Anda di halaman 1dari 15

16

3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Februari hingga September
2011 meliputi survei lapang, pengambilan data kualitas air, pengumpulan data
pendukung, pengolahan data satelit serta penyelesaian penulisan skripsi. Wilayah
penelitian berada di perairan timur laut Bangka, tepatnya kawasan perairan Pulau
Semujur, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah. Lokasi
penelitian terletak pada koordinat 2
o
95.3LS2
o
9 53.1LS dan
106
o
1718.3BT106
o
1748.2BT (Gambar 3).


Gambar 3. Lokasi Penelitian dan Stasiun Pengambilan Sampel
17

Letak stasiun pengambilan sampel ditentukan berdasarkan lokasi budidaya


KJA ikan Kerapu Sunu yang telah ada di perairan Pulau Semujur yaitu pada
stasiun 1. Selain itu, juga dilihat dari pengaruh pasang surut (pasut) dimana pada
stasiun 1 saat surut terendah masih dalam kisaran yang baik untuk budidaya KJA
ikan kerapu.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian di antaranya :
1. GPS (Global Positioning System) Garmin Colorado 400i.
2. Laptop dan beberapa perangkat lunak seperti perangkat lunak untuk
konversi data format txt menjadi shapefile (shp), perangkat lunak untuk
interpolasi data vektor dan raster, pengolahan citra satelit, IDL 7.0 Virtual
Machine Application, MS. Excel, perangkat lunak untuk ramalan pasut
dan pengolahan komponen pasut, perangkat lunak untuk menampilkan
sebaran spasial konsentrasi klorofil-a dan SPL.
3. Kompas bidik, floating droudge, secchi disk, refraktometer, thermometer,
pH meter digital.
4. Kamera digital.

3.2.1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa larutan kimia untuk
titrasi DO, citra satelit dan data pendukung lainnya, yaitu :
18

1. Peta Batimetri Pulau Bangka-pantai timur laut skala 1:50.000 yang


dikeluarkan oleh Bakosurtanal tahun 2005 digunakan untuk
menginterpolasi titik kedalaman.
2. Peta Rupa Bumi Indonesia, Kabupaten Bangka Tengah dengan skala 1:
50.000 oleh BAPPEDA Bangka Tengah tahun 2005 digunakan untuk peta
dasar.
3. Citra Satelit LANDSAT 7+ETM resolusi spasial 30x30 m dengan akuisisi
19 Oktober 2010 dan Path/Row: 123/062 digunakan untuk mendeteksi
substrat dasar perairan dan keterlindungan lokasi.
4. Citra satelit MODIS untuk ekstraksi konsentrasi klorofil-a dan suhu
permukaan laut dengan resolusi spasial 4km berupa data komposit 8 harian
dengan periode Januari 2009Maret 2011.
5. Data ramalan pasang surut tahun 2011.
6. Data angin bulanan periode Maret 2011.
7. Data lokasi pertambangan berupa posisi geografis oleh Dinas
Pertambangan Kabupaten Bangka Tengah tahun 2011.

3.3. Metode Pengolahan Data
3.3.1. Pengolahan Citra Satelit LANDSAT
Citra satelit LANDSAT digunakan untuk mendeteksi substrat dasar
perairan dan keterlindungan lokasi. Citra yang digunakan adalah citra satelit
LANDSAT 7+ETM tahun 2010 dimana satelit tersebut mengalami kerusakan
pada Scan Line Correktor (SLC). SLC ditandai adanya garis-garis memanjang
19

(stripping) pada citra sehingga perlu dilakukan perbaikan untuk mendapatkan


tampilan citra yang lebih baik. Untuk menghilangkan stripping citra digunakan
perangkat lunak IDL 7.0 Virtual Machine Application.
Penajaman citra digunakan untuk memperoleh penampakan citra yang
kontras dan meningkatkan informasi yang diperoleh sehingga objek mudah
diinterpretasi. Untuk identifikasi substrat dasar perairan digunakan model
algoritma (Green et al., 2000 in Siregar 2010) yang berasal dari penurunan
persamaan Standard Exponential Attenuation Model Lyzenga 1978 in Siregar
2010. Algoritma tersebut menggunakan kanal 1 dan kanal 2 pada LANDSAT
7+ETM dimana memiliki penetrasi yang baik ke dalam kolom air. Model
algoritma ditunjukkan pada persamaan berikut (Green et al. 2000 in Siregar
2010):

di mana : Y = indeks dasar perairan
a = kanal biru pada Landsat7+ETM
b =kanal hijau pada Landsat7+ETM
ki/kj =rasio koefisien atenuasi kanal biru dan hijau

