Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Inggris dewasa ini telah memasuki era globalisasi sehingga
mempelajari bahasa Inggris merupakan suatu kewajiban yang mau tidak mau
harus dipahami dan dikuasai. Di Indonesia, bahasa Inggris merupakan bahasa
asing yang diajarkan di sekolah-sekolah atau madrasah mulai dari tingkat dasar
sampai tingkat perguruan tinggi. Kebutuhan akan kompetensi berbahasa Inggris
ini semakin tinggi mengingat perkembangan dan globalisasi dunia saat ini.
Kurikulum yang digunakan dewasa ini berorientasi pada kompetensi, artinya
siswa dituntut untuk memiliki kompetensi tertentu atau kecakapan sebagai hasil
proses pembelajaran di sekolah. Pendidikan berbasis kompetensi menekankan
pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan.
Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan
yang secara umum harus dikuasai lulusan. Ada empat kompetensi yang harus
dimiliki seorang pembelajar bahasa Inggris yaitu; Listening, Speaking, Reading
and Writing.
Paradigma lama pembelajaran bahasa Inggris, siswa selalu mempunyai
pandangan bahasa Inggris itu hantu, sulit dipelajari dan membosankan telah
sering kita dengar . Disinilah dituntut innovasi dan kreatifitas mengajar guru,
sehingga ,siswa akan lebih giat dan aktif dalam mempelajari bahasa Inggris dan
akan menjadikannya sebagai salah satu mata pelajaran favorit. Persoalan di dalam
2

language acquisition adalah cara (Wahyudi, 2006:5). Cara yang tepat akan
berbias pada atmosfer psikologis menyenangkan or tidak menyenangkan. dan
manusia cenderung menghindari yang tidak menyenangkan dan memilih yang
menyenangkan. Semakin menyenangkan , semakin menimbulkan emosi ada
perhatian lebih, ada motivasi lebih, lebih mudah berekspresi, tidak malu dan lain-
lain. Bila pembelajaran bahasa Inggris dikondisikan dengan atmosfir psikologis
menyenangkan, maka diharapkan siswa khususnya young learners mampu belajar
bahasa dengan baik dan cepat, dalam konteks ini adalah mempelajari bahasa
Inggris.
Pelajaran bahasa Inggris di SMP berfungsi sebagai alat pengembangan diri
siswa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Setelah menamatkan
studi, mereka diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang
cerdas, terampil dan berkepribadian serta siap berperan dalam pembangunan
nasional (GBPP 1994). Pengajaran bahasa Inggris di SMP meliputi keempat
keterampilan berbahasa yaitu: membaca, mendengarkan, berbicara dan menulis.
Semua itu didukung oleh unsur-unsur bahasa lainnya, yaitu: Kosa Kata, Tata
Bahasa dan Pronunciation sesuai dengan tema sebagai alat pencapai tujuan. Dari
ke empat keterampilan berbahasa di atas, pembelajaran keterampilan berbicara
ternyata kurang dapat berjalan sebagaimana mestinya. Siswa belum mampu
berkomunikasi walaupun dalam bahasa Inggris yang sangat sederhana. Salah satu
penyebabnya adalah kurangnya kemampuan siswa dalam penguasaan Kosa Kata.
Siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Pusomaen misalnya, setelah belajar
bahasa Inggris belum mampu juga menggunakan bahasa Inggris dalam
3

berkomunikasi sekalipun dalam bentuk yang sederhana. Bahkan yang lebih tragis
lagi, belakangan ini timbul kecenderungan bagi siswa untuk membenci pelajaran
bahasa Inggris karena mereka menganggap bahwa pelajaran bahasa Inggris
suatu yang membosankan dan menakutkan. Setelah ditelusuri ternyata salah satu
penyebab dari permasalah tersebut adalah karena kurangnya kemampuan siswa
dalam penguasaan Kosa Kata.
Siswa kelas VII SMP Negeri 1 Pusomaen pada umumnya memandang
Bahasa Inggris itu sebagai hal yang baru bagi mereka sehingga kemampuan
merekapun masih berada pada level dasar. Kurangnya pengetahuan mereka akan
pelajaran Bahasa Inggris karena mereka jarang diberikan pelajaran bahasa Inggris
waktu mereka duduk dibangku Sekolah Dasar. Hal ini menyebabkan penguasaan
kosa kata mereka kurang sehingga mereka mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan menggunakan Bahasa Inggris.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka peneliti merasa
terdorong untuk melihat pengaruh pembelajaran kooperatif model Word Square
terhadap peningkatan penguasaan kosa kata siswa dengan mengambil judul
Meningkatkan kemampuan kosa kata Mata Pelajaran Bahasa Inggris Materi
Shopping List menggunakan model pembelajaran Word Square pada siswa kelas
VIIA SMP Negeri 1 Pusomaen.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka penulis
merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
4

Apakah dengan model pembelajaran Word Square dapat meningkatkan
kemampuan Kosa Kata Mata Pelajaran Bahasa Inggris Materi Shopping
List pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pusomaen .

C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan penguasaan Kosa Kata pada siswa kelas
VII SMP Negeri 1 Pusomaen dengan menggunakan model pembelajaran
Word Square.
2. Memberikan gambaran mengenai perubahan prilaku siswa selama proses
belajar mengajar dengan metode kooperatif model Word Square.
3. Untuk membuktikan adanya peningkatan kemampuan penguasaan kosa
kata pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Pusomaen dengan menggunakan
model pembelajaran Word Square.

D. MANFAAT PENELITIAN
* Bagi guru, dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk dapat
meningkatkan kemampuan penguasaan kosa kata lewat penggunaan model
pembelajaran Word Square.
* Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
tentang efektifitas penerapan model pembelajaran Word Square dalam
meningkatkan kemampuan penguasaan kosa kata siswa.
5

* Bagi siswa, untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan
kosa kata pada mata pelajaran Bahasa Inggris.











BAB II
KAJIAN TEORI

A. KEMAMPUAN KOSA KATA
Pengertian Kosa Kata
6

Menurut Poerwadarminta (2007: 524) disebutkan bahwa kosa kata
diartikan sebagai perbendaharaan kata. Dalam Bahasa Inggris diistilahkan
Vocabulary. Pada Kamus Inggris-Indonesia, kosa kata berarti
perbendaharaan kata atau daftar kata (Riwayadi & Anisyah, 2007: 308).
Pengertian yang lebih luas kosa kata diartikan :
a. Semua kata yang terdapat dalam satu bahasa
b. Kosa kata yang dipakai segolongan orang
c. Kosa kata yang digunakan dalam satu bidang ilmu
d. Seluruh morfem yang ada dalam satu bahasa (linguistik)
e. Daftar sejumlah kata dari suatu bahasa yang disusun secara urut
berdasar huruf abjad disertai keterangan
Dari beberapa pendapat yang dikemukan tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa para ahli dalam memberi pengertian kosa kata hampir
sama dan saling melengkapi, sehingga bermanfaat bagi siswa yang belajar
berbahasa.
Namun didalam pelaksanaannya, penggunaan kosa kata harus
disesuaikan dengan tingkat kemampuan atau kematangan anak, baik
ditingkat praTK, TK, SD kelas rendah, SD kelas tinggi, dan seterusnya.
Untuk SD kelas tinggi tingkat awal, penggunaan kosa kata sudah agak
luas.
7

Manfaat Kosakata
Tarigan (1986:3) berpendapat bahwa pengajaran kosakata sangat
bermanfaat disebabkan oleh 1) .Kuantitas dan kualitas tingkatan dan
kedalaman kosakata seseorang merupakan indeks pribadi yang terbaik
bagi perkembangan mentalnya;2). Perkembangan kosakata merupakan
perkembangan konseptual, merupakan suatu tujuan pendidikan dasar bagi
setiap sekolah;3). Semua pendidikan pada prinsipnya adalah
pengembangan kosakata yang juga merupakan pengembangan
konseptual;4). Suatu program yang sistematis bagi pengembangan
kosakata akan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan,
kemampuan,bawaan dan status soci\al;5).Faktor-faktor geografis juga turut
menentukan atau mempengaruhi perkembangan kosakata dan6) Seperti
halnya dalam proses membaca yang membimbing seseorang dari yang
telah diketahui ke arah yang sama, dari kata-kata yang belum diketahui
menuju kata-kata yang belum atau tidak diketahui.
Hidayat (1992:449) mengatakan bahwa manfaat kosakata adalah
mempelajari kaidah-kaidah bagi perubahan kata-kata dari suatu jenis ke
jenis yang kata lain.Dengan demikian pengajaran kosakata sangat
berpengaruh terhadap identitas, serta penguasaan berbahasa sebaliknya
tingkat penguasaan kosakata siswa sangat berpengaruh terhadap
keterampilan berbahasa atau berpengaruh pula pada kemampuan mental.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Dale (dalam Tarigan 1986:20)
bahwa tingkat penguasaan kosakata siswa merupakan indeks yang baik
8

