Anda di halaman 1dari 24

A.

PENDAHULUAN
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang
diperantarai sel. Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat juga mengenai
organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang
aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian.
()
!nsidens penyakit tuberculosis dan mortalitas yang disebabkannya menurun
drastis setelah ditemukannya kemoterapi. Tetapi, pada tahun"tahun terakhir ini
penurunan itu tidak terjadi lagi bahkan insiden penyakit ini cenderung meningkat.
#enaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti sosioekonomi, dan masalah"
masalah yang berkaitan dengan kesehatan (seperti alkoholisme, tuna $isma,
naiknya infeksi %!&'(!D)), dimana peningkatan insiden lebih nyata pada
kelompok minoritas dan pengungsi yang masuk ke (merika )erikat dari *egara"
negara dimana tuberculosis merupakan penyakit endemik.
(+)
Tuberkulosis sering ditemukan menyertai D, dan menyebabkan resistensi
insulin, prevalensi TB paru pada D, meningkat +- kali dibanding non D,,
aktifitas kuman tuberkulosis meningkat . kali pada D, berat dibanding D,
ringan. Penelitian TB paru pada D, di !ndonesia masih cukup tinggi yaitu +,/ "
0+1 dan bila dibandingkan dengan luar negeri maka prevalensi di !ndonesia masih
tinggi sehingga meningkatkan kepekaan pasien Diabetes ,elitus terhadap infeksi
disebabkan oleh berbagai faktor dan pada umumnya efek hiperglikemia sangat
berperan terhadap mudahnya pasien D, terkena infeksi bakteri dan fungi. %al ini
disebabkan karena hiperglikema mengganggu fungsi netrofil dan monosit
(makrofag) termasuk kemotaksis, perlengketan, fagositosis dan mikroorganisme
yang terbunuh dalam intraseluler.
(.)

Klasifikasi Tuberkulosis
)ampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli
radiology, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang
keseragaman klasifikasi tuberculosis. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi
seperti 2

Pembagian secara patologis


" Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
- Tuberkulosis post"primer (adult tuberculosis)

Pembagian secara radiologi (luas lesi)


(.)

Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrate nonkavitas


pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru.

Moderately advanced tuberculosis. (da kavitas dengan diameter tidak


lebih dari 0 cm. 3umlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu
bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian
satu paru.

Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang


melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosi.
Di !ndonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan
klinis, radiologis, dan mikrobiologis2
. Tuberculosis paru
+. Bekas tuberculosis paru
.. Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam2
a.
Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BT( negatif,
tetapi tanda"tanda lain positif.
b.
Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BT(
negatif dan tanda"tanda lain juga meragukan.
(0)
+
4%5 66 berdasarkan terapi membagi TB dalam 0 kategori yakni2
Kategori I, ditujukan terhadap2

#asus baru dengan sputum positif

#asus baru dengan bentuk TB berat


Kategori II, ditujukan terhadap2

#asus kambuh

#asus gagal dengan sputum BT( positif


Kategori III, ditujukan terhadap2

#asus BT( negatif dengan kelainan paru yang tidak luas

#asus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori !


Kategori IV, ditujukan terhadap 2 TB kronik.
(7)
#eluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam"macam.
#eluhan yang terbanyak adalah2
Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influen8a. Tetapi kadang"kadang
.
panas badan dapat mencapai 0-"0
o
9. )erangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influen8a ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influen8a. #eadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
Batuk/batuk dara. :ejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk"produk radang
keluar. #arena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sarna, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu"minggu atau berbulan"bulan peradangan bermula. )ifat batuk dimulai
dari batuk kering (non"produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). #eadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. #ebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
!esak "a#as. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. )esak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru"paru.
N$eri dada. :ejala ini agak jarang drtemukan. *yeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura se$aktu pasien menarik' melepaskan napasnya.
%alaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. :ejala. malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan. Badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, kerinngat malam dll. :ejala malaise
ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Pemeriksaa" &isis
0
Pemeriksaan pertama terhadap penderita ini, mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris) badan kurus,
berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainanpun terutama pada kasus"kasus yang dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit
menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran'suara yang
lebih dari 0 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi
sehingga sulit di bedakan dengan pneumonia biasa..
(.)
Pemeriksaa" 'adiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberculosis. ;okasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks
paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus ba$ah). Tapi dapat juga
mengenai lobus ba$ah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru
(misalnya pada tuberculosis endobronkial). ;esi tuberkulosis merupakan sarang"
sarang pneumonia gambaran radiologis adalah berupa bercak"bercak seperti a$an
dengan batas yang tidak tegas. Bila telah berlanjut, bercak"bercak a$an jadi lebih
padat dan batasnya jadi lebih jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat
bayangan berupa bulatan dengan batas yang tegas.
(0)
Pemeriksaa" Laboratorium