3.3.2. Pengolahan Citra Satelit Aqua MODIS
Data yang diturunkan dari Citra Satelit MODIS berupa klorofil-a dan suhu
permukaan laut (SPL). Sebaran konsentrasi klorofil-a diperoleh dari Aqua
MODIS level 3 berupa data digital berformat Global Area Coverage dengan
resolusi spasial 4km dan telah terkoreksi radiometrik maupun geometrik. Begitu
b
k
k
a Y
j
ln * ln
1
=
.................... 1
20

juga halnya dengan sebaran nilai SPL (11 daytime). Data diperoleh melalui
Ocean Color Web (Feldman, 2011). Penerapan algoritma untuk data level 3 sudah
dilakukan secara otomatis.
Untuk ekstraksi nilai konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma OC
3
M
(Ocean Chlorophyll 3-band algorithm MODIS). Algoritma ini menggunakan nilai
tertinggi dari rasio kanal 443 nm dan 488 nm terhadap 551 nm. Model algoritma
OC
3
M oleh OReilly et al., 2000 ditunjukkan pada persamaan di bawah ini:
Ca = 10
0.283 2.753 * R + 1.457 * R2 + 0.659*R3 1.403*R4
. 2


dimana : Ca = konsentrasi klorofil-a (mg/m
3
)
R = rasio reflektansi
Rrs = pantulan pada spektrum panjang gelombang
Untuk estimasi nilai SPL menggunakan algoritma MPFSST (Miami Pathfinder
Sea Surface Temperature) dengan persamaan berikut ini (Brown dan Minnet
1999):
Modis SST = c
1
+ c
2
*T
31
+ c
3
*T
31
-
32
+ c
4
*(sec() 1)*T
31
-
32
. 4

dimana : T
31
-
32
= suhu kecerahan air dari kanal 31 dan 32
= sudut zenith satelit
sedangkan konstanta c
1
, c
2
, c
3
dan c
4
ditunjukkan pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Koefisien c pada Kanal 31 dn 32 untuk Satelit Aqua MODIS
Koefisien T
30 -
T
31
<=0.7 T
30 -
T
31
> 0.7
c
1
1,11071 1,196099
c
2
0,958687 0,988837
c
3
0,174123 0,130063
c
4
1,876752 1,627125
Sumber : Brown dan Minnet (1999)
))
551
488
( )
551
443
( ( 10 log Rrs Rrs R > = ....... 3
21

3.3.3. Pengolahan Data Angin


Data angin yang digunakan adalah data unduhan yang diperoleh dari ECMWF
(2011). Data ini memiliki resolusi 1,5 x 1,5
o
. Data yang diperoleh dalam format
Netcdf (.nc) yang berisi parameter waktu (yyyy-mm-dd-hh-mm-ss), bujur, lintang,
serta data vektor yang terdiri dari komponen angin zonal (u) dan komponen angin
meridional (v). Data diekstrak menggunakan perangkat lunak di mana diambil
titik lokasi yang mencakupi kajian wilayah penelitian. Selanjutnya komponen u
dikonversi menjadi arah (r) dengan kisaran 0
0
-360
0
dan komponen v menjadi
nilai kecepatan ( ) dengan satuan m/s. Panjang garis vektor menunjukkan
kecepatan angin sedangkan arah garis vektor menunjukkan arah angin. Selain itu,
juga digunakan perangkat lunak ntuk melihat arah dan kecepatan angin dominan.

