Nanda Siti Adi Utami 13803244014 Pendidikan Akuntansi 2013 C
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, (2011) indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI di katakan tinggi jika mencapai 0,95-1, kategori medium 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Dalam lingkup wilayah Asia, Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang ada di peringkat ke-34. Brunei Darussalam masuk kelompok pencapaian tertinggi bersama dengan Jepang yang mencapai nomor satu di Asia. Tetapi Indonesia masih jauh lebih baik dari Filiphina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109) (UNESCO, 2011). Dengan melihat keadaan Indonesia yang demikian memprihatinkan, perlu adanya perubahan yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia agar dapat bangkit dari keterpurukan pendidikan. Di Indonesia sendiri terdapat banyak instansi-instansi yang bergerak dalam bidang pendidikan. Tidak sedikit pula jumlah sekolah serta perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Akan tetapi, pada kenyataannya jumlah tersebut masih belum bisa menjadikan Indonesia berada pada peringkat pertama di dunia bahkan di Asia. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, SDM di Indonesia telah mencukupi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berpendidikan. Akan tetapi jumlah SDM yang banyak tersebut tidak di imbangi dengan kualitas manusianya. Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 2
Saat ini, Finlandia merupakan negara dengan pendidikan terbaik di dunia. Kesuksesan pendidikan Finlandia cukup unik karena pendidikan disana bertolak belakang dengan cerita dari negara-negara lain yang juga dikenal sukses seperti Korea Selatan, Cina dan Singapura. Di Finlandia tidak ada tes standarisasi, siswa- siswa tidak stres dalam belajar, guru-guru mengajar dengan metode-metode mutakhir dan progresif, jumlah hari bersekolah yang relatif lebih sedikit, usia masuk sekolah yang konvensional (mulai 7 tahun), dan layanan pendidikan berkualitas terjamin secara gratis untuk semua anak tanpa pandang bulu. Tidak salah jika Finlandia menjadi langganan contoh sukses dalam berbagai wacana reformasi pendidikan dimana saja saat ini (Syahril, 2013). Finlandia menggunakan filsafat pendidikan yang menyatakan setiap orang memiliki sesuatu untuk disumbangkan dan mereka yang mengalami kesulitan di mata pelajaran tertentu semestinya tidak ditinggalkan. Suatu taktik yang diterapkan dalam hampir setiap mata pelajar adalah pengerahan guru bantu yang ditugasi untuk membantu murid yang mengalami kesulitan di mata pelajaran tertentu. Meski demikian, siswa ditempatkan dalam ruang kelas yang sama, tanpa memandang kemampuan mereka dalam pelajaran tersebut (Yuwanto, 2012). Penekanan pada standarisasi tidak terjadi pada sistem pendidikan di Finlandia karena standarisasi berlawanan dengan kreatifitas. Mereka percaya bahwa semakin standarisasi ditekankan, semakin sempit ruang untuk berkreatifitas. Tidak heran mata pelajaran favorit di Finlandia adalah kerajinan tangan, terutama kerajinan kayu (woodwork). Selain itu guru-guru di Finlandia sangat menekankan pentingnya waktu bermain bagi anak. Prinsipnya dalam 1 jam, 45 menit dialokasikan untuk belajar, dan 15 menit untuk bermain bebas sesuai kehendak anak. Guru-guru Finlandia berpendapat bahwa bermain membantu perkembangan kognitif, afektif dan sosial, serta membantu performa akademik. Karena itu waktu istirahat sangat banyak di sekolah-sekolah Finlandia bahkan hingga sekolah menengah atas (Syahril, 2013). Pendidikan di Finlandia murni sebagai public good, yang berarti bahwa investasi berasal dari publik melalui pajak, dan manfaat hasil pendidikan dinikmati oleh publik juga. Pendidikan di Finlandia gratis dari sekolah dasar hingga program doktoral. Hanya 4% dari keseluruhan institusi pendidikan di Finlandia yang tidak didanai oleh pemerintah melalui dana pajak. Walaupun gratis, pemerintah Finlandia berkomitmen untuk menjamin kualitas tinggi pada Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 3
semua sekolah tanpa kecuali. Ini berlaku bagi siswa dari keluarga miskin atau kaya, di desa maupun di kota, di daerah yang jarang penduduknya maupun yang rapat penduduknya. Semua dijamin akses layanan pendidikan berkualitas. Komitmen ini dijaga dengan baik walaupun sudah lebih dari 20 menteri pendidikan berganti sejak reformasi pendidikan Finlandia diluncurkan di tahun 1970 (Syahril, 2013). Berkebalikan dengan Finlandia, Indonesia sama sekali tidak mempraktekan apa yang telah Finlandia lakukan dalam sistem manajemen pendidikannya. Di Indonesia masi menekankan pada kebijakan-kebijakan kompetisi, standarisasi pendidikan, ujian nasional, dan privatisasi pendidikan. Kebijakan inilah yang menjadi kendala Indonesia untuk dapat meningkatkan mutu pendidikannya. Apabila Indonesia bisa menerapkan sistem manajemen pendidikan seperti di Finlandia maka bisa jadi mutu pendidikan di Indonesia akan jauh lebih baik dan tidak menutup kemungkinan untuk bisa menyamai Finlandia atau setidaknya berada satu peringkat di bawah Finlandia. Untuk memperbaiki mutu pendidikan yang ada, saat ini pemerintah sedang berusaha untuk memperbaiki tatanan sistem manajemen pendidikannya. Tujuan diadakannya manajemen pendidikan sendiri adalah agar suatu kegiatan pendidikan dapat berjalan secara terencana dan sistematis. Engkoswara & Komariah (2010) menyatakan bahwa manajemen dilakukan agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan dapat di evaluasi secara benar, akurat, dan lengkap sehingga mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif dan efisien. Pemerintah juga telah mencanangkan adanya wajib belajar 9 tahun. Diharapkan dengan di wajibkannya belajar 9 tahun peserta didik dapat memperoleh ilmu yang cukup untuk kelangsungan masa depannya. Mengacu pada cita-cita bangsa dan negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, maka di bentuklah sistem Pendidikan Nasional. Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia adalah mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman, takwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas: 2013). Dalam UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3, fungsi dari pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencedaskan kehidupan Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 4