Darah, )putum BT( dan Tes tuberculin


()
Diabetes %elitus
Diabetes ,elitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada2 kerja insulin (resistensi insulin) di
hati (peningkatan produksi gula hepatik) dan jaringan perifer (otot dan lemak)<
sekresi insulin oleh sel beta pankreas< atau keduanya. ,erupakan salah satu
penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular
7
yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. ,eningkatnya prevalensi diabetes
melitus di berbagai negara banyak dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan
perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota"kota besar dan merupakan
suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya yang terjadi karena
bersamaan, dengan gejala khas berupa polidipsi, polifagi, poliuri, rasa lemas, dan
berat badan menurun.
(.,0,7)
(dapun klasifikasi klinis dari diabetes mellitus menurut (merican Diabetes
(ssociation 66= sesuai dengan anjuran Perkumpulan >ndokrin !ndonesia adalah 2
. Diabetes tipe (destruksi sel ?, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut)<

(utoimun dan !diopatik


+. Diabetes tipe + (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin).
.. Diabetes tipe lain<

Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit ekdokrin pankreas, misalnya 2 pankreatitis, tumor'pankreatomi

>ndokrinopati 2 akromegali, sindrom cushing, hipertiroid

#arena obat'8at kimia

!nfeksi 2 rubella, cytomegalovirus

Penyebab imunologi yang jarang 2 antibody anti insulin

)indrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus 0. Diabetes


,elitus :estasional (D,:).
(.)
B. LAP('AN KHU!U!
!. !dentitas Pasien
@
*ama 2 *y. ) ,A) 2 +/",aret"+--/ (Pkl.7.--)
Bmur 2 0+ tahun *o. ,A 2 -==6@
3enis #elamin 2 Perempuan Auangan 2 dr. Caenab, )p.PD
(lamat 2 Dusun Bjung Bulu Desa
PaDbentengang #ec. ,arusu
!!. (namnesis
#B2 Batuk
(T2
" Dialami E tahun yang lalu, disertai lendir, $arna kuning kehijauan, ri$ayat
darah (F), sesak (F), nyeri dada (F) kadang"kadang, sakit kepala (F), demam
("), ri$ayat demam (F) se$aktu di rumah, tidak terus menerus
" ,ual ("), muntah ("), nyeri ulu hati ("), nafsu makan menurun, berat badan
dirasakan menurun.
" Ai$ayat minum 5(T (F) dari puskesmas, baru + hari.
B(#2 lancar, $arna kuning
B(B2 biasa, darah (")
AP)2
" Ai$ayat D, (F) sejak E . tahun yang lalu, tidak berobat teratur
=
" Ai$ayat keluarga D, tidak diketahui
" Ai$ayat %ipertensi (")
" Ai$ayat (sma (")
" Ai$ayat penyakit jantung (")
" Ai$ayat merokok (F), sejak umur .- tahun, F - batang per hari
" Ai$ayat kontak dengan penderita batuk lama tidak jelas.
III. Pemeriksaa" &isik
!tatus #rese"t 2 )akit )edang':i8i #urang'9omposmentis
BB 2 .7 kg TB 2 7- cm
!,T 2 7, 7 kg'm
+
!tatus )ital 2 T2 -'=- mm%g P2 +0 G'menit
*2 60 G'menit )2 .@,/
H
9
" #epala 2 (nemis (F), !kterus ("), )ianosis ("I
" ;eher 2 ,T ("), *T (")
D&) 2 A " +cm %+5
" Thorax 2
