Anda di halaman 1dari 18

1

NEOPLASMA MUSKULOSKELETAL

PENDAHULUAN
Istilah tumor sering digunakan sebagai pengganti istilah neoplasma, walaupun sebenarnya
kurang tepat, karena tumor hanya berarti benjolan. Sedangkan neoplasma adalah
pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak pernah menjadi
dewasa. Insiden neoplasma tulang bila dibandingkan dengan neoplasma jaringan lain adalah
jarang.
Neoplasma dapat bersifat jinak atau ganas. Dikatakan ganas bila neoplasmanya mempunyai
kemampuan untuk mengadakan anak sebar (metastase) ke tempat atau organ lain dan disebut
juga dengan istilah kanker. Neoplasma jinak tidak dapat mengadakan anak sebar ke tempat
atau organ lain. Neoplasma tulang primer merupakan neoplasma yang berasal dari sel yang
membentuk jaringan tulang sendiri, sedangkan neoplasma tulang sekunder merupakan anak
sebar neoplasma ganas organ bukan tulang ke tulang.
Dari seluruh tumor tulang primer, 65,8 % bersifat jinak dan 34,2 % bersifat ganas. Ini berarti
dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang bersifat ganas. Perbandingan insidens tumor
tulang pada pria dan wanita adalah sama. Tumor jinak primer tulang yang paling sering
ditemukan adalah osteoma (39,3%), osteokondroma (32,5%), kondroma (9,8%) dan sisanya
oleh tumor tulang jinak yang lain. Osteogenik sarkoma (48,8%) merupakan tumor ganas primer
tulang yang paling sering ditemukan, diikuti giant cell tumor (17,5%), kondrosarkoma (10%) dan
sisanya adalah tumor tulang ganas yang lain.




2

DEFINISI
Tumor tulang merupakan kelainan pada tulang yang bersifat neoplastik. Tumor dalam arti yang
sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan yang baru dan abnormal disebut
neoplasma.
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak pernah
menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan Tumor Tulang, yaitu pertumbuhan
abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas tulang dapat bersifat primer yang berasal
dari unsur-unsur tulang sendiri atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor-tumor ganas
organ lain ke dalam tulang.

a. Tumor Jinak (Benign)
Tumor jinak (benign) tidak menyerang dan menghancurkan tissue (sekumpulan sel
terinterkoneksi yang membentuk fungsi serupa dalam suatu organisme) yang
berdekatan, tetapi mampu tumbuh membesar secara lokal. Biasanya setelah dilakukan
operasi pengangkatan (tumor jinak), tumor jenis ini tidak akan muncul lagi.

b. Tumor jenis ini lebih dikenal dengan istilah Kanker, yang memiliki potensi untuk
menyerang dan merusak tissue yang berdekatan, baik dengan pertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) atau menyebabkan terjadinya metastasis (migrasi
sel ke tempat yang jauh).






3

Tabel insidens tumor jinak dan tumor ganas primer pada tulang

Tumor Jinak Tumor Ganas
Jenis Insidens Jenis Insidens
Osteoma 39,3% Osteogenik sarkoma 48,8%
Osteokondroma 32,5% Giant cell tumor 17,5%
Kondroma 9,8% Kondrosarkoma 10%
Tumor jinak
lainnya
18,4% Tumor ganas lainnya 23,7%


EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian tumor tulang baik jinak maupun ganas bergantung pada jenis tumor. Secara
garis besar, tumor tulang lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding pada perempuan
dengan perbandingan 2:1. Pada beberapa kasus, tumor tulang jinak seperti osteoid osteoma
lebih banyak dijumpai pada laki-laki remaja atau dewasa muda, sedangkan osteoblastoma lebih
banyak dijumpai pada laki-laki yang lebih tua. Namun demikian, insidensi dan prevalensi
terjadinya tumor tulang dapat dijumpai pada berbagai tingkatan usia.







4

KLASIFIKASI
Classification of Neoplasm-like Lesion of Bone
A. Osteogenic
1. Osteoma (ivory exostosis)
2. Single osteochondromata (osteocartilaginous exostosis)
3. Multiple osteochondromata (multiple hereditary exostoses)
4. Osteoid osteoma
5. Benign osteoblastoma (giant osteoid osteoma)

B. Chondrogenic
1. Enchondroma
2. Multiple enchondromata (Olliers dyschondroplasia)

C. Fibrogenic
1. Subperiosteal cortical defect (metaphyseal fibrous defect)
2. Nonosteogenic fibroma (nonossifyin fibroma)
3. Monostotic fibrous dysplasia
4. Polyostotic fibrous dysplasia
5. Osteofibrous dysplasia (Campanacci syndrome)
6. Brown tumor (hyperparathyroidism)

