Anda di halaman 1dari 18

Kuba dan Amerika Serikat Mou Penataan Migrasi

Havana (Lampost.co): Kuba dan Amerika Serikat, Kamis (9-1), melakukan perundingan
mengenai penaatan satu perjanjian hampir dua dasa warsa yang bertujuan mendorong migrasi
yang aman dan sah, kata kedua pihak.
Kementerian Luar Negeri Kuba mengatakan perundingan itu, kedua sejak kedua negara
memulai kontak-kontak mengenai masalah migrasi tahun lalu "berlangsung dalam suasana yang
"saling menghormati." "Satu analisa telah dibuat mengenai satu penaatan perjanjian migrasi yang
diberlakukan antara kedua negara termasuk tindakan-tindakan yang dilakukan kedua negara
untuk memerangi migrasi ilegal dan penyelundupan orang asing," kata kemlu dalam satu
pernyataan.
Kuba telah menegaskan kembali sikapnya sejak lama bahwa akar dari masalah itu adalah
satu undang-undangan AS yang secara otomatis memberikan suaka kepada warga Kuba jika
mereka mencapai pantai-pantai AS.
Selama kebijakan itu tetap berlaku dan undang-undang itu tetap berlaku, katanya "Fenomena
ini tidak dicabut maka tidak akan ada satu migrasi yang legal, aman dan tertib." Seorang pejabat
yang mengurus Seksi Kepentingan AS di Havana mengonfirmasikan bahwa perundingan itu
dimulai sesuai rencana Kamis pagi dan berakhirJumat.
Delegasi AS, yang tiba di Kuba Selasa, dipimpin wakil asisten menteri luar negeri Edward
Alex Lee sementara Kuba dipimpin kepala departemen AS kementerian luar negeri, Josefina
Vidal.
Perundingan itu dipusatkan pada pelaksanaan perjanjian-perjanjian yang dicapai tahun 1994 dan
1995, setelah satu krisis di mana ribuan warga Kuba meninggalkan pulau itu dengan
menggunakan rakit-rakit buatan sendiri dalam usaha-usaha untuk mencapai Florida.

"Berdasarkan perjanjian-perjanjian ini, kedua pemerintah berjanji akan meningkatkan migrasi
yang aman dan sah antara Kuba dan AS," kata seorang juru bicara AS di Washington, Selasa.
Kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik penuh sejak tahun 1961, tetapi masalah-
masalah bilateral ditangani oleh kantor-kentor di masing-masing ibu kota mereka.

Perundingan dilakukan sebulan setelah Presiden AS Barack Obama dan Presiden Kuba Raul
Castro berjabat tangan di Afrika Selatan saat menghadiri acara pemakaman almarhum Nelson
Mandela.
Perundingan itu terjadi pada saat semakin banyak warga Kuba mengunjungi luar negeri sesuai
dengan peraturan baru yang liberal.

Kementerian luar negeri menyatakan kesediaan mereka "untuk melanjutkan pertukaran topik
mengenai kepentingan kedua pihak, yang memberikan arti penting bagi kedua negara." Rakyat
Kuba melakukan lebih dari 250.000 kunjungan keluar negeri sejak 10 bulan pertama tahun 2013
setelah pembatasan yang berlangsung lama mengenai kunjungan itu dilonggarkan.

Sekitar 36 persen dari mereka pergi ke AS, di mana terdapat banyak warga Kuba di
pengasingan.()





