Anda di halaman 1dari 21

PENENTUAN BATAS LITOLOGI ANTARA BATUGAMPING DENGAN

BATUPASIR DAN BATULEMPUNG DI SEKITAR GUNUNG


JATIBUNGKUS, KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, JAWA TENGAH
MENGUNAKAN METODE RESISTIVITAS

Intisari

Telah dilakukan survei menggunakan metode resistivitas di daerah Gunung J atibungkus,
Karangsambung, Kebumen, J awa Tengah. Survei ini bertujuan untuk mengetahui kontak/batas litologi
antara batugamping Gunung Jatibungkus dengan batupasir dan batulempung di sekitarnya.
Instrumen yang digunakan dalam pengukuran metode resistivitas ini adalah Resistivity OYO
McOHM Mark-2 model 2115A. Pengukuran terdiri dari tujuh lintasan dengan konfigurasi elektroda
dipole-dipole.
Hasil pemodelan menggunakan Res2dinv memberikan interpretasi kuantitatif dari masing-
masing lintasan. Nilai resistivitas 50 Ohmm 500 Ohmm diinterpretasi sebagai resistivitas
batugamping, sedangkan nilai resistivitas yang lebih kecil dari 50 Ohmm diperkirakan sebagai nilai
resistivitas batupasir dan batulempung di sekitar Gunung J atibungkus. Dengan melakukan anlisis
kualitatif terhadap pseudodepth section disimpulkan bahwa batugamping pada bagian timur Gunung
J atibungkus memiliki tubuh yang lebih besar di bawah permukaan yang melampar ke arah selatan,
sedangkan pada bagian utara batasnya relatif vertikal
IV-1
DETERMINATION OF LITHOLOGIC CONTACT BETWEEN LIMESTONE
AND SANDSTONE CLAYSTONE SURROUNDING GUNUNG
JATIBUNGKUS, KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, CENTRAL JAVA USING
RESISTIVITY METHOD


Abstract

A survey based on resistivity method had been carried out at Gunung Jatibungkus,
Karangsambung, Kebumen, Central Java. The purpose of this measurement is to delineate lithologic
contact between limestone at Gunung Jatibungkus from its surrounding sandstone and claystone.
The instrument used in data acquisition in this method was Resistivity OYO McOHM Mark-
2 model 2115A. the this survey covered seven lines of dipole-dipole electrodes configuration.
An inverse modeling using Res2dinv resulted in quantitative interpretation from each
survey line. A resistivity value of 50 Ohmm 500 Ohmm obtained from this modeling was interpreted
as limestone resistivity, whereas resistivity value less than 50 Ohmm was estimated to be sandstone
and claystone surrounding the Gunung Jatibungkus. By qualitatively analyzing the pseudodepth
section from each line it is concluded that limestone at East Gunung Jatibungkus has a broader body
below the surface that is gently dipping southern, whereas at northern part of Gunung Jatibungkus
has a relatively vertical contact.
IV-2
BAB I
PENDAHULUAN



I.1. Latar Belakang
Adanya kemampuan bumi untuk menghasilkan dan merespon medan listrik
menimbulkan berbagai macam metode eksplorasi resistivitas. Kemampuan ini
mendorong munculnya ide-ide tentang pemakaian metode resistivitas untuk
pencarian mineral logam, penyelidikan geothermal, pencarian air tanah, penyelidikan
candi yang terpendam maupun untuk penyelidikan struktur bawah permukaan bumi.
Daerah Karangsambung, Kebumen, J awa Tengah memiliki kondisi geologi
yang sangat kompleks. Proses geologi di daerah ini sangat dipengaruhi oleh proses
subduksi antara lempeng samudra Hindia-Australia dengan lempeng benua Eurasia.
Gunung J atibungkus sendiri terdiri dari dua macam batuan, yang berdasarkan
informasi geologi adalah batu gamping dan batu lempung. Sehingga diharapkan
dengan penelitian menggunakan metode resistivitas mampu mendapatkan harga
kontras resistivitas antara batu gamping dan batu lempung tersebut.

