Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS


PEMBIMBING :
dr. AZWAN MANDAI, Sp.THT-KL

DISUSUN OLEH
FRANS BOBBY HAMONANGAN
HUTABARAT

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
SMF THT
RSUD EMBUNG FATIMAH BATAM
2014
PENDAHULUAN
OTITIS
MEDIA
OTITIS
MEDIA
AKUT
OTITIS
MEDIA
SUPURATIF
KRONIS
Merupakan radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi)
pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan
(sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen.
Epidemiologi
Prevalensi dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat
tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan
melaporkan prevalensi OMSK pada anak > dewasa.
Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien
OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di
poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan (THT) rumah sakit di
Indonesia.
Etiologi

1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

TIPE OMSK
Tipe tubotimpanal (benigna/aman) ialah
dengan telinga yang selalu terlihat basah
atau kering., terbatas pada mukosa saja
dan tidak mengenai tulang, perforasi
terletak di sentral. Biasanya jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya
dan pada tipe ini tidak terdapat
kolesteatoma
Tipe atikoantral (maligna/bahaya). Ialah
dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif, disertai
kolesteatoma perforasi letaknya di bagian
marginal dan atik. dapat menimbulkan
komplikasi ke dalam tulang temporal dan
ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.
Lanjutan
Kolesteatoma
Kolesteatoma merupakan
suatu kista epiteral yang
berisi deskuamasi epitel
(keratin).
Jenis Kolesteatoma

Primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa
didahului oleh perforasi membrane
timpani, hal ini timbul karna akibat terjadi
proses invaginasi dari mebran timpani pars
flaksida karena adanya tekanan negatif di
telinga tengah akibat gangguan tuba
eusthacius.


Sekunder
Kolesteatoma yang terbentuk stelah adanya
perforasi mebran timpani, terbentuk sebagai
akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membrane
timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat
metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi
infeksi yang berlangsung lama

Diagnosis
Gejala klinis :
Telinga Berair (Otorrhoe)
Gangguan Pendengaran
Vertigo
Otalgia (Nyeri Telinga)
Tanda klinis:
Adanya Abses atau fistel retroaurikular

Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang
berasal dari kavum timpani.

Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma
kolesteatom)

Foto rontgen mastoid adanya gambaran
kolesteatom.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Audiometri
Pemeriksaan Radiologi.
Bakteriologi

Perforasi : tuli konduktif 15-25 dB
Kerusakan tulang-tulang pendengaran :
tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai
perforasi.
Diskontinuitas rangkaian tulang
pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh : tuli konduktif 55-65 dB.

Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen
3
.

Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah
mengenai struktur-struktur
3
.

Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis.


Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan
dini dinding lateral atik.

Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis.. Otitis
media tuberkulosa dapat terjadi
pada anak yang relatif sehat
sebagai akibat minum susu yang
tidak dipateurisasi
3
.

Bakteri non spesifik baik aerob
dan anaerob.
Bakteri aerob yang sering
dijumpai adalah Pseudomonas
aeruginosa, stafilokokus aureus
dan Proteus sp, dan bakteri
anaerob adalah Bacteriodes sp.
Penatalaksanaan
Prinsip dasar penatalaksanaan:
1. Aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret.
2. Terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes
telinga antibiotik topikal.
Penatalaksanaan bedah
Mastoidektomi sederhana
Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit
yang hanya terbatas pada rongga mastoid.
Bertujuan agar infeksi tenang dan tidak berair
lagi, biasanya dilakukan untuk tipe benigna. Pada
mastoidektomi sederhana fungsi pendengaran
tidak diperbaiki.
Mastoidektomi radikal
Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh
penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga
mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar
digabungkan menjadi satu ruangan. Operasi bertujuan
membuang untuk membuang semua jaringan patologik
dan mencegah komplikasi ke intrakranial.fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
Timpanoplasti
Pada timpanoplasti untuk rekonstruksi membrane timpani dan rekonstruksi
tulang pendengaran. Sebelum dilakukan timpanoplasti dikerjakan lebih dahulu
ekplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, operasi bertujuan untuk
menyembuhkan serta memperbaiki funsi pendengaran. Biasanya operasi dilakukan
dalam dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
Algoritma tatalaksana OMSK
Komplikasi
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke
intra kranial harus melewati 3 macam lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Prognosis
Diagnosa baik bila infeksi dapat diobati dengan baik, penyembuhan
tergantung dari faktor penyebabnya bila terjadi tuli konduktif masih dapat
dilakukan operasi untuk perbaikannya
Daftar pustaka
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. FKUI. Jakarta, 2001.
2. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.. Edisi
keenam. Vol. 3 FKUI. Jakarta, 2007.
3. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Dalam: Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Balai Penerbit FK-UI,
Jakarta, 2005.
4. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media: Burden of Illness and Management Options.
Geneva, Switzerland, 2004.
5. Telian S.A., Schmalbach C.E. Chronic Otitis Media. In: Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. 16th edition. BC. Decker, Hamilton, Ontario, 2003.
6. Mills R.P. Management of Chronic Suppurative Otitis Media. In: Scott- Browns Otolaryngology. 6th edition.
Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997; 3/10/1 6.
7. Frootko N.J. Reconstruction of the Middle Ear. In: Scott-Browns Otolaryngology. 6th edition. Vol. 3.
Butterworth-Heinemann, 1997; 3/11/1-2.
8. Johnson G.D. Simple Mastoid Operation. In: Glasscock-Shambough Surgery of the Ear. 5th edition. BC.
Decker, Hamilton, Ontario, 2003.
9. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of Australia. 2004. Available
from URL: http://www.mja.com.au
10. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL:http://www.pediatrics.org

Anda mungkin juga menyukai