Anda di halaman 1dari 7

A.

Pendahuluan

Pembangunan memerlukan sumberdaya alam (SDA), antara lain mineral, batubara
dan panas bumi. Indonesia relatif kaya dengan berbagai SDA yang harus dioptimalkan
pemanfaatannya. Salah satu sumberdaya mineral yang dimiliki Indonesia adalah bijih timah
dengan kandungan stanium (Sn). Menurut Noer (1998), kasiterit (SnO2) adalah mineral
utama pembentuk timah dengan batuan pembawanya adalah granit. Sujitno (2007)
menjelaskan kegunaan timah antara lain untuk bahan pencampur dalam pembuatan alat-alat
musik (seperti gong gamelan, dan lonceng), bahan pembuat kemasan kaleng, bahan solder,
senjata (peluru), fire retardant, bahan pelapis anti karat, dan kerajinan cindera mata (pewter).
Endapan timah di Indonesia merupakan lanjutan dari salah satu jalur timah terkaya di
dunia yang membujur dari Cina Selatan, Myanmar, Thailand, Malaysia, hingga Indonesia. Di
Indonesia jalur timah tersebut meliputi pulau-pulau Karimun, Kundur, Singkep, Bangka
Belitung, Beling, dan daerah Bangkinang serta Kepulauan Anambas, Natuna dan Karimata
(Noer, 1998). Penambangan timah terbesar berada di Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep
(PT. Timah Tbk., 2006). Kegiatan penambangan timah di pulau-pulau ini telah berlangsung
sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Pulau Bangka merupakan pulau penghasil
timah terbesar di Indonesia. Dari luas Pulau Bangka 1.294.050 ha, sebesar 27,56 % daratan
pulau ini merupakan areal Kuasa Penambangan (KP) timah. PT. Tambang Timah (anak
perusahaan PT. Timah Tbk,) menguasai lahan seluas 321.577 ha dan PT. Kobatin seluas
35.063 ha (Bappeda Bangka, 2000). Selain kedua perusahan tersebut, izin kuasa
penambangan (KP) timah juga diberikan kepada perusahaan swasta, Sampai dengan
pertengahan tahun 2007, jumlah KP timah mencapai 101 izin dengan luas pencadangan
320.219 ha, dan yang telah ditambang 6.084 ha (Dinas Pertambangan Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, 2007).
Penambangan timah lepas pantai dilakukan dengan teknologi kapal keruk
(Departemen Pertambangan dan energi, 1998) sedangkan penambangan timah di darat
dilakukan dengan sistem tambang semprot, tambang dalam dan kapal keruk darat (Sujitno,
2007). Tahapan utama penambangan timah dengan sistem terbuka (open pit) meliputi
pembukaan permukaan lahan dari penutupan vegetasi (land clearing), pengupasan tanah
bagian atas (stripping), penggalian, pembuatan dam, pencucian, dan pembuangan bahan padat
sisa hasil pencucian timah (tailing) (PT. Timah Tbk, 1991).
Kegiatan operasi tambang berdampak secara nyata terhadap lingkungan hidup.
Menurut Sujitno (2007), dampak kegiatan ini terutama perubahan drastis atas sifat fisik dan
kimia tanah. Setiadi (2006) menambahkan dampak tersebut termasuk gangguan terhadap
vegetasi, hewan dan tanah yang ada, serta ekosistem alami. Dampak kehilangan vegetasi dan
degradasi lahan secara potensial dapat menyebabkan erosi tanah, kehilangan biodiversitas,
berkurangnya habitat hewan liar, dan degradasi daerah penampung air.
Pertambangan adalah kegiatan dengan penggunaan lahan yang bersifat sementara,
oleh karena itu lahan pasca tambang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan produktif
lain. Untuk memanfaatkan lahan pasca tambang maka harus ada upaya untuk memulihkan
kembali lahan yang telah rusak akibat dari kegiatan penambangan. Upaya perbaikan lahan
bekas tambang dilakukan melalui program reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang.

















