Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Tindak pidana/kejahatan telah setua umur manusia; pelaku berusaha
menutup kejahatan yang telah dilakukannya sebaliknya masyarakat berupaya
membuktikan kesalahan yang telah dilkukan untuk menangkap dan menghukum
pelakunya. Sebelum pembuktian ilmiah diterapkan dalam sistem peradilan,
serbagai cara tahayul dan kekerasan digunakan oleh para penegak hukum
alam peradilan utuk memperoleh pengakuan tersangka sebagai bukti terhadap
kejahatan yang dilakukannya.

Dalam berkembangnya ilmu dan teknologi, penjahat juga lebih profesional dan
berupaya menghilangkan jejak. Pada umumnya dengan mendasarkan pada
informasi saja, penyidikan sering tidak memperoleh bukti material sehingga
pembuktian akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, penyidik mulai beralih
untuk memperoleh data yang ada di tempat kejadian dan mencari informasi
dari para saksi duna membuktikan terjadinya suatu tindak pidana.
Penggunaan dan pengembangan data dasar ilmiah dari tempat
kejadian perkara sebagai bahan penyidikan baru muncul kurang lebih seratus
tahun yang

Beberapa tokoh kemudian menemukan alat bukti ilmiah, misalnya Alphonse
Bertillon yang menemukan antropometri tubuh, Francis Galton dengan
identifikasi sidik jari, dan masih banyak lagi, hingga akhirnya Hans Gross
menyatakan bahwa rekonstruksi peristiwa kejahatan dapat dilakukan dengan
metoda ilmiah. Pendapat inilah yang hingga sekarang dipakai sebagai dasar
penyidikan tindak pidana

Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti
dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan
menurut suatu .Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan hal
yang sangat penting dalam suatu investigasi. Berhasil atau tidaknya suatu
penyelidikan sangat bergantung pada pemeriksaan TKP. Pemeriksaan langsung
di tempat terjadinya suatu kasus memungkinkan seseorang untuk mencari
sesuatu yang mungkin tidak terpikirkan jika tidak datang secara langsung ke
lokasi kejadian.

.
Penyelidikan ini bertujuan untuk menjelaskan kembali (rekonstruksi) suatu
kejadian yang melanggar hukum serta pola pikir yang mengikutinya untuk
menjelaskan siapa pelakunya. Berbagai upaya dari kegiatan penyelidikan
dilakukan secara retrograde dari apa yang diketahui untuk mengungkapkan apa
yang tidak diketahui, sehingga dari faktor yang diketahui dapat ditegakkan
suatu kebenaran.
.
Pada kasus kematian yang wajar, pemeriksaan TKP tidak perlu dilakukan.
Namun, dibutuhkan suatu kepekaan untuk mendeteksi suatu tindak kriminal.
Karena
harus diingat juga bahwa kematian yang nampaknya wajar bisa saja merupakan
hasil dari suatu kriminalitas. Maka, suatu kematian harus dianggap sebagai
sesuatu yang tidak wajar sampai bukti-bukti yang ada menyatakan sebaliknya.

Kira-kira 20 persen dari seluruh kematian membutuhkan penyelidikan dari
medikolegal untuk menentukan sebab dan cara kematiannya, dan kira-kira
separuhnya disebabkan oleh tindak kekerasan. Dalam menentukan wajar
atau tidaknya suatu kematian, peran dari seorang dokter sangat diperlukan.
.
Dalam meminta pertolongan dokter dalam penyelidikan TKP, penyidik
dikuatkan oleh beberapa dasar hukum, karena itu, merupakan kewajiban dokter
untuk hadir di TKP apabila diminta. Karena itu, referat ini membahas tentang
peran dokter atau ilmu kedokteran dalam penyelidikan suatu Tempat
Kejadian Perkara, dimana hanya akan dibahas TKP yang berhubungan dengan
manusia sebagai korban.

Tindakan pertama yang dilakukan di TKP biasanya dikerjakan oleh polisi yang
datang pertama kali di TKP setelah mendengar, menjumpai, menerima
laporan,
pengaduan dari masyarakat tentang adanya tindak pidana. Kegiatan yang
dilakukan oleh
petugas ini bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan dan pertolongan pertama terhadap masyarakat
maupun
korban.
2. Menutup dan mengamankan TKP (mempertahankan status quo) terhadap
barang
bukti manusia maupun benda.
