x/menit
HIS : 3x1030
14.30 Lapor dr. Sp. OG :
Drip oxytosin 5iu sesuai protap
Observasi tetesan oxytosin
10

14.45

15.00
15.15
15.30
15.45
16.00
16.15
16.30
16.45
Drip oxytosin 5 iu dalam 500 cc RL
8 tpm DJJ: 125x/menit, HIS : 3x 10 30-35
12 tpm DJJ: 128x/menit, HIS : 4x 10 30-43
16 tpm DJJ: 133x/menit, HIS : 4x 10 30-33
20 tpm DJJ: 137x/menit, HIS : 4x 10 35-40
24 tpm DJJ: 128x/menit, HIS : 4x 10 35-40
28 tpm DJJ: 130x/menit, HIS : 4x 10 30-40
32 tpm DJJ: 116x/menit, HIS : 4x 10 35-40
36 tpm DJJ: 126x/menit, HIS : 4x 10 33-40
40 tpm DJJ: 130x/menit, HIS : 4x 10 35-40
19.00 VT pembukaan 8cm portio lunak tipis, kepala Hodge II, caput
(+)
DJJ : 120x/menit
HIS : 4x10 40-45
21.00 VT pembukaan lengkap, ketuban (-), kepala Hodge III
DJJ : 154x/i, His : 4x10,30
21.10 Lapor Sp.OG :
Lanjut Drip Oxytosin ke-3 30 tpm
1 jam lapor ulang
Oservasi HIS dan DJJ
22.00 DJJ : 128x/i, His : 4x10,30-35
23.27 Bayi lahir spontan , jenis kelamin perempuan, berat badan
3900 gr. Panjang badan 53 cm, apgar score 8/9
23.40 Plasenta lahir spontan lengkap
Memasang IUD
23.45 TD : 130/100 mmHg, Nadi : 88x/menit, TFU : Sepusat ,
Kontraksi Uterus : Baik, Kandung Kemih : Kosong,
Perdarahan : 10cc
00.00 TD : 130/90 mmHg, Nadi : 88x/menit, TFU : Sepusat ,
Kontraksi Uterus : Baik, Kandung Kemih : Kosong,
Perdarahan : 10cc
00.15 TD : 130/100 mmHg, Nadi : 88x/menit, TFU : Sepusat ,
Kontraksi Uterus : Baik, Kandung Kemih : Kosong,
Perdarahan : 5cc
00.30 TD : 140/100 mmHg, Nadi : 88x/menit, TFU : 1 jari dibawah
pusat , Kontraksi Uterus : Baik, Kandung Kemih : Kosong,
Perdarahan : 5cc
01.00 TD : 140/100 mmHg, Nadi : 88x/menit, TFU : 1 jari dibawah
pusat , Kontraksi Uterus : Baik, Kandung Kemih : Kosong,
Perdarahan : 3cc
01.30 TD : 130/100 mmHg, Nadi : 88x/menit, TFU : 1 jari dibawah
pusat , Kontraksi Uterus : Baik, Kandung Kemih : Kosong,
Perdarahan : 3cc
28 Desember 2013
07.00 TD : 120/90 mmHg. Nadi : 80 kali/menit, RR : 20 kali/menit,
suhu : 36,6,
11

14.10 TD : 130/100 mmHg. Nadi : 89 kali/menit, RR : 20 kali/menit,
suhu : 36,7
22.00 TD : 120/80 mmHg. Nadi : 82 kali/menit, RR : 20 kali/menit,
suhu : 36,6
23.30 TD : 120/90 mmHg. Nadi : 84 kali/menit, RR : 20 kali/menit,
suhu : 36,5
23.45 Pasien pindah ke ruang nifas
29 Desember 2013
08.00 S : perdarahan (+), ASI (+), sakit kepala (-), nyeri ulu hati (-
)
O : TD : 120/80 mmHg. Nadi : 88 kali/menit, RR : 20
kali/menit, suhu : 36,6
A : P1A0 Post Partus Spontan pervaginam + PEB
P : Pasien boleh pulang
Amoxicilin 3x500 mg, Paracetamol 3x500 mg, SF 3x1

II.7 Laporan Persalinan
Pukul 23.27 bayi lahir spontan pervaginam jenis kelamin perempuan, A/S 8/9,
BBL 3.900 gram PB 53 cm.

















