Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007
Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik Chaula L. Sukasah Subbagian Bedah Plastik Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak: Setiap luka pada kulit dapat meninggalkan jaringan parut. Pada beberapa pasien, jaringan parut tersebut tumbuh secara abnormal berupa jaringan parut hipertrofik ataupun keloid yang selain dapat mengganggu secara estetika, secara fungsional juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti gatal dan nyeri. Terdapat beberapa pilihan terapi, meliputi pembedahan, terapi radiasi, injeksi steroid, pressure therapy, krioterapi, dan terapi laser. Saat ini terdapat kecenderungan untuk memilih terapi yang bersifat tidak invasif namun efektif untuk mencegah dan menatalaksana jaringan parut abnormal. Penggunaan silicone gel sheet merupakan kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Selain penggunaannya yang bersifat non-invasif dan sederhana, silicone gel sheet juga memiliki efektivitas yang tinggi. Kata kunci: luka, jaringan parut hipertrofik, keloid, silicone gel sheet Silicone Gel Sheet Application in Keloids and Hypertrophic Scars Chaula L. Sukasah Plastic Surgery Subdepartment, Faculty of Medicine University of Indonesia/ Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta Abstract: Any skin injury can leave scars which in some people, can grow abnormally as hyper- trophic scars or keloids. These not only cause aesthetic and functional problems but also create inconvenience for patients, like itchy and pain. There are several options of therapy, including surgery, radiation, steroid injection, pressure therapy, cryotherapy, and laser therapy. At present, there is a tendency to choose a non-invasive and effective therapy in order to prevent and treat abnormal scars. Silicone gel sheet application is a new advance in abnormal scar treatments. Besides as a non-invasive treatment modalities and its simple usage, silicone gel sheet has also high effectivity. Key words: skin injury, hypertrophic scars, keloids, silicone gel sheet 60 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik Pendahuluan Keloid dan jaringan parut hipertrofik adalah jaringan parut abnormal yang umum dijumpai dalam proses penyembuhan kulit yang disebabkan oleh sintesis dan deposisi yang tidak terkontrol dari jaringan kolagen pada dermis. 1 Luka pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan, ulkus dan lain-lain diperbaiki melalui deposisi dari komponen yang akan membentuk kulit baru. Komponen tersebut meliputi pembuluh darah, saraf, serat elastin (memberi elastisitas kulit), serat kolagen (memberi ketegangan kulit), dan gliko-saminoglikan yang membentuk matriks di mana serat-serat struktural, saraf dan pembuluh darah berada. 1,2 Pada beberapa orang, jaringan parut yang terbentuk akibat proses penyembuhan luka tumbuh secara abnormal menghasilkan jaringan parut hipertrofik atau keloid. Jaringan parut abnormal tersebut dapat menyebabkan gangguan psikis dan fungsional pada pasien dan penatalaksanaannya relatif sulit. 1,2 Fase Penyembuhan Luka Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga tahapan: fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Setelah terjadinya luka, terjadi aktivasi kaskade proses koagulasi. Setelah itu terbentuk klot fibrin di mana banyak trombosit terperangkap di dalamnya. Trombosit kemudian mengeluarkan platelet- derived growth factor (PDGF) yang menarik neutrofil. Neutrofil kemudian mencerna bakteri dan mengaktivasi fibroblas (menghasilkan kolagen) dan keratinosit (sel pada kulit yang akan berproliferasi membentuk epitel baru). Limfosit dan monosit juga akan datang ke tempat luka dan berperan dalam fase proliferasi. 2 Selama fase proliferasi, terdapat proses reparasi aktif dari jaringan yang rusak. Terbentuk berbagai sitokin yang mengontrol pembentukan kolagen dan pembuluh darah baru. Fase itu disebut fase granulasi sebab gambaran luka yang sedang menyembuh menunjukkan gambaran granular. Pada fase tersebut, luka mulai berkontraksi, kemudian berlanjut dan luka tertutupi oleh jaringan regeneratif sehingga mulai tampak lapisan permukaan kulit (epitelisasi). Akhirnya, sebagai respons terhadap sinyal yang belum jelas diketahui, aktivitas fibroblas dan proliferasi vaskular berkurang hingga fase proliferatif selesai. 