!nspeksi 2 Tidak simetris, gerakan paru kanan kesan tertinggal, retraksi
sela iga
Palpasi 2 *T ("), ,T (")
&ocal fremitus paru kanan melemah
Perkusi 2 )onor.
Pekak, setinggi !9) &! thoraG kanan
(uskultasi 2 BP 2 Bronkovesikuler
BT 2 Ah.F'", 4h "'"
" Jantung 2
!nspeksi 2 !ctus cordis tampak pada !9) &
Palpasi 2 !ctus cordis tidak teraba
Perkusi 2 Pekak, batas jantung kesan normal
/
(uskultasi 2 B3 !'!! murni reguler
" Abdomen 2
!nspeksi 2 Datar, ikut gerak napas
Palpasi 2 ,T ("), *T ("), %epar dan ;ien tidak teraba
Perkusi 2 Tympani
(uskultusi 2 Peristaltik (F) kesan normal
" >kstremitas 2 Tidak ada kelainan
" Lain"lain 2 "
IV. Pemeriksaa" Pe"u"*a"g !eme"tara
;aboratorium2
(+/",aret"+--/) (+6",aret"+--/)
4B9 2 7,G-J'mmJ :D) 2 0@+ mg'dl
AB9 2 .,.6G-
@
'mm
.
Breum 2 .6 mg'--ml
%:B 2 =,6 gr1 9reatinin 2 -,6 mg'--ml
P;T 2 77=G-
.
'mm
.
):5T 2 @6 B'!
):PT 2 +6 B'!
;>D 2 76 mm'jam!
6
%asil Koto ThoraG P( (+6",aret"+--/)
Tampak bercak bera$an pada lapangan
paru kanan atas.
Tampak bintik kalsifikasi pada lapangan
paru kiri.
Tampak perselubungan homogen pada
lapangan ba$ah paru kanan yang
menutupi batas kanan jantung dan
diaphragma kanan.
9or, sinus dan diaphragma kiri kesan
normal, tidak ada tanda"tanda atelektasis
Tulang"tulang intak.
#esan2 #P Kar (dvanced F >fusi pleura
hemithoraG deGtra
V. Diag"osis !eme"tara
a. Tb Paru
b. D, Tipe + non obes
VI. Pe"atalaksa"aa" A+al
!&KD D) 2 A; 2 L +/ thn
9iprofloGasin gr'+j'iv
5(T 2
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide G =7- mg
>T% 7--mg, +G
(dona
(s. TraneGamat per / jam' drips
&it #
Bisolvon .G 9th
DeGamethasone inj '/jam'iv
VII. Pemeriksaa" A"*ura"
DA
):5T'):PT
Breum'9reatinin
:D)
)putum BT( .G gram, jamur
Koto ThoraG P(
-
VIII. &ollo+ U#
Ta"ggal / ,am &ollo+ U# Tera#i / A"*ura"
+/ ,aret -/
T 2 -'=-
* 2 60
P 2 +0
) 2 .@,@
B(B 2 #adang 4arna
hitam
B(# 2 lancar
Pera$atan hari ke M
#B 2 ;emah
#eluhan2 Batuk F tahun yll,
darah . ;endir, $arna
kuning, sesak sakit kepala ,
demam , nafsu makan N, BB N,
mual , muntah
minum 5(T + hari
D' TB Paru
%asil ;ab2
4B9 2 7,
%:B 2 =,6
P;T 2 77=
!&KD D) 2 A; 2 L +/ Tpm
9iprofloGacin gr'+j'iv hari !
(dona
(s. TraneGamat per / jam' drips
&it #
Bisolvon .G 9
DeGamethasone inj '/jam
5(T 2
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
Bsul lab 2
):5T'):PT
Breum'9reatinin
:D)
Koto ThoraG P(
+6 ,aret -/
T 2 -'=-
* 2 6+
P 2 ++
) 2 .@,@
Pera$atan hari ke M+
#B 2 ;emah
#el 2 batuk , lendir , 4arna
hijau, darah , nafsu makan
baik
B(B 2 %itam
B(# 2 ;ancar
D'TB Paru
,enunggu %asil ;ab
( ):5T'):PT, Br'#r, :D))
A'
!&KD D) 2 2 +/ thn
9iprofloGacin '+ jam ' iv %ari !!
Bisolvon .G 9
*eurodeG M - M -
5(T 2
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
.- ,aret +--/ s'd
+ (pril +--/
T 2 +-'=-
* 2 /0 G'i
Pera$atan %ari ke M .
#B 2 lemah
#( 2 Batuk , ;endir
D' D, Tipe + non 5bese F
A' Diet D, 6-- kkal
!&KD A; +/ tpm
9iprofloGacin '+ jam ' iv %ari ."@
Bisolvon syr .G
*eurodeG "-"-