Dalam rangka mengamankan TKP, batas pengaman ditentukan dengan
perkiraan:
4
1. membuat batas TKP seluas mungkin, baru kemudian dipersempit kalau perlu.
2. mengevaluasi TKP atas dasar lokasi dimana tubuh korban ditemukan, adanya
barang-barang bukti lain, keterangan saksi, dan batas-batas yang sudah ada.
Upaya pengamanan perlu dilakukan sedini mungkin untuk mencegah dan
melindungi
barang-barang bukti agar tidak hilang, berubah karena pengaruh cuaca dan
kontaminasi
manusia. Umumnya, tanpa adanya pengamanan, maslah kontaminasi ini baik
berdiri
sendiri atau bersama-sama dapat mengakibatkn TKP berantakan dan tidak
mungkin
dibenahi kembali.
4
Cuaca merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian karena
adanya
barang bukti yang mudah berubah atau hilang, misalnya cairan tubuh, residu,
merupakan
barang-barang bukti yang akan hilang oleh karena hujan. Selain itu para
penonton, atau
bahkan anggota polisi sendiri merupakan kontaminator yang perlu diwaspadai.
Tindakan pertama di TKP ini penting karena kaberhasilan suatu penyidikan
sangat tergantung dengan tindakan pertama di TKP yang dilakukan oleh petugas
polisi
pertama
1
.
2.3 PENGOLAHAN TKP
Pengolahan TKP merupakan rangkaian penyelidikan dimana penyidik besama
dengan unsur dukungan beberapa pihak berupaya mengungkapkan peristiwa
yang telah
terjadi bari bukti-bukti yang didapatkan di TKP
1
. Ada beberapa profesi yang biasanya
dilibatkan dalam penyelidikan TKP, yaitu polisi yang biasanya datang pertama
kali ke
tempat kejadian. Polisi bertanggung jawab mengamankan lokasi kejadian
supaya tidak
4ada barang bukti yang rusak. Pihak lain yang biasanya dilibatkan dalam
penyelidikan
adalah tim penyelidik yang bertugas mendokumentasikan TKP dan
mengumpulkan bukti-
bukti fisik. Dalam kasus-kasus tertentu, dapat pula melibatkan specialist
(entomologis,
ahli forensic), detektif, dan seorang medical examiner
4
.
Pengolahan TKP ini terdiri dari pengamatan umum (general observation),
membuat sketsa dan pemotretan, penanganan korban, saksi dan tersangka,
serta
pengumpulan barang bukti.
Pengamatan Umum
Pengamatan umum ini penting, karena pada tahap ini penyidik mendapat
kesempatan untuk berpikir dan tidak emosional
1
. Pemeriksaan dilakukan untuk
meyakinkan bahwa teori dari kasus yang sedang dihadapi sesuai dengan
pengamatan
penyidik. Pemeriksaan TKP dilakukan untuk mengidentifikasi barang bukti
yang
menungkinkan, awal dan akhir dari kasus, dan mendapatkan gambaran umum
dari TKP
4
.
Sketsa dan Foto
Sketsa merupakan gambaran sederhana yang menunjukkan letak dan posisi
tubuh
diantara objek yang tidak bergerak terhadap objek-objek lain yang ada di TKP.
Dengan
sketsa, penyidik dapat menggambarkan secara singkat apa yang perlu dan
menyingkirkan
hal-hal yang tidak perlu tampak di foto. Oleh karena itu sketsa merupakan
diagram yang
spesifik, selektif, sederhana, dan jelas. Tanpa sketsa, foto tidak selalu dapat
memberikan
gambaran yang pasti perbandingan letak suatu objek dengan yang lain. Hal
ini
disebabkan oleh karena efek distorsi maupun perspektif dari kamera. Oleh
karena itu,
sketsa selalu merupakan suplemen berita acara dan foto. Manfaat dari sketsa
adalah
sangat berguna untuk mneyegarkan daya ingat penyidik, saksi, maupun
tersangka yang
kooperatif sehingga dapat memberikan pengertian yang lebih jelas kepada
penuntut
umum maupun hakim tetntang sesuatu yang kelihatannya komplek, merekam
gambaran
dari keadan TKP dan merekam barang-barang bukti
1,4
.