bagi kemampuan mental atau pikiran,karena disamping itu penguasaan
kosakata dapat pula dilakukan melalui strategi penemuan yakni melalui
komponen-komponen sebagai berikut:a) Masalah yakni Masalah kosakata
yang akan diberikan kepada siswa diambil dari GBPP, pokok bahasan atau
sub pokok bahasan sudah tertera dalam kurikulum, oleh karena itu guru
lebih dahulu mempertimbangkan apakah pokok bahasan itu layak
disajikan dengan strategi penemuan atau tidak,b)Data yakni Data sebagai
sumber bahan pengolahan dapat dibagi atas dua jenis yaitu data lisan dan
tulisan. Data lisan boleh saja diproduksi secara oral, tetapi boleh juga
dengan menggunakan alat bantu audio visual. Data tulisan dapat disajikan
dengan menggunakan buku siswa atau sumber lain yang diusahakan oleh
guru, seperti 1)Penyajian Masalah yakni Penyajian masalah terhadap siswa
merupakan kata pengantar tentang tujuan pelajaran dan pengajaran serta
penjelasan tentang kegiatan apa yang akan dilakukan siswa, 2) Kegiatan
Siswa yakni siswa diberi kesempatan menghayati data, melakukan proses
mental dalam waktu tertentu sesuai dengan bahan dan terbatasnya waktu
di kelas. Pada hakikatnya tidak ada
pembatasan waktu terhadap pelaksanaan strategi penemuan, tetapi
banyaknya bahan pelajaran atau tujuan yang harus dicapai disejajarkan
dengan waktu yang tersedia. Penemuan membutuhkan waktu yang lama
lebih baik dibuat sebagai pekerjaan rumah melalui a) Kegiatan Guru. Pada
saat siswa melakukan proses penemuan guru berkeliling di kelas
mengamati , mendengar pembicaraan antar siswa dan mengadakan
9

pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa kea rah penemuan atau
kesimpulan. Oleh karena proses mental yang terjadi bukan saja mencakup
ingatan, tetapi juga mencakup analisis, sintesis, dan aplikasi, maka guru
perlu membuat pertanyaan-pertanyaan untuk merangsang proses mental
seperti itu.b) Penyelidikan Penemuan Siswa. Penemuan siswa dapat
diselidiki dengan jalan menyruh siswa merumuskan secara lisan atau
tulisan hal-hal yang telah ditemukannya dari data yang telah dihayatinya.
Boleh juga dengan menyuruh siswa mendemonstrasikan hasil temuannya,
misalnya dalam sajian yang menuntut keterampilan produksi bunyi,
berbicara atau menguraikan temuannya di papan tulis yang dapat
dilakukan melalui latihan siswa. Latihan siswa sebenarnya merupakan
variasi lain untuk menyelidiki siswa. Ada kemungkinan bahwa guru tidak
menuntut perumusan hal-hal yang ditemukannya, tetapi langsung
menyodorkan suatu latihan. Latihan ini diharapkan dapat diselesaikan
siswa setelah mereka menemukan aturan-aturan atau hukum-hukum dari
data yang dihayati dan diolahnya. Tarigan (1992:533)
Jenis-jenis Kosakata
Tarigan (1986: 12) membagi kosakata atas dua yakni: Kosakata
aktif yaitu kosakata yang sering dipakai dalam berbicara atau menulis
yang prosesnya tidak terlepas dari dari perkembangan kosakata itu
sendiri.Oleh sebab itu untuk mengembangkan kosakata aktif maka seorang
guru harus menolong para siswa untuk melihat persamaan-persamaan atau
perbedaan-perbadaan yang belum pernah mereka lihat atau dengar
10

