Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Persediaan bahan bakar minyak di Bumi ini mulai menipis. Banyak perkiraan yang
dikemukakan oleh pakar bahwa sekian tahun ke depan pasokan bahan bakar minyak akan
benar-benar habis. Sementara untuk memperbarui minyak di Bumiitu tidak mudah dan juga
tidak bisa memerlukan waktu yang sebentar. Sehingga, mau tidak mau, manusia dipaksa
untuk terus menemukan energi alternatif sebagai pengganti dari bahan bakar minyak. Salah
satu energi alternatif yang dapat dikembangkan adalah energi biomassa.
Sejak zaman dulu manusia telah menggunakan biomassa sebagai sumber energi.
Contohnya adalah penggunaan kayu bakar untuk menyalakan kompor tradisional. Kayu bakar
merupakan bahan biologis yang terdapat di alam yang dapat dengan mudah ditemukan dan
dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber energi tanpa perlu diolah terlebih dahulu.
Namun sejak ditemukannya bahan bakar fosil, penggunaan biomassa mulai tersisihkan.
Minyak bumi, gas bumi, dan batubara lebih dipilih sebagai sumber energi dalam kehidupan
di masyarakat.

B. Permasalahan
Sejumlah isu akan terjadinya krisis energi yang mengancam kelangsungan hidup
manusia memerlukan klarifikasi dalam rangka memahami potensi biomassa sebagai sumber
energi yang berkesinambungan: mengenai sumber daya dan ketersediaannya, aspek logistik,
biaya-biaya rantai bahan bakar, dan dampaknya terhadap lingkungan.
Menurut para pakar ahli memperkirakan dalam sekian tahun ke depan persediaan
minyak dunia akan terkuras habis. Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini terus
didalami, termasuk di antaranya penggunaan biomassa. Di sisi lain juga timbul pertanyaan
berapa kuantitas residu yang dapat digunakan dari suatu sumber biomassa, dimana dan
bagaimana harus dikembangkan, apa dan bagaimana kebutuhan infrastruktur harus dipenuhi,
semuanya memerlukan pertimbangan yang seksama. Makalah ini akan memaparkan potensi
pengembangan biomassa sebagai bahan substitusi minyak bumi (energi fosil) dan
kontribusinya kepada pengurangan emisi CO
2
di Indonesia. Khususnya sebagai sumber
energi bagi pembangkit listrik tenaga biomasa (PLTBM).
2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sumber-sumber Energi Biomassa
Sejumlah pakar berpendapat, penggunaan biomassa sebagai sumber energi terbarukan
merupakan jalan keluar dari ketergantungan manusia pada bahan bakar fosil.
Apa yang dimaksud dengan biomassa itu ? Biomassa dalam industri produksi energi
merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai
sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada materi
tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi
tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas.
Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan
bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses
geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi. Biomassa biasanya diukur dengan
berat kering.
Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah
pertanian, limbah hutan, limbah perkotaan, tinja dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk
tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak, miyak nabati, bahan bangunan dan
sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Umum yang
digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau
merupakan limbah setelah diambil produk primernya.
Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain merupakan
sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menyediakan sumber
energi secara berkesinambungan (suistainable). Di Indonesia, biomassa merupakan sumber
daya alam yang sangat penting dengan berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak,
bahan pangan dan lain-lain yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik juga
diekspor dan menjadi tulang punggung penghasil devisa negara.

3


Gambar 1. Limbah Biomassa




Gambar 2. Bahan Baku Bioethanol



Gambar 3. Bahan baku Biodiesel



4

B. Potensi Biomassa di Indonesia
Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi jumlahnya
sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan semuanya potensial
untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan menghasilkan limbah yang cukup
besar, yang dapat dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan
limbah sebagai bahan bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan
efisiensi energi secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah
cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua, penghematan biaya,
karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal dari pada memanfaatkannya. Ketiga,
mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah karena penyediaan tempat
penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di daerah perkotaan.
Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber energi juga
akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak, kedelai merupakan beberapa
jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Sedangkan
ubi kayu, jagung, sago merupakan tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan
sebagai bahan pembuatan bioethanol.
Potensi biomassa yang besar di negara, hingga mencapai 49.81 GW tidak sebanding
dengan kapasitas terpasang sebesar 302.4 MW. Bila kita maksimalkan potensi yang ada
dengan menambah jumlah kapasitas terpasang, maka akan membantu bahan bakar fosil yang
selama ini menjadi tumpuan dari penggunaan energi. Hal ini akan membantu perekonomian
yang selama ini menjadi boros akibat dari anggaran subsidi bahan bakar minyak yang
jumlahnya melebihi anggaran sektor lainnya.
Energi biomassa menjadi penting bila dibandingkan dengan energi terbaharukan
karena proses konversi menjadi energi listrik memiliki investasi yang lebih murah bila di
bandingkan dengan jenis sumber energi terbaharukan lainnya. Hal inilah yang menjadi
kelebihan biomassa dibandingkan dengan energi lainnya. Proses energi biomassa sendiri
memanfaatkan energi matahari untuk merubah energi panas menjadi karbohidrat melalui
proses fotosintesis yang selanjutnya diubah kembali menjadi energi panas.
5