P 2 ++ G'i
) 2 .@,7
o
9
TB Paru
:D) 2 0@+ mg'dl
):PT 2 +6 B'!
9reatinin2 -,6 mg'--ml
):5T 2 @6 B'!
;>D 2 76 mm'jam!
Breum 2 .6 mg'--ml
5(T 2
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard /"-"0
. (pril -/
T 2 --'@-
* 2 =@ G'i
) 2 .@,7
o
9
P 2 +/ G'i
;ab2
:DP 2 += mg'dl
:D+PP 2 0-+ mg'dl
Pera$atan %ari ke M =
#B 2 lemah
#( 2 Batuk , ;endir , sesak
N, )akit #epala , anemis
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A' diet D, 6-- kal
!&KD A; +/ tpm
9iprofloGacin gr'+ jam ' iv hari =
Bisolvon syrp .G
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard /"-"0
0 (pril -/
T 2 7-'7-
* 2 // G'i
) 2 .@,7
o
9
P 2 +0 G'i
;ab 2
:D) 2 .77
Pera$atan hari ke M /
#B 2 ;emah
#>; 2 Batuk , ;endir , )akit
kepala , pusing , (nemis
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A' diet D, 6-- kal
!&KD A; +/ tpm
9iprofloGacin gr' + j ' iv (/)
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard /"-"0
7 (pril -/
T 2 -'=-
* 2 /- G'i
) 2 .@,7
P 2 +0 G'i
;ab2
:D) 2 =7 mg'dl
#hol tgt 2 -7 mg'dl
T: 2 /@ mg'dl
BA (cid 2 ., mg'dl
Pera$atan %ari #e M 6
#B 2 ;emah
#>; 2 Batuk , ;endir , )akit
#epala , Pusing
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A' diet D, 6-- kal
!&KD A; +/ tpm
9iprofloGacin gr' +7 ' iv (/)
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard /"-"0
@ (pril -/
T 2 -'=- mm%g
* 2 /- G'i
Pera$atan %ari #e M -
#B 2 ;emah
A' diet D, 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv (6)
+
P 2 +0 G'i
) 2 .@,@
o
9
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)akit #epala , Pusing ,
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
Bisolvon syrp .G cth
*eufrodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard /"-"0
= (pril -/
T 2 --'@- mm%g
* 2 /- G'i
P 2 ./ G'i
) 2 .@,@
o
9
;ab2
:DP 2 +@0 mg'dl
Pera$atan %ari #e M
#B 2 sakit sedang
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A'Diet D, 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard / M - M 0
DeGamethasone inj' / 3am'iv
/ (pril -/
T 2 --'@- mm%g
* 2 - G'i
P 2 ++ G'i
) 2 .@,7
o
9
Pera$atan %ari #e M +
#B 2 sakit sedang
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A'Diet D, 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syr .G c
*eurodeG "-"-
,iGtard - M - M 0
5(T2
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
6 (pril -/
T 2 --'@- mm%g
* 2 -/ G'i
P 2 +0 G'i
) 2 .@,@
o
9
;ab2
:D) 2 ./+
Pera$atan %ari #e M .
#B 2 sakit sedang
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A'Diet D, 6-- kkal
!&KD A; +/ pm (KK phlebitis
9iprofloGacin gr' +3 ' iv
Bisolvon syrp .G c
*eurodeG "-"-
,iGtard - M - M 0
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
.
>T% 7--mg, +G
- (pril -/
T 2 -'=- mm%g
* 2 -- G'i
P 2 +0 G'i
) 2 .@,@
o
9
;ab2
:DP 2 ++0
:D+PP 2 0-0
Pera$atan %ari #e M 0
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A'Diet 6-- kkal
!&KD A; +/ pm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard - M - M -
(pril -/
T 2 -'=- mm%g
* 2 /0 G'i
P 2 +- G'i
) 2 .=,+
o
9
;ab2
:D) 2 ++0
Pera$atan %ari #e M 7
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A'Diet 6-- kkal
!&KD A; +/ pm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard + M - M -
+ (pril -/
T 2 +-'=- mm%g
* 2 -- G'i
P 2 +0 G'i
) 2 .=,/
o
9
;ab2
:D) 2 +.
Pera$atan %ari #e M @
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A'Diet 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard + M - M -
. (pril -/
T 2 +-'=- mm%g
* 2 -- G'i
P 2 +0 G'i
) 2 .=,/
o
9
Pera$atan %ari #e M =
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A'Diet 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
0
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard + M - M -
#ontrol DA, :D), ):5T, ):PT, Br,
9r, ;>D
0 (pril -/
T 2 -'=- mm%g
* 2 6/ G'i
P 2 +0 G'i
) 2 .@,/
o
9
Pera$atan %ari #e M /
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk , ;endir ,
)esak
Hasil Lab-