bangsa. Berdasarkan apa yang telah pemerintah rencanakan dapat disimpulkan bahwa pemerintah mengharapkan adanya peningkatan kualitas peserta didik di Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah suatu hal yang mudah, banyak aspek yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan serta banyak hal yang harus dilakukan agar tujuan pemerintah tersebut dapat terealisasikan dengan. Untuk mempermudah tujuan pemerintah tersebut maka seluruh warga Indonesia terutama peserta didik dan pendidik yaitu guru harus berupaya penuh untuk mencapai hal tersebut. Untuk mendapatkan generasi muda yang berkualitas perlu adanya tingkat mutu pendidikan yang baik. Mutu pendidikan yang baik dapat diperoleh dari sistem manajemen pendidikan yang baik terencana dan berkualitas. Pemerintah mengharapkan adanya perbaikan mutu pendidikan di Indonesia agar tercipta generasi-generasi muda penerus bangsa yang baik dan berkualitas. Mutu sebuah pendidikan akan sangat berpengaruh untuk kehidupan masa depan baik bagi peserta didik maupun bagi keluarga dan lingkungan. Dengan adanya mutu pendidikan yang baik akan tercipta banyak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Apabila mutu pendidikan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan dan di harapkan oleh pemerintah sebelumnya maka bisa jadi akan banyak generasi muda penerus bangsa yang tidak bisa berbuat banyak untuk kelangsungan negaranya, keluarganya, lingkungannya, bahkan untuk kelangsungan hidupnya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa mutu pendidikan yang baik bisa didapatkan melalui adanya manajemen pendidikan yang baik dalam sistem pendidikan yang ada. Sistem manajemen pendidikan di Indonesia saat ini menggunakan kurikulum 2013 yang menekankan pada pendidikan karakter. Filosofi Kurikulum 2013 : UU Sisdiknas Pasal 1 Butir 1 dan 2 : Hakikat Pendidikan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kompetisi yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Winataputra, 2014) Karakter merupakan sifat bawaan maupun bentukan dari lingkungan sekitar yang dimiliki oleh seseorang. Karakter seseorang mulai terbentuk sejak ia masih kanak-kanak, pembentukan karakter dapat dilakukan dengan berbagai macam hal, mulai dari hal kecil sampai ke hal yang besar. Adanya penekanan pendidikan karakter di kurikulum 2013 diharapkan mampu untuk mendorong adanya Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 5
perbaikan mutu pendidikan di Indonesia serta perbaikan kualitas generasi penerus bangsa di Indonesia dalam hal karakter serta moral bangsa Indonesia. Pendidikan karakter yang saat ini dicanangkan oleh pemerintah merupakan salah satu bagian dari sistem manajemen pendidikan yang diberlakukan. Walaupun sebenarnya manajemen pendidikan yang dijalankan di setiap jalur maupun jenjang pendidikan di Indonesia tidak sama namun diharapkan dengan adanya pembentukan kurikulum yang terkonsep akan meningkatkan mutu pendidikan pada sertiap jalur maupun jenjang pendidikan yang ada di Indonesia. Manajemen pendidikan yang baik tidak hanya bertumpu pada aspek pendidik akan tetapi juga pada seluruh bagian dari jalur dan jenjang pendidikan yang ada. Sistem manajemen yang baik akan mewujudkan mutu pendidikan sekolah yang baik dan meningkatkan kualitas pendidikan serta kualitas peserta didik yang baik dan bermatabat. Sementara itu saat ini Indonesia memiliki beberapa masalah yang dihadapi antara lain, disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nila-nilai Pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ancaman disintegrasi bangsa serta melemahnya kemandirian bangsa. Hal-hal tersebut diatas bisa menjadikan bangsa Indonesia semakin terpuruk dan akan selalu menjadi negara berkembang. Untuk itu perlu adanya perbaikan dalam berbagai aspek terutama pada aspek pendidikan. Dalam hal inilah manajemen pendidikan yang baik sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia agar masalah- masalah tersebut dapat terselesaikan. Oleh sebab itu diharapkan pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 mampu memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Menurut Winataputra (2014) bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya dan berorientasi IPTEK berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila seluruh generasi penerus bangsa memiliki karakter tersebut maka negara Indonesia tidak lagi akan menjadi negara berkembang tetapi menjadi negara maju. Mutu pendidikan akan maju ketika sistem manajemen pendidikan yang ada terbentuk secara sistematis dan terstruktur. Deming (1982) mengatakan bahwa untuk membangun sistem mutu harus selalu dilakukan perbaikan mutu secara Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 6
terus menerus (continuous quality improvment) (Engkoswara & Komariah, 2010). Setiap level dalam usaha peningkatan mutu pendidikan harus tersusun rapi dimulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pendidikan. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya maka penulis merumuskan masalah untuk karya tulis ini yaitu, Bagaimana Pengaruh Sistem Manejemen Pendidikan Terhadap Mutu Pendidikan?