C. Political Will
Semua potensi tersebut tidak bernilai tanpa adanya dukungan dan political will dari
pemerintah serta masyarakat luas. Pembentukan tim nasional pengembangan bahan bakar
nabati (BBN) dengan menerbitkan blue print dan road map bidang energi untuk mewujudkan
pengembangan BBN merupakan langkah yang strategis sehingga dapat dicapai kemandirian
6

energi melalui pengembangan biomassa. Peran serta masyarakat akan sangat membantu
dalam pengimplemetasian pengembangan tanaman penghasil bioenergi, sehingga pada
akhirnya bangsa ini mampu keluar dari krisis energi dengan pasokan energi bahan bakar
nabati yang berkelanjutan.

D. Konversi Biomassa
Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana sebenarnya telah
dilakukan oleh nenek moyang kita beberapa abad yang lalu. Penerapannya masih sangat
sederhana, biomassa langsung dibakar dan menghasilkan panas. Di zaman modern sekarang
ini panas hasil pembakaran akan dikonversi menjadi energi listrik melali turbin dan
generator. Panas hasil pembakaran biomassa akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan
ditransfer kedalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan generator.
Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-magnet dalam generator.
Pembakaran langsung terhadap biomassa memiliki kelemahan, sehingga pada
penerapan saat ini mulai menerapkan beberapa teknologi untuk meningkatkan manfaat
biomassa sebagai bahan bakar, dijelaskan pada Gambar 4. Teknologi konversi biomassa tentu
saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biomassa dan
menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.


Gambar 4. Teknologi Konversi Biomassa

7

Dari gambar 4 di atas secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan
konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan teknologi yang paling sederhana
karena pada umumnya biomassa telah dapat langsung dibakar. Beberapa biomassa perlu
dikeringkan terlebih dahulu dan didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan.
Konversi termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk
memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi
biokimiawi merupakan teknologi konversi yang menggunakan bantuan mikroba dalam
menghasilkan bahan bakar.
Beberapa penerapan teknologi konversi biomassa yaitu :
a. Biobriket
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber energi
biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga bentuknya menjadi
lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara namun tidak hanya batubara saja
yang bisa di bikin briket. Biobriket itu sendiri adalah sampah pertanian (biomassa) lain
seperti batang padi, batang jagung, sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu, dan
limbah-limbah biomassa yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang
digunakan juga tidak terlalu rumit. Di IPB terdapat banyak jenis-jenis mesin pengempa briket
mulai dari yang manual, semi mekanis, dan yang memakai mesin.
b. Pirolisis
Pirolisis adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu yang lebih
dari 150
o
C. Juga ada yang menyebutkan pirolisi adalah dekomposisikimia bahan organik
melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana material
mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pada proses pirolisasi
terdapat beberapa tingkatan proses, yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder.
Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan
pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer.
Penting diingat bahwa pirolisa adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan O
2

dihindari pada proses tersebut karena akan memicu reaksi pembakaran Proses ini sebenarnya
bagian dari proses karbonisasi yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, tetapi
sebagian menyebut pada proses pirolisis merupakan high temperature carbonization (HTC),
lebih dari 500 oC. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu
8

