Anda di halaman 1dari 8

promontorium

Spina ischiadica
ischium
Simfisis pubis
ilium
Os coccygeus
sacrum
PERSIAPAN
Periksa kesiapan dan sterilisasi alat alat
Memberi salam dan anamnesis

Ada dua cara pemasangan atau insersi IUD, yaitu cara dorong dan cara tarik. Cara dorong
digunakan untuk IUD Lippes Loop, sedangkan cara tarik digunakan untuk IUD Copper-T.
Teknik pemasangan IUD lippes loop (cara dorong)
Pasien dipersilahkan berbaring dengan posisi litotomi, tangan ada di samping badan
atau di atas kepala agar kedudukannya lebih santai dan otot tidak tegang
mensterilkan daerah vulva dan sekitarnya, dilakukan asepsis dengan bahan bahan
desinfektan. Agar tidak mudah terkena kontaminasi dari kulit di sekitar alat genitalia
pada saat pemasangan IUD, maka dipasang duk (kain) steril yang berlubang
Spekulum yang ukurannya sesuai dipasang secara hati-hati pada vagina, sampai
porsio dapat ditampakkan dengan jelas. Sekali lagi diamati apakah ada kelainan pada
porsio dan vagina yang merupakan kontra indikasi pemasangan IUD. Rongga vagina
dan permukaan porsio dibersihkan dibersihkan dengan bahan desinfektan.
Dengan hati-hati porsio bagian depan dijepit dengan tenakulum, agar porsio dapat
terfiksasi. Dilakukan sondase rongga rahim denga n sonde rahim, perhatikan
kelengkungan sonde terhadap posisi dan kedudukan uterus (ante atau retrofleksi).
Tujuan melakukan sondase adalah mengetahui arah serta panjang rongga rahim,
sehingga dapat menentukan ukuran IUD yang harus dipasang dan kedudukan elips
penghenti pada inserter.
IUD Lippes Loop yang berbentuk seperti spiral, direndam lebih dahulu dalam bahan
desinfektan (biasanya larutan yodium). IUD diregangkan sehingga hampir lurus dan
dimasukkan ke dalam inserter dari ujung yang menghadap pasien. Secara perlahan,
IUD dalam inserter didorong sedemikian rupa sehingga benang IUD keseluruhannya
masuk ke dalam inserter dan ujung IUD mencapai tepat sejajar dengan ujung inserter
yang menghadap ke arah pasien.
Tangan kiri pemasang memegang pegangan tenakulum. Tabung inserter yang
didalamnya sudah ada IUD dan pendorong Inserter secara halus dimasukkan ke dalam
rongga rahim melalui orifisium uteri eksternum dengan tangan kanan sampai melalui
kanalis servikalis (tidak sampai fundus). Dengan hati-hati IUD didorong dengan
pendorong inserter dan secara bersamaan tabung inserter ditarik perlahan keluar
rongga rahim.
Tenakulum dilepas, dan diperiksa apakah bekas jepitan pada porsio mengeluarkan
darah. Darah yang keluar dari luka bekas jepitan dan keluar dari orifisium uteri
eksternum dibersihkan dengan kasa kering. Benang IUD yang terlalu panjang
dipotong dengan gunting, sehingga benang yang tertinggal terjulur dari orifisium uteri
eksternum sampai kira-kira 2 atau 3 cm dari introitus vagina. Dengan bahan
desinfektan dilakukan desinfeksi pada daerah orifisium uteri eksternum dan luka
bekas tenakulum.
Spekulum dilepas dan sebelum mengakhiri pemasangan, dilakukan pemeriksaan
colok vagina untuk memastikan bahwa seluruh IUD sudah masuk ke dalam rongga
rahim sehingga ujung IUD tidak teraba lagi, serta untuk menempatkan benang IUD
pada forniks anterior vagina agar tidak memberikan keluhan pada suami saat koitus.
Setelah selesai pemasangan ditanyakan pada akseptor, apakah cukup nyaman dan
tidak merasa pusing atau sakit perut yang berlebihan. Awasi juga keadaan umum
akseptor sesudah pemasangan IUD.
TEKNIK PEMASANGAN IUD COPPER-T (CARA TARIK)
Akseptor dipersilahkan berbaring dengan
posisi litotomi, tangan ada di samping badan atau di atas kepala agar kedudukannya
lebih santai dan otot tidak tegang
Untuk mensterilkan daerah vulva dan sekitarnya, dilakukan toilet dengan bahan
bahan desinfektan. Agar tidak mudah terkena kontaminasi dari kulit di sekitar alat
genitalia pada saat pemasangan IUD, maka dipasang duk (kain) steril yang berlubang
Spekulum yang ukurannya sesuai dipasang secara hati-hati pada vagina, sampai
porsio dapat ditampakkan dengan jelas. Sekali lagi diamati apakah ada kelainan pada
porsio dan vagina yang merupakan kontra indikasi pemasangan IUD. Rongga vagina
dan permukaan porsio dibersihkan dibersihkan dengan bahan desinfektan.
Dengan hati-hati porsio bagian depan dijepit dengan tenakulum, agar porsio dapat
terfiksasi. Dilakukan sondase rongga rahim dengan sonde rahim, perhatikan
kelengkungan sonde terhadap posisi dan kjedudukan uterus (ante atao retrofleksi).
Tujuan melakukan sondase adalah mengetahui arah serta panjang rongga rahim,
sehingga dapat menentukan ukuran IUD yang harus dipasang dan kedudukan elips
penghenti pada inserter.
Setelah kemasan dibuka, bagian sayap dari IUD Cu-T dilipat ke arah pangkalnya dan
ikut dimasukkan ke dalam inserter. Cu-T yang terlipat ini harus sesegera mungkin
dipasangkan pada akseptor, agar kedudukannya tidak tidak menetap (terlipat). Lebih
dianjurkan agar pelipatan ini dilakukan pada saat masih ada dalam kemasan atau
kemasan belum dibuka, sehingga lebih menjamin sterilitasnya.
Tangan kiri pemasang memegang pegangan tenakulum. Tabung inserter yang
didalamnya sudah ada IUD dan pendorong inserter secara halus dimasukkan ke dalam
rongga rahim melalui orifisium uteri eksternum dengan tangan kanan. Pada waktu
memasukkan inserter dengan IUD di dalamnya, harus sampai elips penghenti tertahan
oleh serviks uteri, sehingga ujung inserter telah mencapai fundus. Dengan menahan
pendorong inserter, maka IUD dapat dipasang dan tertinggal di dalam kavum uteri.
Tenakulum dilepas, dan diperiksa apakah bekas jepitan pada porsio mengeluarkan
darah. Darah yang keluar dari luka bekas jepitan dan keluar dari orifisium uteri
eksternum dibersihkan dengan kasa kering. Benang IUD yang terlalu panjang
dipotong dengan gunting, sehingga benang yang tertinggal terjulur dari orifisium uteri
eksternum sampai kira-kira 2 atau 3 cm dari introitus vagins. Dengan bahan
desinfektan dilakukan desinfeksi pada daerah orifisium uteri eksternum dan luka
bekas tenakulum.
Spekulum dilepas dan sebelum mengakhiri pemasangan, dilakukan pemeriksaan
colok vagina untuk memastikan bahwa seluruh IUD sudah masuk ke dalam rongga
rahim sehingga ujung IUD tidak teraba lagi, serta untuk menempatkan benang IUD
pada forniks anterior vagina agar tidak memberikan keluhan pada suami saat koitus.
Setelah selesai pemasangan ditanyakan pada akseptor, apakah cukup nyaman dan
tidak merasa pusing atau sakit perut yang berlebihan. Awasi juga keadaan umum
akseptor sesudah pemasangan IUD.