B. Sistem Manajemen Pendidikan 1. Konsep Dasar Manajemen Pendidikan 1.1 Pengertian Manajemen Pendidikan Manajemen pendidikan merupakan suatu rangkaian kegiatan berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia dalam organisasi pendidikan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien (Arikunto, 2012). Manajemen pendidikan merupakan bentuk kerja sama personel pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan umum yang akan dicapai dalam kerja sama itu adalah pembentukan murid sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tingkat perkembangannya pada usia penididikan (Suryosubroto, 2010). Sedangkan menurut Engkoswara & Komariah (2010), secara sederhana manajemen pendidikan adalah suatu lapangan dari studi dan praktik yang terkait dengan studi pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber secara efisien untuk mencapai tujuan secara efektif. 1.2 Fungsi Manajemen Pendidikan Ada empat fungsi manajemen pendidikan yang dikemukakan oleh George R Terry yaitu, Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (Engkoswara & Komariah, 2010). Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai fungsi manajemen pendidikan oleh beberapa ahli: (1) Planning (Perencanaan): membuat keputusan mengenai arah yang akan dituju, tindakan yang akan diambil, sumber daya yang akan diolah dan Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 7
teknik/metode yang dipilih untuk digunakan (Engkoswara & Komariah, 2010); (2) Organizing (Pengorganisasian): proses mengatur, mengalokasikan, dan mendistribusikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya di antara anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Engkoswara & Komariah, 2010); (3) Actuating (Pengarahan): dilakukan oleh pimpinan untuk memberikan penjelasan, petunjuk, serta bimbingan kepada orang-orang yang menjadi bewahannya sebelum dan selama melaksanakan tugas (Suharsimi & Lia, 2012); (4) Controlling (Pengendalian) (Murdick): penentuan standar, supervisi, dan mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standar dan memeberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi tercapai (Fattah, 2013) 1.3 Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan 1.3.1 Menurut Wilayah Kerja Terdapat lima ruang lingkup manajemen pendidikan menurut wilayah kerjanya yaitu, Manajemen Pendidikan Seluruh Negara, Manajemen Pendidikan Satu Provinsi, Manajemen Pendidikan Satu Kabupaten/Kota, Manajemen Pendidikan Satu Unit Kerja, serta Manajemen Kelas. Berikut adalah pengertian dari kelima ruang lingkup manajemen pendidikan menurut wilayah kerjanya (Arikunto & Yuliana, 2010): (1) Manajemen Pendidikan Seluruh Negara: Yaitu manajemen pendidikan untuk urusan nasional yang menangani bukan hanya pelaksanaan pendidikan disekolah saja tetapi juga pendidikan diluar sekolah, penyelenggaraan latihan, penelitian, dan pengembangan masalah-masalah pendidikan serta meliputi kebudayaan dan kesenian; (2) Manajemen Pendidikan Satu Provinsi: Yaitu manajemen pendidikan yang meliputi wilayah kerja sati provinsi yang pelaksanaannya dibantu lebih lanjut oleh petugas manajemen pendidikan di kabupaten dan kecamatan. Ex : Dinas Pendidikan Provinsi; (3) Manajemen Pendidikan Satu Kabupaten/Kota: Meliputi wilayah kerja satu kabupaten/kota meliputi semua urusan pendidikan berdasarkan jenis dan jenjang; Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 8
(4) Manajemen Pendidikan Satu Unit Kerja: Unit kerja yang langsung menangani pendidikan (sekolah dan kursus-kursus); (5) Manajemen Kelas: Dapur inti dari seluruh jenis manajemen pendidikan. Ada pengelolaan kelas instruksional maupun manajerial. 1.3.2 Objek Garapan Menurut objek garapannya ruang lingkup manajemen pendidikan dibedakan menjadi sembilan antara lain, Manajemen Siswa/Peserta Didik, Manajemen Tenaga Kependidikan, Manajemen Kurikulum, Manajemen Sarana/Material, Manajemen Tatalaksana Pendidikan/Ketatausahan Sekolah, Manajemen Pembiayaan (Anggaran), Manajemen Lembaga-Lembaga Pendidikan dan Organisasi Pendidikan, Manajemen Hubungan Masyarakat (Komunikasi Pendidikan) serta Manajemen Supervisi Pendidikan. Berikut adalah sedikit penjelasan mengenai ruang lingkup manajemen pendidikan menurut objek garapan (Arikunto & Yuliana, 2010): (1) Manajemen Siswa/Peserta Didik: merupakan kegiatan pencatatan siswa dari penerimaan sampai saat siswa meninggalkan sekolah disebabkan tamat atau sebab lain. Pencatatan peserta didik dimulai dari saat penerimaan peserta didik, pembinaan bakat dan minat, layanan khusus, mutasi peserta didik, serta pencatatan data peserta didik. (2) Manajemen Tenaga Kependidikan (Personel): segenap proses penataan yang bersangkut paut dengan masalah memperoleh dan menggunakan tenaga kerja (edukatif dan administratif) untuk di sekolah dengan efisien demi tercapainya tujuan sekolah. Jenis dari tenaga kependidikan antara lain, kepala sekolah, guru (kelas, agama, penjaskes, muatan lokal), tenaga administrasi/TU, penjaga sekolah/kebersihan, serta tenaga fungsional lain (guru BK, laboran, pustakawan, dan teknisi) (3) Manajemen Kurikulum: Proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi belajar-mengajar. (4) Manajemen Sarana Pendidikan (Material): segenap proses penataan yang berkaitan dengan pengadaan, pendayagunaan, dan pengelolaan sarana pendidikan agar tercapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien. Menururt Arikunto, sarana pendidikan ialah semua fasilitas yang diperlukan Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 9
