Anda di halaman 1dari 7

1.

Predictive value positive adalah probabilitas seseorang benar-benar menderita


sakit bila hasil screening testnya positif
Predictive value negative adalah probabilitas seseorang benar-benar bebas
dari penyakit bila hasil screening testnya negatif

Sel A adalah jumlah individu dengan screening test (+) dan benar-benar
menderita sakit (True positive) dan dikalkulasikan sebagai total times
sensitivity, 400 x 0,95 = 380
Sel B adalah jumlah orang dengan screening test (+) tetapi tidak menderita
sakit (false positive) dapat dikalkulasikan 999.600 979.608 = 19,992
Sel C adalah jumlah orang dengan hasil screening test (-) tetapi orang tersebut
menderita sakit (false negative) dapat dikalkulasikan 400 380 = 20
Sel D adalah jumlah orang dengan hasil screening test (-) dan orang tersebut
tidak menderita sakit (True negative) dan dikalkulasikan sebagai total times
specificity, 999.600 x 0,98 = 979.608

Kalkulasi bank darah
EIA sensitivitas : 95%
EIA spesivisitas : 98%
Prevalensi pendonor darah : 0,04% (0,0004)

Disease status (Dx) Total
Positif Negatif
Hasil screening test (T)
Positif 380 19.992 20.372
Negatif 20 979.608 979.628
400 999.600 1.000.000

PVP = 380/20.372 = 0.019 (1.9%)
PVN = 979.608/979.628 = 0.99998 (99.998%)

Kalkulasi drug clinic
EIA sensitivitas : 95%
EIA spesifisitas : 98%
Prevalensi pengguna obat : 10% (0,1)

Disease status (Dx) Total
Positif Negatif
Hasil screening test (T)
Positif 95 18 113
Negatif 5 882 887
100 900 1.000

PVP = 95/113 = 0.841 (84.1%)
PVN = 882/887 = 0.994 (99.4%)

2. Di bank darah, yang paling diperhatikan adalah keamanan sediaan darah.
Dalam hal tersebut, EIA baik, tetapi tidak sempurna dalam uji tapis
(screening test) untuk sebuah bank darah. 95% (380/400) unit positif antibodi
akan disaring, dan 2% (20.372/1.000.000) dari unit yang didonorkan akan
dibuang. Karena hanya 1,9% dari orang yang positif akan memiliki antibodi
(PVP = 0,019), pendonor yang hasil tes darahnya positif tidak seharusnya
diberi tahu hasil tesnya sendiri (perlu didampingi).
EIA masih belum memenuhi persyaratan untuk menjalankan screening test
yang baik. Untuk memperbaiki kinerja tersebut ada beberapa cara:
1. Jika dimungkinkan, alat-alat yang digunakan harus memiliki spesivisitas
dan sensitivitas yang tinggi.
Spesivisitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu
dengan tepat, dengan hasil tes negatif, dan benar tidak sakit.
a. Probabilitas hasil screening test (-) bila penyakit benar-benar (-)
b. Spesivisitas = probabilitas (T(-)/Dx(-))= d/b+d
c. Spesivisitas meningkat, false positive akan menurun
Sensitivitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu
yang tepat, dengan hasil positif, dan benar sakit.
Sehingga jika masalahnya terdapat pada alat, ada baiknya alat
diperbaharui, baik diganti maupun (jika masih bisa) diperbaiki.
Secara ideal, hasil tes untuk uji tapis harus 100% sensitif dan 100%
spesifik tetapi dalam praktik hal ini tidak pernah ada dan biasanya
sensitivitas berbanding terbalik dengan spesivisitas. Misalnya bila hasil
tes mempunyai hasil spesivisitas yang tinggi, akan diikuti oleh
sensitivitas yang rendah dan sebaliknya.
2. Pengukuran menggunakan Predictive value
Predictive value 2 macam:
Predictive value positive
Probabilitas seseorang benar-benar menderita sakit bila hasil screening
testnya positif
Rumus: PV (+) = a/a+b
Predictive value negative
Probabilitas seseorang benar-benar bebas dari penyakit bila hasil
screening testnya negatif
Rumus: PV (-) = d/c+d
Predictive value screening test ditentukan oleh:
a. Validitas alat uji
Validitas alat uji di sini meliputi sensitivitas dan spesivisitas yang
tinggi (seperti yang telah dijelaskan di atas).
b. Karakteristik populasi yang ditest, khususnya prevalensi penyakit
preklinis.