I.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Melakukan pemetaan batas antara batu gamping dan batulempung dan
batupasir yang terdapat di sekitar Gunung J atibungkus
2. Melakukan penafsiran terhadap struktur batuan di bawah permukaan bumi
berdasarkan data kontras resistivitas.

I.3. Perumusan Masalah
Nilai kontras resistivitas batuan di bawah permukaan bumi yang diperoleh
dari penelitian dengan menggunakan metode resistivitas diharapkan mampu
memberikan gambaran terhadap struktur batuan di bawah permukaan bumi tersebut.
Informasi mengenai batas-batas litologi serta informasi geologi di daerah
IV-3
Karangsambung akan dapat memberikan gambaran ilmiah yang mendukung bagi
penelitian-penelitian berikutnya.

I.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pengambilan data terletak di sekitar Gunung J atibungkus,
Karangsambung, Kebumen, J awa Tengah (Gambar III.1). Pengambilan data ini
dilakukan selama tujuh hari yaitu pada tanggal 17-23 Agustus 2005.
IV-4
BAB III
DASAR TEORI



Tahanan jenis adalah suatu sifat dasar material yang mencirikan material
tersebut. Pengukuran tahanan jenis di lapangan pada berbagai jenis batuan akan
menghasilkan suatu kesimpulan yang membedakan satu tipe batuan dari tipe batuan
yang lainnya tanpa melakukan penggalian. Hal ini didasarkan atas kemampuan alat
untuk menghantarkan arus listrik ke dalam material yang mempunyai kemampuan
yang berbeda dalam menghantarkan arus listrik pada kedalaman yang berbeda dan
untuk mengukur tahanan jenis pada kedalaman tersebut.
Prinsip dasar metode ini adalah dengan mengalirkan arus ke dalam bumi
melalui sepasang elektroda arus (A dan B) dan mengukur beda potensial di
permukaan bumi melalui elektroda potensial (M dan N). Arus listrik (pergerakkan
partikel-partikel bermuatan) menjalar di dalam medium bumi melalui tiga jenis
konduksi, yaitu :
1. Konduksi Ohmik, yaitu elektron-elektron yang dapat menjalar melalui
struktur kristalin atau metal.
2. Konduksi Elektrolit, yaitu partikel-partikel bermuatan yang dapat menjalar
melalui air tanah, sediment lepas ataupun batu-batuan.
3. Konduksi Dielektrik, yaitu adanya medan listrik bolak-balik menyebabkan
ion-ion dalam medium bergerak melingkar sehingga menimbulkan medan
magnet dan munculnya medan elektrik sekunder.
Aliran-aliran elektron ini akan mengalami hambatan ketika menjalar di dalam
tanah. Hambatan ini di dalam geolistrik dideskripsikan sebagai tahanan jenis
(resistivitas) listrik yang mempunyai satuan Ohm-jarak. Besaran tahanan jenis inilah
yang menjadi target utama dalam pengukuran geolistrik. Nilai tahanan jenis di dalam
bumi sangat tergantung pada kombinasi efek ohmik dan dielektrik yang bersesuaian
dengan efek jenis batuan, sifat elektrolit dan keberadaan air tanah di dalam pori-pori
IV-5
mediumnya. Oleh karena itu, walaupun medium batuannya berjenis sama dan pada
formasi yang sama tetapi dapat memiliki nilai resistivitas yang berbeda.

III.1. Potensial di Sekitar Titik Arus
Hubungan antara beda potensial, arus dan hambatan listrik diberikan oleh
George Simon Ohm sebagai berikut :
i
V
R = (1)
dengan, R = Hambatan (Ohm)
i =Arus (Ampere)
V = Beda Potensial (Volt)
Apabila ditinjau sebuah balok dengan luas penampang A, panjang L,
hambatan R dan memiliki tahanan jenis (seperti terlihat pada Gambar II.1), maka
hubungan yang diperoleh dinyatakan dengan rumus :
A
L
R

= (2)
dengan, =Resistivitas (m)
R =Hambatan ()
A =Luas Penampang (m
2
)
L =Panjang Penampang (m).









Gambar II.1 balok dengan luas penampang A, panjang L, hambatan R dan
memiliki tahanan jenis

IV-6
Mengalirnya arus ke dalam material akan menyebar keluar. Permukaan
potensial yang sama berbentuk setengah lingkaran yang makin membesar (Gambar
II.2), apabila material mempunyai tahanan jenis yang sama.