sebelumnya misalnya siswa akan mudah melihat dan mendengar atau
mempelajari bahwa penatar dan petatar berhubungan erat, keduanya
nomina, tetapi berbeda dalam makna, karena dalam pemakaiannya penatar
diartikan sebagai orang yang menatar sedangkan petatar diartikan sebagai
orang yang ditatar. Demikian pula walaupun kata petinju dan meninju ada
hubungan yang erat namun dalam arti atau maknanya akan berbeda. Kata
peninju dapat diartikan sebagai nomina sedangkan meninju diartikan
sebagai verba, sedangkan kosakata pasif merupakan kosakata yang jarang
atau tidak pernah dipakai atau kosakata ini mempersoalkan kosakata yang
sudah langka atau tidak lazim dipakai oleh masyarakat pemakai bahasa,hal
ini disebabkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang sangt pesat,
juga perubahan sosial yang mengakibatkan pemakaian bahasapun berubah
pula yang mengakibatkan banyak kata-kata baru yang dianggap lebih
serasi dengan tuntutan masyarakat pemakainya.Untuk kosakata aktif dan
kosakata pasif dapat dlihat pada contoh di bawah ini: Kosakata aktif
adalah bunga, kembang, matahari, angin, seperti,sebagai, hati, jiwa,
makan, duduk, muka sedangkan kosakata pasif adalah puspa, kusuma,
surya, mentari, bayu, purnama, bak,laksana/penaka, kalbu, sukma, santap,
bersemayam, paras. Berdasarkan contoh-contoh yang telah dikemukakan
di atas dapat disimpulkan bahwa kata-kata aktif mempunyai frekwensi
yang tinggi sedangkan kata-kata pasif mempunyai prekwensi rendah
Kemampuan Kosakata (Vocabulary)
11

Kosa kata merupakan salah satu komponen yang penting dalam
belajar bahasa. Semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki
pembelajar, semakin tinggi keberhasilan akademik pembelajaran bahasa si
pembelajar itu sendiri. Kosakata (Inggris: vocabulary) adalah himpunan
kata yang diketahui maknanya dan dapat digunakan oleh seseorang dalam
suatu bahasa,. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua
kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang
kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat
baru. Kekayaan kosakata seseorang secara umum dianggap merupakan
gambaran dari intelegensia atau tingkat pendidikannya.
Pemahaman kosakata secara umum dianggap sebagai bagian
penting dari proses pembelajaran suatu bahasa ataupun pengembangan
kemampuan seseorang dalam suatu bahasa yang sudah dikuasai. Murid
sekolah sering diajarkan kata-kata baru sebagai bagian dari mata pelajaran
tertentu dan banyak pula orang dewasa yang menganggap pembentukan
kosakata sebagai suatu kegiatan yang menarik dan edukatif. Penguasaan
kosa kata merupakan hal yang paling mendasar yang harus dikuasai
seseorang dalam pembelajaran bahasa inggris yang merupakan bahasa
asing. Bagaimana seseorang dapat mengungkapkan suatu bahasa apabila ia
tidak memahami kosakata dari bahasa tersebut. Apalagi kalau yang
dipelajari itu adalah bahasa asing, sehingga penguasaan kosakata bahasa
tersebut merupakan sesuatu yang mutlak dimiliki oleh pembelajar bahasa..
12

Apabila seorang siswa memiliki perbendaharaan kata bahasa
inggris yang memadai maka otomatis akan lebih menunjang pada
pencapaian empat kompetensi bahasa Inggris tadi. Demikian juga
sebaliknya tanpa memiliki kosa kata yang memadai seorang siswa akan
mengalami kesulitan dalam mencapai kompetensi berbahasa di atas.
Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah pernyataan
yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat
yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang
dapat diamati dan diukur. Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan
modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang
terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena. itu,
penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan
lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global.
Becker (1997) menekankan tentang pentingnya pengembangan
kosakata yaitu menghubungkan berapa jumlah kosakata yang dikuasai
oleh para siswa dengan materi akademik pembelajaran bahasa. Dia
Menyatakan bahwa kurangnya pemahaman kosakata adalah penyebab
utama dari kegagalan akademik yang dialami siswa. Sebuah riset
menyatakan bahwa pemahaman suatu teks juga bergantung pada ukuran
kosakata yang dimiliki oleh seseorang.
Menurut Graves (1986) kosakata ideal yang harus dimiliki oleh
pembelajar pemula adalah antara 2500 sampai 5.000 kata untuk
13

menunjang pembelajaran bahasa. Namun hal ini kurang dimiliki oleh para
pembelajar bahasa Inggris di negara kita, apalagi bahasa Inggris adalah
sebagai bahasa asing sehingga penggunaan bahasa tersebut hanya pada
beberapa hal dan kebutuhan saja.