a. Sejarah Tambang Timah
Istilah TI sebagai kepanjangan dari Tambang Inkonvensional sudah sangat dikenal di
kalangan rakyat Kepulauan Bangka Belitung. Ini merupakan sebutan untuk penambangan
timah dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana, yang biasanya bermodalkan
antara 10 juta sampai 15 juta rupiah. Untuk skala penambangan yang lebih kecil lagi,
biasanya disebut Tambang Rakyat (TR). TI sebenarnya dimodali oleh rakyat dan
dikerjakan oleh rakyat juga. Secara legal formal TI sebenarnya adalah kegiatan
penambangan yang melanggar hukum karena memang umumnya tidak memiliki izin
penambangan.
Pada awalnya TI "dipelihara" oleh PT. Tambang Timah ketika perusahaan itu masih
melakukan kegiatan penambangan darat di Kepulauan Bangka Belitung. TI sebetulnya
muncul karena dulu PT. Tambang Timah melihat daerah-daerah yang tidak ekonomis
untuk dilakukan kegiatan pendulangan oleh PT. Tambang Timah sendiri. Oleh karena
itulah, kepada pengelola TI diberikan peralatan pendulangan mekanis yang sederhana.
Peralatan yang dibutuhkan memang tidak terlalu rumit, cukup dengan ekskavator, pompa
penyemprot air, dan menyiapkan tempat pendulangan pasir timah. Metodenya pun
sederhana, tanah yang diambil dengan ekskavator kemudian ditempatkan di tempat
pendulangan, dan kemudian dibersihkan dengan air. Lapisan tanah yang benar-benar
berupa tanah, dengan sendirinya akan hanyut terbawa air, dan tersisa biasanya adalah batu
dan pasir timah.
Pada mulanya pengelola TI melakukan kegiatan di dalam areal kuasa penambangan
(KP) PT. Tambang Timah dan kalau sudah habis mereka bisa pindah ke tempat lain yang
ditentukan oleh PT. Tambang Timah. Akan tetapi, setelah masuk di era reformasi, dari
tahun 1998 ke atas, masyarakat mulai mencari-cari lokasi di luar KP PT. Tambang Timah
sehingga jumlah TI berkembang pesat menjadi ribuan. Mereka kini di luar kontrol karena
menambang kebanyakan di luar KP PT. Tambang Timah.
Di pulau Bangka ada 3 kelompok besar yang memiliki hak atau kuasa untuk
melakukan penambangan berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 1980 antara lain
Kuasa Penambangan PT. Timah (KP PT. Timah), Kuasa Penambangan PT. KOBATIN
(KP PT. KOBATIN), Tambang Rakyat (TR) dan masing-masing luas wilayahnya telah
ditetapkan sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 19 s/d Pasal 21 PP No. 27
Tahun 1980 yang merupakan peraturan pelaksana UU No. 11 Tahun 1967. Dengan
ketentuan agar dapat melakukan reklamasi setelah melakukan penambangan timah,
walaupun telah banyak usaha dilakukan namun tetap saja lingkungan rusak dan justru
bertambah parah.
Hal ini tidak hanya terjadi disalah satu sudut pulau saja akan tetapi terjadi hampir
merata diseluruh P. Bangka. Pemerintah daerahpun seakan menutup mata bahkan
melegalkan penambang timah, karena tambang-tambang inilah yang memberikan
masukan utama bagi pendapatan daerah. Memang ada beberapa upaya dari pemerintah
daerah bekerja sama dengan PT. Timah yang dikoordinasikan oleh beberapa aparat
keamanan terkait seperti pihak Kepolisian, Koramil dan Lanal Bangka Belitung yaitu
salah satunya berupa pembentukan posko-posko tetap dan posko berjalan.
Seiring dengan itu pembangunan smelter (pabrik pengolahan menjadi timah balok)
juga mengalami peningkatan sangat tajam. Meruyaknya smelter menjadi ancaman besar
terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan smelter-smelter baru tersebut
kurang mempertimbangkan sisi lingkungan. Kerusakan akibat kegiatan penambangan
ilegal dengan mudah ditemukan, seperti di kawasan Kecamatan Belinyu.