karbon, cairan berupa campuran tar dan beberapa zat lainnya. Produk lainn adalah gas berupa
karbon dioksida (CO
2
), metana (CH
4
) dan beberapa gas yang memiliki kandungan kecil.
c. Liquification
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses
kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke cairan dengan
peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan
lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi liquification tejadi pada batubara dan gas
menjadi bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatan.
d. Transesterifikasi
Transesterifikasi (alkoholis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati)
menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu
gliserol. Diantara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus
alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan
reaktifitasnya paling timggi (sehingga reaksi disebut metanolisi)
e. Densifikasi
Praktek yang mudah untuk meningkatkan manfaat biomassa adalah membentuk
menjadi briket atau pellet. Briket atau pellet akan memudahkan dalam penanganan biomassa.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan densitas dan memudahkan penyimpanan dan
pengangkutan. Secara umum densifikasi (pembentukan briket atau pellet) mempunyai
beberapa keuntungan (bhattacharya dkk, 1996) yaitu : menaikan nilai kalor per unit volume,
mudah disimpan dan diangkut, mempunyai ukuran dan kualitas yang seragam.
f. Karbonisasi
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik menjadi
arang . pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH
4
,
H
2
, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti
CO
2
, H
2
O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang
tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
g. Anaerobic digestion
Proses anaerobic digestion yaitu proses dengan melibatkan mikroorganisme tanpa
kehadiran oksigen dalam suatu digester. Proses ini menghasilkan gas produk berupa metana
(CH
4
) dan karbon dioksida (CO
2
) serta beberapa gas yang jumlahnya kecil, seperti H
2
, N
2
,
9

dan H
2
S. Proses ini bisa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu anaerobic digestion kering
dan basah. Perbedaan dari kedua proses anaerobik ini adalah kandungan biomassa dalam
campuran air. pada anaerobik kering memiliki kandungan biomassa 25 30 % sedangkan
untuk jenis basah memiliki kandungan biomassa kurang dari 15 % (Sing dan Misra, 2005).
h. Gasifikasi
Secara sederhana, gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses konversi
bahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan bakar. Gas tersebut
dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan generator pembangkit listrik.
Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam rangka program penghematan dan
diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan membantu mengatasi masalah penanganan dan
pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat
gasifikasi, yaitu : (a) unit pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor
gasifikasi atau gasifier, (b) unit pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.
i. Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses biokimia. Contoh
proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis, fermentasi dan an-aerobic
digestion. An-aerobic digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH
4

dan gas lain melalui proses biokimia.
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam
konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat
difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO
2
. Akan tetapi, karbohidrat harus
mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi
pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya
sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus didistilasi sedemikian rupa mencapai
kadar etanol di atas 99.5%.

E. Teknologi Konversi Biomassa Menjadi Energi

Semua material organik mempunyai potensi untuk dikonversi menjadi energi.
Biomassa dapat secara langsung dibakar atau dikonversi menjadi bahan padatan, cair atau gas
untuk menghasilkan panas dan listrik (Gambar 1). Beberapa pilihan teknologi konversinya
10

adalah sebagai berikut:

1. Konversi biomassa pada ketel uap modern

Biomassa dibakar pada ketel uap modern untuk menghasilkan panas, listrik atau
kombinasi panas dan tenaga. Sistem ini secara komersial telah banyak digunakan di Amerika
Serikat, Australia, Finlandia dan German, walaupun secara tipikal hanya menghasilkan 20%
energi jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

Gambar 1. Mata rantai konversi biomassa menjadi energi panas, listrik, dan bahan bakar
kendaraan

11

2. Proses Anaerobik
Merupakan proses biologi yang konversi biomass baik padatan maupun cair menjadi
gas tanpa oksigen. Gas yang dihasilkan didominasi methane dan CO2. Hasil ikutan berupa
kompos dan pupuk untuk pertanian dan kehutanan. Teknologi ini telah dikembangkan secara
komersial di Europa dan Amerika utara.
3. Gasifikasi Biomassa
Gasifikasi merupakan konversi dengan menggunakan parsial oksidasi pada suhu
karbonisasi sehingga menghasilkan bahan bakar gas dengan level panas berkisar antara 0,1-
0,5 dari gas alam, tergantung proses gasifikasi yang digunakan. Konversi ini lebih
menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan pembakaran langsung, bersih, dan
efisien dalam pengoperasian. Produk dari gasifikasi ini dapat juga di-reform untuk
menghasilkan methanol dan hydrogen. Teknologi ini sedang dalam awal komersial.