B. MODEL BELAJAR WORD SQUARE
1. Pengertian Model Belajar Word Square
Menurut Laurence Urdang (1968) Word Square is a set of words such that
when arranged one beneath another in the form of a square the read a like
Horizontally, artinya word square adalah sejumlah kata yang disusun
satu di bawah yang lain dalam bentuk bujur sangkar dan dibaca secara
mendatar dan menurun.
Word Square menurut Hornby (1994) adalah sejumlah kata yang
disusun sehingga kata-kata tersebut dapat dibaca ke depan dan ke
belakang.
LKS Word square adalah salah satu alat bantu/media pembelajaran berupa
kotak-kotak kata yang berisi kumpulan huruf. Pada kumpulan huruf
tersebut terkandung konsep-konsep yang harus ditemukan oleh siswa
sesuai dengan pertanyaan yang berorientasi pada tujuan pembelajaran
(Anonim,1991).Metode observasi yang divariasikan dengan LKS Word
square berarti suatu cara mengajarkan materi pelajaran dengan mengajak
14

siswa mengamati secara teliti suatu objek yang dipadukan dengan LKS
Word square.
Word Square terdiri dari 2 kata Word dan Square. Word berarti kata
sedangkan Square adalah lapangan persegi. Jadi Word Square adalah
lapangan kata. Word Square adalah yaitu salah satu model-model
pembelajaran melalui sebuah permainan belajar sambil bermain yang
ditekankan adalah belajarnya.
Belajar dan bermain memiliki persamaan yang sama yaitu terjadi
perubahan yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan pengalaman,
sebaliknya keduanya terdapat perbedaan pada tujuannya, kegiatan belajar
mempunyai tujuan yang terletak pada masa depan. Sedangkan kegiatan
bermain tujuan kesenangan dan kepuasannya diwaktu kegiatan permainan
itu berlangsung. Dalam model pembelajaran ini, para siswa dipandang
sebagai objek dan subyek pendidikan yang mempunyai potensi untuk
berkembang sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki, jadi
dalam hal ini guru sebagai fasilitator belajar.
Model pembelajaran Word Square merupakan pengembangan dari
metode ceramah yang diperkaya. Hal ini dapat diidentifikasi melalui
pengelompokkan metode ceramah yang diperkaya yang berorientasi
kepada keaktifan siswa dalam pembelajaran sebagaimana disebutkan oleh
Mujiman (2007)
15

Model Pembelajaran Word Square merupakan model
pembelajaran yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan
kejelian dalam mencocokan jawaban pada kotak-kotak jawaban. Mirip
seperti mengisi Teka-Teki Silang tetapi bedanya jawabannya sudah ada
namun disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan dengan
sembarang huruf/angka penyamar atau pengecoh. Model pembelajaran ini
sesuai untuk semua mata pelajaran.Tinggal bagaimana Guru dapat
memprogram sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat merangsang siswa
untuk berpikir efektif. Tujuan huruf/angka pengecoh bukan untuk
mempersulit siswa namun untuk melatih sikap teliti dan kritis.
Word Square merupakan salah satu dari sekian banyak metode
pembelajaran yang dapat dipergunakan guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Metode ini merupakan kegiatan belajar mengajar dengan
cara guru membagikan lembar kegiatan atau lembar kerja sebagai alat
untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang
telah diajarkan.
Instrument utama metode ini adalah lembar kegiatan atau kerja berupa
pertanyaan atau kalimat yang perlu dicari jawabannya pada susunan huruf
acak pada kolom yang telah disediakan.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Word Square
16

Langkah-langkah Model Pembelajaran Word Square adalah sebagai
berikut :
1. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh.
3. Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai
jawaban secara vertikal, horizontal maupun diagonal.
4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.
Kelebihan dan Kekurangan Model belajar Word Square
Sudah menjadi ketentuan hukum alam bahwa sesuatu pastilah tidak
sempurna karena tidak ada sesuatu pun juga yang sempurna kecuali Allah
S.W.T. Demikian juga dengan model belajar Word Square mempumyai
kelebihan dan kekurangan di beberapa hal dalam penerapannya.
Adapun kelebihan model belajar Word Square antara lain : (1)
baik untuk menguji hasil belajar yang berhubungan dengan pengetahuan
tentang istilah dan definisi (2) mudah diskor tanpa terikutserta pendapat
pemeriksa sedangkan kelemahannya yaitu terlalu mengandalakan pada
pengujian aspek ingatan. Untuk dapat menghindari kelemahan ini maka
konstruksi butir soal harus dipersiapkan secara hati-hati.
Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan,
17

sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya menurut Mohammad Surya (2004:7).
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan sumber belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang
manusia serta berlaku dimanapun dan kapanpun. Dalam kegiatan
pembelajaran, pengajaran dan pengaturan proses belajar mengajar
menentukan keberhasilan pembelajaran. Keduanya saling mendukung satu
sama lain. Untuk mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Inggris diperlukan
kesetimbangan antara keduanya.
Salah satu komponen pengajaran adalah pemanfaatan berbagai
strategi pembelajaran secara dinamis dan kemampuan guru untuk dapat
memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi pokok bahasan
Bahasa Inggris. Penggunaan strategi pembelajaran Bahasa Inggris tidak
boleh diabaikan begitu saja karena dengan menggunakan strategi
pembelajaran bahasa Inggris siswa lebih mudah memahami konsep bahasa
Inggris dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

18














BAB III
METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian Tindakan
19

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena
penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai. Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997:
8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru
sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d)
administrasi sosial eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,
penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian
tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru
secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun,
kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan
seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan
didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.

B. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
20

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian
untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri
1 Pusomaen
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini
dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil
tahun pelajaran 2013/2014.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 1 Pusomaen tahun
pelajaran 2013/2014 pada pokok bahasan I love things around me.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut
Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif
oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional
dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman
terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana
praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian
yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan. Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk
memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan,
21

sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di
kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih,
yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian
tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk
spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi
planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi,
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan
tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari
tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.







Penjelasan alur di atas adalah:
22

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti
menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan,
termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati
hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model
numbered head together.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan
yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus
berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana
masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki
sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
23

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran
pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RPP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru
dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi
kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus,
dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses
pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.
4. Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan
untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep BAHASA INGGRIS pada
pokok bahasan I love things around me. Tes formatif ini diberikan setiap akhir
putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). Sebelumnya
soal-soal ini berjumlah 20 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis
mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada
tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi
syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisis butir soal
adalah sebagai berikut:
a. Validitas Tes
24

Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat
kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang
gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi
Product Moment:





2
2
2
2
Y Y N X X N
Y X XY N
r
xy
(Suharsimi Arikunto, 2011: 72)
Dengan: r
xy
: Koefisien korelasi product moment
N : Jumlah peserta tes
Y : Jumlah skor total
X : Jumlah skor butir soal
X
2
: Jumlah kuadrat skor butir soal
XY : Jumlah hasil kali skor butir soal
b. Reliabilitas
Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah dua sebagai
berikut:
) 1 (
2
2 / 21 / 1
2 / 21 / 1
11
r
r
r

(Suharsimi Arikunto, 2011: 93)


Dengan: r
11
: Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
25

r
1/21/2
: Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Kriteria reliabilitas tes jika harga r
11
dari perhitungan lebih besar dari harga r pada
tabel product moment maka tes tersebut reliabel.
c. Taraf Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah indeks
kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah:
Js
B
P
(Suharsimi Arikunto, 2011: 208)
Dengan: P : Indeks kesukaran
B : Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar
Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut:
- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar
- Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang
- Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda desebut indeks diskriminasi.
26

Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai
berikut:
B A
B
B
A
A
P P
J
B
J
B
D
(Suharsimi Arikunto, 2011: 211)
Dimana:
D : Indeks diskriminasi
B
A
: Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
B
B
: Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar
J
A
: Jumlah peserta kelompok atas
J
B
: Jumlah peserta kelompok bawah


A
A
A
J
B
P
Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.


B
B
B
J
B
P
Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai
berikut:
- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek
- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup
- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik
27

- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik
E. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi
pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.
F. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran
perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan
kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk
mengetahui peningkatan penguasaan kosa kata yang dicapai siswa juga untuk
memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran model Word Square
serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan
siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya
dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-
rata tes formatif dapat dirumuskan:
28

N
X
X

Dengan :
X
= Nilai rata-rata
X = Jumlah semua nilai siswa
N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud,
1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau
nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang
telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung
persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

% 100
. . .
x
Siswa
belajar tuntas yang Siswa
P







29

Anda mungkin juga menyukai