12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Definisi Preeklamsia
Preeklamsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang
digolongkan sebagai penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan
merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah dan proteinuria.
(5)

3.2. Epidemiologi Preeklampsia
Angka kematian maternal di Indonesia adalah 0,45%. Salah satu
penyebab kematian tersebut adalah preeklampsia eklampsia, yang bersama
infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75-80% dari keseluruhan
kematian maternal. Survey pada dua rumah sakit pendidikan di Makassar,
insiden preeklampsia eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu
hamil dengan rincian insiden preeklampsia berat sebesar 2,61%, eklampsia
0,84%, dan angka kematian akibat keduanya adalah 22,2%.
(6)


3.3. Faktor Resiko Preeklampsia
a. Primigravida karena pertama kali terpapar villi chorealis, primipaternitas.
b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
c. Umur yang ekstrim ( 15 atau 35 tahun).
d. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia.
e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
f. Obesitas.
(7)


13

3.4. Etiologi Preeklampsia
Mekanisme terjadinya preeklampsia sekarang mulai dapat diketahui.
Kerusakan utama terjadi berhubungan dengan kegagalan invasi trofoblas fase
kedua ke dalam desidua. Biasanya trofoblas inginvasi seluruh kedalaman dari
arteri spiralis pada minggu ke 22 gestasi. Hal ini menyebabkan perurunan
resistensi perifer dan menurunkan tekanan darah. Sebagai tambahan, trofoblas
juga menghilangkan semua otot penutup dari arteri spiralis sehingga aliran
darah semakin banyak ke dalam ruang intervilli. Hal ini menjamin
tersedianya waktu yang cukup untuk terjadinya pertukaran nutrisi, oksigen,
dan sisa metabolisme bagi janin.
(8)


Gambar 1. Invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis mengubahnya menjadi
delta sehingga meningkatkan aliran darah.
(8)
Kegagalan invasi trofoblas fase kedua menyebabkan resistensi
vaskuler tidak menurun. Efek lainnya adalah penutup otot arteri spiralis tetap
ada dimana otot ini sensitif terhadap zat vasokonstriktor sirkulasi seperti
angiotensin II. Sebagian besar perubahan hipertensif berhubungan dengan
hormonal dibandingkan sistem saraf simpatis. Pada arteri spiralis, penurunan
volume trofoblas menyebabkan ketidakseimbangan sistem prostasiklin
tromboksan. Produksi berlebih dari tromboksan menyebabkan vasospasme
arteri spiralis dan sgregasi platelet. Rendahnya kadar prostasiklin menurunkan
efek proteksi terhadap angiotensin II.
(8)

14


Gambar 2. Jalur terjadinya preeklampsia dan manifestasi klinisnya.
(8)



3.5. Patofisiologi Preeklampsia
1) Kardiovaskuler
Terjadinya hipertensi pada preeklampsia berhubungan dengan vasospasme
akibat peningkatan reaktivitas vaskuler. Terjadinya hal ini diduga akibat
gangguan dari interaksi normal vasodilator (prostasiklin, oksida nitrit) dan
vasokonstriktor (tromboksan A
2
, endotelin).
(9)


15

2) Hematologi
Abnormalitas hematologi paling umum adalah trombositopeni (trombosit
< 100.000/mm
3
). Penyebab terjadinya trombositopeni masih belum jelas.
Kelainan hematologi lain yaitu sindrom HELLP.
(9)
3) Renal
Vasospasme pada preeklampsia menyebabkan penurunan dari GFR
(Glomerular Filtration Rate). Pada kehamilan normal, GFR meningkat
50% dari nilai sebelum hamil. Oleh karena itu, kadar kreatinin serum pada
preeklampsia meningkat di atas kadar normal ibu hamil (0,8 mg/dL).
Pengawasan ketat produksi urin diperlukan pada preeklampsia karena
dapat timbul oliguria (produksi urin <500 cc/24 jam) akibat insufisiensi
renal. Efek dari insufisiensi renal dapat terjadi nekrosis tubular akut. Efek
lain preeklampsia pada ginjal adalah endoteliosis kapiler glomerolus
dimana terjadi pembangkakan sel endotel kapiler glomerolus dan sel
mesangial.
(9)
4) Hepatik
Kerusakan hepar pada eklampsia bervariasi dari peningkatan ringan dari
kadar enzim hepar sampai hematom subkapsular dan ruptur hepar. Lesi
patologis hepar yang terjadi berupa perdarahan periportal, lesi iskemik,
dan deposisi fibrin.
(9)
5) Sistem saraf pusat
Kejang eklampsia adalah masalah utama dan menjadi penyebab utama
kematian ibu. Penyebab eklampsia diduga akibat koagulopati, deposisi
fibrin, dan vasospasme. Gambaran radiologik menunjukkan edema cerebri
dan lesi hemoragik terutama pada hemisfer posterior, yang dikaitkan
dengan gangguan penglihatan pada preeklampsia (skotomata, pandangan
kabur, kebutaan).
(9)
6) Janin dan plasenta
Lesi utama pada plasenta berupa aterosis pada arteri desidua. Hal ini
berhubungan dengan adaptasi abnormal dari hubungan arteri spiralis dan
sitotropoblast dan mengakibatkan buruknya perfusi. Efek terhadap janin
16