dalam proses belajar mengajar yang bergerak maupun tidak. Sarana pendidikan: alat pelajaran, alat peraga dan media pengajaran. (5) Manajemen Ketatalaksanaan Pendidikan (Ketatausahaan): disebut sebagai administrasi tata usaha, yakni segenap proses kegiatan pengelolaan surat-menyurat yang dimulai dari menghimpun, mencatat, mengelola, mengadakan, mengirim dan menyimpan semua bahan keterangan yang diperlukan organisasi. (6) Manajemen Pembiayaan (Anggaran): merupakan kegiatan pengelolaan yang meliputi penataan sumber, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan. (7) Manajemen Lembaga-Lembaga Pendidikan dan Organisasi Pendidikan: sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah semestinya mempunyai organisasi yang baik agar tujuan pendidikan tercapai sepenuhnya. Tugasnya adalah mengorganisasikan segenap lembaga pendidikan yang termasuk diantaranya adalah pengolahan fungsi kepemimpinan. (8) Manajemen Hunbungan Masyarakat Sekolah dengan Masyarakat: merupakan kegiatan penataan yang berkaitan dengan kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat yang dimaksudkan untuk menunjang proses belajar-mengajar di sekolah. Masyarakat disini adalah orang tua murid, badan/lembaga pemerintah, masyarakat pada umumnya yang berada di sekitas sekolah dan/atau terkait dengan sekolah. (9) Manajemen Supervisi Pendidikan: pengawasan/supervisi diperlukan untuk mengelola bekerjanya setiap komponen pendidikan ke arah pencapain tujuan. Diharapkan mampu membantu tercapai tujuan pendidikan secara efisien khususnya melalui pembinaan profesionalitas guru. 1.4 Tujuan Manajemen Pendidikan Menurut Engkoswara & Komariah (2010) dilakukannya manajemen agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan dapat di evaluasi secara benar, akurat, dan lengkap sehingga mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif dan efisien. Produktif: output > input ; Kualitas: output kebutuhan/harapan ; Efektif: Doing the right things ; Efisien: Doing things right
Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 10
C. Mutu Pendidikan 1. Pengertian Mutu Pendidikan Menurut Tom Peter dan Nancy Austin, dalam bukunya A Passion for Excellence, mutu merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri (Musbikin, 2013). Dalam pandangan Umaedi (2004), mutu dapat diartikan sebagai derajat keunggulan suatu barang atau jasa dibandingkan dengan yang lain. Mutu dapat bersifat abstrak, misal dalam cara hidup yang bermutu, sikap hidup yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianggap luhur dan sangat dihormati. Mutu dalam pendidikan dapat ditunjau dari segi relevansinya dengan kebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan seseorang di dalam mengatasi berbagai pesoalan hidup (Umaedi, dkk, 2011). Mutu dalam konteks pendidikan, pengertiannya meliputi input, proses, dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia untuk berjalannya suatu proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan output merupakan hasil dari proses. Dalam konteks pendidikan mikro (tingkat sekolah) yang dimaksud dengan proses adalah pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring serta evaluasi. Sedangkan output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah (Musbikin, 2013). Mutu manajemen pendidikan tergambar dari setiap level proses mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pendidikan menjadi satu kesatuan utuh dan dilakukan sebaik mungkin secara terus menerus, dari awal sudah dimulai dengan benar, menghindari kesalahan, cermat, dan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada customer (Engkoswara & Komariah, 2010). 2. Dasar-dasar Program Mutu Pendidikan Menurut Nana Syaodih Sukamadinata dan kawan-kawan, untuk melaksanakan suatu program mutu diperlukan dasar-dasar yang kuat, yakni : Pertama, komitmen pada perubahan. Pada intinya, peningkatan mutu adalah melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih berbobot. Kedua, Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 11
pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada. Banyak kegagalan perubahan yang terjadi karena melakukan sesuatu yang belum jelas (Musbikin, 2013). Ketiga, mempunya visi yang jelas terhadap masa depan. Perubahan yang dilakukan hendaknya dilakukan bedasarkan visi tentang perkembangan, tantangan, kebutuhan, masalah dan peluang yang akan dihadapi oleh pimpinan atau seorang inovator, kemudian dikenalkan kepada orang-orang yang akan terlibat dalam perubahan tersebut. Visi dapat menjadi pedoman yang akan membimbing tim dalam perjalanan pelaksanaan program peningkatan mutu. Keempat, mempunyai rencana yang jelas, sebuah tim menyusun rencana yang jelas dengan mengacu pada visi (Musbikin, 2013). 3. Prinsip dan Pendekatan Mutu Pendidikan 3.1 Prinsip Mutu Pendidikan Menurut Sukmadinata (Musbikin, 2013) dalam menerapkan mutu pendidikan perlu memegang beberapa prinsip diantaranya: a. Peningkatan mutu pendidikan menuntut kepemimpinan profesional dalam bidang pendidikan.; b. Peningkatan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan; c. Uang bukan kunci utama dalam usaha peningkatan mutu; d. Kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen pada perubahan; e. Profesional pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam menyiapkan siswa menuju pasar kerja global; f. Peningkatan mutu dapat dicapai melalui perubahan yang berkelanjutan. Selanjutnya, untuk merealisasikan sistem manajemen pendidikan yang bermutu, Deming (1982) mengembangkan prinsip manajemen yang terkenal dengan 14 butir Prinsip Manajemen Deming: a. Ciptakan tujuan yang mantab demi perbaikan produk dan jasa, dengan tujuan menjadi lebih kompetitif dan tetap dalam bisnis serta memberikan lapangan kerja; b. Adopsi filosofi baru; c. Hentikan ketergantungan pada inspeksi massal untuk memperoleh mutu; d. Akhiri kebiasaan bisnis hanya berdasarkan harga, sebaliknya minimumkan biaya total; e. Perbaiki sistem produksi dan jasa secara konstan dan terus menerus hingga dapat mengurangi biaya: f. Lembagakan kepemimpinan yang mampu menampilkan perilaku yang mendorong staf bekerja lebih produktif; h. Hilangkan rasa takut dalam bekerja sehingga setiap orang dapat bekerja lebih produktif; i. Pecahkan hambatan diantara departemen; j. Hilangkan slogan, desakan-desakan, dan Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 12
target untuk mencapai kerusakan nol dan tingkatkan produktifitas baru yang lebih tinggi; k. Hilangkan kuota numerik; l. Hilangkan hambatan terhadap kebanggaan ketrampilan kerja; m. Lembagakan program pendidikan dan pengembangan diri secara serius; n. Lakukan tindakan untuk melakukan transformasi (Engkoswara & Komariah, 2010). 3.2 Pendekatan Mutu Pendidikan Berikut ini adalah beberapa Pendekatan Mutu Pendidikan menurut Musbikin (2013); a. School review, model ini adalah sebuah proses dimana seluruh komponen sekolah bekerjasama khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional untuk mengevaluasi efektifitas sekolah. School review dipergunakan untuk menjawab pertanyaan (1) apakah yang dicapai sekolah sesuai dengan harapan orang tua siswa dan siswa sendiri. (2) bagaimana prestasi yang telah dicapai peserta didik. (3) faktor apa yang menghambat upaya untu meningkatkan mutu. (4) apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah . b. Benchmarking, pendekatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam periode tertentu. Standar dapat ditentukan berdasarkan keadaan realita yang ada di sekolah. Pertanyaan mendasar yang dapat dijawab oleh benchmaking antara lain: (1) seberapa besar kondisi kita. (2) harus menjadi seberapa baik. (3) bagaimana untuk mencapai yang baik. Langkah- langkah yang dilaksanakan adalah menentukan fokus, menentukan aspek, variabel atau indikator, menentukan standar, menetukan kesenjangan yang terjadi, membandingkan standar dengan kondisi kita, merencanakan target untuk mencapai standar, serta merumuskan sasaran-sasaran program untuk mencapai target. c. Quality anssurance, teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagai mana mestinya. Dengan pendekatan ini akan diketahui deviasi (penyimpangan) yang terjadi pada proses. Implikasi dari proses quality anssurance akan menghasilkan informasi sebagai berikut; (1) merupakan umpan balik (feedback) bagi sekolah; (2) memberikan jaminan bagi orang tua siswa bahwa sekolah senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi siswa. Untuk melaksanakan quality anssurance maka lembaga pendidikan harus menekankan pada kualitas hasil belajar, hasil kerja siswa yang dipantau secara terus menerus. Informasi dari lembaga terus Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 13