3.3.4. Pengolahan Data Pasang Surut
Data pasang surut (pasut) merupakan data ramalan yang diperoleh dari
perangkat lunak. Data ramalan yang digunakan selama 1 bulan yaitu bulan Maret
2011. Nilai pasut dinyatakan dalam satuan cm. Selanjutnya di analisis dengan
menggunakan perangkat lunak untuk mendapatkan konstanta pasut yang terdiri
dari O1, K1, M2 dan S2. Berdasarkan konstanta pasut akan dihasilkan bilangan
Formzahl (persamaan 5) sehingga dapat diketahui tipe pasut di perairan Pulau
Semujur. Klasifikasi tipe pasut berdasarkan bilangan Formzahl yaitu :
F0,25 = pasut tipe ganda (semidiurnal)
0,25<F 1,5 = pasut campuran dominan ganda
1,5<F 3,0 = pasut campuran dominan tunggal
F>3,0 = pasut tipe tunggal
22


dimana : O1 = amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan
K1 = amplitude komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik matahari
M2 = amplitude komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan
S2 = amplitude komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarik matahari

3.3.5. Pemrosesan Basis Data
Basis data merupakan sekumpulan data yang digunakan dari berbagai
sumber baik berupa data spasial maupun data atribut. Data atribut berupa suhu,
salinitas, pH, oksigen terlarut, kecerahan, kecepatan arus dan kedalaman
direpresentasikan sebagai titik (point). Data tersebut diinterpolasi dari data titik
menjadi area (polygon). Data spasial berupa substrat dasar perairan,
keterlindungan lokasi dan peta rupa bumi Indonesia bagian perairan timur laut
Bangka yaitu perairan Pulau Semujur sebagai peta dasar. Hasil interpolasi
masing-masing parameter akan disusun peta tematik yaitu peta sebaran secara
spasial.
Untuk wilayah keterlindungan dilihat secara subjektif berdasarkan letak
titik stasiun sampling terhadap keberadaan pulau-pulau kecil, teluk, laguna dan
rataan karang. Data atribut lainnya yang digunakan yaitu lokasi pertambangan
............. 5
23

berupa posisi geografis. Data tersebut dibuat menggunakan metode Multiple Ring
Buffer untuk mengetahui jarak dari kawasan pertambangan terhadap lokasi
pengambilan sampel, dimana ketentuan jarak disesuaikan dengan studi pustaka
pada Tabel 3.
Metode interpolasi yang digunakan yaitu metode IDW (Inverse Distance
Weighted). Penelitian Pramono (2008) disimpulkan bahwa metode IDW
menghasilkan interpolasi yang lebih akurat dimana nilai mendekati nilai minimum
dan maksimum dari sampel data. Ashraf et al., (1997) in Prasasti et al., (2005)
juga menyebutkan bahwa metode IDW cukup baik dalam menduga nilai contoh
pada suatu lokasi. Diagram alir pemrosesan basis data dapat dilihat pada Gambar
4.

3.4. Metode Analisis Oksigen Terlarut
Penentuan nilai oksigen terlarut menggunakan metode standar Winkler
atau metode Iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan
larutan MnCl
2
dan NaOH+KI sehingga terbentuk endapan cokelat Mn(OH)
2
. .
Kemudian ditambahkan H
2
SO
4
maka endapan akan terlarut kembali menjadi
berwarna kuning dan juga akan membebaskan molekul iodine (I
2
) dari KI yang
ekuivalen dengan oksigen terlarut. Selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
Na
2
S
2
O
3
dan menggunakan indikator larutan amilum. Pengukuran banyaknya
oksigen terlarut adalah ekuivalen dengan banyaknya larutan Na
2
S
2
O
3
yang
digunakan untuk titrasi.


32

Tabel 3. Matriks Kesesuaian Perairan Budi Daya KJA Ikan Kerapu


No Parameter Bobot
(
o
/
o
)
Satuan Sangat sesuai
(S1)
Skor Sesuai (S2) Skor Tidak sesuai
(S3)
Skor
1 Kedalaman
1
15 m 1525 3 516 dan
2640
2 <5 dan >40 1
2 Kecepatan arus
2
20 cm/s 1535 3 1014 dan
36100
2 <10 dan
>100
1
3 Keterlindungan
3
10 - Sangat
terlindung
3 Terlindung 2 Tidak
terlindung
1
4 Substrat dasar
4
10 - Karang 3 Pasir,
Terumbu
karang
2 Lumpur 1
5 Kecerahan
5
10 m >5 3 35 2 <3 1
6 DO
6
10 mg/l >6 3 46 2 <4 1
7 Salinitas
5
10 3035 3 2029 2 <20 dan >35 1
8 Suhu
5
5
o
C 2729 3 2631 dan
2732
2 <27 dan >32 1
9 pH
6
5 - 7,08,5 3 46,9 dan
8,69
2 <4 dan >9 1
10 Jarak dari
pencemaran
7