D. Aniogenic
1. Angioma of bone (hemangioma and lymphangioma)
2. Aneurysmal bone cyst (ABC)

E. Uncertain origin
1. Simple bone cyst (unicameral bone cyst) (UBC)

5

Classification of True Primary Neoplasms of Bone
A. Osteogenic
1. Osteosarcoma (osteogenic sarcoma)
2. Surface osteosarcoma (pariosteal sarcoma; periosteal sarcoma

B. Chondrogenic
1. Benign chondroblastoma
2. Chondromyxoid fibroma
3. Chondrosarcoma

C. Fibrogenic
1. Fibrosarcoma of bone
2. Malignant fibrous histiocytoma of bone

D. Angiogenic
1. Angiosarcoma of bone

E. Myelogenic
1. Myeloma of bone (multiple myeloma)
2. Ewings sarcoma (Ewings tumor)
3. Hodgkins lymphoma of bone
4. Non-Hodgkins lymphoma (reticulum cell sarcoma)
5. Skeletal reticuloses (Langerhans cell histiocytoses)
6. Leukimia


6

F. Uncertain origin
1. Giant cell tumor of bone (osteoclastoma)



















7

OSTEOSARCOMA

PENDAHULUAN
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma ganas yang berasal
dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang panjang pada anak-anak.
Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesensim
primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang paling sering terjadi.
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng
pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif; yaitu pada distal femur,
proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang tua umur di atas 50 tahun,
osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari pagets disease, dengan prognosis
sangat jelek.
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan
adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa di dalam tulang atau
pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan
tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi.
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke paru atau pada
tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis
ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak terjadi.





8

ETIOLOGI
Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor resiko
untuk terjadinya osteosarkoma yaitu :
a. Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat terlihat sebagai
predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya meningkat pada saat
pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling sering pada metafisis, dimana area ini
merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang.


b. Faktor lingkungan: satu satunya faktor lingkungan yang diketahui adalah paparan
terhadap radiasi.
c. Predisposisi genetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous dysplasia,
enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and retinoblastoma (germ-line
form). Kombinasi dari mutasi RB gene (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi
berhubungan dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome
(germline p53 mutation), dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang
berhubungan dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan tulang,
hypogonadism, dan katarak).



EPIDEMIOLOGI
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun jumlah penderita
kanker 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker diantara
100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000
anak yang menderita kanker per tahun.
Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy
Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor
tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak
(28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati
9

yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari
jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 25 tahun ( pada usia
pertumbuhan ). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada
anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih
banyak di temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui.

GEJALA KLINIS
1. Nyeri dan/atau pembengkakan ekstremitas yang terkena.
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal keluhan
biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan dengan trauma.
Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saat istirahat atau pada malam hari dan
tidak berhubungan dengan aktivitas. Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang
sering kali sangat besar, nyeri tekan dan tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit
di permukaannya. Tidak jarang menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering
juga ditemukan adanya patah tulang patologis.
2. Fraktur patologik.
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas.
4. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran
vena
5. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise.


10

LOKASI
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang panjang, terutama pada
distal femur (52%), proximal tibia/fibula (20%) dimana pertumbuhan tulang tinggi (most active
epiphyseal growth). Tempat lainnya yang juga sering adalah pada metafisis humerus proximal
(9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis. Lesi periosteal dan
osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya muncul pada pelvis dan femur
proximal.



PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan penggunaan
kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi
dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi.
Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic dehydrogenase (LDH) dan
alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase pada paru. Pada pasien
tanpa metastase, yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang dapat menyembuh bila
dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH normal.
11

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:
- LDH
- ALP (kepentingan prognostik)
- Hitung darah lengkap
- Hitung trombosit
- Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT),
bilirubin, dan albumin.
- Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium, phosphorus.

ALKALINE PHOSPHATASE
Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama oleh
epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga berasal dari usus,
tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase
alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada
saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang.
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas osteoblastik
(pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika ditemukan kadar
ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal ini adalah normal
karena pertumbuhan tulang (fisiologis).

RADIOGRAPH
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi. Ketika
dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang
dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitif bila dibandingkan dengan
MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase
12

pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase
pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.