Gambar II.2 pola penyebaran arus yang membentuk setengah lingkaran
untuk permukaan dengan potensial yang sama

Potensial yang terukur pada elektroda M adalah :

=
2 1
1 1
2 d d
i
V
M

(3)
dengan, d
1
=jarak elektroda potensial M dengan elektroda arus A
d
2
=jarak elektroda potensial M dengan elektroda arus B
Potensial yang terukur pada elektroda N adalah :

=
4 3
1 1
2 d d
i
V
N

(4)
dengan, d
3
=jarak elektroda potensial N dengan elektroda arus A
d
4
=jarak elektroda potensial N dengan elektroda arus B
Sedangkan beda potensial yang terukur di kedua titik MN adalah :

+ =
4 3 2 1
1 1 1 1
2 d d d d
i
V
MN

(5)
Persamaan (5) di atas merupakan nilai beda potensial dari sebuah media
dengan nilai resistivitas yang seragam di medium yang homogen. Sedangkan di
dalam medium tanah, kondisinya sangat berbeda sehingga bidang equipotensial yang
muncul akan sangat tidak beraturan. Oleh karena itu, dalam pengukuran di lapangan
IV-7
dikenal istilah resistivitas semu (apparent resistivity). Nilai resistivitas semu
tergantung pada resistivitas lapisan-lapisan pembentuk formasi (medium yang tidak
homogen).
Untuk menentukan nilai resistivitas semu (
a
) digunakan rumus :
1
4 3 2 1
1 1 1 1 2

+ =
d d d d i
V
MN
a

(6)
Persamaan (6) adalah persamaan dasar dari metode resistivitas dan sering
dituliskan :
i
V
K
MN
a
= (7)
dimana,
1
4 3 2 1
1 1 1 1
2

+ =
d d d d
K (8)
K merupakan faktor geometri yang nilainya tergantung dari susunan
(konfigurasi) elektroda yang digunakan.

III.2. KONFIGURASI ELEKTRODA
Pemilihan susunan elektroda yang digunakan dalam pengambilan data
tergantung pada target yang akan dicapai. Ada beberapa jenis susunan elekroda
dalam survei geolistrik, yaitu :
1. Susunan Elektroda Wenner
Pada susunan elektroda Wenner, keempat elektroda dipasang sejajar
dengan a yang sama dan elektroda arus AB berada di luar elektroda
potensial MN. Susunan elektroda ini biasanya digunakan untuk
mengetahui kontak batuan secara lateral. Faktor geometri untuk susunan
elektroda Wenner adalah :
a
a a a a
K
w
2
1
2
1
2
1 1
2
1
=

+ =





IV-8
A M N B


a a a
Gambar II.3 Susunan Elektroda Wenner

2. Susunan Elektroda Schlumberger
Pada susunan elektroda Schlumberger, jarak titik tengah O dengan
elektroda arus A dan B sama yaitu L. Sedangkan jarak titik tengah O
dengan elektroda potensial M dan N adalah b. Susunan elektroda ini
biasanya digunakan untuk pengukuran sounding. Faktor geometri susunan
elektroda Schlumberger adalah :
( )
b
b L
b L b L b L b L
K
s
2
1 1 1 1
2
2 2
1

+
+


:
A M O N B


L b b L
Gambar II.4 Susunan elektroda Schlumberger

3. Susunan Elektroda Dipole-Dipole
Pada susunan elektroda dipole-dipole, jarak elektroda arus AB sama
dengan jarak elektroda potensial MN. Faktor geometri susunan elektroda
ini adalah :
( )( ) 2 1 2 + + = n n an K
D

A B M N


a na a
Gambar II.5 Susunan elektroda dipole-dipole:
IV-9
4. Susunan Elektroda Pole-Dipole
Pada susunan elektroda pole-dipole, jarak elektroda arus AB sama dengan
a dan jarak elektroda BM adalah na. Untuk elektroda potensial N
ditempatkan pada jarak yang tak terhingga. Faktor geometri susunan
elektroda ini adalah :
( ) 1 2 + = n an K
PD