b. Tahapan eksploitasi dan eksplorasi
1. Kegiatan eksplorasi
Kegiatan yang pertama di lakukan dalam unit usaha pertambangan adalah kegiatan
eksplorasi, kegiatan eksplorasi ini adalah kegiatan untuk menemukan lahan tambang/peta
lokasi yang mengandung cadangan bijih minyak timah/Tin Ore atau yang dikenal dengan
nama kegiatan surveygeologi eksplorasi. Lokasi akan di garap atau dieksploitasi berdasarkan
info peta pertambangan yang telah dipersiapkan.
Unit usaha ekplorasi terbagi antara lain :
A. Alat Kerja Survey
GPS. Seri 76Scxi
GPS 78 Scx
Kompas Sunto
Maping Land Babel
B. Biaya Survey
Setelah didapat lahan yang mengandung bijih timah selanjutnya langkah-langkah yang perlu
diketahui adalah :
Seberapa luas yang akan dieksploitasi
Struktur tanah dan jenis alur timahnya berbentuk primer/ sekunder
Keadaan lingkungan masyarakat pada tahap matang kegiatan
Budget
Kesimpulan penjelasan mengenai teknis langkah di atas maka hal ini berkenaan dengan
kegiatan selanjutnya yaitu ke tahap eksploitasi.
2. Kegiatan eksploitasi
Lahan yang sudah diblok dan dipastikan akan dikerjakan / dieksploitasi menggunakan
mesin perlatan tambang yang dikenal dengan istilah mesin TI, mesin TB, mesin TN.
Memiliki keunggulan dalam masing-masing medan kerja lokasi, sehingga keuntungan yang
diperkirakan sesuai harapan, namun jauh memikirkan langkah kesitu. Maka berikut ini hal-
hal penting lainnya yang harus di miliki penambang yaitu status perizinan. Apakah nantinya
akan bermitra dengan perusahaan BUMN atau berkerja sama dengan PEMDA supaya
mendapat legalitas yang benar atau bekerja sama dengan MMNC KOBATIN BBTS yang
mempunyai hak IUP eksplorasi / IUP eksploitasi berdaarkan UU MINERBA 2009 atau PETI
(pertambangan tanpa izin)
Hal-hal yang menjadi perhatian adalah budget utama dalam eskploitasi ini
adalah :
1) Seberapa luas areal yang akan dieksploitasi
Hasil kegiatan ekplorasi ditemukanlah lokasi yang memiliki cadangan timah sesuai
peta perencanaan eksplorasi yang ada, kemudian melalui titik koordinat lokasi dari GPS
diukur lokasi.
2) Struktur tanah dan jenis alur timahnya berbentuk primer / sekunder
Banyak kasus dikalangan pebisnis pertambangan pemula tidak mengerti mengenai
lahan yang mengandung mineral timah dalam perut bumi ini, namun karena yakin akan
bayangan keuntungan besar yang didapat malah menjadi terbalik.
Unsur mineral timah dalam lapisannya terbagi menjadi 2 lapisan AL :
Lapisan Sekunder/Timah Lapisan
Timah Taburan/Primer
Timah Kulit/Tertier


c. Kerusakan Lingkungan
Kerusakan akiat penambangan illegal dengan sangat mudah ditemuakan, seperti di
kawasan Kecamatan Belinyu.
1. Lubang Tambang
Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara terbuka.
Ketika seklesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa dibekas areal
pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka
panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air tersebut. Air lubang tambang
mengandung berbagai logam berat yan dapat merembes ke system air tanah dan dapat
mencemari air tanah sekitar lingkungan tersebut. Di Pulau Bangka Belitung banyak dijumpai
lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat
berbahaya.
2. Air Asam Tambang
Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air tambang sudah terbentuk maka akan sangat
sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan.
Sebagai contoh, pertambangan timbale pada era kejayaan Romawi masih memproduksi air
asam tambang 200 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun
kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka
panjang bias salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam
tambang. Air asam tambang berpotensi air permukaan air tanah. Sekali terkontaminasi
terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya.
3. Tailing
Tailing dihasilkan melalui operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar.
Sekitar 97 % dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai
tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhwatirkan,
seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk ke dalam
tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh
dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Akibat aktifitas liar ini, banyak
program kehutanan dan pertanian tidak berjalan, karena tidak jelasnya alokasi atau penetapan
daerah TI. Lahan menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks tambang) tidak terawatt, tidak
adanya upaya reklamasi/rehabilitasi pada lahan eks tambang, terjadi abrasi pantai dan
kerusakan cagar alam, yang untuk memulihkannya perlu waktu setidaknya 150 tahun secara
suksesi alami.
d.

Anda mungkin juga menyukai