Radiologi : Didapat 3 macam gambar radiologi yaitu:
- Gambaran osteolitik, dimana proses destruksi merupakan proses utama.
- Gambaran osteoblastik, yang diakibatkan oleh banyak pembentukan tumor tulang.
- Gambaran campuran antara proses destruksi dan proses pembentukan tumor tulang.

a. X-Ray
Gambaran radiologis didapat adanya gambaran osteolitik dan osteoblatik, pada MRI ditemukan
garis destruksi. Pada MRI ditemukan garis akibat proses destruksi dan ekstensi jaringan lunak
sel-sel tumor. Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang
karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang
tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara
area litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi terlihat agresif,
dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala terdapat lubang kortikal
multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang disekelilingnya dapat membentuk tepi dengan
batas jelas disekitar tumor. Penyebaran pada jaringan lunak sering terlihat sebagai massa
jaringan lunak.
Dekat dengan persendian, penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area seperti
awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang maligna dan kalsifikasi dapat terlihat
pada massa. seringkali terdapat ketika tumor telah menembus korteks. Berbagai spektrum
perubahan dapat muncul, termasuk Codman triangles dan multilaminated, spiculated, dan
reaksi sunburst, yang semuanya mengindikasikan proses yang agresif.
Pertumbuhan neoplasma yang cepat mengakibatkan terangkatnya periosteum dan tulang
reaktif terbentuk antara periosteum yang terangkat dengan tulang dan pada X-Ray terlihat
sebagai segitiga Codman. Kombinasi antara tulang reaktif dan tulang neoplastik yang
13

dibentuk sepanjang pembuluh darah berjalan radier dari korteks tulang ke arah masa tumor
membentuk gambaran Sunbrust.

1. Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus,
mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.


2. Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal
14

b. CT SCAN
CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas
yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada paru.

c. MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena
kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak.
MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari
osteosarkoma dan membantu dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk
tujuan stadium dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat
asalnya merupakan hal yang penting.
Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen.
Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit
intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan
adanya skip metastase. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan
otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan sendi
sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari
kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat
menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago.

Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan adanya massa jaringan lunak.
15

VARIASI OSTEOSARKOMA
Parosteal Sarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan tulang, dengan
terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas dan membentuk woven bone atau lamellar
bone. Biasanya terjadi pada umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20
sampai 40 tahun. Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling
sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor dimulai dari daerah
korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks
dan masuk ke endosteal.
Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor dan survival ratenya
bisa mencapai 80 - 90%.

Periosteal Sarkoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang (moderate-grade) yang
merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah
proksimal tibia. Sering juga terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan
bahkan bisa pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama dengan pada
klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma klasik yaitu 20%-
35% terutama ke paru-paru.
Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-margin surgical resection),
dengan didahului preoperatif kemoterapi dan dilanjutkan sampai post-operasi.

STADIUM
Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem stadium berdasarkan derajat, penyebaran
ekstrakompartemen, dan ada tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada semua
tumor muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem
stadium berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor
(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase.
16



Untuk menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum. Lesi
tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah menyebar
keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan secara praktis maka
pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan
pasien dengan metastse (metastatic osteosarkoma).

PENATALAKSANAAN
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat dilakukan pada 80%
pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen.
Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai
peranan dalam manajemen rutin.

Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma ditangani secara primer
hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara
lokal dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada
paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien
mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi
17

sangat penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian terlihat bahwa
adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal
yang dapat direseksi. Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah
pengangkatan tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan
parameter faktor prognosa.
Obat yang efektif adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin, dan methotrexate dosis tinggi
dengan leucovorin. Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu tahun setelah dilakukan
pembedahan tumor.

Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas bebas tumor.
Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi
dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang
harus dievaluasi dari pasien secara individual.

Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang,
sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat
lebih baik jika dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-
year survival rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal
amputasi. Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua kompartemen dapat mengeksklusikan
penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan
dengan reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb salvage dapat dilakukan.

Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80%
pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan pembedahan limb
salvage dan tidak membutuhkan amputasi.



18

PROGNOSIS
Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke
paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya
terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut
sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat
menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang
memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
Pada permulaannya prognosis Osteosarkoma adalah buruk, 5 years Survival Rate-nya hanya
berkisar antara 10-20%. Belakangan ini dengan terapi adjuvan berupa sitostatik yang agresif
dan intensif yang diberikan prabedah dan pasca bedah maka Survival Rate menjadi lebih baik
dapat mencapai 60-70%. Berkat terapi adjuvan juga terapi amputasi belakangan ini sudah
berkurang, sekarang pada pusat-pusat pengobatan kanker yang lengkap, maka terapi non
amputasi atau Limb Salvage lebih sering dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai