Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
I. Latar Belakang
Kebangkitan dan kesadaran perempuan untuk maju adalah merupakan
gejala universal yang terjadi disetiap negara di dunia. Gejala ini tidak terjadi
dalam waktu bersamaan, pergerakan di negara-negara Eropa terjadi lebih awal
meski hal yang melatar belakangi berbeda-beda disetiap negara. Di Indonesia
sendiri perjuangan perempuan adalah sesuatu yang menjadi bagian integral yang
tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa. Hal ini ditandai dengan
Kongres perempuan Indonesia yang pertama sekali diselenggarakan dua bulan
setelah Kongres Pemuda. Ini menandakan bahwa jauh sebelum Kongres
Perempuan diselenggarakan dorongan untuk membentuk organisasi perempuan
sudah ada didalam benak perempuan Indonesia, Kongres Pemuda hanyalah
merupakan stimulan bagi perempuan Indonesia saat itu untuk berorganisasi dan
hasrat yang sudah lama terpendam ini kemudian diwujudkan dalam membentuk
permufakatan yang bernama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).
Tujuan dari organisasi ini adalah untuk menghimpun organisasi perempuan
Indonesia dan memperbaiki martabat perempuan.
Kesadaran berorganisasi pada kalangan perempuan masa itu pada akhirnya
melahirkan pemikiran bahwa perempuan tidak hanya bisa berkiprah diranah
domestik saja melainkan juga bisa memberikan kontribusi yang positif didalam
politik. Tapi pemikiran ini juga mendapat perlawanan dari penganut paham
tradisional yang berpendapat bahwa politik merupakan lahan laki-kali dan kiprah
perempuan dibatasi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan pemerintahan Soeharto
mendukung hal ini. Organisasi-organisasi seperti Dharma Wanita, PKK
(pembinaan kesejahteraan keluarga) dan sebagainya subur berkembang. Peranan
perempuan hanya sebagai pendukung aktifitas laki-laki.
1

Pergerakan perempuan pada masa reformasi atau setelah jatuhnya orde
baru adalah terbukanya kebebasan dalam menyatakan pendapat diruang-ruang
publik termasuk dimedia masa, informasi tidak dapat dibendung. Pada zaman orde
baru sangat tidak mungkin untuk mengadakan seminar perempuan dengan
berbagai topik yang dianggap tabu oleh pemerintah orde baru, pada masa

1
Arifin,ichwan, perempuan, politik dan pergerakan kebangsaan, Mizan, Bandung 2011, hal.36

2

reformasi berbagai isu perempuan yang ditutupi selama ini dibahas kembali
diberbagai pertemuan, lokakarya, seminar ataupun workshop tentang perempuan
tema-tema yang cukup mendapat perhatian adalah seputar pelanggaran HAM
termasuk seperti kasus Marsinah, wanita dan perburuhan, penyiksaan terhadap
TKW, masalah aborsi, kekerasan dalam rumah tangga, kesehatan reproduksi,
orientasi seksual dan gender dan lain sebagainya. Partisipasi perempuan di pasca
reformasi ini diharapkan bisa menjadi patron terdepan untuk kemajuan bangsa
bukan hanya didalam pendidikan moral saja kepada anak-anak bangsa tetapi juga
merangkup segala bidang.
Kebebasan bersuara dan menyatakan pendapat juga memberikan
kesempatan bagi para aktivis perempuan untuk mendirikan Komnas Perempuan
sebuah badan yang lebih kuat posisinya dihadapan pemerintah sehingga berbagai
permasalahan perempuan bisa diteruskan keatas melalui wadah organisasi ini,
masalah kekerasan dalam rumah tangga yang menurut pemikiran tradisional
adalah bukan konsumsi publik dapat diusut oleh Komnas Perempuan pada masa
reformasi. Bahkan pemerintah membuat produk perundang-undangan yang
melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga (undang-undang
KDRT). Disamping itu berdiri Yayasan Jurnal Perempuan yang menerbitkan
sebuah jurnal tentang perempuan sebagai media untuk memberitakan
perkembangan isu-isu terkini tentang dunia perempuan jurnal ini juga sebagai
wadah pengungkapan aspirasi wanita indonesia.
2

II. Batasan Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas maka penulis membatasi ruang masalah
agar lebih terarah. Pembatasan tersebut ialah :
1. Bagaimana peran wanita dalam pembangunan bangsa ?
2. Bagaimana keadaan pembangunan di Indonesia pasca Reformasi ?





2
Ibid, Arifin, Ichwan. Hal. 79
3




BAB II
A. Status dan Peranan Wanita
Para pendiri negeri ini, sungguh sangat arif dalam menyusun UUD 1945
menghargai peranan wanita pada masa silam dan mengantisipasi pada masa yang
akan datang, dengan tidak ada satu kata pun yang bersifat diskriminatif terhadap
wanita. Konstitusi ini dengan tegas menyatakan persamaan hak dan kewajiban
bagi setiap warga negara (baik pria maupun wanita). Di dalam GBHN 1993 di
antaranya juga diamanatkan, bahwa wanita mempunyai hak dan kewajiban yang
sama dengan pria dalam pembangunan. Selain itu, pengambil keputusan juga telah
meratifikasi (mengesahkan) konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap wanita dalam UU No. 7 Tahun 1984.
3