4. Pyrolysis Biomassa
Pyrolysis merupakan pendegradasian panas pada biomassa tanpa oksigen, untuk
menghilangkan komponen volatile pada karbon. Hasil dari proses ini selalu dalam bentuk
gas, dan hasil penguapannya dapat menghasilkan bahan bakar cair dan padatan sisa. Bahan
bakar cair ini dapat menghasilkan panas dan listrik apabila dibakar dalam ketel uap, mesin
atau turbin. Produk lain dari proses pyrolysis ini adalah berupa arang dan bahan kimia.
Teknologi konversi pyrolysis biomassa ini telah demonstrasikan di Europa selama 3 tahun,
dari tahun 2002 - 2005.
5. Pembuatan arang
Penyiapan lahan baik pertanian maupun HTI (Hutan Tanaman Industri) seringkali
dengan cara pembakaran, selain beresiko kebakaran dan gangguan pernafasan, cara inipun
dapat menstimulus pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer.
Dengan mengkonversinya menjadi arang tentunya dapat meminimalkan emisi, pun
menambah penghasilan masyarakat. Selain digunakan sebagai sumber panas, arang pun dapat
digunakan sebagai kondisioner tanah untuk mempercepat terjadinya simbiotik antara akar
dengan mikoriza, yang berkontribusi pada percepatan pertumbuhan tanaman dan penyerapan
emisi CO2 di atmosfir.

Dalam hubungannya dengan peningkatan karbon sequestrasi, konversi biomassa
12

menjadi arang merupakan salah satu pilihan bijak yang efektif dan efisien, karena karbon
pada arang dapat disimpan dalam durasi yang lama dibanding dengan karbon pada bentuk
kayu [6].


F. Dampak Pemanfaatan Energi Biomassa
Semua jenis energi di alam baik itu yang tak terbarukan maupun terbarukan pastinya
tak lepas dari dampak yang ditimbulkan. Begitu juga dengan energi biomassa tentu
mempunyai dampak baik itu dampak positif maupun negatif.
a) Dampak Positif
Ada banyak sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan. Biomassa pun bisa
dijadikan salah satu alternatif yang menjanjikan. Pemanfaatan energi biomassa sebagai
sumber energi khususnya sebagai bahan baku produksi energi listrik mempunyai kelebihan
atau dampak positif, antara lain:
1. Merupakan sumber energi paling murah karena jumlahnya melimpah tersedia di alam bisa
dikatakan gratis.
2. Dapat diperoleh dengan mudah misalnya sampah atau limbah disekitar kita.
3. Biaya operasional sangat rendah, hal ini karena bahan baku tersedia melimpah dan gratis.
4. Tidak mengenal problem limbah karena dari limbah justru akan diperoleh energy
biomassa.
5. Proses produksinya lebih ramah lingkungan karena proses pembakarannya lebih sempurna,
tidak meninggalkan residu atau sisa pembakaran semisal co
2.

6. Tidak menyebabkan efek rumah kaca atau global warming.
7. Tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
8. Mengurangi polusi udara; pembakaran biomassa dari limbah pertanian dilakukan di dalam
ruang bakar menggunakan boiler untuk mengurangi efek polusi asap karena pembakaran
dalam industri menggunakan peralatan kendali polusi untuk mengendalikan asap, sehingga
lebih efisien dan bersih daripada pembakaran langsung.
9. Mengurangi hujan asam dan kabut asap; Melalui pembakaran biomassa efek hujan asam
ini akan direduksi, karena pembakaran biomassa akan menghasilkan partikel emisi asam
13

sulfur (SO
2
) dan nitrogen oksida (NOx) yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran
bahan bakar fosil. Pembakaran biomasa lebih efisien dan sempurna bila diproses melalui
karbonisasi karena akan menghasilkan bahan bakar yang terbebas dari volatile matter atau
gas mudah terbakar

b) Dampak Negatif
1. Ekonomi
Dari segi ekonomi terutama biomassa yang diperoleh dari bahan baku pangan semisal
gandum, tebu dan jagung akan memberikan dampak samping salah satunya naiknya harga
bahan baku pangan. Penyebabnya macam-macam. Di Jerman misalnya, produksi listrik
biomassa mendapat subsidi pemerintah kata ahli biologi Dr. Andre Baumann: Ini memicu
persaingan antar petani yang menanam gandum untuk pangan dan petani biomassa. Selama
ini, produsen gandum untuk biomassa mendapat keuntungan lebih besar daripada petani
biasa. Baru belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan gandum, petani biasa dapat
bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak lagi dapat membeli bahan dasar
gandum dengan harga murah seperti dalam lima tahun terakhir.
Di Jerman, 100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro.
Tapi bila gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18 Euro. Kini
di sejumlah negara muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan beralih ke produksi
tanaman untuk biomassa. Padahal, produksi bahan pangan saat ini saja belum mencukupi
untuk menutup kebutuhan pangan dunia.
2. Lingkungan
Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada
alam. Andre Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU
menegaskan produksi tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal: Biomassa
sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut dengan
truk atau pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya digunakan
di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang, manusia
memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari kawasan tropis ke Eropa,
ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi tertutup. Contohnya di Benua
Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut Pertanian untuk Kawasan Tropis dan Subtropis
Universitas Hohenheim Joachim Sauberborn menjelaskan Di Afrika sumber daya alam yang
14

