Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MIKROBIOLOGI DAN

PARASITOLOGI CACING VILARIA








DISUSUN
OLEH :


NAMA : VIDYA.BAZERGAN
NIM : 12.1101.144
KELAS : E 12







FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2012/2013



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit
menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui
gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah
diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres.
Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ
kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya
sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas
ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie et al, 1997) seperti di
Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak
muncul dan sekarang belum diketahui bagaimana perkembangannya. Filariasis tersebar luas
hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000
yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi
sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.

Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Masyarakat
juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme
penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan
program Indonesia Sehat Tahun 2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi
filariasis.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan filariasis?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya filariasis?
3. Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis?
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan masalah di atas sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan filariasis.
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya filariasis.
3. Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis.
D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala
sesuatu tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana upaya
pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian, diharapkan masyarakat
ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemi di masyarakat.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Cacing filaria (Wuchereria bancrofti)
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan
tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig
memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah
berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai penyebab
penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori.
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Animalia
Classis: Secernentea
Ordo: Spirurida
Upordo: Spirurina
Family: Onchocercidae
Genus: Wuchereria
Species: Wuchereria bancrofti

Ciri-ciri cacing Filaria
1. Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih kekuningan.
Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu.
2. Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 100 mm, ekornya berujung
tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40 mm, ekor melingkar.
Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250 mikron, bersarung pucat.
3. Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe. Sedangkan
pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan pada siang hari
mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru, jantung, dan hati
B. Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)
Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa
pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut
menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria yang
terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk
kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan
bersarang diantara otot-otot dada (toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut
larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi
lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya
larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini
adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi
mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.
Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka
mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk
kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia, larva
keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva
mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut
larva stadium IV dan larva stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh
limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Siklus hidup
pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang
terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam
tubuh nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya
tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3
minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk
pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan memindahkan larva
infektif tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke
pembuluh limfe.
Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang
hari dia berada didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru, jantung dan hati,
selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa
dilakukan malam hari. Setelah dewasa (Makrofilaria) cacing menyumbat pembuluh limfe dan
menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa
terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. Ketika menyumbat pembuluh limfe di
selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki
membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.
Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan
menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya,
mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah
kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus
dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami
pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka
orang itu akan tertular penyakit ini.
C. Prinsip patologis penyakit filariasis
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing
Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. bermula dari inflamasi saluran limfe akibat
dilalui cacing filaria dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran
limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat
yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh
darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta
makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang
menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya
menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe
tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas
pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa
(Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita
yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga
diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara
total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah
mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian
akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk
kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah
tersebut.
D. Gejala Klinik
Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain:
1. Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila si penderita istirahat dan
muncul lagi setelah si penderita bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis)
yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan
sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde
lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahandan merasa
panas (Early lymphodema). Sedangkan gejala klinis filariasis kronis yaitu
E. Diagnosa penyakit Filariasis (Kaki gajah)
Bentuk menyimpang dari filariasis (eosinoffilia tropikal) ditandai oleh hipereosinivilia,
adanya microfilaria di jaringan tetapi tidak terdapat di dalam darah, dan titer antibody antifilaria
yang tinggi. Microfilaria mungkin ditemukan di cairan limphatik. Tes serologi telah tersedia
tetapi tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Diagnosa berdasarkan gejala klinis dan dipastikan
dengan pemeriksaan laboratorium:
1. Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau cairan
chyluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan membran filtrasi.
2. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari mengingat periodisitas mikrofilarianya
umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa
dapat dijumpai pada saluran dan kelenjar limpah dari jaringan yang di curigai sebagai tumor.
3. Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang
spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan
tubuh dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang
menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada
penelitian dan survey.
F. Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis
1. Upaya Pencegahan Filariasis
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk
(mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup
ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti
nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna
gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol)
secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara
diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri
dengan cara 3M.
2. Upaya Pengobatan Filariasis
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan
cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat
yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang
dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis
akibatBrugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama
10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga
muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek
samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis
rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat
juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama
5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik
dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat
ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC.
Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan
antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan
pembedahan.
3. Upaya Rehabilitasi Filariasis
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka
tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa
kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan
dengan jalan operasi.





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dalam makalah ini:
1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe
dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis
berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada,
dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia,
maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki
sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi
penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe,
tungkai, dan alat kelamin.
3. Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M.
Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain
dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
B. Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit
ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga,
masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia
mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2013

Anda mungkin juga menyukai