Kedutaan Negara Asing Di Negara Khilafah
Oleh: Hafidz Abdurrahman
Kedutaan, dalam bahasa Arab, disebut Safarah. Kedutaan besar adalah kantor perwakilan
diplomatik suatu negara yang ditempatkan secara permanen di ibukota negara lain atau
lembaga/organisasi internasional (seperti PBB). Pejabat diplomatik tertinggi yang memimpin
kedutaan besar disebut duta besar. Adanya keduataan di suatu negara biasanya tidak terlepas dari
hubungan yang terjadi di antara keduanya. Jika antara keduanya tidak ada hubungan diplomatik,
maka keduanya tidak akan mempunyai kedutaan di masing-masing negara tersebut.
Dalam hubungan diplomatik tersebut ada empat faktor penting: Pertama, adanya hubungan
kerjasama antar bangsa/negara yang dituangkan dalam perjanjian, baik bilateral maupun
multilateral. Kedua, adanya perwakilan masing-masing banga/negara di negara mitranya, dan
diakui sebagi perwakilan resmi. Ketiga, adanya misi/kepentingan timbal balik di antara masing-
masing bangsa/negara tersebut. Keempat, adanya hak imunitet yang diberikan kepada
duta/perwakilan resmi. Keempat faktor ini selalu ada dalam setiap hubungan diplomatik.
Berdasarkan fakta hubungan diplomatik di atas, maka Negara Khilafah pun tidak mungkin
menjalin hubungan diplomatik dengan Negara Kafir Harbi Filan. Karena di antara keduanya
sedang terjadi peperangan secara nyata. Biasanya yang terjadi justru sebaliknya, dimana
hubungan diplomatik di antara keduanya putus, sehingga duta/perwakilannya pun ditarik, dan
kedutaannya pun ditutup. Dengan demikian, hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Negara
Khilafah dengan Negara Kafir adalah dengan Negara Kafir Harbi Hukman, yang tidak
memusuhi dan menyerang kaum Muslim. Mereka adalah Negara Kafir Muahadah, yang terikat
perjanjian dengan Negara Khilafah, baik di bidang ekonomi, politik, maupun yang lain. Negara
Khilafah akan membuka kedutaan di negara tersebut, demikian juga sebaliknya.
Empat faktor penting dalam hubungan diplomatik di atas juga tetap berlaku di dalam Negara
Khilafah. Karena, ini merupakan konvensi umum dalam hubungan diplomatik. Di zaman Nabi
saw, ada utusan yang dikirim oleh Musailmah al-Kadzdzab untuk menyampaikan pesan
Musailamah kepada Nabi saw. Nabi bersabda, Andai kalian bukan utusan/duta, tentu kalian
sudah aku bunuh. (H.r. ). Dengan demikian, jelas Islam pun mengakui hak imunitet tersebut.
Hanya saja, siapa yang termasuk dalam kategori utusan/duta tersebut? Menurut Kongres Wina
1961, duta tersebut meliputi: (1) Duta Besar atau Nuncios yang diakreditasikan kepada kepala
negara, dan kepala perwakilan lain yang sama derajatnya; (2) Utusan, Duta dan Internuncios
yang diakreditasikan kepada kepala negara; (3) Kuasa Usaha (Charge daffairs) yang
diakreditasikan kepada Menteri Luar Negeri. Secara hirarki struktur, duta/utusan tersebut
meliputi: (1) Duta Besar; (2) Minister; (3) Minister Counsellor; (4) Counsellor; (5) Sekretaris
Pertama; (6) Sekretaris Kedua; (7) Sekretaris Ketiga; (8) Atase. Atase itu sendiri terdiri dari
Atase Teknik, Atase Militer, Atase Kebudayaan, Atase Pendidikan, Atase Perdagangan, Atase
Pertanian dan Perburuhan, dan lain-lain.
Jadi, semuanya ini bisa dimasukkan dalam kategori duta/utusan negara yang menjalin hubungan
diplomatik dengan Negara Khilafah. Karenanya, mereka berhak mendapatkan hak imunitet,
sebagaimana hak yang diberikan kepada duta/utusan (rusul).
Secara umum, urusan kedutaan negara asing di Negara Khilafah, maupun kedutaan Negara
Khilafah di Negara Kafir Harbi Hukman, merupakan urusan yang ditangani oleh Departemen
Luar Negeri (Dairah Kharijiyyah), yang langsung bertanggungjawab kepada Khalifah. Hanya
saja, terkait dengan masalah keamanan di dalam Negara Khilafah, maka ini merupakan
kewenangan Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dairah al-Amn ad-Dakhili).
Ini meliputi keberadaan dan fungsi kantor kedutaan mereka di Negara Khilafah, termasuk
aktivitas para duta/utusan Negara Kafir Harbi Hukman itu di dalam wilayah Negara Khilafah.
Dalam hal ini, Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dairah al-Amn ad-Dakhili) mempunyai
kewenangan untuk memonitor dan memata-matai mereka. Termasuk terhadap rakyat Negara
Khilafah yang bekerja di kantor perwakilan tersebut. Dengan dua syarat:
1- Hasil monitoring Departemen Pertahanan (Dairah Harbiyyah) dan Departemen Keamanan
Dalam Negeri (Dairah al-Amn ad-Dakhili) terhadap para pimpinan korp diplomatik Negara
Kafir Harbi Hukman tersebut menyatakan, bahwa aktivitas mereka tidak wajar, dan
mencurigakan.
2- Hasil monitoring dua departemen tersebut diserahkan kepada Qadhi Hisbah, kemudian
Qadhi Hisbah memutuskan aktivitas mereka berpotensi mengancam kepentingan Islam dan
kaum Muslim.
Jika kedua syarat di atas terpenuhi, maka Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dairah al-Amn
ad-Dakhili) berhak memata-matai rakyat Negara Khilafah yang bekerja kepada mereka. Karena
hukum asalnya memata-matai mereka adalah haram, dan diperbolehkan ketika terbukti mereka
menjadi Ahl Ribah, karena aktivitas dan interaksi mereka dengan Negara Kafir Harbi Hukman
tersebut dianggap membahayakan Negara Khilafah.
Adapun memata-matai kedutaan Negara Kafir Harbi Hukman di Negara Khilafah hukumnya
boleh, karena dianggap berpotensi menimbulkan ancaman terhadap Negara Khilafah. Bahkan
aktivitas tersebut wajib dilakukan terhadap Negara Kafir Harbi Filan. Karena hubungan perang
yang terjadi antara kita dengan mereka.
Mengenai izin pendirian kedutaan dan bangunan yang digunakan oleh Negara Kafir Harbi
Hukman sebagai tempat perwakilan resmi mereka, hal ini semestinya mengacu kepada asas
kebutuhan yang ditentukan oleh hubungan diplomatik di antara keduanya.
Besar dan kecilnya gedung perwakilan tersebut sebenarnya mencerminkan kepentingan Negara
Kafir Harbi tersebut di Negara Khilafah. Karena itu, Negara Khilafah berhak, dan bahkan wajib
membatasi ruang gerak mereka. Juga perlu dicatat, bahwa hubungan diplomatik antara Negara
Khilafah dengan Negara Kafir Harbi Hukman ini tidak bersifat permanen. Tetapi, hubungan ini
didasarkan kepada perjanjian bilateral antara Negara Khilafah dengan mereka. Dalam perjanjian
seperti ini, hadits Nabi hanya memberi tenggat waktu, maksimal 10 tahun. Tidak lebih. Artinya,
tidak boleh Negara Khilafah menjalin hubungan diplomatik yang didasarkan pada perjanjian
kerjasama tersebut lebih dari 10 tahun. Karena ini akan menyalahi nas, sebagaimana yang
ditetapkan dalam Sulh Hudaibiyyah. Ini sekaligus mempertegas, bahwa hukum asal dalam
hubungan antara Negara Khilafah dengan Negara Kafir Harbi Hukman ini adalah hubungan
perang, bukan hubungan damai.
Dengan demikian, maka kebijakan Negara Khilafah terhadap kantor kedutaan asing tersebut
dilihat sebagai kantor sementara, bukan kantor permanen. Dengan begitu, jika mereka
mengajukan izin pembangunan kantor permanen, maka izin tersebut harus ditolak, karena tidak
sejalan dengan kebijakan Negara Khilafah terhadap mereka.
Jika kemudian terbukti, bahwa kantor perwakilan ini digunakan untuk melakukan aktivitas yang
mengancam kepentingan Negara Khilafah, maka Negara Khilafah bisa melakukan tindakan
sebagai berikut:
1- Menutup kantor kedutaan tersebut.
2- Mengusir duta/utusan, dan seluruh korp diplomatik yang bekerja di kantor kedutaan
tersebut.
3- Meminta keterangan rakyat Negara Khilafah yang bekerja dengan mereka, yang jika
terbukti mereka melakukan tindakan yang mengancam kepentingan Negara Khilafah, maka
mereka akan dijatuhi sanksi tazir.
4- Membatalkan perjanjian yang menjadi dasar dibukannya hubungan diplomatik tersebut.
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari mereka, maka kembalikanlah
perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur (sama). Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berkhianat. (Q.s. al-Anfal [08]: 58)
Ayat ini dengan tegas memberikan opsi kepada kita untuk membatalkan perjanjian yang kita
teken dengan mereka, jika mereka terindikasi mengkhianati perjanjian tersebut, atau terindikasi
mengancam kepentingan kita. Inilah yang dilakukan terhadap kaum Kafir Quraisy, ketika Sulh
Hudaibiyyah baru seumur jagung. Karena dianggap patron politik mereka mengkhianati isi
perjanjian ini, meski kaum Kafir Quraisy itu berat hati, tetapi Rasulullah saw. tetap tidak peduli.