.D! - /01 mg/dl

2B3 - 456. 76
/

H.B - 7051

PLT - 891. 76
/

LED I - 16

!.(T - :1

!.PT - :9

U' - /6

3' - 65:
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A'Diet 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard + M - M -
DeGamethasone inj' / ja' iv
7 (pril -/
T 2 +-'/- mm%g
* 2 =@ G'i
P 2 +- G'i
) 2 .@,7
o
9
Pera$atan %ari #e M 6
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk , )esak
Lab-
.DP - 049 mg/dl
.D0PP - :16
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A;'Diet 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard + M - M -
@ M -0 M -/
T 2 +-'/- mm%g
* 2 /0 G'i
P 2 +- G'i
) 2 .@,=
o
9
Pera$atan %ari #e M +-
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk , )esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A;'Diet 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
7
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard 7 M - M -
= M -0 M -/
T 2 -'=- mm%g
* 2 =@ G'i
P 2 +- G'i
) 2 .@,@
o
9
;ab2
:D) 2 0+-
3am ..--
) 2 .=,6
o
9
Pera$atan %ari #e M +
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk , )esak
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
#eluhan 2 Demam , menggigil

A;'Diet D, 6-- kkal


!&KD A; +/ Tpm Phlebitis (ff
infus
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard @ M - M -
A' P9T .G7--mg (ekstra)
/ M -0 M -/
T 2 -'=- mm%g
* 2 /0 G'i
P 2 +- G'i
) 2 .@,=
o
9
:DP 2 ..=
Pera$atan %ari #e M ++
#B 2 lemah
#>; 2 Batuk
D' D, Tipe + non 5bese F
TB Paru
A;'Diet D, 6-- kkal
!&KD A; +/ Tpm
9iprofloGacin gr' + 3am ' iv
Bisolvon syrp .G cth
*eurodeG "-"-
5(T
Aifampicin 07-mg, G
!*% 7--mg, +G
Pira8inamide =7-mg, G
>T% 7--mg, +G
,iGtard @ M - M +
'esume
)eorang perempuan *y. ), 0+ tahun, ,A) dengan keluhan batuk lama sejak E
tahun yang lalu, Dialami E tahun yang lalu, disertai lendir, $arna kuning kehijauan,
ri$ayat darah (F), sesak (F), nyeri dada (F) kadang"kadang, sakit kepala (F), demam
("),ri$ayat demam (F) se$aktu di rumah, tidak terus menerus, nafsu makan menurun,
berat badan dirasakan menurun, ri$ayat minum 5(T (F) dari puskesmas, baru +
@
hari. Ai$ayat D, (F) sejak E . tahun yang lalu dan tidak berobat teratur, ri$ayat
merokok (F) sejak umur .- tahun F - batang'hari, ri$ayat keluarga batuk lama dan
kontak dengan penderita batuk lama tidak jelas.
Pada Pemeriksaan Kisis diperoleh status present2 )akit sedang' :i8i kurang'
9omposmentis. Tanda vital2 T2 -'=- mm%g, * 2 60 G'menit, P 2 +0 G'menit, ) 2
.@,/
H
9
%asil pemeriksaan ;aboratorium Darah2 ;aboratorium2 (+6",aret"+--/) 4B92
7,G-J'mmJ, AB92 .,.6G-
@
'mm., %:B2 =,6 gr1, P;T2 77=G-
.
'mm
.
, :D)2 0@+
mg'dl, Breum2 .6 mg'--ml, 9reatinin2 -,6 mg'--ml, ):5T2 @6 B'!, ):PT2 +6
B'!, ;>D2 76 mm'jam!. %asil Koto ThoraG P( (+6",aret"+--/) #esan 2 #P Kar
(dvanced F >fusi Pleura hemithoraG kanan.
Diskusi
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan didapatkan bah$a
pasien ini menderita tuberkulosis paru dan Diabetes ,elitus Tipe + non obese, yang
didasarkan atas gejala"gejalanya yaitu berupa batuk darah disertai lendir (F) $arna
hijau, keringat malam (F), pada hasil pemeriksaan darah serta sputum BT(, :D),
:DP, :+PP, serta hasil foto thoraG dengan kesan #P far advanced F efusi pleura
hemithoraG deGtra, )putum BT( + dan . ( Positif) dengan :ram 9occus gr 2 F Pada