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa wanita mengalami ketertinggalan
atau ketidakberuntungan lebih banyak dibandingkan dengan pria di antaranya di
bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, penguasaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, peningkatan peranan wanita
dalam pembangunan yang berwawasan gender sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional, mempunyai arti penting dalam upaya untuk mewujudkan
kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita atau mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan. Kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita adalah
suatu kondisi hubungan kedudukan dan peranan yang dinamis antara pria dengan
wanita. Pria dan wanita mempunyai persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan
kesempatan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara maupun dalam kegiatan pembangunan di segala bidang.
Dalam hal persamaan kedudukan, baik pria maupun wanita sama-sama
berkedudukan sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Dalam kedudukan
sebagai subjek pembangunan, pria dan wanita mempunyai peranan yang sama
dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan menikmati hasil

3
Dinata, Arda. Meluruskan Emansipasi dan Membangun Karakter Bangsa, Ciputat, 2009, hal 180

4

pembangunan. Hak yang sama di bidang pendidikan misalnya, anak pria dan
wanita mempunyai hak yang sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai ke
jenjang pendidikan formal tertentu. Tentu tidaklah adil Jika dalam era global ini
menomorduakan pendidikan bagi wanita, apalagi jika anak wanita mempunyai
kecerdasan atau kemampuan
4

B. Peranan Wanita dalam Pembangunan
Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang
dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan,
baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun
pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam keluarga
maupun di dalam masyarakat.
Keterlibatan kaum perempuan dalam pembangunan bangsa Indonesia
sebenarnya sudah sejak lama dimulai, secara eksplisit dengan gencarnya
dilaksanakan ketika lembaga Kementerian Peranan Wanita didirikan secara resmi
akhir tahun 70-an. Realitasnya tidak dapat dipungkiri bahwa peran kaum
perempuan dalam pembangunan sedemikian besarnya, ikut serta menentukan arah
dan keberhasilan pembangunan karakter bangsa Indonesia. Konsep pembangunan
kemampuan peranan perempuan yang dipergunakan berkembang menjadi
pemberdayaan perempuan yang berarti meningkatkan kualitas dan peran
perempuan pada semua aspek kehidupan baik secara langsung atau tidak langsung
melalui penciptaan situasi-situasi yang kondusif sebagai motivator dan akslerasi
proses pembangunan. Sehingga Karls memandang bahwa pemberdayaan kaum
perempuan sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity
building) terhadap partisipasi yang lebih besar, kekuasaan dan pengawasan dalam
pembuatan keputusan dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan
derajat yang lebih besar antara perempuan dan kaum laki-laki.
Pada masalah pembangunan karakter bangsa, perlu adanya sebuah
kesadaran bagi wanita untuk menjadi seorang ibu. Kesadaran ini, tentu berkenaan
dengan masalah-masalah reproduksi perempuan sebagaimana yang menjadi
wacana feminisme. Tetapi, dalam pandangan Suharsono, persoalannya tidaklah
cukup dengan melahirkan lalu menjadi ibu dan selesai. Menjadi ibu melibatkan

4
Aziz, Haslinda. Edukasi untuk para pejuang mudi: mahasiswi universitas indonesia. bangkit dan
kepalkan jarimu, pustaka murni, Yogyakarta, 2002,hal. 20

5

pengertian dan kesadaran baru yang harus dimiliki bagi setiap perempuan. Di
samping resiko beratnya melahirkan, menjadi ibu berarti memiliki kesadaran
penuh untuk membekali diri dalam rangka mendidik anak-anaknya. Tugas untuk
menjadi ibu dalam pengertian seperti ini, membutuhkan bobot spiritual dan
intelektualitas yang memadai. Para ibu adalah guru pertama anak-anaknya sendiri.
Orang pertama yang akan menjadi sandaran bagi anak-anaknya, tempat bertanya,
mengadukan halnya, dan juga perlindungannya. Jawaban-jawaban yang diberikan
serta kepedulian seorang ibu bagi anak-anaknya, sangat menentukan bagi masa
depan anak-anaknya.
5

. Adapun peran strategis yang dapat dijalankan oleh kaum perempuan
meliputi:
Pertama, peran untuk ambil bagian dalam merancang suatu model baru
pembangunan, yang digerakkan oleh suatu tata kelola pemerintahan yang baik dan
adil gender. Kaum perempuan dapat mendorong berkembangnya pandangan baru
dan ukuran-ukuran baru, sehingga kiprah kaum perempuan tetap dilihat dalam
kacamata perempuan dan bukan kacamata yang bias gender.
Kedua, peran untuk ambil bagian dalam proses politik, khususnya proses
pengambilan keputusan politik yang dapat berimplikasi pada kehidupan publik.
Dalam hal ini, kaum perempuan sudah saatnya membangun keberanian untuk
memasuki ranah politik, baik menjadi penggerak partai politik, masuk ke
parlemen, atau berjuang melalui posisi kepala daerah.
Ketiga, peran untuk ambil bagian dalam proses sosial-ekonomi dan
produksi, serta proses kemasyarakatan yang luas. Kaum perempuan dapat menjadi
penggerak kebangkitan perekonomian nasional yang lebih berkarakter, yakni
perekonomian yang berbasis produksi, bukan konsumsi.
Kaum perempuan sudah saatnya memanfaatkan ruang yang telah terbuka
dengan sebaik-baiknya. Beberapa kebijakan yang mulai memperlihatkan suatu
kesadaran tentang kesetaraan dan keadilan gender, tentu perlu diperluas dan pada
gilirannya arah dan seluruh gerak negara, berorientasi pada usaha membangun tata
kehidupan yang setara dan berkeadilan. Kita percaya bahwa hal ini sangat
mungkin diwujudkan, sepanjang kita setia pada cita-cita proklamasi kemerdekaan
dan ideologi bangsa, yakni Pancasila. Dengan berjalan di atas garis ideologi dan