A B M N


a na
Gambar II.6 Susunan elektroda dipole-dipole

5. Susunan Elektroda Pole-Pole
Pada susunan elektroda pole-pole, jarak elektroda BM adalah a. Untuk
elektroda arus A dan elektroda potensial N ditempatkan pada jarak yang
tak terhingga. Faktor geometri susunan elektroda ini adalah :
a K
PD
2 =
:

A B M N


a
Gambar II.7 Susunan elektroda pole-pole

IV-10
BAB III
METODE PENELITIAN



III.1 Akuisisi Data
III.1.1 Karakteristik Alat
Alat merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan langsung
dengan kualitas dan kuantitas data. Oleh karena itu, kita harus mengetahui
karakteristik alat yang akan digunakan, seperti bagaimana prinsip kerja alat, daya
tahan alat, dan sebagainya, sehingga diharapkan kesalahan dan masalah di lapangan
dapat dihindari. Alat pengukuran yang digunakan adalah Resistivity OYO McOHM
Mark-2 model 2115A dengan catu daya aki, seperangkat kabel dan empat buah
elektroda. Resistivity OYO McOHM Mark-2 menggunakan sumber tegangan DC 12
Volt.

III.1.2 Metode Pengukuran
Metode pengukuran yang dilakukan tergantung dari tujuan survei. Pada
penelitian ini digunakan dua jenis pengukuran yaitu pengukuran mapping. Mapping
Metode ini digunakan untuk menentukan perubahan tahanan jenis secara horizontal
(lateral). Konfigurasi elektroda yang digunakan adalah konfigurasi dipole-dipole, n =
1 sampai dengan n =5 serta spasi elektroda yang digunakan adalah 10 m dan 20 m
dengan panjang bentangan elektroda 200 m hingga 320 m. Dalam pengukuran ini
diambil 7 lintasan mapping dipole-dipole yang berarah medial terhadap Gunung
J atibungkus, seperti terlihat pada Gambar III.1

III.1.3 Peralatan Penunjang
Peralatan penunjang ini diperlukan untuk memperlancar proses pengukuran
di lapangan. Alat-alat tersebut adalah :
a. Peta Topografi
b. Kompas Geologi
IV-11

1
2
3
4
5
6
7
Gambar III.1 Daerah Penelitian Metode Resistivitas (dimodifikasi dari
Tim Lokakarya Geofisika, 2003)
IV-12
c. Palu Geologi
d. Handy-Talky
e. Toolset
f. Payung dan J as Hujan
g. Multimeter
h. Meteran
i. Buku Log
j. Kertas Grafik Log
k. Kertas Plot Kontur Pseudodepth section
l. Kalkulator
m. Alat Tulis

III.2 Pengolahan Data
Pengolahan data resistivitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu manual
dan komputasi (software). Dengan cara manual, dapat dilakukan pengkonturan nilai
resistivitas semu yang bernilai sama pada penampang kedalaman semu (pseudodepth
section). Untuk pengolahan data mapping pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan software Res2din. Pada dasarnya software tersebut akan
menghubungkan nilai-nilai resistivitas yang sama ke arah lateral serta kedalaman
sehingga akan membentuk suatu kontur. Karena kedalaman yang didapat belum tentu
menunjukkan kedalaman yang sebenarnya maka disebut dengan Pseudodepth
Section.

III.3 Interpretasi
Langkah interpretasi data adalah langkah terakhir dari proses pengukuran
geolistrik. Dalam analisa interpretasi ini sangat diperlukan informasi geologi, baik
tentang strutur maupun stratigrafi untuk mengetahui perkiraan jenis-jenis batuan
yang berada di bawah lintasan pengukuran. Interpretasi yang dilakukan ada dua
macam yaitu interpretasi kuantitatif dan kualitatif. Interpretasi kuantitatif diperoleh
dengan pemodelan bawah permukaan menggunakan software Res2dinv, sedangkan
interpretasi kualitatif diperoleh dengan kontur pseudodepth section tiap lintasan.
IV-13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN



IV.1 Hasil Pengukuran dan Pemodelan tiap-tiap Lintasan
Hasil yang ditampilkan dari software Res2dinv berupa tiga kontur
isoresistivitas pada penampang kedalaman semu (pseudodepth section).
Penampang yang pertama menunjukkan kontur resistivitas semu, yaitu data
yang diperoleh dari pengukuran lapangan. Penampang vertikal kedua
menunjukkan kontur resistivitas semu dari hasil perhitungan repon model. Dan
penampang yang terakhir adalah kontur resistivitas sebenarnya yang diperoleh
dari pemodelan setelah melalui proses iterasi.
Berikut ini akan dibahas mengenai hasil pengolahan dari masing-masing
lintasan pengukuran.
a. Lintasan 1 (pengkuran hari pertama)















Gambar IV.1 kontur resistivitas semu data lapangan (atas), resistivitas semu hasil
perhitungan (tengah) dan resistivitas sebenarnya dari pemodelan (bawah)

N 357 E
IV-14
b. Lintasan 2 (pengkuran hari kedua)















Gambar IV.2 kontur resistivitas semu data lapangan (atas), resistivitas semu hasil
perhitungan (tengah) dan resistivitas sebenarnya dari pemodelan (bawah)

N 195 E
c. Lintasan 3 (pengkuran hari ketiga)














Gambar IV.3 kontur resistivitas semu data lapangan (atas), resistivitas semu hasil
perhitungan (tengah) dan resistivitas sebenarnya dari pemodelan (bawah)

N 335 E
IV-15
d. Lintasan 4 (pengkuran hari keempat)















Gambar IV.4 kontur resistivitas semu data lapangan (atas), resistivitas semu hasil
perhitungan (tengah) dan resistivitas sebenarnya dari pemodelan (bawah)

N 185 E
e. Lintasan 5 (pengkuran hari kelima)














N 15 E
Gambar IV.5 kontur resistivitas semu data lapangan (atas), resistivitas semu hasil
perhitungan (tengah) dan resistivitas sebenarnya dari pemodelan (bawah)

IV-16
f. Lintasan 6 (pengkuran hari keenam)















Gambar IV.6 kontur resistivitas semu data lapangan (atas), resistivitas semu hasil
perhitungan (tengah) dan resistivitas sebenarnya dari pemodelan (bawah)

N 10 E
g. Lintasan 7 (pengkuran hari ketujuh)














Gambar IV.7 kontur resistivitas semu data lapangan (atas), resistivitas semu hasil
perhitungan (tengah) dan resistivitas sebenarnya dari pemodelan (bawah)

N 121 E
IV-17
IV.2 Interpretasi Geologi
Secara geologi, Gunung J atibungkus didominasi oleh batugamping
(Kurniasih, 1995). Dari hasil pemodelan tiap-tiap lintasan pengukuran, selanjutnya
ditentukan kontak/batas litologi antara batugamping ini dengan batuan di sekitarnya.
Nilai resistivitas yang digunakan untuk menentukan batas dalam penelitian ini sama
dalam setiap lintasannya yaitu 50 Ohmm. Hal ini didasarkan pada range resistivitas
batugamping yang berkisar dari 50 110
7
Ohmm (Telford dkk., 1990). Di bawah
ini akan dibahas detil geologi dari tiap-tiap lintasan. Ringkasan mengenai model
geologi dari masing-masing lintasan ini dapat dilihat pada Lampiran.

a. Lintasan 1 (pengkuran hari pertama)
pada Lintasan 1 tidak ditemukan keberadaan batugamping di sepanjang lintasan
pengukuran. Nilai resistivitas yang cukup tinggi di bawah permukaan ( sekitar
kedalaman >5 m) diinterpretasikan sebagai keberadaan lapisan kedap air disekitar
sungai yang relatif memotong arah Lintasan 1.

b. Lintasan 2 (pengkuran hari kedua)
seperti halnya pada Lintasan 1, pada Lintasan 2 belum dijumpai keberadaan
batugamping. Nilai resistivitas yang relatif tinggi pada bagian kiri bawah
pseudosection dapat dapat diakibatkan oleh keberadaan boulder-boulder yang
terkadang ditemui pada daerah pengukuran.

c. Lintasan 3 (pengkuran hari ketiga)
pada Lintasan 3 ini sudah ditemukan keberadaan batugamping pada jarak titik
pengukuran 160 m dengan kedalaman 17 m. Sementara itu, batugamping mulai
ditemukan pada permukaan di sepanjang Lintasan 3 mulai pada jarak titik
pengukuran 160m 170 m. Dengan demikian disimpulkan kontak batugamping
(resistivitas 50 Ohmm 500 Ohmm) dengan perselingan batupasir batulempung
(resistivitas 2 Ohmm 50 Ohmm) relatif vertikal.