dikumpulkan dan dianalisis untuk memperbaiki proses yang berjalan, dan semua pihak mulai dari kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua siswa harus memiliki komitmen untuk bersama-sama mengevaluasi kondisi sekolah yang kritis dan berupaya untuk memperbaikinya. d. Quality control, merupakan sistem yang mendeteksi adanya penyimpangangan kualitas output yang tidah sesuai dengan standar. Standar kualitas digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui maju mundurnya sekolah. Metode ini tidak hanya bisa digunakan pada lembaga tetapi juga untuk sub-sub mata pelajaran dalam rangka penjaminan mutu dan kualitas peserta didik dalam bidang kependidikan, guna mewujudkan mutu pendidikan secara holistik atau totalitas. 4. Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan Menurut Ace Suryadi (1996), tantangan mutu pendidikan masa depan terletak pada infrastruktur pendidikan yang merata dan masalah SDM. Kedua hal tersebut sampai saat ini masih menjadi kendala untama peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Secara eksplisit mutu pendidikan rendah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, masih rendahnya kompetensi pendidikan, terbatasnya sarana prasarana, kurangnya strategi pengembangan, kurangnya optimalisasi implementasi program pendidikan yang dibuat sekolah, kurang efektifnya program pengawasan dan evaluasi yang dilakukan (Musbikin, 2013). Selain itu faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yang lain adalah kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak konsisten. Pendekatan ini hanya mengutamakan output pendidikan tanpa memperhatikan proses, penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sentralistik, peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim terbatas pada penyelenggaraan bantuan dana saja. Hal ini akan menyebabkan lembaga tersebut ditinggalkan oleh masyarakat, oleh sebab itu peran serta masyarakat harus ditingatkan (Musbikin, 2013). Hanafiah (1994) menjelaskan mengenai masalah lain yang dihadapi dalam pelaksanaan peningkatan mutu pendidikan yaitu; Pertama, sikap mental pengelola pendidikan baik yang memimpin maupun yang dipimpin. SDM bergerak karena perintah atasan bukan karena rasa tanggungjawab. Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 14
Sedangkan pemimpin tidak memberi kepercayaan, tidak membebaskan berinisiatif serta mendelegasikan wewenang. Kedua, tidak ada tindak lanjut dari evaluasi program. Ketiga, gaya kepemimpinan yang tidak mendukung. Keempat, tidak adanya rasa memiliki pada para pelaksana pendidikan (Musbikin, 2013). 5. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Di Sekolah Strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan antara lain; Pertama, peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Peningkatan profesionalisme dapat ditempuh dengan 3 program; (1) program pre-service education yaitu, program pendidikan prajabatan yang ditempuh oleh calon guru. Program ini dimaksudkan untuk membekali calon guru dan memperbaiki mutu guru. (2) program inservice education dan (3) inservice training. Kedua program ini dilakukan ketika guru telah berada dalam posisi pengajar. Keduanya ditempuh melalui pendidikan tambahan dan pelatihan. Langkah nyata dalam pengembangan profesionalisme guru antara lain; (1) penataran, (2) kursus-kursus kependidikan, (3) memperbanyak membaca serta (4) studi banding ke sekolah-sekolah lain. Program-program tersebut harus dijalankan secara sistematis dan terkontrol serta direncanakan secara matang. Peningkatan profesionalisme guru tidak bisa hanya menjalankan program-program tersebut satu atau dua kali. Untuk menunjang pengembangan profesionalisme guru tersebut di atas, sekolah perlu untuk memperhatikan kebutuhan dasar guru, antara lain; (1) kebutuhan psikologis, (2) kebutuhan rasa aman, (3) kebutuan sosial, (4) kebutuhan harga diri, serta (5) kebutuhan aktualisasi diri (Musbikin, 2013). Kedua, Peningkatan Materi. Usaha yang mungkin dilakukan antara lain; (1) menambah jam pelajaran, (2) pengorganisasian materi, serta (3) menyesuaikan tingkat materi pendidikan dengan kemampuan siswa serta waktu yang tersedia. Ketiga, peningkatan pemakaian metode. Dalam menyampaikan materi guru perlu memperhatikan metode penyampaiannya, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain; (1) selalu berorietasi pada tujuan, (2) tidak terikat pada satu alternatif saja, (3) mengkombinasikan berbagai metode dan (4) berganti-ganti metode (Musbikin, 2013). Keempat, peningkatan sarana prasarana. Sarana prasarana adalah alat, metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 15
komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sarana prasarana antara lain; (1) mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan., (2) mengerti menggunakan media pendidikan secara tepat, (3) pembuatan alat atau media harus mudah dan sederhana, serta (4) memilih media yang tepat sesuai tujuan dan isi materi yang diajarkan. Kelima, membangkitkan motivasi belajar. Motivasi yang dapat diberikan kepada siswa antara lain; pemberian hadiah, mengadakan persaingan atau kompetisi, selalu mengadakan appersepsi dan evaluasi, memberikan tugas sesuai dengan kemampuan, pemberian pujian, pemberian minat belajar, pemberian hukuman, serta adanya suasana belajar yang menyenangkan (Musbikin, 2013).