Foto berfungsi mengabadikan setiap barang bukti relevan yang diketemukan dan
memperkuat ataupun menyingkirkan barang-banarng bukti yang tidak
diperlukan. Selain
itu dapat digunakan sebagai pengganti barang bukti yang secara fisik tidak
dapatdihadirkan di sidang. Fungsi lain dari foto adalah sebagai penyegar daya
ingat sipa saja
yang berkepentingan terhadap tindak pidana yang telah terjadi. Agar foto
dapat
dipergunakan di pengadilan, diperlukan teknis pemotretan oleh petugas
khusus yang
terlatih. Fotografi TKP secara umum dibagi menjadi dua, gambaran umum dan
gambar
masing-masing barang bukti
1,4
.
Penanganan Korban
Dalam menangani seorang korban perlu dibedakan apakah korban hidup,
diragukan hidup, atau mati. Pada setiap korban hidup atau diragukan
kehidupannya,
prinsip tindakan pertolongan pertama harus diprioritaskan. Sementara
tindakan
pertolongan pertama diberikan penyidik meminta bantuan petugas kesehatan
atau segera
melarikannya ke Rumah Sakit
1
. Sewaktu evakuasi korban, perlu diperhatikan agar tidak
terdapat barang bukti yang tercecer, dan catat hal-hal yang diungkapkan
korban.
Setibanya dirumah sakit berikan penjelasan secukupnya pada petugas rumah
sakit. Dokter
sebaiknya melakukan koordinasi dengan dokter rumah sakit tentang hal-hal
yang dapat
membantu pengumpulan barang bukti, terutama pada luka-tembak dimana
anak peluru
merupakan suatu bukti, yang amat penting. Kalau ditemukan anak peluru,
perlu dijaga
agar tidak sampai tergores, rusak atau hilang
5
.
Sebaliknya, bila tanda-tanda kematian jelas, penyidik tidak akan tergesa-gesa
dan
dapat mengadakan pemeriksaan dengan lebih tenang. Bila dianggap perlu
untuk
memeriksa korban, penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk datang di
TKP dengan
tujuan untuk memperkirakan berapa lama korban meninggal, sebab, cara,
dan pola
kematiannya ataupun hal-hal lain yang dianggap perlu guna kepentingan
penyidikan
4
.
2.4 DASAR HUKUM MENDATANGKAN DOKTER PADA PENYIDIKAN DI
TKP
Diperlukan atau tidaknya kehadiran seorang dokter di TKP oleh penyidik sangat
bergantung pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut
korbannya,
tempat kejadiannya, kejadiannya, atau tersangka pelakunya. Peranan dokter
di TKP
adalah membantu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran
forensik.
Pada dasarnya, semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun
dengan perkembangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik
jika dokter ahli
forensik atau dokter kepolisian yang hadir
1
.
Proses penyidikan membutuhkan kerjasama yang baik dan profesional
antara
penyidik dan dokter. Selain itu, kunci keberhasilan penyidikan juga terletak
pada
pemeriksaan di TKP. Penanganan yang baik, tepat, cermat, dan dilaksanakan
secara
profesional merupakan pertanda akan tercapainya keberhasilan penyidikan
untuk
membuat jelas perkara yang dihadapi. Oleh karena itu, dokter dan penyidik
perlu
mengetahui bagaimana cara penanganan yang semestinya, bila diharuskan
melakukan
pemeriksaan di TKP.
5
Pihak penyidik yang mendapatkan laporan telah terjadi suatu tindak pidana,
dapat
meminta bantuan dari dokter untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian
perkara
sesuai dengan Pasal 120 KUHAP, yang bunyinya sebagai berikut:
(1) Dalam hal penyidik mengangap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli
atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik
maka
bahwa ia akan memberi keterngan menurut pengetahuannya yang sebaik-
baiknya
kecuali bila disebabkan harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatan yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan
keterangan
yang diminta.
Selain itu, terdapat juga Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
Bila dokter menolak untuk datang ke tempat kejadian perkara, sanksi yang
dikenakan
padanya adalah dipidana sesuai dengan Pasal 224 KUHP, yang berbunyi:
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-
undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang
harus
dipenuhinya, diancam:
1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan.