2,3 Pada jaringan parut yang normal, fase maturasi meliputi perubahan jaringan parut yang semakin memudar dan mendatar. Fase tersebut biasanya berlangsung antara 12-18 bulan. 2,3 Tipe Jaringan Parut Jaringan parut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, seperti keloid, jaringan parut hipertrofik, jaringan parut atrofik, widened (stretched) dan kontraktur. 3 Jaringan parut hipertrofik adalah lesi yang menimbul. Hal itu muncul akibat produksi berlebihan kolagen pada luka yang me- nyembuh. Jaringan parut hipertrofik berwarna merah, menimbul, nodular dan kadang-kadang terasa gatal atau nyeri. Jaringan parut tetap terlokalisir pada daerah luka dan tidak meluas ke kulit sekitarnya. Selain itu, jaringan parut hipertrofik dapat membaik secara spontan. Keloid juga merupakan lesi yang menimbul, terjadi akibat produksi berlebihan dari kolagen, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dari jaringan parut hipertrofik. Keloid dapat meluas melewati batas luka yang sebenarnya dan menginvasi kulit di sekitarnya. Keloid lebih sering terjadi pada kulit gelap dan terjadi pada pasien berumur 10-30 tahun. Pasien juga biasanya memiliki riwayat terjadiya keloid dalam keluarga. Keloid dapat terjadi setelah pembedahan atau trauma, pada tempat suntikan vaksinasi dan setelah pembuatan lubang di telinga untuk anting-anting. Jaringan parut atrofik muncul sebagai indentasi pada kulit di sekitarnya. Salah satu contoh jaringan parut atrofik adalah tanda bekas vaksinasi cacar dan beberapa jaringan parut akibat jerawat. Widened scars muncul ketika luka mengalami peregangan akibat tegangan kulit (yang dapat disebabkan oleh pergerakan) selama proses penyembuhan. Pada awalnya jaringan parut nampak normal, tetapi selanjutnya melebar dalam waktu 2-3 minggu setelah pembedahan. Widened scars umumnya pucat, datar, lunak, dan tidak bergejala, namun secara estetik dapat mengganggu. Striae jaringan ikat pada ibu hamil merupakan salah satu contoh widened scars yang terjadi akibat luka pada dermis dan jaringan subkutan. Pada awalnya jaringan parut tersebut berwarna merah, namun akan semakin memudar. Kontraktur adalah pemendekkan permanen dari jaringan parut yang dapat mengganggu pergerakan normal. Kontraktur cenderung terjadi pada luka di daerah persendian atau ketika terdapat kehilangan kulit yang luas seperti pada luka bakar. Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik Walaupun istilah keloid dan jaringan parut hipertrofik sering digunakan dalam arti yang sama, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Perbedaan keloid dan jaringan parut hipertrofik penting diketahui sebab berkaitan dengan hasil terapi dimana jaringan parut hipertrofik perlahan-lahan dapat regresi spontan, sedangkan keloid tetap menimbul dan tebal selama bertahun-tahun. Kedua tipe jaringan parut tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsional serta psikologi pada pasien, dan penatalaksanaannya juga relatif sulit. 4 Gambaran klinis utama yang membedakannya adalah keloid merupakan jaringan parut yang meluas secara progresif meliputi daerah kulit normal di sekitarnya, mengakibatkan jaringan parut yang tampak tidak teratur dan menggantung. Keloid lebih sering dijumpai pada kulit gelap dan sering terjadi setelah trauma kecil seperti luka akibat lubang anting-anting, gigitan serangga, dan vaksinasi. 4 60 Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007 Sebaliknya, jaringan parut hipertrofik hanya terbatas pada jaringan yang rusak akibat trauma sebelumnya. Jaringan parut hipertrofik cenderung terjadi setelah pembedahan dan trauma termal seperti luka bakar berat. Jaringan parut tersebut lebih sering pada kulit berwarna. Jaringan parut hipertrofik tidak menginvasi kulit di sekitarnya dan biasanya berhenti tumbuh setelah 6 bulan mengalami regresi sejalan dengan waktu. 