Biman Bangladesh Airlines

Biman Bangladesh Airlines (bahasa Bengali: ) adalah maskapai
penerbangan nasional milik Bangladesh. Hub utamanya adalah di Bandar Udara Internasional
Shahjalal di Dhaka, dan juga mengoperasikan penerbangan dari Bandar Udara Internasional
Shah Amanat di Chittagong, memperoleh pendapatan dari layanan penghubung menuju Bandar
Udara Internasional Osmani di Sylhet. Biman menyediakan layanan penumpang internasional
dan kargo menuju Asia dan Eropa, bersama juga dengan rute domestik. Maskapai ini memiliki
Perjanjian Layanan Penerbangan dengan 42 negara, namun hanya terbang ke 16 diantaranya.
Maskapai ini dimiliki dan diatur sepenuhnya oleh Pemerintah Bangladesh hingga 23 Juli 2007,
saat maskapai diubah menjadi perseroan terbatas terbesar di negaranya oleh Pemerintah
Sementara Bangladesh.
[3]
Kantor pusat maskapai, Balaka Bhaban, berlokasi di Kurmitola,
Dhaka.
Didirikan pada bulan Februari 1972, Biman menikmati monopoli internal di industri
penerbangan internal Bangladesh hingga tahun 1996.
[4]
Selama beberapa dekade setelah
pendiriannya, maskapai ini mengembangkan armada dan destinasinya, tapi mengalami kegagalan
yang disebabkan oleh korupsi dan salah atur. Pada masa puncaknya, Biman mengoperasikan
penerbangan menuju 29 destinasi internasional hingga sejauh New York City di bagian barat dan
Tokyo di bagian timur. Maskapai telah mengalami kerugian finansial besar, dan memiliki
reputasi layanan buruk akibat pembatalan dan penumdaan penerbangan reguler akibat armadanya
yang terlalu tua. Demi alasan keamanan, beberapa pesawat jarak jauh milik Biman dilarang
memasuki wilayah udara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Penerbangan Haji tahunan, membawa
pekerja dan buruh migran dari Bangladesh, aktivitas anak perusahaan, membentuk bagian
penting dalam bisnis maskapai.
[5]
Meningkatnya harga minyak menciptakan tekanan tambahan
bagi keuangan maskapai, yang secara luas telah diberitakan gagal memnuhi kewajiban
pembayaran kepada perusahaan minyak milik pemerintah, BPC. Dari peringkat Lima Bintang
dari Skytrax, Biman memperoleh dua bintang.
[6]
Maskapai ini saat ini menghadapi kompetisi dari
sejumlah maskapai penerbangan lokal bersama dengan beberapa maskapai penerbangan
internasional, yang menawarkan keandalan dan standard layanan lebih besar, dengan sasaran
pada pertumbuhan lalu lintas penerbangan yang tumbuh hingga 8% setiap tahun, yang
dipengaruhi oleh warga Bangladesh di luar negeri.
Sejak menjadi sebuah perseroan terbatas, maskapai mengurangi jumlah karyawannya dan mulai
memodernisasi armadanya. Biman telah membuat persetujuan dengan Boeing untuk 10 pesawat
baru,bersama dengan opsi untuk 10 pesawat. Maskapai ini mulai menyewa pesawat agar dapat
segera membuka kembali layanan menuju destinasi sebelumnya di Asia, Eropa, dan Amerika
Utara
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Posted by admin in Penempatan Kerja, Perlindungan Tenaga Kerja on January 28, 2014

Tenaga Kerja
Definisi mengenai tenaga kerja disebutkan dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yaitu:
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka terdapat beberapa unsur yang dapat diketahui, yaitu:
1. Tenaga kerja merupakan setiap orang yang dapat melakukan pekerjaan.
2. Tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu menghasilkan barang dan/atau jasa.
3. Tenaga kerja menghasilkan barang dan/atau jasa untuk kebutuhan sendiri atau untuk
masyarakat.
Apabila ketiga unsur tersebut di atas terpenuhi, maka seseorang dapat disebut sebagai seorang
tenaga kerja. Menurut Pasal 5 UU Ketenagakerjaan setiap tenaga kerja berhak memiliki
kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan.
4 Tenaga Kerja I ndonesia
Di dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU No.39/2004) disebutkan bahwa:
Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara
Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk
jangka waktu tertentu dengan menerima upah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa TKI merupakan tenaga kerja
Indonesia yang berada di luar negeri atau ditempatkan di luar negeri untuk suatu pekerjaan.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (3) UU No. 39/2004 menyebutkan:
Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat,
dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses
perekrutan, pengurus dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan
pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara
tujuan
Berdasarkan uraian pasal tersebut di atas, dapat di ketahui bahwa TKI ditempatkan di luar negeri
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Namun, siapa yang dapat melakukan penempatan
tenaga kerja di luar negeri? Hanya Pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta saja yang
dapat melakukannya. Menurut Pasal 4 UU No.39/2004, perseorangan tidak diperkenankan untuk
melakukan penempatan TKI di luar negeri.
Dalam melaksanakan penempatan TKI di luar negeri oleh Pemerintah, harus ada perjanjian
secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah Negara pengguna TKI di Negara tujuan.
Penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke Negara tujuan yang pemerintahnya
telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia. Untuk pelaksana
penempatan TKI swasta harus mendapatkan izin tertulis berupa Surat Izin Pelaksana Penempatan
TKI (SIPPTKI) dari Menteri.
Pasal 6 dan Pasal 7 UU No. 39/2004, mengatur bahwa Pemerintah bertanggung jawab dan
memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri. Hal ini berarti bahwa Pemerintah harus
menjamin kepastian keamanan dan perlindungan hukum bagi TKI yang ditempatkan di luar
negeri.
- See more at: http://www.hukumtenagakerja.com/#sthash.W1LbNNrg.dpuf
Sentimen anti-Malaysia di Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sentimen anti-Malaysia di Indonesia merupakan rasa ketidaksenangan kolektif pada
masyarakat Indonesia atas beberapa hal yang berkaitan dengan pembentukan Federasi Malaysia
pendorongnya lebih berupa perselisihan politik bukan sosial, ataupun budaya. saat pertama kali
pada awal pembentukan Federation of Malaya atau dikenal sebagai Persekutuan Tanah Melayu
tahun 1957 hubungan masih berjalan dengan baik
[1]
yang kemudian baru timbul saat hendak
dibentuk Federasi Malaysia
[2]
atas dekolonialisasi wilayah Serawak dan North Borneo
sekarang dikenal sebagai Sabah yang dikobarkan oleh Sukarno yang dikenal sebagai seorang
yang sangat anti-kolonialisme dan imperialisme,
[3]
presiden Indonesia waktu itu menganggap
Federasi Malaysia sebagai alat-imperialisme Inggris yang tidak rela dalam melakukan
dekolonialisasi sesuai dengan ketentuan PBB terhadap wilayah Malaya,Sarawak dan
Borneo Utara. Setelah sempat mereda pada masa Orde Baru, sentimen ini kembali muncul pada
awal abad ke-21, yang karena lebih didasari pada perselisihan politik budaya dan politik wilayah,
oleh karena itu tidak mengarah menjadi anti-Melayu sebagaimana yang terjadi di Singapura dan
Thailand.
Daftar isi
1 Konfrontasi Indonesia-Malaysia 1957-1968
2 Sentimen anti-Malaysia abad ke-21
o 2.1 Latar belakang
o 2.2 Ekspresi ketidaksukaan di Indonesia
o 2.3 Reaksi Malaysia
3 Lihat pula
4 Catatan kaki
Konfrontasi Indonesia-Malaysia 1957-1968
Lihat artikel utama: Konfrontasi Indonesia-Malaysia