3. Cukup baik, karena sebagian besar orang-orang yang terinfeksi HIV positif
adalah orang-orang yang menyalahgunaan obat melalui jalur intravena. Jadi,
apabila jarum suntik yang dipakai bersama dengan penderita HIV maka orang
yang tadinya sehat mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi HIV.
Untuk para klien drug-clinic, orang-orang dengan hasil tes positif memiliki
kesempatan 84,1% untuk benar-benar mempunya antibodi (predictive value
negative), sementara mereka yang dengan hasil tes negatif hanya memiliki
0,6% kesempatan untuk mempunyai antibodi (1-PVN). Walaupun EIA sangat
bermanfaat dalam memisahkan mereka yang dengan atau tanpa antibodi di
drug clinic daripada di bank darah, 16% (1-PVP) dari para klien drug-clinic
dengan hasil tes positif tidak benar-benar memiliki antibodi (false positive).

Catatan, bagaimanapun, jangan mengabaikan hasil tes, melakukan konseling
pada populasi adalah penting karena mereka cenderung dalam perilaku yang
berisiko tinggi.

4. Jika prevalensi tinggi, maka predictive value positive akan tinggi, dan
predictive value negative akan rendah. Jika prevalensi rendah, predictive
value positive akan rendah, dan predictive value negative akan tinggi.
Screening test menempilkan hasil terbaik ketika prevalensi penyakit sedang,
antara 40% sampai 60%. Seperti yang ditunjukkan grafik di bawah ini.













Dari grafik tersebut terlihat bahwa pada prevalensi yang rendah, predictive
value positive akan tetap rendah, bahkan pada tes-tes dengan sensitivitas dan
spesivisitas yang tinggi. Pada prevalensi yang tinggi, bisa dikatakan lebih
besar dari 90%, hasil tes bertambah sedikit-sedikit ketika prevalensi mulai
meninggi.
Predictive value positif jika probabilitas seseorang benar-benar menderita
penyakit HIV dan hasil screening testnya positif.
Predictive value negative jika probabilitas seseorang benar-benar bebas dari
penyakit HIV dan hasil screening testnya negaif.
Jadi, makin sensitif suatu test, makin kecil kemunginan seseorang dengan
hasil test negatif menderita penyakit HIV sehingga makin tinggi predictive
value negatifnya.
Sedangkan makin spesifik suatu test, main kecil kemungkinan seseorang
dengan hasil test positif bebas dari penyakit HIV sehingga makin tinggi
predictive value positifnya.

5. Jika dinaikkan dari A ke B yang mempunyai antibody HIV maka
menghasilkan tes yang positif, menurunkan sensitivitas dan menaikkan
spesivisitas.

6. Jika diturunkan dari A ke C yang tidak mempunyai antibody HIV maka
menghasilkan tes yang negative, menaikkan sensitivitas dan menurunkan
spesivisitas.












DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 1999. Sumber Data dan Penemuan Masalah Kesehatan. Dalam:
Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Binarupa Aksara. 62-3.
Budiarto, E. dan D. Anggraeni. 2002. Uji Tapis (Screening Test) untuk Deteksi
Penyakit. Dalam : Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC. 90-5.
Bustan, M. N. 2006. Upaya Pencegahan. Dalam: Pengantar Epidemiologi.
Jakarta: Rineka Cipta. 58.
Peterson, L., et all. 1987. Screening for Antibody to the Human
Immunodeficiency Virus. Available at: www.cdc.gov.






















LAPORAN HASIL DISKUSI STUDI KASUS
SKRINING/PENYARINGAN UNTUK ANTIBODI HIV









Oleh :
Kelompok VI

Laras Dyah P. G1A007009
Rezky Galuh S. G1A007020
Ika Wahyu G1A005043
Rifqi M. G1A005054
Fatiha Sri Utami T. G1A005065
Helmi Ben Bella G1A005078
Ferra Nurul Hidayani G1A007088
Suharmilah G1A007107
Andika Rediputra G1A007122
Novie Nuridasari G1A007125



DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO


2008

Anda mungkin juga menyukai