D. Pengaruh dari Sistem Manajemen Pendidikan Terhadap Mutu Pendidikan Berdasarkan teori-teori yang telah penulis paparkan sebelumnya dapat di simpulkan bahwa, pada dasarnya sistem manajemen pendidikan berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Dengan adanya sistem manajemen pendidikan yang baik akan menghasilkan mutu pendidikan yang baik pula. Sebaliknya apabila sistem manajemen pendidikan yang dijalankan buruk maka mutu pendidikan yang dihasilkan akan buruk. Dalam usaha peningkatan mutu pendidikan hal utama yang harus dibenahi adalah pada sistem manajemen pendidikannya. Sistem manajemen pendidikan yang baik adalah sistem manajemen yang terstruktur. Sistem manajemen akan menghasilkan mutu yang baik ketika sistem manajemen pendidikan yang berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuan dari sistem manajemen pendidikan tersebut. Serta dapat mewujudkan visi dan misi sekolah. Namun, kenyataannya pada saat ini adalah mutu pendidikan yang ada masih kurang memuaskan. Masih ada beberapa sekolah yang belum mampu menerapkan sistem manajemen pendidikan dengan baik sehingga yang terjadi adalah mutu pedidikan di sekolah tersebut masih kalah dengan mutu pendidikan sekolah lain. Saat ini sekolah-sekolah yang ada hanya memikirkan hasil yang ingin dicapai sehingga melupakan proses. Padahal Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 16
sebenanya proses merupakan suatu hal yang penting dilakukan dan diperhatikan keberlangsungannya. Selain faktor internal sekolah yang berupa keinginan untuk mencapai hasil tanpa memperhatikan proses ada juga faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat mutu suatu sekolah, yaitu kebijakan pemerintah. Faktor tersebut juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan yang ada. Saat ini kebijakan pemerintah yang dijalankan terkesan menjadikan mutu pendidikan yang ada menjadi rendah. Selain itu tidak meratanya infrastruktur serta SDM yang ada menjadikan sekolah semakin sulit untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah mereka. Selain itu keterbatasan sarana prasarana juga menjadi salah satu faktor rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Sarana prasarana yang ada sangat minim untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, SDM yang kurang berkualitas juga menjadikan mutu pendidikan yang ada menjadi semakin rendah. Sistem manajemen pendidikan yang ada saat ini dirasa masih kurang untuk bisa meningkatkan mutu pendidikan yang ada. Pandangan sekolah mengenai pentingnya output membuat mereka menjadi menghalalkan segala cara untuk memperlihatkan bahwa sekolah mereka adalah yang terbaik karena mampu untuk meluluskan banyak peserta didiknya. Namun hal tersebut bukanlah tindakan yang tepat, karena tidak seharusnya suatu penilaian tentang hal yang baik dan yang tidak hanya dilihat dari segi output yang dihasilkan suatu lembaga pendidikan yang ada. Selain tidak meratanya infrastruktur serta kurangnya SDM yang berkualitas, kebijakan sekolah mengenai peran serta masyarakat masih kurang. Beberapa instansi sekolah yang ada saat ini hanya menjadikan masyarakat sekitar yang ada sebagai sumber bantuan dana. Tetapi dalam hal kegiatan yang lain peran serta masyarakat masih kurang. Telah di jelaskan sebelumnya bahwa Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak konsisten. Pendekatan ini hanya mengutamakan output pendidikan tanpa memperhatikan proses, penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sentralistik, peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim terbatas pada penyelenggaraan bantuan dana saja. Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 17
Masyarakat sekitar yang ada hanya Dimanfaatkan oleh pihak sekolah terkait untuk mencari sumber dana penghidupan untuk menjalankan sekolah. Prinsip peningkatan mutu pendidikan sendiri bukanlah terletak pada banyaknya jumlah uang yang ada, akan tetapi lebih pada komitmen perubahan yang berkelanjutan. Nana Syaodih mengemukakan bahwa perubahan yang ada harus menuju ke arah yang lebih baik dan lebih berbobot. Selanjutnya adalah memahami dengan jelas mengenai kondisi yang ada, yang banyak terjadi saat ini adalah kegagalan perubahan karena melakukan sesuatu yang belum jelas. Dalam peningkatan mutu pendidikan juga perlu untuk membuat visi yang jelas menuju masa depan. Perubahan yang ada hendaknya dilandaskan pada perkembangan, tantangan, kebutuhan, masalah dan peluang yang akan dihadapi oleh pimpinan atau seorang inovator, kemudian diperkenalkan kepada mereka yang terlibat dalam perubahan tersebut. Kemudian adalah mengembangkan rencana masa depan dengan berpedoman pada visi yang ada sebelumnya. Tidak hanya pemerintah dan lembaga pendidikan yang berperan penting dalam peningkatan mutu pendidikan yang ada saat ini. Peserta didik memegang peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan yang ada saat ini. Tidak hanya pemerintah dan lembaga pendidikan terkait yang harus mewujudkan mutu pendidikan yang berkualitas, akan tetapi peserta didik juga harus membantu mewujudkan mutu pendidikan yang berkualitas. Peran peserta didik menjadi penting karena kesuksesan peserta didik nantinya juga akan menjadi tolak ukur dalam penilaian mutu pendidikan. Akan tetapi peserta didik disini tidak hanya dinilai dari seberapa banyak peserta didik yang lulus atau berhasil menyelesaikan sekolah meraka. Tetapi juga melihat dari proses peserta didik selama mereka menjalankan aktivitas di sekolah. Penilaiaan peserta didik yang baik tidak hanya dari nilai-nilai ulangan mereka di sekolah akan tetapi juga bagaimana tingkahlaku serta sopan santun mereka di sekolah. Saat ini pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada dengan berbagai cara. Salah satunya adalah memperbaiki kurikulum sebelumnya dengan kurikulum yang baru dengan menambahkan pendidikan karakter guna membentuk karakter peserta didik untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan sekolah. Dengan adanya Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 18