Dokter harus selalu memperhatikan beberapa hal, mengingat akan
kepentinganya yaitu:
1. siapa yang meminta dokter datang ke TKP, bagaimana permintaan
tersebut
sampai ke tangan dokter, dimna TKP, serta saat permintaan tersebut diajukan,
2. minta informasi secara global tentang kasusnya, dengan demikian dokter
dapat
membuat persiapan seperlunya,
3. dokter tidak boleh menambah atau mengurangi benda-benda yang ada di
TKP,
seperti: membuang puntung rokok, membuang air kecil di kamar mandi TKP,
dan
lain-lain,
4. dokter sebaiknya membuat foto atau sketsa dengan baik karena kemungkinan
ia
akan diajukan sebagai saksi selalu ada. Foto atau sketsa tersebut harus
memenuhi
stendar sehingga antara dokter dan penyidik tidak akan terjadi penafsiran yang
berbeda atas objek yang sama,
5. dokter harus menilai dengan seksama gambaran umum tentang situasi di TKP,
6. pemeriksaan atas tubuh korban hendaknya dilakukan secara sistematik dan
terarah
sesuai ilmu kedokteran forensik
6
.
Bila ada permintaan penyidik ke TKP, maka seorang dokter akan menghadapi 2
aspek,
yaitu aspek pertolongan pertama korban dan aspek kedokteran forensik
Dengan demikian peralatan yang perlu dibawa adalah :
4
a. Perangkat pertolongan pertama korban
1. Tensi
2. Stetoskop
3. Alat kesehatan termasuk obat obatan untuk kedaruratan medis.
b. Perangkat TKP aspek kedokteran forensik
1. Pinset anatomi
2. Skalpel
3. Loupe
4. Sarung tangan karet bedah
5. Sarung tangan lapangan
6. Thermometer
7. Kertas saring
8. Pipet
9. Senter
10. Meteran
11. Penggaris
12. Botol plastik (untuk spesimen)
13. Kertas lakmus
14. Amplop
15. Lak
16. Tali rami
17. Buku catatan
18. Alat tulis
19. NaCl 0,9%
20. Formalin
21. Kamera
22. Kompas.
Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang itu telah meninggal dunia
adalah
sebagai berikut :
a. Terhentinya denyut jantung.
Hal tersebut dapat diperiksa dengan menggunakan stetoskop atau dengan
menempelkan telinga ke dada sebelah kiri dari korban.
b. Terhentinya pergerakan pernapasan.
Hal tersebut dapat diperiksa dengan mengamati pergerakan dada korban,
atau
dengan menempatkan cermin bersih dihadapan hidung dan mulut korban. Kalau
korban masih hidup terlihat adanya pergerakan dada atau cermin menjadi
keruh.
c. Kulit tampak pucat.
d. Melemasnya otot-otot tubuh.Mentukan perkiraan saat kematian
Untuk memperkirakan saat kematian,hal-hal yang diperiksa adalah sebagai
berikut :
a. Lebam mayat. (livor mortis, post mortem hypostasis).
1. Terdapat pada bagian-bagian tubuh yang terendah.
2. Lebam mayat akan mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian.
3. Sebelum 8-12 jam setelah kematian, lebam mayat menghilang pada
penekanan.
4. Setelah 8-12 jam, lebah mayat tidak menghilang pada penekanan.
b. Penurunan suhu mayat.
6
1. Cara pengukuran suhu mayat adalah dengan memasukkan termometer air
raksa
kedalam rektum (anus, lubang dubur), sedalam 10 cm selama 3 menit.
2. Rata-rata penurunan suhu mayat adalah 1,5 Fper jam (pada suhu lingkungan
70
F).
3. Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat adalah :
Saat Kematian = 98,6 F - Suhu rektal mayat
c. Kaku mayat. (Rigor Mortis)
1. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal (setelah mati), dan
mencapai
puncaknya 10-12 jam post
2. mortal. Kaku mayat dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada,perut
dan
tungkai.
3. Kaku mayat maksimal akan bertahan sampai 24 jam post mortal.
4. Setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan
terjadinya,
yaitu dimulai dari otot-otot wajah,leher, lengan, dada, perut dan tungkai.
5. Pada kematian karena infeksi, konvulsi (kejang-kejang), suhu keliling yang
tinggi
serta keadaan gizinya jelek, akan mempercepat terbentuknya kaku mayat.
d. Pembusukan.