5

6

cita-cita proklamasi, kita percaya bahwa tata hidup yang setara dan berkeadilan,
akan dapat diraih dengan gemilang.
C. Peranan Wanita Dalam Berbagai Masa Kehidupan
a) Zaman primitive
Kehidupan wanita sehari-hari seperti :
o Mengasuh anak
o Pola mencari makan
o Pola menata rumah
o Bercocok tanam di ladang
o Dari segi kesehatan wanita di zaman ini tidak terlalu penting
b) Abad Pertengahan
o Wanita sudah kehilangan kedudukan yang dominan
o Dari segi kesehatan wanita tidak begitu di perhatikan
c) Abad ke 17 dan 18
Pada abad ini kehidupan sehari-hari sangat di pengaruhi oleh :
Peradaban barat yang mengeluarkan ajaran bahwa wanita yang menikah
menjadi hak suaminya dan harus melahirkan anak laki-laki.
d) Abad ke-19
Pola dominasi pria terhadap wanita mengalami perubahan,walaupun dari
segi kesehatan hanya mengalami sedikit perubahan yang berarti.
e) Abad 20 dan 21
Perkembangan perempuan di Indonesia
Perkembangan perempuan di Indonesia telah ada sejak dimulainya
pergerakan nasional.
3 organisasi perempuan berdasarkan kurun waktunya yaitu :
1. Organisasi yang bersifat ke agamaan
2. Organisasi yang muncul pada orde baru
3. Gerakan LSM wanita
D. Organisasi Wanita dari masa ke masa
1. Masa Pra Kemerdekaan
Gerakan feminisme di Indonesia muncul sekitar abad 18-19 M. Tokoh
feminisme di Indonesia abad ke-19 R.A. Kartini karena dipengaruhi oleh politik
etis, sadar akan kaumnya masih terbelakang dan terkukung dalam budaya
7

feodalis. Ia lahir di Jepara tahun 1870, ia merupakan anak ke-2 dari bupati Jepara.
Bermula dari kebiasaannya menulis. Sering kali Ia menulis sebuah surat yang
berisikan amarah yang selama ini mengengkang kebebasannya dan menghalangi
emansipasi rakyat jawa, kaum perempuan khususnya. Inti dari gerakan Kartini
ialah untuk pengarahan, pengajaran agar anak-anak perempuan mendapatkan
pendidikan Selain Kartini pada generasi berikutnya muncul pahlawan emansipasi
lainnya seperti Dewi Sartika berasal dari Priangan Jawa Barat, Rohana Kudus
Sumatera Barat.
Semakin lama tumbuhlah kesadaran akan emansipasi kaum perempuan.
Akhirnya dibentuk sebuah wadah dalam bentuk organisasi. Organisasi dibentuk
guna kepentingan kaum perempuan untuk memperjuangkan perempuan dalam
perkawinan mempertinggi kecakapan dan pemahaman ibu sebagai pengatur dan
pengontrol dalam rumah tangga. Hal ini bisa dilakukan dengan cara
memperluas lapangan pekerjan, memperbaiki pendididkan dan mepertinggi
kecakapan. Namun sayangnya oganisasi pada masa itu yang di nilai bertentangan
dengan orde baru dibubarkan. Selanjutnya Soeharto menciptakan organisasi yag
berbasis ibuisme dan pada 1 Oktober 1965 di mulailah rezim pemerintahan orde
baru.
Pada abad ke 20 muncullah organisasi perempuan secara formal. Seperti
Putri Mardika tahun 1912 di Jakarta. Organisasi ini dibentuk bertujuan untuk
memajukan pendidikan bagi perempuan serta berusaha membiasakan perempuan
untuk tampil di depan umum dengan tanpa rasa takut. Kemudian muncul
organisasi perempuan di Tasik 1913, Sumedang dan Cianjur 1916, Ciamis 1917..
Organisasi ini di bentuk bertujuan menyediakan sekolah khusus bagi perempuan
yang bernama Kartini di Jakarta, kemudian didirikan lagi di Madiun, Malang,
Cirebon, Pekalongan, Indramayu dan Rembang. Namun sekolah ini kebanyakan
diikuti oleh para kaum bangsawan.
Organisasi perempuan yang bergaris agama muncul pada tahun 1920. Di
Yogyakarta ada Aisyiyah sebuah organisasi perempaun dibentuk dalam rangka
pemberharuan Muhamdiyah yang bediri tahun 1917. Dan juga pada thun 1925
berdiri Serikat Putri Islam.
Munculnya kesadaran politik ditandai dengan adanya kongres wanita
tanggal 22-23 desember 1928 di Yogyakarta. Kongres perempuan ini diadakan
oleh organisasi-organisasi perempuan antara lain Wanita Utama. Puteri Indonesia,
8