akibat buruknya perfusi berupa oligohidramnion, intrauterine growth
restriction, abrupsi plasenta, gawat janin, dan kematian janin.
(9)


Gambar 3. Penampang arteri spiralis pada kehamilan normal (kiri) dan
preeklampsia (kanan)
(10)

3.5. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis PEB ditegakkan jika ditemukan satu atau lebih gejala:

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg disertai proteinuria > 5 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan
kualitatif didapatkan +3 atau +4.
Oliguria, produksi urin < 500 cc/24 jam.
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan serebral berupa penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur.
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya
kapsula Glisson.
Edema paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangiopatik.
Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm
3
atau penurunan cepat trombosit.
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) ditandai dengan
peningkatan SGOT dan SGPT.
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
17

Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets
Count).
(5)

3.6. Penatalaksanaan Preeklampsia
Penanganan pada preeklampsia berat dapat dibagi menjadi dua unsur,
yaitu:
1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi
medisinalis.
2. Sikap terhadap kehamilannya.
(7)


1) Sikap Terhadap Penyakit
a) Penderita preeklampsia berat harus menjalani rawat inap di rumah sakit
dan tirah baring miring ke satu sisi.
b) Monitoring input dan output cairan:
dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin, oligouria
terjadi jika produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500cc<24
jam.
c) Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung.
d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
e) Pemberian obat anti kejang, yang paling banyak dipakai di Indonesia
adalah magnesium sulfat (MgSO4)
Cara pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut:
a) Loading dose: 4 gram MgSO4 intravena,(40% dalam 10cc) selama
15 menit.
b) Maintenance dose: diberikan infus dalam larutan Ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4:
- Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjdai intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10%=1 g (10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3
menit
18

- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit.
-
d) Magnesium sulfat dihentikan bila:
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
e) Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:
- Dosis terapeutik: 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya refleks tendon: 10 mEq/liter 12 mg/dl
- Terhentinya pernapasan: 15 mEq/liter 18mg/dl
- Terhentinya jantung: > 30 mEq/liter > 36 mg/dl
f) Diuretikum (furosemid) diberikan bila ada edema paru-paru
g) Pemberian antihipertensi, menurut Belfort, obat antihipertensi
diberikan bila tekanan darah 160/110 mmHg. Pilihan obat
hipertensi terbaik berupa methyldopa karena aman dalam jangka
waktu lama pemberian bagi janin. ACE inhibitor tidak boleh
diberikan pada ibu hamil. Beta bloker secara umum aman diberikan
meskipun dapat mengganggu pertumbuhan janin ketika digunakan
pada awal kehamilan terutama atenolol. Diuretik tiazid dapat
diberikan sepanjang penurunan volum darah dapat dihindari.
Di indonesia, jenis obat antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine
dengan dosis awal : 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis
maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipine tidak boleh diberikan
sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya
boleh diberkan per oral.
h) Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan kurang dari 34 minggu
pada ibu dengan resio tinggi terjadi persalinan dalam 7 hari ke
depan. Pemberian betamethasone (1x12mg selama 2 hari
19

intramuskuler) atau dexamethasone (2x6mg selama 2 hari
intramuskuler) dapat dilakuakan.
(7; 11)