6
1. Tanda awal dari pembusukan akan tampak sebagai pewarnaan kehijauan
pada
daerah perut kanan bawah. Pembusukan akan menyebar keseluruh perut
dan
kemudian kedaerah dada.2. Pada akhir minggu pertama tubuh akan seluruhnya
berwarna kehijauan dan disana
sini akan tampak merah ungu.
3. Pembentukan gas dalam tubuh akan dimulai pada awal minggu kedua.
Tanda-tandanya adalah perut akan tampak,menggelembung dan dindingnya
tegang. Gelembung pembusukan akan tampak jelas biasanya pada daerah
kantung
zakar dan buah dada.
4. Setelah tiga atau empat minggu rambut akan mudah dicabut, kuku-kuku
akan
terlepas, wajah akan tampak menggembung mata akan tertutup erat oleh
karena
penggembungan pada kedua kelopak mata, bibir akan menggembung dan
mencucur, lidah akan menggembung dan terjulur keluar.
5. Menurut Casper keadaan mayat setelah berada selama 1 minggu di udara
terbuka
adalah sama dengan 2 minggu didalam air dan 8 minggu didalam kuburan.
6. Mumifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan
pengeringan
dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan.
Praktek untuk memperkirakan saat kematian berdasarkan pada tiga
perubahan
setelah kematian yang pokok, yaitu: lebam mayat, penurunan suhu dan kaku
mayat.Perlu
diingat bahwa penentuan saat kematian yang tepat adalah tak mungkin. Usaha
maksimal
dari ilmu kedokteran forensik adalah memperkirakan saat kematian yang
mendekati
ketepatan.
6
Menentukan identitas atau Jati diri korban
Dalam menentukan identitas korban, hal-hal yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. Mencatat nama, Jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, kalau
diketahui (dari kartu identitas, penyidik atau saksi-saksi).
b. Posisi korban saat ditemukan.
c. Pakaian yang melekat, termasuk perhiasan.
d. Tinggi badan, berat badan (atau taksiran kasar), habitue (atletis,
pyknis, kurus, gemuk, sedang), suku bangsa, warna kulit, warna rambut, gigi
geligi (gigi lengkap, gigi yang sudah dicabut, ada gigi palsu, gigi emas, dsb.),
ukuran sepatu.e. Barang-barang atau cairan tubuh, obat-obatan atau
peralatan
yang ada di sekitar korban
5
.
Penanganan Saksi dan Tersangka
Baik dari tersangka maupun saksi diadakan interview ataupun pemerisaan
singkat
untuk mengetahui keterlibatannya dalam tindak pidana yang telah terjadi.
Berdasarkan
keterangan-keterangan tersebut dapat dicari petunjuk selanjutnya guna
pengembangan
penyidikan yang sedang berjalan.
7
Pemeriksaan terhadap tersangka meliputi identitas, kesehatan tubuh, tanda
kekerasan, kesehatan jiwa, adanya barang bukti lain yang masih terdapat pada
tubuh
tersangka dan lain pemeriksaan yang dianggap perlu. Dari hasil pemeriksaan
yang telah
dilakukan terharap tersangka, dokter dapat menyarankan apakah ia bisa ditahan
atau perlu
perawatan
1
.
Penanganan Barang Bukti
Dalam kasus tertentu, penyidik akan meminta bantuan petugas kesehatan untuk
mendapatkan barang bukti yang masih melekat pada tubuh korban :
pakaian yang
dikenakan dengan lumuran darah, lubang tembak atau robekan akibat tusukan
benda
tajam. Untuk melepas baju korban, pakaian ini seharusnya tidak disobek atau
digunting
begitu saja, melainkan sebaiknya digunting pada bagian-bagian yang masih utuh.
Barang bukti lain seperti luka-luka pada tubuh sebaiknya dicatat, dan dijelaskan
dengan rinci tentang apa yang dilihat, bila mungkin dipotret sebelum dilakukan
tindakan
terhadap luka-luka tersebut
4
.
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat
kekerasan,
pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari
permasalahan
sebagai berikut :
a. Jenis luka apakah yang terjadi ?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka ?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu ?Dengan demikian pada pemeriksaan luka
yang ditemukan pada mayat, hal- hal yang perlu
dicatat adalah :
a. Jenis luka
b. Lokasi luka (contoh : di pipi kanan, 2 cm dibawah mata kanan, 1 cm diatas
bibir atas dsb)
c. Ukuran luka. Sebutkan panjang dan lebar serta dalamnya (cm)
d. Dasar luka ( misalnya : tulang, otot, dsb).
e. Penjelasan lain yang perlu
5
.