Wanita Katholik, Wanita Muljo, Aisyiyah, Serikat Isteri Buruh Indonesia, Jong
Java, Wanita Taman Siswa. Yang menghasiklan keputusan bahwa kesamaan
derajat akan tercapai dalam susunan masyarakat yang tidak terjajah. Tahun 1932
organisasi Isteri Sedar di mana organisasi ini tidak hanya terlibat dalam
perjuangan kemerdekaan. Organisasi ini dianggap sebagai organisasi yang radikal.
Karena menyimpang dari kaedah agama.
Masa penajahan jepang, Jepang membentuk Fujinkai Jawa
Hokokai untuk mobilitas pasukan Jepang di Asia Timur Raya. Jugun Ianfu sejenis
perkumpulan wanita peenghibur tentara Jepang, diam-diam melakukan pegerakan
kerja sama dengan tentara Nasional Indonesia. Pada masa kemerdekan oranisasi
muncul merebutkan kekuasaan negara. Hubungan politik antara laki-laki dengan
perempuan mulai terjadi. Selama perjuangan anti kolnial perempuan juga aktor
vokal dalam gelanggang politik. Di Semarang oleh 7 wakil organisasi perempuan
membentuk Gerwis. Selama Gerwis berjalan ada suatu masalah dari segi anggota,
anggota gerwis hanya berasal dari kalangan atas saja. Akhirnya 4 Juli 1954
diubah namanya menjadi Gerwani yang beranggotakan lebih menyeluruh dari
lapisan masyarakat. Pegerakan ini tidak hanya menuntut adanya persamaan hak
tapi juga berperan aktif dalam pergerakan politik bangsa. Organisasai ini
mendukung pembebasan Irian Barat, juga menyertakan para sukarelawatinya
dalam konfrontasi dengan Malaysia. Memberi dukungan pada aksi buruh dan
mahasiswa, petani dan juga perlawanan Darul Islam.
Para anggota gerwani berasal dari kalangan yang berbeda secara ideologi
tapi di dalam tubuh gerwani berbagai macam ideologi tesebut dapat dilebur
menjadi satu. Gerwani berbasis ormas yang anggotanya berasal dari kalangan
biasa dan anggota Gerwani lebih plural. Namun secara ideologis gerwani
mempunyai kedekatan dengan PKI. Tahun 1960 gerwani mulai condong ke kiri
dan aktif mendukung progam Soekarno yang mendapat dukungan dari PKI. Saat
terjadi gerakan 30 September PKI terjadi pembunuhan seacara besar-besaran.
Diduga Gerwani terlibat dalam pembantaian para jendral di lubang buaya,
mengiris-iris tubuh para jendral sambil menari telanjang akibatnya para anggota
gewani baik yang terlibat ataupun tidak dibunuh dan dipenjarakan, meskipun
dugaan tehadap gerwani demikan namun gewani memepunyai jasa dan juga
Gerwani bukanlah organisasi wanita yang hanya memperjuangkan kaumnya tapi
juga ikut dalam memperjuagkan kesatuan negara NKRI.[4]
2. Pasca Kemerdekaan
9

Organisasi Perempuan yang ada masih terus memperjuangkan
kesamaan politik , hak memperoleh pendidikan dan kesempatan kerja. Persolan
yang di hadapi adalah tindakan diskriminatif antara laki laki dan perempuan.
Ada beberapa hal yang telah di capai :
a. Hak politik yang sama antara laki-laki dan perempuan setidaknya secara
legal telah di jamin dalam pasal 27 UUD 45. Lalu lahir UU 80/1958,yang
menjamin adanya prinsip pembayaran yang sama dalam hal pekerjaan yang sama
perempuan dan laki-laki tidak di beda-bedakan dalam sistem penggajian.
b. Maria Ulfa kemudian terpilih menjadi menteri sosial pada kabinet Syahrir II
(1946) dan S.K.Trimurti menjadi menteri perburuhan pada kabinet Amir
Syarifuddin (1947-1948), gerakan perempun indonesia yang juga berhasil
menempatkan perempuan sebagai anggota parlemen.
3. Masa Orde Baru
Di masa orba sudah ada kelompok-kelompok organisasi perempuan
untuk membantu pemerintah dan menyebar luaskan ideologi gender .mereka
adalah :
a. Dharma Wanita untuk istri PNS
b. Dharma Pertiwi untuk istri yang suaminya bekerja di militer dan kepolisian
c. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk perempuan yang tidak
termasuk kelompok pertama dan kedua, khususnya untuk yang di pedesaan.
4. Masa Reformasi
Pada era tahun 2000-an , terjadi perubahan dari gerakan sosial ke gerakan
politik, dari jalan ke parlemen.
Gerakan perempuan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerakan reformasi
untuk demokrasi. Pada tahun 2001 muncul presiden perempuan pertama di
indonesia , Megawati Soekarno Putri. Tahun 2003 : UU no 12/2003(pasal 65
ayat1) memuat kuota 30% keterwakilan perempuan dan pada tahun 2004lhir
undang-undang tentang perlindungan terhadap perempuan.[5]
D. Partisipasi Politik Perempuan
Berbicara tentang perempuan dan politik, merupakan bahasan yang
menarik. Sebab, peran politik perempuan dari perspektif kalangan feminisme
radikal adalah dimana terjadinya transformasi total (kalau perlu, dengan sedikit
pemaksaan) peran perempuan di ranah domestik ke ranah publik. Atau dalam
bahasa populernya, kesetaraan gender.
10