4 Para klinisi umumnya mendiagnosis keloid berdasarkan pertumbuhan jaringan parut yang meluas ke jaringan sekitarnya dan onset yang lambat dari timbulnya jaringan parut tersebut. 1 Penatalaksanaan Beberapa jaringan parut dapat berkembang secara ab- normal yang timbul dari proliferasi berlebihan jaringan der- mis setelah terjadinya luka pada kulit. Proliferasi jaringan dermis tersebut karena produksi jaringan ikat dan akumulasi serat kolagen baru yang tidak teratur dalam jumlah ber- lebihan. 4,5 Jaringan parut di daerah tertentu pada tubuh, meliputi sisi bawah wajah, daerah presternum, pektoralis, punggung sebelah atas, telinga, leher, sisi luar lengan atas lebih mungkin menyebabkan terjadinya abnormalitas. Pasien dengan jaringan parut di daerah tubuh yang berisiko tinggi ini, atau memiliki riwayat terbentuknya keloid perlu berhati-hati kemungkinan pembentukan jaringan parut lebih lanjut dengan memperhatikan beberapa hal penting, seperti menghindari tindakan bedah kosmetik yang tidak perlu, menutup seluruh luka dengan tension minimal, dan menggunakan pressure garment selama 4-6 bulan setelah terjadinya luka atau pembedahan. 5 Penatalaksanaan terhadap keloid dan parut hipertrofik masih bersifat empiris sebab penyebabnya masih sedikit dimengerti. Terapi terhadap jaringan parut tersebut diindikasikan jika terdapat gejala, seperti nyeri, parestesia, dan pruritus. Selain itu juga diindikasikan untuk alasan kosmetik. 5 Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Silicone gel sheet tersebut berupa gel- like transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan + 3,5 mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan parut hipertrofik. Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon membrane backing. Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan parut atau direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai kembali. 3,4,5 Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak. Lapisan membran tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka ataupun pada kulit dengan kelainan dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan pada stadium awal ketika jaringan parut mulai menunjukkan tanda-tanda ke arah berkembangnya jaringan parut hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk menderita jaringan parut abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat parut hipertrofik atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan silicone sheet segera setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan pada luka). 4 Hasil perbaikan silicone gel sheet tersebut terlihat ketika direkatkan pada keloid atau jaringan parut hipertrofik selama 12 jam setiap hari, di mana ditemukan perbaikan pada 80% pasien pada pengamatan setelah 6 bulan. Selain itu, terapi dengan silicone gel sheet juga tidak invasif dan sederhana sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien. 3-5 Mekanisme pasti mengenai cara kerja silicone gel sheet belum banyak diketahui. Efek yang ditimbulkan bukan akibat efek penekanan, aktivitas kimiawi dari silicone, temperatur ataupun perubahan oksigenasi pada jaringan parut, tetapi mungkin akibat efek peningkatan hidrasi pada jaringan parut, karena silicone gel sheet memiliki tingkat transmisi uap air yang cukup baik. Efek hidrasi pada jaringan parut tersebut menjaga homeostasis dari fibroblas pada keloid dan jaringan parut hipertrofik yang sedang diterapi. 3-5 Daftar Pustaka 1. Pandit A, OBrien L. Silicone gel sheeting for preventing and treating hypertrophic and keloid scars (Review). Cochrane Data- base of Systematic Reviews 2006. 2. Singer AJ, Clark RAF. Cutaneous wound healing. New Engl J Med 1999;341:738-46. 3. Clark C. Scars: how pharmacist can help. The Pharmeceutical Journal 2005;275:451-4. 4. Chu MK. Keloids and hypertrophic scars. Hongkong Practitio- ner 1994;16(4):187-90. 5. Mutalik S. Treatment of keloids and hypertrophic scars. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2005;71:3-8. SS 62