Komando Aksi Sukarelawan.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia lebih bersifat politik dan dipicu oleh prasangka dari pihak
Indonesia yang menganggap Federasi Malaysia hasil bentukan Inggris sebagai sebuah negara
"boneka neo-kolonial" sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara,
Inggris berusaha agar kedua koloninya di Kalimantan yakni Sarawak dan Sabah tidak merdeka
dengan mengabungkan pada Semenanjung Malaya dengan gagasan membentuk negara yang
dinamakan Federasi Malaysia
[2]
untuk mempermudah rencana kepentingan ekonomi Inggris atas
wilayah tersebut dan sebagai alat memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di
kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk memengaruhi
perpolitikan regional Asia terutama Asia Tenggara.
Sebenarnya Filipina dan Indonesia secara resmi menyetujui untuk menerima pembentukan
Federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah tersebut dilakukan melalui pemilihan dalam
sebuah referendum pilihan rakyat yang akan diorganisasi oleh PBB sebagaimana keputusan
Dewan Keamanan PBB akan tetapi pada 16 September 1963 secara sepihak sebelum hasil dari
pemilihan rakyat dilaporkan oleh pihak pendukung Federasi Malaysia yang terdiri dari kalangan
elit menganggap bahwa masalah pilihan rakyat Malaya, Sarawak dan Sabah dan pilihan
pembentukan federasi termasuk didalamnya Sarawak dan Sabah ini sebagai masalah dalam
negeri, tanpa tempat untuk turut campur rakyat setempat atau orang luar, tetapi pemimpin
Indonesia melihat hal ini sebagai pelanggaran perjanjian internasional konsep THE
MACAPAGAL PLAN antara lain melalui perjanjian Manila Accord tanggal 31 Juli 1963,
Manila Declaration tanggal 3 Agustus 1963, Joint Statement tanggal 5 Agustus 1963
[4]

mengenai dekolonialisasi yang harus mengikut sertakan rakyat mengikut sertakan rakyat
Sarawak dan Sabah secara keseluruhan dalam proses dekolonialisasi akan tetapi Inggris tetap
ingin melakukan kolonialisasi terselubung terhadap wilayah Sarawak dan Sabah melalui rencana
pembentukan Federasi Malaysia terbukti dengan adanya perjanjian antara Inggris dengan
Federasi Malaya atau disebut pula sebagai Persekutuan Tanah Melayu dalam hal hak memakai
basis militer di Sembawang,( 01280LU 103500BT)
[2]
dan kemudian ditambah lagi
dengan adanya demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu
gedung KBRI dengan merobek-robek foto Soekarno serta membawa lambang negara Garuda
Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman Perdana Menteri Malaysia saat itu dan memaksanya
untuk menginjak lambang negara Garuda Pancasila melihat hal ini makin menimbulkan
kemarahan Soekarno dan rakyat Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia yang
dianggap sebagai tidak mewakili kepentingan rakyat setempat.
[5]
berujung pada pembentukan
Dwi Komando Rakyat disingkat sebagai Dwikora berisi: 1) Perhebat Pertahanan Revolusi
Indonesia, dan 2) Bantu perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Malaya, Singapura, Sabah,
Serawak, dan Brunei memerdekakan diri dan membubarkan Negara Malaysia.
Walaupun status wilayah Sarawak dan Sabah sampai sekarang masih tercatat pada daftar Dewan
Keamanan PBB masih sebagai wilayah yang belum tuntas melakukan dekokonial ,
[6]
semenjak
kejatuhan rezim Sukarno, presiden pengganti Indonesia, Suharto, segera menggantikan politik
konfrontasi dengan politik pemberdayaan bagi rakyat Malaya yakni dengan mengirimkan tenaga-
tenaga pelatihan bagi peningkatan sumber daya manusia di Malaya serta menjalin hubungan baik
dengan Malaysia dan Singapura. Walaupun demikian, peristiwa pembentukan Federasi Malaysia
tidak pernah hilang dalam ingatan kolektif bangsa Indonesia akan tetapi oleh karena konfrontasi
itu lebih pada wilayah politik maka hubungan sosial budaya antara rakyat kedua negara pada saat
konfrontasi hingga sekarang tetap berjalan dengan baik.
Sentimen anti-Malaysia abad ke-21
Sentimen anti-Malaysia dalam hal ini mengenai pembentukan Federasi Malaysia di Indonesia
kembali muncul di awal abad ke-21, terutama sebagai akibat banyaknya Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) yang umumnya bekerja sebagai buruh rendahan di Malaysia.
[7]
Selain itu, beberapa
perselisihan perbatasan, klaim sepihak atas wilayah Indonesia, pengeboman di Jakarta dan Bali,
pembiaran terhadap maraknya panggilan indon dianggap sebagai cerminan tindakan-tindakan
dari pemerintahan Malaysia sebagai usaha "mencari masalah" hingga bila dahulu dikenal dengan
jargon ganyang Malaysia saat sekarang berubah menjadi malingsia dan bertambah dengan
malon.
[8]

Latar belakang
Semenjak kebijakan pemerintahan Soeharto membantu Malaysia maka terjadi gelombang besar
pengiriman orang Indonesia ke Malaysia guna membantu meningkatkan populasi warga Melayu
yang di mulai sekitar tahun 1980-an yang kemudian pada tahun 2007 berubah menjadi 90% dari
seluruh pekerja asing di negara tersebut,
[9]
atau mencapai 1,5 juta orang,
[10]
timbul pandangan di
kalangan generasi baru Malaysia yang merendahkan orang Indonesia.
[11]
Salah satu penyebabnya
adalah berbagai pemberitaan pers Malaysia dan pembiaran pemerintah Malaysia yang secara
terbuka menyebutkan orang Indonesia sebagai "indon" sebagai pelaku berbagai tindakan
kriminal. Akibatnya, tumbuh konotasi negatif atas penggunaan kata tersebut, yang dianggap
sebagai penghinaan.
[11]
Di Malaysia kemudian tumbuh anggapan stereotipik bahwa orang
Indonesia adalah sumber keonaran dan perilaku "kurang beradab", yang kemudian terekspresi
dalam perlakuan orang Malaysia terhadap orang Indonesia. Masalah ini juga terkait dengan
banyaknya pekerja ilegal dari Indonesia yang dipakai sebagai pekerja kasar di pabrik-pabrik dan
berbagai perkebunan.
Keadaan tidak membaik dengan keluarnya keputusan Mahkamah Internasional yang
memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia pada tanggal 17
Desember 2002. Hal ini menimbulkan kekecewaan di pihak Indonesia,
[12]
bahkan dinyatakan
oleh beberapa anggota DPR. Rasa ketidaksukaan ini kemudian meningkat pesat setelah terjadi
rentetan peristiwa yang dipandang Indonesia sebagai tindakan arogan sepihak oleh Malaysia,
seperti kasus perselisihan di blok Ambalat yang memaksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
meminta TNI untuk "menjaga kedaulatan wilayah Indonesia" (2005),
[12]
penggunaan lagu "Rasa
Sayange" pada kampanye promosi pariwisata Malaysia (2007), pemukulan atlet karate Indonesia
oleh petugas keamanan Malaysia (Agustus 2007),
[10]
dan klaim reog Ponorogo (disebut sebagai
"barongan") sebagai kesenian asli Malaysia (2008).
Serentetan aksi terorisme berupa rangkaian pemboman sejumlah bangunan di Jakarta dan Bali,
serta berbagai rencana pemboman di beberapa tempat lainnnya yang dapat digagalkan, sejak
tahun 2000 hingga 2005, serta tahun 2009, juga memunculkan isu teori konspirasi dari
Malaysia.
[13]
Isu ini diangkat karena dalang pengeboman tersebut dilakukan oleh dua warga
negara Malaysia, Azahari dan Noordin M. Top, yang adalah warga negara Malaysia.
[14]