pemeriksaan darah terdapat ;eukositosis, ;>D jam ! 2 - mm, ;>D jam !! 2 6
mm dan hasil pemeriksaan :D) 2 ./- mg'dl, :DP 2 +67 mg'dl, :D+PP 2 +@- mg'dl,
usia pasien yang masih muda, status gi8i kurang, dan tidak adanya ri$ayat keluarga
yang menderita diabetes melitus juga pasien ini baru menerima pengobatan 5(T
selama +hari.
Tuberculosis sering ditemukan menyertai D, dan menyebabkan resistensi
insulin. Perlangsungan TB paru pada D, lebih berat dan kronis dibanding non
diabetes. %al ini disebabkan pada D,, kepekaan terhadap kuman TB meningkat,
reaktifitas focus infeksi lama, mempunyai kecenderungan lebih banyak cavitas dan
pada hapusan serta kultur sputum lebih banyak positif, keluhan dan tanda"tanda
=
klinis TB paru toksik tersamar sehingga tidak pernah didiagnosis atau dianggap TB
paru ringan oleh karena gangguan syaraf otonom dan pada keadaan hiperglikemia
pemberian obat kemoterapi pada umumnya tidak efektif. Pada pemeriksaan
radiologis biasanya yang terkena infeksi adalah lobus ba$ah paru"paru kadang"
kadang lebih dari satu lobus dan tidak segmental.
(.)
Pengobatan pada pasien D, dengan TB paru meliputi pengobatan terhadap
D,nya dan terhadap TB parunya. Pemberian insulin pada pasien ini didasarkan atas2
diagnosis penyakit D, Tipe +, adanya infeksi berupa TB paru, dan status gi8i yang
kurang. Pada pasien ini sebaiknya diberikan insulin kerja singkat karena insulin kerja
singkat dapat meningkatkan penggunaan glukosa, mengurangi lipolisis dan
pembentukan benda keton, serta memulihkan keseimbangan asam basa sehingga
dapat mengatasi dekompensasi diabetes akut dan ketoasidosis diabetik yang sering
terjadi pada D, tipe +. )elain itu, insulin kerja singkat dapat digunakan untuk
mengontrol fluktuasi kenaikan gula darah karena efek kerjanya yang berlangsung
dalam + " @ jam setelah disuntikkan. Tetapi dalam praktek secara langsung, pasien ini
mendapatkan insulin dengan kerja panjang disebabkan keterbatasan pada penyediaan
di (potek A) terbatas. Penggunaan antibiotik pada pasien ini dilakukan karena
infeksi berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada penderita diabetes.
#arena adanya alergi terhadap antibiotik, maka penghentian pemberian antibiotik
diimbangi dengan meningkatkan dosis insulin. (dapun pengobatan antituberkulosis
untuk pasien dengan D, adalah terapi Ouadripel yang meliputi rifampicin, isonia8id,
pira8inamid dan etambutol, selama + bulan pertama diberikan pira8inamid dan
etambutol dan diikuti 0 bulan berikutnya dengan pengobatan rifampicin dan
isonia8id.
(.)
Penelitian menunjukkan bah$a TB paru pada D, berkorelasi dengan
meningkatnya umur. )ejumlah penelitian menunjukkan prevalensi TB paru pada D,
rata"rata diatas 0- tahun. Kaktor umur berperan dalam meningkatkan prevalensi TB
paru pada D, karena umur lebih tua meningkatkan kepekaan terhadap tuberculosis.
Pada D,, infeksi tuberculosis biasanya tersamar (mask tuberculous infection)
/
sehingga diagnosis tuberculosis paru umumnya sudah terlambat pada usia lanjut,
disamping fungsi sel beta terganggu, juga pada usia lanjut umumnya sudah lama
menderita D, serta control D, biasanya labil. Pasien laki"laki mempunyai
kemungkinan + kali mendapat TB paru dibanding $anita. Dan = 1 adalah pasien