IV-18
d. Lintasan 4 (pengkuran hari keempat)
hasil pengukuran pada Lintasan 4 belum menunjukkan keberadaan batugamping.
Nilai resistivitas yang cukup tinggi pada bagian tepi kiri dan kanan pseudosection
diinterpretasikan sebagai efek dari lapisan kedap air disekitar sungai.

e. Lintasan 5 (pengkuran hari kelima)
Lintasan 5 mengambil tempat di bagian selatan Gunung J atibungkus sebelah Barat.
Batugamping pada Lintasan 5 mulai ditemukan pada jarak titik pengukuran 80 m
pada kedalaman 34 m dengan nilai resistivitas yang berkisar antara 50 Ohmm 250
Ohmm. Batas batugamping dengan batulempung disekitarnya (resistivitas 1 Ohmm
50 Ohmm) relatif landai.

f. Lintasan 6 (pengkuran hari keenam)
Lintasan 6 juga berlokasi di bagian selatan Gunung J atibungkus sebelah Barat.
Batugamping dengan resistivitas 50 Ohmm 200 Ohmm mulai dittemukan pada
jarak titik pengukuran >150 m. Kontak batugamping dengan batulempung pada
lintasan ini tidak terlalu curam.

g. Lintasan 7 (pengkuran hari ketujuh)
Lintasan 7 berlokasi di bagian barat laut Gunung J atibungkus sebelah Timur. Kontak
batugamping dan batupasir selang-seling batulempung pada Lintasan 7 cukup curam
(hampir vertikal). Nilai resistivitas batugamping pada lintasan ini berkisar antara 50
Ohmm 100 Ohmm, sedangkan batupasir dan batulempung di bagian utaranya
memiliki resistivitas 1 Ohmm 50 Ohmm. Dari hasil pemodelan Lintasan 7 ini,
diperkirakan batugamping menumpang di atas batupasir dan batulempung
disekitarnya.
IV-19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN



V.1 Kesimpulan
Dari Pemodelan dengan Res2dinv diperoleh
1. Range true resistivity : 0.6 ohmm 500 ohmm
Range 0.6 ohmm 50 ohmm diinterpretasi sebagai batupasir selang seling
batulempung dan satuan batulempung bersisik. Range 50 ohmm 500 ohmm
diinterpretasi sebagai batugamping, sedangkan nilai resistivitas di bawahnya
diinterpretasikan sebagai batupasir selang seling batulempung dan satuan
batulempung bersisik di sekitar Gunung J atibungkus.
2. Berdasarkan pemodelan geologi dari lintasan 3 dan 7 diperkirakan bahwa
batugamping pada bagian timur G.J atibungkus memilki tubuh yang lebih
besar di bawah permukaan yang melampar ke arah selatan, sedangkan pada
bagian utara batasnya relatif vertikal.
3. Kedalaman maksimal yang diperoleh dari pemodelan adalah 17 m dan 34 m

V.2 Saran
1. Melakukankan sounding pada titik yang telah diketahui batas litologi lateral
pada setiap lintasan untuk mengetahui batas litologi vertikal dengan tetap
memperhatikan asumsi-asumsi dalam pengukuran sounding.
2. Mengambil spasi antarelektroda yang konstan dalam satu survei pada
pengukuran dipole-dipole selanjutnya.






IV-20
DAFTAR PUSTAKA

Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., 1990. Applied Geophysics. Second
Edition. Cambridge: Cambridge University Press.
Kurniasih. 1995. Peta Geologi Karangsambung. Skripsi S1 Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tim Geofisika UGM. 2002. Panduan Workshop Geofisika 2002. Program Studi
Geofisika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.






IV-21

Anda mungkin juga menyukai