Pada setiap kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal. Barang
bukti tersebut jika diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam disiplin
ilmu
kedokteran forensik (forensic science) maka tidak mustahil kejahatan itu dapat
terungkap.
Dalam pengumpulan barang bukti dari TKP, penyidik mempunyai beberapa
tujuan utama
yaitu untuk kepentingan rekonstruksi tindak kejahatan, mengidentifikasi pelaku,
menjaga
barang bukti untuk analisa lebih lanjut serta sebagai alat bukti di pengadilan.
Oleh karena
itu pada kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan terhadap manusia perlu
dicari
sebanyak mungkin barang bukti medik, baik yang berasal dari korban
maupun dari
pelaku. Barang bukti medik yang berasal dari tubuh korban akan lebih
banyak
memberikan informasi seputar proses terjadinya kejahatan, sedangkan yang
berasal dari
tubuh pelaku akan menunjukkan informasi identitasnya
4,6
.
Salah satu tugas dokter di tempat kejadian perkara (TKP) adalah mengumpulkan
benda-benda bukti yang berkaitan dengan korban, terutama sampel biologis
untuk dikirim
ke laboratorium. Sampel biologis yang dimaksud meliputi darah, air mani,
rambut,
jaringan tubuh, air liur dll. Sedangkan barang bukti medis adalah racun, obat-
obatan, dll.
Selalu gunakan prosedur pencegahan bahaya atau infeksi dalam pengumpulan
sampel
biologis. Pastikan untuk memakai sarung tangan, pakaian pelindung, masker
dan atau
kacamata pelindung jika situasi mengharuskan
7,8
.
Pengambilan benda-benda bukti tersebut juga tetap harus mematuhi
prosedur
pengambilan barang bukti secara umum. Perlu diingat moto to touch as little as
possible
and to displace nothing, yaitu tidak boleh menambah atau mengurangi benda-
bendayang ada di TKP. Dokter tidak boleh membuang barang sembarangan
di TKP,
meninggalkan perlengkapannya, atau membuang air kecil di kamar mandi,
karena semua
itu dikhawatirkan akan menghilangkan barang-barang bukti yang lain. Beberapa
tindakan
lain yang dapat mempersulit penyidikan seperti memegang setiap benda di
TKP tanpa
sarung tangan, mengganggu bercak darah, membuat jejak baru serta
melakukan
pemeriksaan sambil merokok
2,7
.
Peralatan yang sebaiknya dibawa saat pemeriksaan di TKP adalah sarung
tangan,
kamera, film berwarna dan hitam putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat,
lampu senter,
lampu ultraviolet, alat tulis, tempat menyimpan barang bukti berupa amplop
atau kantung
plastik, pinset, skalpel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer rektal,
termometer
ruangan, sarung tangan, kapas, kertas saring serta alat tulis (spidol) untuk
memberikan
label pada barang bukti. Label pada barang bukti harus dituliskan tentang jenis
barang
bukti, lokasi penemuan, saat penemuan, dan keterangan lain yang
diperlukan
2
.
Keterangan itu dapat berupa penjelasan lengkap mengenai barang bukti, jika ada
nomor
serinya maka harus ditulis juga, tidak lupa inisial penyidik yang mengumpulkan
barang
bukti serta nomor identitasnya
8
.
Sebelum dokter melakukan pemeriksaan maka TKP harus diamankan atau dijaga
keasliannya oleh petugas (dengan memasang garis polisi) serta diabadikan
dengan
membuat foto dan sketsa keadaan di TKP. Sebelum melakukan prosedur
trace
evidence atau pencarian barang bukti, dokter harus membuat foto dan sketsa
TKP serta
barang bukti yang disimpan dengan baik untuk keperluan ketika diajukan
sebagai saksi di
pengadilan. Foto dan sketsa itu akan mempermudah dokter untuk mengingat
kembali
kasus yang pernah diperiksanya. Pembuatan foto dan sketsa juga harus
memenuhi standar
sehingga tidak akan terjadi penafsiran yang berbeda antara dokter dan
penyidik pada
sebuah obyek yang sama
7
.