Turunnya kepala dibagi dalam :
1) masuknya kepala dalam pintu atas panggul
Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan
terakhir kehamilan tetapi pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan
dengan fleksi yang ringan. Apabila sutura sagitalis berada di tengah-tengah jalan lahir, tepat
diantara symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan synclitismus.
Pada synclitismus os parietale depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura sagitalis agak
ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati promotorium, maka
dikatakan asynclitismus. Dikatakan asynclitismus posterior, ialah kalau sutura sagitalis
mendekati symphysis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan, dan
dikatakan asynclitismus anterior ialah kalau sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga
os parietale depan lebih rendah dari os parietale belakang. Pada pintu atas panggul biasanya
kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.

2) majunya kepala
Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan
biasanya baru mulai pada kala II. Pada multipara sebaliknya majunya kepala dan masuknya
kepala dalam rongga panggul terjadi bersamaan. Majunya kepala ini bersamaan dengan
gerakan-gerakan yang lain yaitu : fleksi, putaran paksi dalam, dan ekstensi.
b. Fleksi
Dengan majunya kepala biasanya fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah
dari ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambah fleksi ialah bahwa ukuran kepala yang
lebih kecil melalui jalan lahir: diameter suboksipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan
diameter suboksipito frontalis (11 cm). Fleksi ini disebabkan karena anak didorong maju dan
sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks, dinding panggul atau
dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini adalah terjadinya fleksi karena moment yang
menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.

c. Putaran paksi dalam
Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian
rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah symphisis.
Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan
bagian inilah yang akan memutar ke depan dan ke bawah symphysis. Putaran paksi dalam
mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk
menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan
pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam bersamaan dengan majunya kepala dan tidak
terjadi sebelum kepala sampai Hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar
panggul.


d. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah ekstensi atau
defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Pada
kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesak nya ke bawah dan satunya disebabkan
tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Setelah suboksiput tertahan pada pinggir
bawah symphysis akan maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan
suboksiput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi,
hidung, mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat
pemutaran disebut hypomochlion.


e. Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk
menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut
putaran restitusi (putaran balasan = putaran paksi luar). Selanjutnya putaran dilanjutkan
hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber isciadicum sepihak. Gerakan yang terakhir
ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter
biacromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul.

f. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomoclion
untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh
badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.

Anda mungkin juga menyukai