Pada kasus Ambalat, situasi yang relatif serius terjadi karena pada tanggal 7 Maret 2005
ditindaklanjuti oleh TNI dengan pengiriman delapan kapal tempur yang didukung oleh empat
pesawat tempur jet F-16 oleh Armada Wilayah Timur di Balikpapan, sebagai tindakan preventif
setelah sebelumnya sejumlah kapal militer Malaysia berpatroli di dalam blok ini.
Pada kasus-kasus yang lain, usaha-usaha klarifikasi dilakukan melalui komunikasi politik di
antara pejabat kedua negara. Pada kasus "Rasa Sayange", protes muncul dari kalangan
masyarakat Maluku (sebagai kelompok etnis yang mengklaimnya) dan anggota parlemen (DPR).
Pada pertengahan tahun 2009 situasi kembali memanas setelah terjadi pemboman terhadap Hotel
Marriott dan Ritz-Carlton, keduanya di Jakarta. Tudingan dialamatkan ke Malaysia karena
dianggap sebagai pihak yang memiliki kepentingan, walaupun tidak ada bukti yang nyata. Di
tengah sentimen ini, muncul kasus masuknya Tari Pendet ke dalam acara promosi Malaysia oleh
Discovery Channel.
[15]
Kasus ini memunculkan sentimen yang emosional dari pihak Indonesia,
bahkan dikemukakan oleh pejabat tinggi.
[16]
Kasus ini sempat memicu terjadinya sweeping
terhadap warga Malaysia di Indonesia, yang berakibat dipanggilnya duta besar Indonesia di Kula
Lumpur oleh Kementerian Luar Negeri Malaysia.
[17]
Serangan cracker terjadi pula terhadap
berbagai laman Malaysia.
[18]
Belum reda rasa amarah akibat kasus ini, muncul pemberitaan di
media Indonesia mengenai promosi yang dilakukan Malaysia atas "Pulau Jemor" yang dituliskan
sebagai Pulau Jemur, padahal yang terakhir ini adalah pulau di bawah administrasi Provinsi
Riau. Pemberitaan seolah-olah menunjukkan klaim atas pulau tersebut oleh Malaysia
[19]
,
meskipun ternyata yang dipromosikan adalah Pulau Jemor, di lepas pantai Selangor.
[20]
Akibat
eskalasi ini, Presiden Indonesia sempat mengeluarkan larangan untuk bertindak berlebihan.
[21]

Ekspresi ketidaksukaan di Indonesia
Ekspresi ketidaksukaan dinyatakan dalam berbagai cara. Demonstrasi sempat terjadi di depan
Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, khususnya setelah kasus Ambalat terjadi. Akibat protes dari
Indonesia mengenai lagu Rasa Sayange ditanggapi secara dingin, muncul berbagai tulisan kasar
di berbagai forum internet. Beberapa blog juga menuliskan kekecewaannya. Bahkan, iklan suatu
obat tradisional menyinggung masalah ini. Malaysia dicitrakan sebagai "pencuri" kebudayaan
Indonesia. Dari sini kemudian muncul jargon sarkastik "Malingsia" untuk menegaskan bahwa
orang Malaysia hanya bisa mencuri (maling) karya seni bangsa Indonesia. Istilah "Malon"
(dengan konotasi negatif) juga diinvensi sebagai counterpart atas istilah 'Indon' yang dipakai di
Malaysia. Kenyataan bahwa banyak terjadi kesamaan warisan budaya (seperti keris, berbagai
jenis makanan, dan beberapa lagu daerah) dianggap sebagai "pencurian" yang dilakukan pihak
Malaysia. Hal ini berdasarkan definisi Melayu yang diterapkan di Malaysia, yang memberi
batasan "Melayu" adalah semua suku bangsa dengan ciri fisik dan agama yang sama dengan
orang Melayu asli Malaysia, termasuk juga apabila sebenarnya seseorang berasal dari suku
bangsa Jawa, Bugis, Aceh, atau Minangkabau, karena terdapat sebilangan besar dari Suku
Melayu di malaysia yang berdarah suku-suku berikut.
Dalam dunia maya, berbagai forum dan blog menyinggung perlakuan Malaysia terhadap orang
Indonesia. Beberapa hacker bahkan melakukan defacing terhadap beberapa halaman muka
sejumlah laman lembaga-lembaga Malaysia.
Dari berbagai rentetan kasus yang melibatkan kedua negara, kasus Ambalat dapat dikatakan
merupakan puncaknya. Dari berbagai aksi demo massa di Indonesia, aksi massa tak lagi
mengangkat kasus Ambalat semata, namun telah bergeser menjadi sentimen anti-Malaysia.
Berbagai kelompok pemuda di berbagai daerah di Indonesia bahkan mengaku siap menjadi
relawan apabila terjadi perang antara Indonesia dan Malaysia, beberapa di antaranya malah
melakukan aksi jempol darah sebagai simbol kesetiaan mereka terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia.



Reaksi Malaysia
Karena terdapatnya Internal Security Act maka dalam kebanyakan kasus, masyarakat Malaysia
umumnya tidak bisa bereaksi secara signifikan oleh karena itu hanya terjadi pada perdebatan
terjadi di dalam forum-forum komunitas, seperti Kaskus atau Topix akan tetapi seperti pada
kelaziman umum dalam hubungan internasional pihak pemerintah Malaysia selalu melakukan
protes-protes diplomatik dan ketika saat kelompok-kelompok masyarakat di Indonesia
menyatakan akan melakukan sweeping terhadap warga negara Malaysia dan melakukan
demonstrasi disertai pembakaran bendera Malaysia, pemerintah Malaysia kembali melakukan
pemanggilan terhadap duta besar Indonesia di Kuala Lumpur dan diikuti pula dengan pernyataan
tertulis yang dikeluarkan oleh Ketua Pemuda UMNO sebagai organisasi kepemudaan dari partai
UMNO yang berkuasa saat itu di Malaysia.
[22]

PENDIRIAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
Posted by: Irmdisyaratkan bahwa seluruh pemegang sahamnya adalah Warga negara Indonesia . Dalam
hal terdapat unsur asing baik sebagian ataupun seluruhnya, maka PT tersebut harus berbentu PT. PMA
(Penanaman Modal Asing). Suatu PT biasa yang dalam perkembangannya memasukkan pemodal baru
yang berstatus asing (baik itu perorangan maupun badan hukum) maka PT tersebut harus merubah
statusnya menjadi PT. PMA.
Secara umum, syarat-syarat dan tahapan-tahapan untuk mendirikan PT. PMA adalah sebagai
berikut:
A. Pengajuan Ijin Sementara untuk pendirian PT. PMA melalui BPKM
1. Identitas perusahaan yang akan didirikan, yang meliputi:
a. Nama Perusahaan
b. Kota sebagai tempat domisili usaha
c. Jumlah Modal
d. Nama pemegang saham dan presentase modal
e. Susunan Direksi dan Komisaris
2. Pengajuan permohonan tersebut harus mengisi surat permohonan (INVESTMENT
APPLICATION UNDER THE FOREIGN INVESTMENT LAW terlampir) dengan
melampirkan dokumen2 sebagai berikut:
1. Pendiri (Pemegang Saham) asing
a. Anggaran dasar Perusahaan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris berikut seluruh
perubahan-perubahannya, pengesahannya ataupun pelaporan/pemberitahuannya atau
b. Copy passport yang masih berlaku dari pemegang saham individual
2. Dari Perusahaan PMA
a. Anggaran dasar Perusahaan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris berikut seluruh
perubahan-perubahannya, pengesahannya ataupun pelaporan/pemberitahuannya
b. NPWP Perusahaan
3. Pendiri (Pemegang Saham) Indonesia
a. Anggaran dasar Perusahaan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris berikut seluruh
perubahan-perubahannya, pengesahannya ataupun pelaporan/pemberitahuannya atau KTP
untuk individual
b. NPWP pribadi
4. a. Flowchart proses produksi dan bahan baku (raw materials) yang dibutuhkan untuk
proses industri tersebut
b. Descripsi/explanation untuk proses kelangsungan bisnis
5. Asli surat kuasa (dalam hal pendiri diwakili oleh orang/pihak lain)
6. a. Kelengkapan data lain yang dibutuhkan oleh Departemen terkait (bila ada) dan
dinyatakan dalam Technical guidances book on investment implementation.
b. Untuk sector tertentu, contohnya sector pertambangan yang melakukan kegiatan
ekstraksi, sektor energi, perkebunan kelapa sawit dan perikanan, membutuhkan Surat
Rekomendasi dari Departemen teknis terkait.
7. Dalam sektor bisnis yang diperlukan dalam hal kerja sama
a. Perjanjian kerja sama (bisa berupa Joint Venture, Joint Operation, MOU, dll) antara
pengusaha kecil dan pengusaha menengah/besar yang menyebutkan pihak-pihaknya, system
kerjasamanya, hak dan kewajibannya.
b. Surat Pernyataan dari perusahaan kecil yang memenuhi criteria sebagai Perusahaan Kecil
berdasarkan Peraturan No. 9/1995.
Catatan: untuk persyaratan No. 6 poin a dan b akan dikoordinasikan oleh BKPM dengan
institusi/Departemen terkait.
Setelah berkas lengkap, ijin baru dapat diproses di BKPM selama jangka waktu + 2 bulan
Ijin BKPM tersebut berlaku sebagaimana halnya Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) pada PT
biasa
B. Pembuatan akan Pendirian PT. PMA
1. -Setelah Ijin dari BKPM keluar, maka dapat mulai untuk proses pendirian PT. PMA
(dengan catatan, nama PT. sudah bisa digunakan/memperoleh persetujuan Menteri).
2. Salinan Akta akan selesai dalam jangka waktu maksimal 2 minggu kerja sejak penanda-
tanganan akta.
3. Pengurusan Domisili dan NPWP atas nama PT. yang bersangkutan
NPWP yang dibuat untuk PT. PMA harus NPWP khusus PT. PMA
Waktunya + 12 hari kerja.
Catatan: Pada saat ini bisa sekalian mengurus Surat PKP (Pengusaha Kena Pajak) pada KPP
khusus PMA tersebut. dan nantinya akan dilakukan survey/ tinjau lokasi perusahaan.
Waktunya + 12 hari kerja, karena ada survei dari Kantor Pajak setempat lokasi usaha.
4. Pembukaan rekening atas nama Perseroan dan menyetorkan modal saham dalam bentuk
uang tunai ke kas Perseroan. Bukti setornya diserahkan kepada Notaris untuk kelengkapan
permohonan pengesahan pada Departemen Kehakiman RI .
5. Pengajuan pengesahan ke Depkeh, Waktunya + 1,5 bulan.
6. Setelah keluar pengesahan dari Departemen Kehakiman, dapat diurus Tanda Daftar
Perusahaan (TDP) dan Wajib Daftar perusahaan (WDP) nya. Waktunya + 2 minggu.
7. Setelah semua selesai, tinggal pengurusan Berita Negara nya. Waktunya + 3 bulan
Setelah semua prosedur dilewati, maka harus dilanjutkan dengan jenis usahanya. Apabila
merupakan industri, maka harus diurus Ijin Lokasi, Undang-Undang gangguan (HO) nya, Surat
Ijin Usaha Industri.
Dalam hal perusahaan tersebut akan memasukkan mesin-
mesin pabrik, karena berstatus PT PMA, maka ada subsidi atau keringanan pajak
bea masuk atas mesin-
mesin tersebut. Namun untuk itu, PT tersebut harus mengurus Ijin lagi di BKPM,
yaitu: Masterlist dan APIS.
Setelah itu, pada saat mesin akan masuk, ybs harus mengurus surat bebas bea
masuknya pada KPP PT PMA, yang disebut: SKBPPN dan dilanjutkan dengan
ijin dari Bea cukai berupa Surat Registrasi Produsen (SRP) atau Surat Registrasi Importir (SRI).
Mengenai ijin2 tersebut, akan saya bahas lagi secara tersendiri.
Setelah perusahaan berjalan beberapa waktu, maka akan dilanjutkan dengan pengurusan Ijin
Usaha Tetap (IUT) pada BKPM.
ASEAN Desak Indonesia Ratifikasi Perjanjian Terkait Kabut Asap
01.07.2013