peserta didik yang berkarakter dan beretikat baik diharapkan peningkatan mutu pendidikan akan semakin membaik. Perbaikan kurikulum yang dilakukan pemerintah dimaksudkan agar mutu pendidikan semakin berkualitas. Namun tidak selamanya pergantian kurikulum itu berdampak baik, terlebih apabila kurikulum tersebut selalu berganti ganti hanya dalam jangka waktu yang dekat. Hal yang demikian akan menyebabkan sistem manajemen pendidikan yang ada kurang teratur dan kurang sistematis. Seharusnya pemerintah meniru bagaimana sistem manajemen pendidikan yang ada di negara-negara maju. Pemerintah belajar bagaimana negara- negara tersebut dapat maju dan menghasilkan banyak sumber daya manusia yang berkualitas serta belajar bagaimana sistem manajemen negara tersebut memiliki mutu yang tinggi dan pada akhirnya menghasilkan sumber daya manusia yang siap bersaing. Selain perubahan kurikulum dengan menekankan pada pendidikan karakter guna meningkatkan karakter peserta didik, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pendidikan bagi calon guru yaitu PPG (Pendidikan Profesi Guru). Kebijakan tersebut bertujuan untuk mempersiapkan calon- calon guru yang profesional dan siap kerja. Akan tetapi kebijakan pemerintah tersebut masih mendapat pro dan kontra dari masyarakat terutama mahasiswa pendidikan. Hal tersebut terjadi karena PPG ini tidak hanya diperuntukan khusus untuk lulusan S1 jurusan pendidikan akan tetapi juga diperuntukan bagi lulusan S1 non kependidikan. Sehingga kebijakan pemerintah tersebut belum diterima sepenuhnya oleh mahasiswa calon guru. Banyak yang berpendapat bahwa seharusnya kebijakan pemerintah mengenai PPG saat ini harus di ubah. Perubahan yang diharapkan adalah PPG khusus hanya diperuntukan bagi lulusan S1 jurusan pendidikan yang notabene telah mengantongi dasar-dasar mengenai manajemen pendidikan. Apabila PPG tidak di khususkan bagi lulusan kependidikan maka bisa saja yang terjadi adalah semakin berkurangnya animo calon penerus bangsa untuk menjadi seorang pendidik. Hal tersebut di karenakan semakin besarnya persaingan yang ada serta tingginya biaya kuliah untuk melanjutkan PPG. Pada dasarnya kebijakan PPG merupakan langkah tepat untuk mencetak calon-calon pendidik yang baik dan berkualitas. Karena PPG disini bertujuan untuk memperdalam ilmu kependidikan yang telah di dapatkan para calon Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 19
guru sebelumnya. Namun, dengan peraturan PPG yang ada banyak mahasiswa calon guru menjadi urung untuk melanjutkan kependidikan mereka ke PPG. Hal yang demikian akan mempengaruhi kuantitas guru di masa mendatang. Bisa jadi banyak bertebaran para pendidik yang hanya bermodal Tau tetapi tidak memiliki profesionalitas serta kemampuan yang memadai untuk menjadi seorang pendidik. E. Kesimpulan Berdasarkan apa yang telah penulis sampaikan maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Manajemen pendidikan merupakan suatu rangkaian kegiatan berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia dalam organisasi pendidikan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien 2. Ada empat fungsi manajemen pendidikan yang dikemukakan oleh George R Terry yaitu, Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling 3. Mutu dapat diartikan sebagai derajat keunggulan suatu barang atau jasa dibandingkan dengan yang lain. Mutu dapat bersifat abstrak, misal dalam cara hidup yang bermutu, sikap hidup yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianggap luhur dan sangat dihormati. Mutu dalam pendidikan dapat ditinjau dari segi relevansinya dengan kebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan seseorang di dalam mengatasi berbagai pesoalan hidup 4. Sistem manajemen akan menghasilkan mutu yang baik ketika sistem manajemen pendidikan yang berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuan dari sistem manajemen pendidikan tersebut. Serta dapat mewujudkan visi dan misi sekolah. 5. Proses merupakan salah satu hal yang penting dan harus diperhatikan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Proses adalah bagian awal dalam tahapan peningkatan mutu pendidikan. Sekolah yang bermutu tidak hanya mementingkan kuantitas output yang dihasilakan akan tetapi juga proses yang ada dalam sistem manajemen pendidikan yang berlangsung. Nanda Siti Adi Utami 13803244014| 20
6. Seluruh komponen dalam suatu sekolah/lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam usaha peningkatan mutu pendidikan yang ada di sekolah. Setiap komponen yang ada saling melengkapi satu sama lain agar peningkatan mutu pendidikan yang ada dapat berjalan lancar. 7. Dengan adanya perbaikan sistem manajemen pendidikan yang ada, maka diharapkan mutu pendidikan di Indonesia akan membaik. Tidak hanya itu, bisa saja suatu saat nanti dengan diperbaikinya mutu pendidikan yang ada, tidak menutup kemungkinan akan menjadikan Indonesia sebagai negara berpendidikan nomor satu di dunia. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2012). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media. Engkoswara. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: ALFABETA. Fattah, N. (2013). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Musbikin, I. (2013). Menjadi Kepala Sekolah Yang Hebat! Riau: ZANAFA PUBLISHING. Suryosubroto. (2010). Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Syahril, I. (2013, Juli 23). Rahasia Reformasi Pendidikan Finlandia. Dipetik Mei 14, 2014, dari Edukasi Kompasiana: http://edukasi.kompasiana.com/2013/07/23/rahasia-reformasi-pendidikan- finlandia-579043.html Umaedi. (2011). Manajemen Bebasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka. Undang-undang Republik Indoesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UNESCO. (2011). EFA Global Monitoring Report 2011. The Hidden Crisis: Armed Conflict and Education, 262-265. Yuwanto, E. (2012, April 10). Rahasia Prestasi Pendidikan di Finlandia. Dipetik Mei 14, 2014, dari Republika: http://m.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/04/12/110746-rahasia- prestasi-di-finlandia Winataputra, Udin. S. (2014). Pendidikan Karakter Untuk Meningkatkan Kualitas Generasi Emas: Konteks Sistemik Kurikulum 2013. Makalah dalam Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi 27 April 2014.