5 m >1500 3 >500 dan
<1500
2 <500 1

Sumber : Dimodifikasi dari Akbar dan Sudaryanto (2002) dan Effendi (2004)
1
; Effendi (2004) dan Beveridge (1987) in Subandar et
al. (2005)
2
; Ngangi (2003)
3
; Effendi (2004) dan Nainggolan et al. (2003)
4
; Akbar dan Sudaryanto (2002)
5
; Effendi (2000)
6
;
Pasek (2007)
7








2
3

33







Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
2
4

1. Suhu
2. Salinitas
3. Kecerahan
4. pH
5. DO
6. Kecepatan arus
Pengukuran
Peta Rupa Bumi
Indonesia
Data pendukung
1. Peta Batimetri
2. Lokasi
pertambangan
Keterlindungan
lokasi
Citra LANDSAT
7+ETM
Stripping citra
Pemulihan citra
Pemotongan citra
Substrat dasar
b
k
k
a Y
j
ln * ln
1
=

Studi pustaka kriteria
perairan potensial KJA
Peta Tematik
Peta Zona Potensial KJA
Ikan Kerapu
Basis Data Spasial
Analisis Spasial

25

3.5. Matriks Kesesuaian Zona Potensial KJA


Klasifikasi tingkat kesesuaian lahan dilakukan dengan menyusun matriks
kesesuaian berdasarkan pemberian skor pada parameter pembatas budi daya KJA.
Penyusunan matriks ini berkaitan dengan prasyarat hidup ikan kerapu berdasarkan
studi pustaka. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji beberapa parameter biologi-
fisik-kimia perairan yang mempengaruhi budi daya ikan kerapu di antaranya suhu,
pH, salinitas, kecerahan, oksigen terlarut, kedalaman, kecepatan arus, substrat
dasar perairan, dan keterlindungan lokasi. Faktor lainnya yaitu jarak dari kawasan
pertambangan yang dapat menjadi sumber pencemaran. Kriteria yang digunakan
merupakan kajian dan modifikasi dari berbagai sumber (Akbar dan Sudaryanto,
2002 dan Effendi, 2004; Effendi, 2004 dan Beveridge 1987 in Subandar et al.,
2005; Ngangi, 2003; Effendi, 2004 dan Nainggolan et al., 2003; Akbar dan
Sudaryanto, 2002; Effendi, 2000; Pasek, 2007).
Metode penyusunan matriks kesesuaian yang dipilih adalah metode
scoring atau pembobotan. Metode scoring digunakan untuk mengetahui nilai yang
menjadi pembatas dimana setiap parameter memiliki pengaruh yang berbeda
untuk menunjang perairan budi daya ikan kerapu. Setiap parameter akan disusun
dan ditentukan skor dan bobot berdasarkan studi pustaka untuk digunakan dalam
penilaian atau penentuan tingkat kesesuaian wilayah budi daya. Parameter yang
dapat memberikan pengaruh lebih kuat diberi bobot lebih tinggi dari pada
parameter yang lebih lemah pengaruhnya.
Dalam kajian ini diberikan bobot yang berkisar 520% dan skor 13 yang
disajikan pada tabel sebelumnya. Nilai bobot dan skor pada keseluruhan
parameter KJA ikan kerapu akan diproses lebih lanjut menggunakan perangkat
26

lunak. Selanjutnya dilakukan proses penggabungan pada polygon yang berdekatan


atau disebut dengan dissolve untuk mendapatkan klasifikasi kesesuaian
berdasarkan kode. Perhitungan tiap kelas dirumuskan sebagai berikut (Ariyanti et
al., 2007).

dimana : Y = total bobot nilai
ai = bobot pada tiap parameter
Xn = skor pada tiap parameter
Setiap parameter yang telah direklasifikasi dengan pemberian bobot dan
skor, maka dilakukan input rumus untuk mendapatkan pengkelasan nilai
kesesuaian. Interval kelas kesesuaian diperoleh berdasarkan metode Equal
Interval guna membagi jangkauan nilai-nilai atribut ke dalam sub-sub
jangkauan dengan ukuran yang sama (Prahasta, 2002). Klasifikasi kelas
kesesuaian dibagi menjadi tiga selang kelas. Tiap selang kelas diperoleh
berdasarkan penjumlahan dari perkalian nilai maksimum tiap nilai bobot dan skor
dikurangi dengan penjumlahan dari perkalian minimum tiap nilai bobot dan skor
kemudian dibagi jumlah kelas. Secara matematis dapat ditulis seperti persamaan
berikut (Ariyati et al., 2007).