Para menteri luar negeri ASEAN dalam pertemuan di Brunei (30/6). (AP/Vincent Thian)
Pemerintah Indonesia menyalahkan DPR karena menolak proposal mengenai ratifikasi perjanjian
ASEAN terkait kabut asap.
Negara-negara Asia Tenggara mendesak Indonesia untuk segera meratifikasi perjanjian yang
bertujuan mencegah kebakaran di hutan hujan yang secara rutin mengakibatkan kabut asap yang
menyesakkan negara-negara tetangga.
Kabut asap tebal dari kebakaran di Sumatra membuat polusi udara mencapai tingkat rekor di
Singapura dan Malaysia pada Juni, memaksa warga memakai masker wajah dan menutup
sekolah-sekolah.
Krisis ini mendorong dua negara tersebut untuk membahas masalah tersebut dalam pertemuan
tahunan menteri-menteri luar negeri Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) di
Brunei, Minggu (30/6).
Kami menekankan pentingnya negara-negara di wilayah ini untuk menegakkan kewajiban-
kewajiban internasional dan bekerja sama untuk mengatasi masalah polusi kabut asap antar
perbatasan, ujar para menteri luar negeri dalam pernyataan gabungan resmi.
Mereka menyerukan para negara anggota ASEAN yang belum meratifikasi dan
mengoperasikan (perjanjian) tersebut untuk melakukannya segera.
Indonesia merupakan satu-satunya anggota yang belum meratifikasi Perjanjian ASEAN
mengenai Polusi Asap Antar-Perbatasan yang dibuat pada 2002.
Perjanjian tersebut bertujuan menghentikan polusi kabut asap di wilayah tersebut yang
disebabkan oleh kebakaran hutan yang mewajibkan pihak-pihak untuk mencegah nyala api,
mengawasi upaya-upaya pencegahan, bertukar informasi mengenai isu tersebut dan saling
membantu.
Perjanjian ini juga mengikat para penandatangan untuk segera menanggapi permintaan-
permintaan atas informasi dari negara lain yang terimbas asap dan untuk mengambil langkah-
langkah untuk memberlakukan kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan perjanjian tersebut.
Pemerintah Indonesia selama ini menyalahkan Dewan Perwakilan Rakyat karena penundaan
ratifikasi tersebut. Pemerintah telah meminta persetujuan para legislator untuk meratifikasi
perjanjian kabut asap tersebut, namun proposal tersebut ditolak pada 2008.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan perjanjian tersebut telah kembali diajukan
untuk proses legislasi saat ini, meskipun tidak ada jadwal yang pasti kapan ratifikasi itu akan
dilakukan.
Kelompok lingkungan hidup Greenpeace International mengatakan Indonesia enggan
meratifikasi perjanjian tersebut karena hal itu akan mempengaruhi rencana-rencana ekspansi
perusahaan-perusahaan kelapa sawit.
Perusahaan-perusahaan kelapa sawit dipersalahkan atas sebagian besar kebakaran-kebakaran di
Sumatra karena memakai metode pembersihan lahan yang murah namun ilegal dengan
membakar wilayah hutan dan lahan gambut yang luas.
Menteri Luar Negeri Singapura K. Shanmugam merasa puas dengan kemajuan terkait isu-isu
kabut asap dalam pertemuan tersebut.
Pernyataan ASEAN fokus pada pentingnya memadamkan kebakaran, pengawasan dan
pencegahan berulangnya peristiwa yang sama di masa depan, ujarnya pada wartawan.
Hal ini memberi kerangka kerja bagi kita semua untuk bergerak maju.
Namun menurut kepala kampanye hutan Indonesia Greenpeace, Bustar Maital, ASEAN harus
memperluas fokusnya untuk mencegah tingkat penebangan hutan yang pesat di Indonesia dan di
wilayah tersebut, daripada hanya fokus pada kebakaran hutan.
"Deforestasi merupakan pendorong utama dari kebakaran hutan, ujarnya. (AFP/Martin
Abbugao)
8 dengan Perpres
Seharusnya dengan undang-undang.
Ali
Dibaca: 1849 Tanggapan: 1

Rapat Paripurna DPR sepakat ratifikasi perjanjian dengan menggunakan Perpres. Foto: Sgp



Rapat Paripurna DPR yang juga dihadiri perwakilan pemerintah akhirnya sepakat bahwa
Perjanjian Kerja Sama Pertahanan antara Pemerintah Indonesia dan Republik Ceko, serta MoU
Kerja Sama di Bidang Peralatan antara Kemenhan Indonesia dan Kemenhan Italia cukup dengan
peraturan presiden (Perpres). Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disiapkan pemerintah
untuk meratifikasi dua perjanjian itu tak jadi digunakan.
Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin menjelaskan kesepakatan meratifikasi menggunakan
Perpres telah disepakati oleh fraksi-fraksi di Komisi I dan pemerintah ketika membahas
pengesahan perjanjian internasional ini. Karena isi perjanjian itu hanya bersifat teknis, ujarnya
di Ruang Rapat Paripurna DPR, Selasa (26/6).
Hasanuddin menjelaskan materi muatan atau ruang lingkup dari kedua perjanjian tersebut
merupakan kerjasama teknis yang meliputi pertukaran informasi dalam pengembangan urusan
pertahanan; pertukaran para perwira untuk pendidikan di sekolah-sekolah staf dan pelatihan
profesional.
Materi lain adalah pertukaran data ilmu pengetahuan dan teknologi, tenaga ahli, pelatihan dan
bentuk-bentuk kerja sama teknis lainnya sesuai dengan kepentingan pertahanan; serta kerja sama
antara institusi pertahanan meliputi teknologi dan industri pertahanan untuk keuntungan dan
kepentingan bersama.
Dengan demikian, pengesahan dan pelaksanaan dari kedua perjanjian internasional tersebut
dalam bentuk Peraturan Presiden, ujarnya.
Bila mengacu ke Pasal 10 huruf a UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
sebenarnya langkah DPR dan pemerintah ini terkesan aneh. Pasalnya, ketentuan ini secara tegas
menyatakan bahwa ratifikasi perjanjian internasional yang berkenaan dengan bidang pertahanan
harus dengan UU.
Secara lengkap, ketentuan ini berbunyi Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan
Undang-Undang apabila berkenaan dengan: masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan
keamanan negara.
Hasanuddin, serta para anggota Komisi I dan pemerintah, bukan tak tahu adanya pasal ini. Ia
berdalih ada Pasal 11 UU Perjanjian Internasional yang menyatakan bahwa perjanjian
internasional yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
dilakukan dengan Keputusan Presiden. Karena adanya perubahan urutan peraturan perundang-
undangan, Keppres ini diartikan sebagai Perpres.
Langkah DPR dan pemerintah ini diperkuat oleh Penjelasan Pasal 11. Yakni, perjanjian yang
diratifikasi dengan Perpres adalah jenis perjanjian yang termasuk kategori di antaranya-
perjanjian yang menyangkut kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi,
teknik, perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga dan sebagainya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, makanya pengesahan dan pelaksanaan dua perjanjian ini
dengan Prepres, sebutnya lagi.
Dihubungi terpisah, Dosen Perjanjian Internasional Fakultas Hukum Universitas Surabaya
Wisnu Dewanto menjelaskan,ratifikasi ini seharusnya menggunakan UU. Ini bila mengacu
kepada Pasal 10 UU Perjanjian Internasional.
Namun, Wisnu berpendapat perjanjian internasional yang bersifat bilateral semacam ini
sebenarnya cukup menggunakan Perpres. Pasalnya, dalam setiap perjanjian bilateral itu tak
terlalu mengikat rakyat, melainkan lebih mengikat kepada pemerintah Indonesia dengan
pemerintah negara lain. Ini karakteristik perjanjian bilateral. Dan sifatnya kadang-kadang juga
cuma sementara. Misalnya, seperti perjanjian jual beli senjata dan sebagainya, jelasnya.
Berbeda halnya dengan perjanjian multilateral seperti Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR)
atau penghapusan hukuman mati. Ia menilai untuk kategori jenis perjanjian ini, maka ratifikasi
mutlak harus menggunakan undang-undang (UU) sebagai wujud dari persetujuan rakyat yang
akan terikat pada perjanjian ini ketika akan diratifkasi.
Karakteristik perjanjian multilateral ini akan mengikat rakyat dan mempengaruhi sistem hukum
suatu negara, makanya ratifikasi perjanjian jenis ini harus melalui undang-undang, pungkasnya
kepada hukumonline.