Keterlibatan wanita di kancah politik bukan hal yang baru. Dalam sejarah
perjuangan kaum wanita, partisipasi wanita dalam pembangunan, telah banyak
kemajuan dicapai terutama di bidang pendidikan, ekonomi, lembaga kenegaraan,
dan pemerintahan.
Berbicara tentang partisipasi politik wanita, tentu saja kita tidak dapat
menghindarkan diri dari diskusi tentang partisipasi politik menurut disiplin ilmu
politik. Menurut Verba, Nie, dan Kim (1978:46, dalam Afan Gaffar, 1991)
partisipasi politik adalah legal activities by private citizens than more or less
directly aimed at influence the selection of governmental personnel and/ or the
action they take.
Mely G. Tan (1992, dalam Yulfita, 1995:1) membedakan partisipasi
politik dalam dua aspek, yaitu dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit yaitu
berupa keikutsertaan dalam politik praktis dan aktif dalam segala kegiatannya;
sedangkan dalam arti luas, berupa keikutsertaan secara aktif dalam kegiatan yang
mempunyai kemampuan, kesempatan dan kekuasaan dalam pengambilan
keputusan yang mendasar yang menyangkut kehidupan orang banyak.
Dalam sebuah lingkungan nyata, konstribusi politik perempuan haruslah
diletakkan dalam suatu cara bahwa aktivitas- aktivitas kolektif didasarkan atas
sebuah kehendak bebas, sukarela, sadar, dan aktif. Inilah sebuah situasi ketika
individu- individu masyarakat dan mengatur urusan- urusan social (baik langsung
maupun tidak) serta membantu membentuk kehidupan masyarakat.
Dalam sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia, kita mengenal tokoh-
tokoh seperti R.A Kartini, Dewi Sartika, Nyi Ageng Serang, dan sebagainya.
Mereka memperjuangkan hak- hak wanita untuk dapat memperoleh pendidikan
setara dengan pria. Di bidang lain ada wanita yang berjuang untuk merebut
kemerdekaan seperti Cut Nyak Dien, Maria Tiahahu,Yolanda Marinis, dsb.
Organisasi wanita telah lama ada sebelum kemerdekaan, bahkan pada tanggal 22
Desembar 1928 mereka mengadakan kongres I. Bahkan kini terdapat 66 unit
organisasi wanita yang berhimpun dalam Kowani (Kongres Wanita Indonesia).
Secara UUD 1945 tidak membedakan laki- laki dan perempuan dan
menjamin bagi warga negaranya persamaan hak dan kewajiban di bidang politik
dan lainnya. Pada tahun 1978 persamaan hak, tanggung jawab, dan kesempatan
tersebut ditekankan secara eksplisit di dalam GBHN. Kepedulian Indonesia
terhadap persamaan hak ini juga tercermin dengan ikut sertanya menandatangani
11

konvensi mengenai penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan
pada tahun 1980 dan diretifikasi tahun 1984 melalui UU No.7 Tahun 1984.
Dalam segi Ideologi dan Hak Asasi Manusia,perempuan mempunyai
kedudukan yang sama dengan laki-laki. Perempuan dan laki-laki mempunyai hak ,
kedudukan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesehatan,pendidikan,pekerjaan,hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran, hak
untuk tidak disiksa, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak untuk
berserikat, berorganisasi, berpolitik, dan berbagai hak universal yang dilindungi
oleh hukum.Singkat kata semua hak yang dimiliki laki-laki tak ubahnya duduk
sama rendah dan berdiri sama tinggi. Perempuan dan laki-laki mempunyai
kedudukan yang sama, yang dijamin dan dilindungi oleh Negara.
Dalam konteks islam sendiri, perempuan dan laki-laki mempunyai
kedudukan yang sama bahwa yang paling mulia disisi Allah ialah yang paling
bertakwa. Perbedaannya dari sisi fisik saja, yaitu laki-laki lebih kuat daripada
perempuan. Laki-laki kepala rumah tangga dan perempuan ibu rumah tangga.
Meskipun beberapa ahli fikih menyatakan larangan total bagi aktivitas perempuan
dalam wilayah ini: sementara, pada saat yang sama, selainnya menyisakan ruang
bagi perubahan dalam aturan klasik ini, sebuah perubahan yang di dasarkan atas
ruang dan waktu. Sejauh hukum syariat tidak mengingkari peran perempuan
dalam masyarakat dan mendelegasikan mereka posisi yang netral, dan sejauh al
quran dan sunah menyuarakan kesetaraan gender dalam ruang social, perempuan
memilki hak untuk partisipasi dalam ruang politik. Perempuan bebas
mengekspresikan pandangannya dan memberikan persetujuan atau kritiknya
terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Hal ini berkesuaian dengan penerimaan
mereka terhadap perintah al quran sebagai berikut:
4pONLg`u^-4 eE4g`u^-4
__u4 +7.41gu *u4 _
]+O4C NOuE^)
4pOE_uL4C4 ^}4N @OL^-
]O1NC4 E_OUO- ]O>uNC4
E_OEEO- ]ON1gCNC4 -.-
N.Oc4O4 _ Elj^q
N_+EOuO=OEc +.- Ep) -.-
NOCjG4N _1EO ^_
Dan orang- orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat,
dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
12

Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At
Taubah: 71).
E. Peran Wanita dalam Mewujudkan Masyarakat yang Religius.
Eksistensi seorang wanita merupakan segmen yang urgen dari sebuah
masyarakat sebab wanita adalah bagian sebuah masyarakat, bangsa dan komunitas
manusia. Kita tidak akan dapat menutup mata dari peran penting yang dimainkan
oleh wanita. wanita mempunyai peran yang sangat urgen dan fundamental dalam
memcoraki karakter pribadi-pribadi suatu masyarakat dan bangsa. Dalam sebuah
mutiara hikmah, seorang bijak berkata: Wanita adalah pendidik manusia,
kebaikan suatu bangsa berporos pada kebaikan wanita, dan kebejatan suatu bangsa
berporos pada kebejatan wanita.
Mengingat begitu fundamentalnya peranan wanita dalam membentuk
karakter pribadi sebuah bangsa, ia pun sanggup menjadikan bangsa tersebut
unggul atau hancur, Karena sebuah bangsa atau masyarakat adalah komunitas
yang terbentuk dari pribadi-pribadi, sedangkan yang membentuk karakter pribadi
adalah keluarga. Lantas siapa yang lebih banyak berperan dalam sebuah keluarga,
Tentu wanita, yaitu tatkala ia berperan sebagai seorang ibu. Ini merupakan
peranannya secara tidak langsung secara dalam mewujudkan sebuah bangsa yang
maju. Sedangkan peran langsung yang dapat dimainkan oleh perempuan adalah
peran sebagai anggota masyarakat. Yakni seperti wanita yang berperan dengan
menunjukkan kredibilitasnya dalam ranah sosial, politik, ekonomi, sains, dan lain-
lain.
Sesuai dengan fitrahnya Islampun menetapkan peranan peranan tertentu
bagi statusnya, yaitu wanita sebagai seorang ibu, dan wanita sebagai seorang istri.
Islam mewajibkan seorang wanita agar melaksanakan fungsi keibuannya dengan
sebaik baiknya. Karena jika ia tidak dapat memainkan peran itu dengan baik,
justru akan berakibat fatal terhadap kebahagiaan dan kesengsaraan masa depan
anaknya. Dalam berbagai hadits ditekankan bahwa memelihara anak adalah amal
saleh yang besar. Itulah sebabnya, walaupun Islam mengizinkan bergerak di
masyarakat sesuai dengan keperluannya, namun Islam memandang bahwa
kehadirannya dirumah merupakan hal yang paling penting dari segalanya.
Menjadi seorang ibu merupakan peran secara tidak langsung dalam membangun
sebuah masyarakat yang sehat jasmani maupun ruhani, maju dan unggul. Sebab,
begitu beratnya tugas menjadi seorang ibu. Tuhan memberikan keistimewaan
13

kepada ibu sebagai balasan atas tugas berat di pundaknya, sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasul saww.: Syurga di bawah telapak kaki ibu. Kalau kita
coba teliti lagi redaksi hadis di atas, mungkin beliau ingin mengatakan juga bahwa
di telapak kaki ibulah terbentuk kepribadian surgawi (baik) atau jahanami (buruk).
Maksudnya, seorang ibu mampu melahirkan pribadi-pribadi yang baik dan
masyarakat yang sehat dan saleh.
Kaum wanita harus berperan aktif mendidik anak-anaknya dengan prinsip-
prinsip takwa, dan melatih mereka dengan cara hidup demikian. Seperti cara
hidup bersih, baik lahir maupun batin, mengajari kejujuran, tidak sombong, tidak
menipu, merampas hak orang lain, dan memupuknya dengan akhlak mulia.
Singkatnya, mendidik mereka dalam rangka menjauhi larangan Allah dan
menjalankan perintah-Nya. Bukan hanya sekedar mendidik anak dalam bentuk
pendidikan formal saja dan melalaikan sisi ruhani dan spritualnya. Bukan hanya
memenuhi kebutuhan kesehatan jasmaninya saja tanpa memperhatikan kebutuhan
kesehatan ruhaninya. Inilah langkah awal untuk menciptakan masyarakat yang
sehat dan saleh.
Maka dari itu dirumuskan bahwa istri yang baik adalah istri yang menjadi
teman suaminya dalam meningkatkan moralitas, spiritualitas, dan religiulitas.
Serta seorang ibu yang baik yaitu ibu yang dapat membentuk jiwa anak anaknya
menjadi pribadi pribadi yang baik yang pada akhirnya memunculkan generasi
bangsa yang berakhlak dan berprestasi.
Karena sebuah bangsa atau masyarakat adalah komunitas yang terbentuk
dari pribadi-pribadi, sedangkan yang membentuk karakter pribadi adalah
keluarga. Maka mustahil ada sebuah masyarakat kalau di sana tak ada keluarga
dan keluarga memerlukan sosok wanita yang berakhlak mulia serta memahami
peranannya untuk membentuk masyarakat yang diharapkan yakni sebuah
masyarakat yang religius. Yaitu masyarakat yang menjunjung norma-norma
agama, berpegang teguh kepada ajaran agama dan dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-sehari dalam berinteraksi sesama anggota masyarakat.
F. Kiprah Perempuan dalam Bidang Ekonomi
Perempuan sangat potensial untuk melakukan berbagai kegiatan produktif
yang menghasilkan dan dapat membantu ekonomi keluarga, apalagi potensi
tersebut menyebar di berbagai bidang maupun sektor. Dengan potensi tersebut
14