dimana : I = interval kelas kesesuaian lahan
k = jumlah kelas kesesuaian lahan yang diinginkan
Berdasarkan perhitungan dimana N
maksimum
adalah 2,25 dan N
minimum
adalah
2,05 maka diperoleh selang kelas sebesar 0,0667. Untuk kelas S3 diperoleh dari
skor total kelas S3 (2,0500) ditambah 0,0667. Nilai kelas S2 diperoleh dari nilai
Xn ai Y =
k
Xn ai Xn ai
I


=
min ) ( max ) (
............ 7
27

S3 maksimum (2,1167) ditambah 0,0667. Kelas S1 diperoleh dari nilai S2


maksimum (2,1833) ditambah 0,0667. Setiap tingkat kesesuaian dapat ditetapkan
selang nilainya sebagai berikut :
1. Kelas sangat sesuai (S1) dengan selang nilai : 2,18342,2500
2. Kelas sesuai (S2) dengan selang nilai : 2,11682,1833
3. Kelas tidak sesuai (S3) dengan selang nilai : 2,05002,1167
Ketentuan kelas kesesuaian didefinisikan sebagai berikut (FAO, 1976):
1. Sangat sesuai (S1)
Kategori ini menunjukkan bahwa wilayah yang dikaji sangat sesuai untuk
perairan budi daya ikan kerapu. Pengembangan budi daya di perairan tersebut
tidak memiliki faktor pembatas yang berarti atau bersifat minor dan tidak akan
berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.
2. Sesuai (S2)
Kategori ini menunjukkan bahwa wilayah perairan tergolong cocok untuk
kegiatan budi daya. Namun, perairan tersebut mempunyai faktor pembatas yang
berpengaruh terhadap produktivitas budi daya sehingga diperlukan perlakuan
tambahan dan masukan teknologi.
3. Tidak sesuai (S3)
Kategori ini merupakan perairan yang tidak sesuai untuk budi daya karena
memiliki faktor pembatas bersifat tidak permanen maupun permanen.



28

3.6. Metode Cell Based Modelling Untuk Penentuan Zona Potensial KJA
Metode cell based modeling sebagai analisis spasial dalam SIG digunakan
untuk menentukan wilayah yang berpotensi sebagai budi daya KJA ikan kerapu.
Metode ini menganalisis data pada berbagai tingkat sel berupa pengkelasan tiap
parameter yang menjadi faktor pendukung budi daya. Parameter yang bersumber
dari pengukuran lapang, ekstraksi citra satelit serta data posisi geografis
pertambangan akan dikelaskan sesuai kriteria. Wilayah potensial budi daya akan
diperoleh dengan melakukan analisis spasial pada data raster yang disebut Raster
Calculator (Weighted overlay) (Gambar 5).
Overlay adalah proses menumpukkan 2 atau lebih layer dari parameter
pada lokasi yang sama. Overlay berperan untuk mempertimbangkan kelayakan
suatu wilayah untuk tujuan tertentu. Data kajian dari keseluruhan parameter yang
berformat grid (sel) mengikuti operasi zonal functions. Operasi ini melibatkan
sekelompok sel yang memiliki nilai tertentu sehingga membentuk zona
kesesuaian wilayah. Setiap zona dicirikan pada kode berdasarkan kriteria matriks
kesesuaian. Zona ini terbagi menjadi 3 kode yaitu kode 3 sebagai zona sangat
sesuai, kode 2 sebagai zona sesuai dan kode 1 sebagai zona tidak sesuai. Luasan
sel dan luasan wilayah dapat diketahui berdasarkan kode tersebut.




29













Gambar 5. Proses Overlay untuk Kesesuaian Budi Daya KJA
Bobot 15%
Bobot 10%
Bobot 5%
Peta Kesesuian Budi
daya KJA
Raster overlay
Kec. arus Kedalaman
Ket. lokasi Substrat Kecerahan DO Salinitas
Suhu pH Jarak dari kawasan
Bobot 20%

Anda mungkin juga menyukai