. Singapura Tawarkan Indonesia Perbarui Perjanjian Pajak
Telah Dibaca 3 kali
Comments 0
Rabu, 10 April 2013 10:19




Singapura menawarkan Indonesia dan Malaysia untuk memperbarui perjanjian pajak sesuai standar
yang disepakati secara internasional menyangkut pertukaran informasi untuk keperluan pajak.

Deputi Perdana Menteri dan Menteri Monetary Authority of Singapore (MAS), Tharman
Shanmugaratnam, mengatakan standar tersebut disediakan untuk pertukaran informasi bank.

"Setelah perjanjian pajak kita dengan Malaysia dan Indonesia diperbarui dengan Standard, seperti untuk
perjanjian pajak kita dengan negara lain, kita bisa membangun lebih lanjut tentang hubungan kerja yang
baik dengan Indonesia dan Malaysia untuk meningkatkan kerjasama pajak lebih lanjut," jelas dia
menanggapi pertanyaan Parlemen tentang Pertukaran Informasi, seperti dilansir Bernama, Rabu
(10/4/2013).

Parlemen Singapura menanyakan beberapa hal kepada Perdana Menteri, seperti dalam 10 tahun
terakhir, berapa kali Malaysia dan Indonesia mendekati Singapura untuk memberikan informasi perihal
warga mereka yang memiliki rekening bank di Singapura, untuk keperluan masalah pajak atau
investigasi.

Pertanyaan lain menyangkut keberadaan rekening bank yang mencurigakan dan tidak terdeteksi dalam
prosesnya.

Kepada Parlemen, Tharman mengatakan Singapura menjalin kerjasama secara yurisdiksi dengan negara
lain untuk melawan kejahatan keuangan.

"Saluran kerjasama pajak dan keperluan investigasi mencakup bantuan dalam kerjasama Mutual
Assistance in Criminal Matters Act dan Pertukaran Informasi yang diberikan berdasarkan perjanjian
pajak bilateral kita," tutur dia.

Dia mengungkapkan jika kerja sama antar negara ini di bawah standar dan norma internasional. Terkait
rezim anti pencucian uang, lembaga-lembaga keuangan di Singapura diminta untuk waspada terhadap
kegiatan peredaran uang terlarang. Mereka diminta mengetahui pelanggannya dan melaporkan
transaksi dalam rekening nasabah yang mencurigakan.

Di bawah Under the Mutual Assistance in Criminal Matters Act, menurut dia, Singapura siap membantu
pihak berwenang asing menyelidiki aktivitas kriminal, termasuk pertukaran informasi rekening bank.

"Kami dapat menyediakan bantuan hukum timbal balik untuk penyelidikan pencucian uang serta
berbagai kejahatan berat - termasuk korupsi, penyuapan dan penipuan," tutur dia.

Dia mengungkapkan hal ini sejalan dengan rekomendasi dari Financial Action Task Force (FATF) dan
Konvensi PBB tentang Perlawanan terhadap korupsi. "Melalui perjanjian pajak bilateral kita, kami juga
bertukar informasi secara aktif dengan Malaysia dan Indonesia untuk penyelidikan pajak," ungkap dia.

Tharman mengatakan kerjasama internasional antara otoritas berkaitan dengan bantuan hukum dan
permintaan informasi dari negara-negara tertentu.

"Namun saya dapat meyakinkan bahwa anggota kami telah membantu penuh semua permintaan
Malaysia dan Indonesia sesuai dengan perjanjian pajak kita saat ini. Ini termasuk informasi tentang
rincian transaksi dan perusahaan," tambahnya. (Nur) - See more at:
http://bisnis.liputan6.com/read/557680/singapura-tawarkan-indonesia-perbarui-perjanjian-
pajak#sthash.gwUhAPkG.dput
Menggunakan Bahasa Asing Dalam Perjanjian
OPINI | 14 June 2011 | 18:53 Dibaca: 1764 Komentar: 1 0
Sering kita menemukan perjanjian dalam bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, terutama jika
lawan perjanjian adalah orang atau perusahaan asing. Dalam praktek, bentuk perjanjian
semacam itu seringkali dikhawatirkan keabsahannya, sehingga banyak pihak lebih memilih
untuk membuatnya secara dua bahasa (bilingual). Penggunaan dua bahasa tersebut kadang
menjadi semacam keterpaksaan, hal ini mengingat berlakunya UU No. 24 Tahun 2009 Tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan yang mewajibkan
penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap perjanjian.
Untuk menentukan sahnya suatu perjanjian kita dapat mengukurnya lewat pasal 1320
KUHPerdata. Menurut pasal tersebut, syarat sahnya perjanjian meliputi: kata sepakat, kecakapan
para pihak, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam pasal tersebut masalah bahasa
bukanlah syarat sahnya perjanjian, sehingga jika perjanjian dibuat dalam bahasa asing maka
perjanjian tersebut tetap sah.
Namun meskipun sah, Undang-undang No. 24 Tahun 2009 mewajibkan agar setiap perjanjian
dibuat dalam bahasa Indonesia termasuk jika melibatkan pihak asing. Selengkapnya pasal 31
mengatur demikian:
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang
melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia
atau perseorangan warga negara Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan
pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
Menurut pasal diatas, menggunakan bahasa Indonesia dalam perjanjian adalah suatu keharusan,
baik perjanjian yang melibatkan lembaga swasta maupun orang-perorangan Indonesia. Meskipun
bersifat wajib, tapi karena undang-undang tersebut tidak memberikan sanksi atas
pelanggarannya, maka perjanjian yang menggunakan bahasa asing (atau bahasa Inggris) tetap
sah dan tidak dapat dibatalkan.
Dalam praktek, kekhawatiran atas ketidakabsahan perjanjian berbahasa asing tetap tak dapat
dipungkiri. Pasal 31 tersebut, misalnya, dapat digunakan oleh salah satu pihak dalam perjanjian
yang beritikad tidak baik untuk menghindari kewajibannya, atau untuk membatalkan perjanjian
secara sepihak dengan dalil perjanjiannya tidak sah karena tidak menggunakan bahasa Indonesia.
Sebagai jalan tengah, demi menghindari adanya itikad tidak baik tersebut, atau sekedar untuk
menghindari perbedaan penafsiran karena bahasa, maka tentu akan lebih baik jika setiap
perjanjian dibuat dalam bahasa Indonesia. Namun jika perjanjian itu melibatkan pihak asing,
sebagiknya dibuat secara bilingual dengan kualitas terjemahan yang terbaik yang dapat
menghindari semaksimal mungkin perbedaan penafsiran. (legalakses.com).

Anda mungkin juga menyukai