perempuan potensial berperan aktif dalam proses recovery ekonomi, untuk itu
potensi perempuan perlu ditingkatkan.
Kiprah perempuan dalam bidang ekonomi terutama yang melakukan peran
sebagai pengelola usaha telah merambah ke pelosok-pelosok wilayah perdesaan
dengan menjalankan usaha di berbagai sektor, seperti antara lain pertanian,
pengolahan makanan, industri kecil dan perdagangan. Sedangkan di perkotaan
usaha perempuan lebih beragam sampai menjangkau keseluruh sektor-sektor
usaha yang ada. Sebagian besar usaha perempuan pada kenyataannya juga banyak
bergerak di bidang-bidang yang berkaitan dengan wilayah domestik dan dekat
dengan lingkungan rumah tangganya, seperti pada sektor jasa, industri kerajinan
dan rumah tangga serta sektor informal lainnya.
Optimalisasi peran serta perempuan di dalam berbagai kegiatan publik
perlu terus ditingkatkan.[1] Kiprah perempuan untuk tampil ke depan mulai
dibuka lebar tampak dari semakin mudahnya perempuan dalam meraih setiap
peluang kerja yang tersedia. Kompetisi untuk mencari sumber pendapatan seiring
dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin meningkat dan
semakin bervariasi terus dihadapi perempuan. Oleh karena itu. secara kualitas
perempuan harus dipersiapkan untuk mengahadapinya.
Peran ganda perempuan yang semakin berkembang tidak hanya terkait di
sektor domestik tetapi telah meluas ke sektor kegiatan ekonomi. Peran perempuan
turut menegakkan ekonomi rumah tangga dengan memasuki berbagai kegiatan
ekonomi diakui memberikan dampak positif bagi kesejahteraan rumah tangga.
Karena kuatnya posisi ekonomi adalah sebagai modal untuk membiayai seluruh
keperluan rumah tangga.
Meningkatnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi dilandasi
peningkatan dalam jumlah perempuan yang terlibat dalam pekerjaan di luar rumah
tangga yang meningkat dari waktu ke waktu. Di samping itu peningkatan dalam
bidang jumlah pekerjaan yang dapat dimasuki oleh perempuan yang selama ini
sebelumnya masih didominasi oleh laki-laki.[2] Kaum perempuan saat ini
memiliki peranan yang cukup besar dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan.
Peran perempuan di bidang ekonomi sudah menunjukkan adanya peningkatan,
walaupun bila dibandingkan dengan laki-laki masih lebih rendah (78.61% tahun
2010). Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan mengalami
peningkatan dari 46.68 % tahun 2009 menjadi 47.24 % tahun 2010.[3]
15

Banyak anggapan, dunia ilmu pengetahuan adalah dunia kaum laki-laki.
Seolah-olah, kaum wanita tidak memiliki kontribusi apa-apa dalam bidang ilmu
pengetahuan. Padahal dalam sejarah panjang umat manusia, banyak wanita yang
berperan penting dalam pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
G. Peran Wanita di Dunia Pendidikan
Kemajuan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan.
Pendidikan yang baik akan menjadi awal bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.Proses pendidikan diawali dari lingkungan yang paling kecil, yaitu
rumah. Dari sinilah bermulanya kontribusi wanita dalam ilmu pengetahuan. Tidak
sedikit ilmuwan yang lahir berkat didikan wanita yang berkualitas sejak masa
yang sangat dini di rumah. Keberhasilan Eve Curie, misalnya, tentu tidak bisa
dipisahkan dari didikan Marie Curie.
Peran RA. Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia merupakan
salah satu contoh kontribusi wanita yang dicetak dengan tinta emas dalam sejarah.
Pada masa itu, kondisi pendidikan di tanah air sangat memprihatinkan, khususnya
bagi kaum wanita. Anak-anak di bawah umur 12 tahun masih diperbolehkan
mengikuti pelajaran di sekolah. Namun setelah di atas 12 tahun, mereka tidak
diperbolehkan lagi belajar di luar rumah.
Kartini mendobrak kondisi yang memprihatinkan tersebut dengan
membangun sekolah khusus wanita. Selain itu, ia juga mendirikan perpustakaan
bagi anak-anak perempuan di sekitarnya. Usaha Kartini ini didukung oleh
sahabatnya, Rosa Abendanon, dan suaminya, Raden Adipati Joyodiningrat.
Pemikiran-pemikiran Kartini dalam memajukan dunia pendidikan dapat kita baca
dalam bukunya yang terkenal, " Habis Gelap Terbitlah Terang".
Apa yang telah diperjuangkan oleh Kartini pada masa itu, dapat kita lihat
manfaatnya dalam perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini. Hal ini juga
berimbas pada kemajuan ilmu pengetahuan di tanah air.
H. Peran dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
Selain berperan mengembangkan ilmu pengetahuan -secara tidak
langsung- lewat jalur pendidikan, banyak tokoh wanita yang mengukir prestasi
besar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan secara langsung.
Tokoh wanita yang mungkin layak disebutkan pertama kali adalah Aisyah
ra. Pada masanya, Aisyah ra. banyak memberikan masukan dan ide-ide cemerlang
dalam memajukan Islam. Selain itu, dia juga berperan besar dalam menjaga
16