2) Sikap Terhadap Kehamilannya
Penanganan terhadap kehamilan pada PEB ditinjau dari umur kehamilan
dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan
dibagi menjadi:
a) Aktif: berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.
b) Konservatif: berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.
(7)


a) Perawatan aktif (sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri)
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan ssatu/lebih keadaan di
bawah ini:
Ibu
Umur kehamilan 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil
batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklampsia ringan dan
batasan umur kehamilan 37 minggu untuk preeklampsia berat.
Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia.
Kegegelan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik
dan laboratorik memburuk.
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
Janin
Adanya tanda-tanda fetal distress
Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadinya oligohidramnion.
Laboratorium
20

- Adanya tanda-tanda Sindroma HELLP khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
- Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehaamilan ) dilakukan
berdasar keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau
belum.
(7)

b) Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilann preterm 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan
janin baik. Diberikan pengobatan yang sama dengan pengobatan
medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan
konservatif; sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan
evaluasi sema seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
(7)

Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus dideterminasi. Penderita
boleh dipulangkan bila penderita kembali kegejala-gejala atau tanda-tanda
preeklampsia ringan.
(7)


3.7. Komplikasi Preeklampsia
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi
yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia.
1. Solusio Plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di rumah sait Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23 %
hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis
21

Penderita dengan preeklampsia berat kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal karena ikterus.
4. Perdarahan Otak
komplikasi ini merupakann penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan Mata
kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal
ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema Paru-paru
Zuspan(1978) menemukan hanya satu penderitadari 69 kasus eklampsia,
hal ini disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis Hati
8. Kelainan ginjal (anuria sampai gagal ginjal)
9. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin
10. Komplikasi lain (lidah tergigit dan trauma akibat kejang, DIC
(disseminated intravascular coagulation).
(7)

Preeklampsia dan komplikasinya biasanya akan menghilang setelah
melahirkan dengan pengecualian komplikasi cerebrovaskuler. Diuresis
(>4L/hari) adalah indikator klinis paling akurat dari perbaikan.
(2)












22



BAB IV
PEMBAHASAN

A. Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dilakukan
untuk menentukan diagnosis dari penyakit pasien. Pasien ini memiliki beberapa
macam diagnosis. Yang pertama, pasien ini di diagnosis Preeklamsia berat, ini
didapatkan berdasarkan anamnesis bahwa pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi sejak sebelum hamil, pasien tidak ada mengeluh mual, sakit kepala,
maupun nyeri ulu hati. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
saat MRS yakni 160/110 mmHg dan edema pada kedua ekstremitas inferior.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan proteinuria +2, Diagnosis ini sesuai
dengan literature, pada preeklamsia berat didapatkan Tekanan darah 160/110
mmHg, Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +2 atau lebih. Selain
peningkatan tekanan darah, edema, dan awitan proteinuria, pada pasien tidak
ditemukan keluhan maupun gejala preeklampsia berat lain seperti sakit kepala,
mual, muntah, dan nyeri ulu hati.
Saat di anamnesis, pasien juga tidak mengeluh mengalami kejang,
sehingga pasien belum mengarah ke diagnosis eklamsia. Namun, bila terdapat
tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang,
maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia.
Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer
agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada
preeklamsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema
terjadi karena penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial dan
penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia. Terbukti dengan
pemeriksaan laboratorium, kadar albumin pasien menurun. Pada preeklamsia
dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi
daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume
23

plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklamsia terjadi perubahan
pada ginjal yang disebabkan oleh aliran darah kedalam ginjal menurun sehingga
mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang atau mengalami penurunan.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal menyebabkan filtrasi
natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi garam dan juga
retensi air.
B. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat dimana pasien diberikan terapi
antikonvulsan untuk mencegah terjadinya eklamsia. Terapi antikonvulsan
menggunakan MgSO4 40% 4 g IV (bolus) dan MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc
larutan D5% (drip 20 tetes/menit) dalam kasus ini terbukti efektif dalam
mencegah terjadinya kejang pada penderita. Pemberian nifedipin 3 x 10 mg per
oral sebagai antihipertensi lini pertama juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi
lahir keadaan tekanan darah pasien segera turun secara bertahap dan tekanan
darah mulai turun setelah 1 hari post partum.
Pemberian MgSO
4
bertujuan untuk mencegah kejang dan menurunkan tekanan
darah. Pencegahan terhadap kejang melalui interaksi dengan reseptor N-methyl-
D-Aspartate pada sistem saraf pusat dan vasodilatasi arteriol sistem saraf pusat
sehingga berperan sebagai neuroprotektif. Efek penurunan tekanan darah
berhubungan dengan kemampuan magnesium dalam mempengaruhi Na/K
ATPase, kanal natrium, kanal kalium, dan kanal kalsium. Magnesium juga
memiliki efek sebagai relaksan uterus.
Nifedipin termasuk jenis penghambat kanal kalsium bekerja menurunkan
tekanan darah dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot polos
arteri sehingga menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah.
Sedangkan bisoprolol merupakan golongan beta blocker yang dapat mengurangi
frekuensi denyut jantung, meningkatkan waktu pemulihan sinus node,
memperpanjang periode refrakter AV node dan dengan stimulasi atrial yang cepat,
memperpanjang konduksi AV nodal.
C. Prognosis
24

Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan
penatalaksanaan yang telah didapatkan adalah :
1. Vitam : bonam
2. Fungsionam : bonam
3. Sanansionam : bonam
BAB V
PENUTUP


V.1 Kesimpulan
Pasien Ny.LA, datang dengan tekanan darah tinggi, keluar air air dan
keluar lendir (+), keluar darah (+), nyeri ulu hati (-), sakit kepala (-), mata
kabur (-). Setelah dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosa G
1
P
0
A
0
, gravid 40-41 minggu, T/H, presentasi
kepala + inpartu kala I fase laten + Pre Eklampsi Berat
Selama di ruangan dilakukan drip MgSO4 serta pemberian nifedipine
3x10 mg. Post partus spontan pervaginam pasien mendapat terapi Amoxicilin
3x500 mg, Paracetamol 3x500 mg dan SF 3x1 serta drip MgSO4 sampai
dengan 24 jam post partus.
Diagnosa pasien pulang adalah P1A0 Post Partus Spontan per
vaginam hari ke-2. Riwayat PEB dengan bayi lahir jenis kelamin perempuan,
Apgar score 8/9, berat badan 3.900 gram dan panjang badan 53 cm serta tidak
didapatkan cacat.
Prognosis bagi ibu baik karena ibu meninggalkan RS dengan tekanan
darah yang mulai turun yakni 120/80 mmHg.

V.2 Saran
Dengan pemeriksaan antenatal care yang baik, mayoritas kasus dapat
dideteksi secara dini sehingga komplikasi yang mungkin terjadi dapat
dicegah sedini mungkin. Pasien perlu dirawat inap di RS, karena di rumah
25

sakit pasien diharapkan mendapat terapi penanganan hipertensi yang
optimal.




DAFTAR PUSTAKA

1. Meher, S and Duley, L. (2006). Rest during pregnancy for preventing pre-
eclampsia and its complications in women with normal blood pressure
(Review). The Cochrane Database of Systematic Reviews. 2.
2. Norwitz, ER and Schorge, JO. (2001). Obstetrics and Gynecology at a glance.
Oxford : Blackwell Science,
3. Zuccala, SJ and Alvero, R. (2009). Preeclampsia. [book auth.] FF Ferri. Ferri`s
Clinical Advisor. Philadelphia : Mosby Elsevier.
4. Karkata, MK. (2007). Pro-kontra Penanganan Aktif Eklampsia dengan Seksio
Sesarea. Cermin Dunia Kedokteran. Sep-Okt, Vol. 34, 0125-913 X.
5. Wibowo, B and Rachimhadhi, T. (2005). Pre-eklampsia dan Eklampsia. [book
auth.] H Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 525-533
6. Rambulangi, J. (2003). Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita
Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Cermin Dunia Kedokteran. 139..
7. Angsar, D. (2008). Hipertensi dalam Kehamilan. [book auth.] H Wiknjosastro.
Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
548-555
8. Chamberlain, G and Morgan, M. (2002) ABC of Antenatal Care Fourth
Edition. Navarra : BMJ Publishing Group.
9. Scott, JR, dkk. (2003) Danforth's Obstetrics and Gynecology 9th Edition. New
York : Lippincott Williams & Wilkins.
10. Cohen, WR and dkk. (2000). Cherry & Merkatz's Complications of Pregnancy
5th edition. New York : Lippincott, Williams & Wilkins.
26

11. PD, Chan and Johnson, SM.(2004) Current Clinical Strategies Gynecology
and Obstetrics. California : CCS Publishing.

Anda mungkin juga menyukai