Setelah seluruh TKP terdokumentasikan, lokasi penemuan dari masing-masing
barang bukti sudah dicatat atau ditandai, maka proses pengumpulan barang
bukti bisa
dimulai. Proses pengumpulan biasanya akan dimulai dari barang bukti yang
paling rapuh
atau paling mudah hilang. Pertimbangan khusus dapat diberikan pada barang
bukti yang
perlu untuk segera dipindahkan. Pengumpulan barang bukti bisa berlangsung
bersamaan
dengan prosedur penyidikan yang lain. Pengambilan gambar juga bisa terus
dilakukan jika penyidik menemukan barang-barang bukti baru yang belum
terdokumentasikan
sebelumnya karena tersembunyi dari penglihatan
8
.
Sebagian besar barang bukti disimpan dalam wadah kertas seperti paket,
amplop
dan kantung. Benda cair dapat dikirim dalam wadah yang tidak mudah pecah
dan tidak
mudah bocor, seperti tabung reaksi kering. Barang bukti bekas terbakar (arson)
disimpan
dalam kaleng logam bersih dan kedap udara. Hanya barang bukti berupa serbuk
dalam
jumlah banyak yang disimpan dalam kantung plastik. Barang bukti yang lembab
dan
basah (darah, tanaman, dll) dapat disimpan dalam wadah plastik saat di tempat
kejadian
untuk dikirim ke tempat pemeriksaan hanya jika waktu pengiriman kurang dari
dua jam.
Hal ini untuk mencegah kontaminasi dari barang bukti yang lain. Setelah tiba di
lokasi
yang aman, barang bukti tersebut harus dibuka dari wadahnya dan dikeringkan
di udara.
Barang bukti dapat disimpan kembali dalam wadah kertas yang kering.
Barang bukti
yang lembab tidak boleh disimpan dalam wadah plastik atau kertas lebih dari
dua jam.
Keadaan lembab memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme yang bisa
menghancurkan atau mengubah barang bukti
8
.
Barang bukti yang berupa bercak kering di atas dasar keras harus dikerok dan
dimasukkan ke dalam amplop atau kantung plastik. Bercak pada kain harus
diambil
seluruhnya atau apabila bendanya besar digunting dan dimasukkan ke dalam
amplop atau
kantung plastik. Benda-benda keras diambil seluruhnya dan dimasukkan ke
dalam
kantung plastik. Mayat yang ditemukan dibungkus dengan plastik atau kantong
plastik
khusus mayat (kantong mayat) setelah sebelumnya diabadikan letak dan
posisinya serta
pemeriksaan sidik jari oleh penyidik. Kedua tangan mayat juga harus dibungkus
plastik
sebatas pergelangan tangan. Setiap barang yang bisa saling mengontaminasi
harus
disimpan secara terpisah. Wadah harus ditutup dan diamankan untuk
mencegah
percampuran dalam proses pengiriman
2
.
Mayat dan barang bukti biologis atau medis, termasuk obat atau racun dikirim
ke
Instalasi Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat untuk
pemeriksaan
lanjutan. Apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium forensik,
maka
dikirimkan ke Laboratorium Kepolisian atau ke Bagian Kedokteran Forensik.
Barang
bukti bukan biologis dapat langsung dikirimkan ke Laboratorium Kriminal atau
Forensik
Kepolisian daerah setempat
2
.Setiap jenis barang bukti mempunyai nilai yang khusus dalam penyidikan. Nilai
ini harus selalu disimpan dalam ingatan penyidik ketika melakukan penyidikan
di TKP.
Sebagi contoh, ketika melakukan penyidikan di TKP penyidik harus lebih
memprioritaskan untuk mencari sidik jari yang bagus daripada mengumpulkan
serat baju
yang tertinggal. Karena sidik jari dapat mengidentifikasi secara tepat orang yang
pernah
berada di TKP, sedangkan serat baju bisa berasal dari siapa saja yang
mengenakan baju
yang berbahan sama. Dalam kondisi khusus mungkin saja mengumpulkan
serat baju
menjadi lebih penting karena ada dalam jumlah banyak pada tubuh korban serta
tidak
ditemukan sidik jari di TKP. Lebih baik mengumpulkan lebih banyak barang
bukti
daripada kurang. Penyidik seringkali hanya mempunyai sekali kesempatan
melakukan
penyidikan di TKP, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya
8
.

Anda mungkin juga menyukai