kemurnian sunnah nabi, yang menjadikannya salah seorang sumber rujukan pada
zamannya.
Aisyah ra. juga terkenal ahli dalam bidang fiqh, yang nyaris tak tertandingi
kehebatannya dalam sejarah keilmuan Islam. Keahliannya dalam bidang sunnah
dan fiqh tersebut membuat namanya tercatat dalam golongan intelektual papan
atas di tahun-tahun pertama Islam.
Nama lain yang juga pantas disebut adalah Helen keller. Dia adalah
penulis dan peneliti asal AS. Ketika berumur satu tahun, dia terserang penyakit
yang parah, dan itu mengakibatkannya tidak bisa melihat dan mendengar lagi.
Kekurangan yang dimilikinya, tidak mengurungkan niat Helen untuk terus
mengembangkan ilmu pengetahuan. Ia terus belajar, belajar dan belajar. Helen
menuntut ilmu di rumah, dan diajar oleh guru pribadi yang didatangkan oleh
orangtuanya.
Pada usia 20 tahun, dia berhasil diterima di universitas. Helen aktif
menulis buku untuk menggalang dana bagi orang-orang buta. Buku pertamanya,
" The Story of My Life", telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Apa
yang telah dilakukannya, membuka mata dunia untuk lebih menghargai
keberadaan dan peran wanita, sekalipun dengan keterbatasan indera, seperti Helen
Keller.
Ketika banyak orang mengasumsikan ilmu pengetahuan hanya sebatas
teknologi, maka tokoh besar wanita yang tidak boleh dilupakan adalah Marie
Curie. Wanita yang bernama lengkap Maria Sklodowska Curie ini, adalah penemu
unsur radium. Curie adalah satu-satunya ilmuwan yang berhasil memperoleh dua
nobel, nobel yang pertama didapat pada tahun 1903 untuk bidang fisika, dan yang
kedua didapat pada tahun 1911 untuk bidang kimia. Curie juga merupakan wanita
pertama yang mengajar di Universitas Sorbonne, Paris.
Dedikasinya yang sangat tinggi di bidang ilmu pengetahuan, belum ada
yang menandingi. Curie mengabdikan seluruh hidupnya pada ilmu pengetahuan.
Dan sampai saat ini, tidak ada wanita yang memiliki pengabdian intelektual
seperti dirinya. Berkat jasa Marie Curie, wanita semakin diakui kontribusinya
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Meskipun disibukkan oleh kegiatannya,
tapi dia tidak pernah melupakan kodratnya sebagai wanita dan sebagai seorang
ibu. Dia tetap meluangkan waktu untuk melayani sang suami, Pierre Currie, dan
anaknya, Irene Curie. Banyak wanita muda yang tersugesti setelah membaca
kisahnya.
17

Demikianlah, anggapan bahwa dunia ilmu pengetahuan adalah dunia kaum
laki-laki, ternyata tidak sepenuhnya benar. Banyak tokoh wanita yang berperan
besar dalam memajukan ilmu pengetahuan. Baik secara langsung maupun tidak
langsung. Berbagai prestasi luar biasa yang telah ditorehkan oleh Kartini, Aisyah
ra, Helen Keller, Marie Curie, dan lain-lain; adalah sederet bukti yang tak
terbantahkan.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Status wanita adalah keadaan atau kedudukan wanita dalam hubungannya
dengan masyarakat dalam konteks budaya,politik,agama,dan
pembangunan.
2. Nilai wanita adalah angka kepandaian, potensi, atau mutu yang dimiliki
olehseorang wanita. Orang-orang banyak berbeda kecakapannya satu sama
lain, kecakapan adalah fungsi pribadi,oleh karena itu wanita harus diberi
persamaan kesempatan untuk mewujudkan potensi-potensi mereka dan
penilaian kecakapan mereka tidak boleh didasarkan atas prakarsa kelamin.
Dalam definisi kesehatan kaum wanita harus mencerminkan kehidupan
wanita,yaitu :
a. Peran reproduksi ( melahirkan anak )
b. Takdir biologis ( siklus menstruasi )
c. Hubungan social.
B. Saran-saran
1. Wanita harus diberi persamaan kesempatan untuk mewujudkan potensi-
potensi mereka.
2. Pemerintah harus lebih serius lagi dalam meningkatkan peran wanita dalam
segala bidang.





18









DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Haslinda. Edukasi untuk para pejuang mudi: mahasiswi universitas
indonesia. bangkit dan kepalkan jarimu, pustaka murni, Yogyakarta, 2002
Asmara, Gusti. Kartini BUKAN Cuma Pejuang Pergerakan Perempuan [Ditinjau
dari Nasionalisme & Islamisme], Mustika Persada, Malang, 2008
Hendawati, Rayuna. Paradigma gerakan muslimah Indonesia, CitaPustaka,
Jakarta, 2004
Ichwanarifin, perempuan, politik dan pergerakan kebangsaan, Mizan, Bandung
2011
Suryochondro, Sukanti. Timbulnya dan perkembangan gerakan wanita di
Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2000
Fadlullah Sayid Muhammad Husain, Dunia Wanita dalam Islam, Lentera, Jakarta,
2000
Razwy Sayid, Menapak Jalan Suci Sang Putri Mekah, Lentera ,Jakarta, 2002.
Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual;Refleksi Sosial Cendekiawan Muslim, Mizan,
Bandung, 1991,
Rahman Yudi Nur, 1995, 14 Manusia Suci, Bandung, Pustaka Hidayah
Euis Daryati, Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Religius
(1); Sebuah Pengantar, http://www.islamfeminis.wordpress.com, Surakarta,
3 Juli 2007
Dinata, Arda. Meluruskan Emansipasi dan Membangun Karakter Bangsa,
Ciputat, 2009
Bashin, Kamla dan Nighat Said Khan, Persoalan Pokok Mengenai Feminisme dan
Relevansinya. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995
Mansour Fakih. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2001
19

Hakeem, Ali Hosein. Membela Perempuan Menakar Feminisme dengan Nalar
Agama. Penerbit Erlangga, Jakarta ,2005
Yubahar Ilyas. Perempuan dan Kekuasaan (Menelusuri Hak Politik dan
Persoalan Gender dalam Islam, Zaman Wacana Mulia, Bandung, 1998
Jafar, Dr. Muhammad Anis Qasim. Perempuan dan Kekuasaan (Menelusuri Hak
Politik dan Persoalan Gender dalam Islam). Zaman Wacana, Bandung,
Mulia, 1988
Khan, Said. Wanita, Gender dan Feminisme Perjuangan Partisipasi Politik
Kaum Perempuan. Rajawali Press; Jakarta, 2011
Mernissi, Fatimah. Pemberontakan Wanita Peran Intelektual Kaum Wanita
dalam Sejarah Muslim. Mizan; Bandung, 1999

Anda mungkin juga menyukai