dapat diperbarui luas digunakan. Banyak warga masih memakai kayu untuk memasak.
Namun, dampak negatifnya adalah kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak
terkontrol. Hilangnya vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang subur.
Akibatnya, lahan pertanian pun makin berkurang.
Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan.
Akibatnya siklus kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk lahan
pertanian menyebabkan karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal karbondioksida atau
CO
2
adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global.
G. Kendala Penghambat Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia
Di indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi biomassa
khususnya untuk produksi energi listrik, seperti:
1. Harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat
rendah. Sebagai perbandingan, harga solar/minyak disel di Indonesia Rp.380,-/liter sementara
di Jerman mencapai Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam kali lebih tinggi.
2. Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat
dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.
3. Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada
penyediaan modal awal.
4. Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi
dan penelitian yang dilkakukan.
5. Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
6. Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat
bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.
H. Strategi Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia
Berdasarkan atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan
meningkatkan peran energi biomassa khususnya pada produksi energi listrik, maka beberapa
strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:
1. Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan
identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi biomassa secara lengkap di setiap
wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya
15

yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan
spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik;
pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi biomassa
tersebut.
2. Menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem
pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di
dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan
biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
3. Memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan
evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan
beberapa proyek percontohan.
4. Meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian
lingkungan.
5. Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang memiliki potensi sangat tinggi, baik
teknis maupun sosio-ekonomisnya.
6. Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan.
Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan
pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan
untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.





16










17

BAB III PENUTUP

Energi berbasis biomassa berpotensi besar dalam mendukung pasokan energi yang
berkelanjutan di masa mendatang. Meskipun demikian, pengembangannya harus dirancang
sedemikian rupa sehingga berefek positif terhadap pembangunan sosial ekonomi masyarakat
dan di pihak lain juga tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Semua teknologi
konversi biomassa menjadi energi bisa diterapkan di Indonesia, dengan pengembangan
disesuaikan dengan besaran supply biomassa, teknologi yang telah dikuasai, ketersediaan
anggaran dan jenis produk yang dibutuhkan pasar di masing-masing daerah. Alternatif
teknologi konversi dalam mengantisipasi kelangkaan dan kehabisan BBM misalnya, akan
lebih tepat bila teknologi gasifikasi dan proses anaerobik yang diterapkan; selain lebih
efisien, produknya pun berupa bahan bakar gas yang dapat digunakan sebagai sumber panas,
listrik dan bahan bakar kendaraan. Peran serta masyarakat dan kebijakan pemerintah yang
komprehensif dan terintegrasi dengan sektor terkait juga perlu dirancang guna merangsang
iklim investasi yang kondusif dan kompetitif. Pengembangan energi berbasis biomassa
sebagai energi yang dapat diperbaharui pada akhirnya akan mampu mensubstitusi bahan
bakar fosil dengan kuantitas besar, yang pada gilirannya akan mereduksi jumlah CO2 yang
diemisikan ke atmosfir. Dalam konteks global, untuk mereduksi gas rumah kaca dalam
jangka panjang, pasokan biomassa yang stabil dan berkelanjutan merupakan tuntutan mutlak
bagi pengembangan energi biomassa. Dengan demikian struktur insentif dalam pengelolaan
hutan yang berkelanjutan perlu diciptakan secara kompetitif.













18

DAFTAR PUSTAKA

http:// www.kamase.org/biomassa-sebagai-pilihan-sumber-energi-terbarukan/
http:// id.wikipedia.org/wiki/Biomassa
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Energi%20dan%20Listrik%20Pertanian/MAT
ERI%20WEB%20ELP/Bab%20III%20BIOMASSA/pendahuluan.htm
http:// moechah.wordpress.com/2008/09/17/energi-alternatif-itu-bernama-biomassa/
http:// www.dw-world.de/dw/article/0,,3057079,00.html
http:// www.dw-world.de/dw/article/0,,3057079_page_2,00.html
http:// beyoureself.blogspot.com/2008/09/pengembangan-energi-terbarukan-di.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pirolisis

Anda mungkin juga menyukai