D, diabetes, 71 obes dan hanya 01 kurus. )edang peneliti lainnya menemukan
sebagian besar D, yang menderita TB paru mempunyai berat badan normal.
#eluhan pasien menunjukkan 7.1 mengeluh perasaan lemah, 01 batuk"batuk, /1
poliuria, =1 hemoptisis, @1 sesak nafas, demam dan polifagi masing"masing .1,
sedang perasaan kesemutan, berat badan menurun, perasaan terbakar pada tungkai
hanya 1.
Pengobatan D, adalah sama pada umumnya yang meliputi terapi
perencanaan makan'diet, anti diabetes oral maupun insulin. Perencanaan makan
selain untuk menormalkan kadar glukosa darah, juga untuk mengembalikan berat
badan ke berat badan ideal. Bila pasien D, kurus diberikan diet D, yang lebih
tinggi kalori sedang apabila gemuk maka diturunkan berat badan. Pada umumnya
pengobatan diet diabetes berkisar +---"+0-- kalori.
(.)
Pemberian obat anti diabetes pada D, disertai dengan TB paru dipilih
pengobatan dengan insulin. Bagi pasien yang sementara dapat pengobatan anti
diabetes oral, seperti sulfoniluera pada D, dengan TB paru adalah kontra indikasi
karena tuberculosis dianggap penyakit dengan infeksi serius yang intercurrent.
)edang biguanid tidak diberikan karena pada umumnya TB paru mempunyai keluhan
nafsu makan menurun, berat badan menurun dan adanya malabsorsi glukosa, dimana
metformin mempunyai mekanisme kerjasama diatas.
(.)
Pemberian rifampicin pada D, dengan TB paru dapat mempercepat
metabolisme obat"obat anti diabetic oral, menginaktifasi sulfoniulera dan
meningkatkan kebutuhan insulin. Disamping itu, rifampicin menyebabkan Pearly
hyperglikalemiaP pada non D, maupun non TB paru dan meningkat absorsi glukosa
di usus. )ebaliknya isonia8id dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus dan
6
bekerja antagonis dengan sulfonylurea. 4alaupun jarang isonia8id menyebabkan
pankreatitis dan menghambat efek metformin pada absorbsi glukosa di usus.
(.)
Pengobatan antituberkulosis untuk pasien dengan D, adalah terapi Ouadripel
yang meliputi rifampicin, isonia8id, pira8inamid dan etambutol. )elama + bulan
pertama, dan diikuti 0 bulan berikutnya dengan pengobatan rifampicin dan isonoa8id.
Pemberian rifampicin pada D, dengan TB paru dapat mempercepat metabolisme
obat"obat anti diabetik oral dan meningkatkan kebutuhan insulin. )ebaliknya
isonia8id dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus dan bekerja antagonis
dengan sulfonilurea. )ebagai petunjuk atau guidelines untuk pengelolaan D, selama
infeksi adalah sebagai berikut2
Pada pasien yang berobat jalan tindakan adalah2
" ,onitor kadar glukosa plasma sekurang"kurangnya 0 jam sehari
" Pada pasien yang sudah mendapat pengobatan dengan insulin, dosis insuin
ditingkatkan untuk mengantisipasi hiperglikemia persisten
" #ebutuhan kalori disesuaikan dengan berat badan. Bagi pasien yang kurus
kebutuhan kalori lebih besar dari yang semestinya, demikian pula pada pasien
gemuk, kalori yang diberikan lebih rendah dari kalori standard. !ndeks massa
tubuh dipertahankan antara /,7"+..
" #endalikan D, seoptimal mungkin yaitu mempertahankan kadar glukosa darah
puasa antara /-"-6 mg'dl, + jam setelah makan antara /-"00 mg'dl, ( Q@,7 "
#endalikan kadar dari fraksi lipid antara lain kadar kolesterol total
dipertahankan Q+-- mg'dl, kolesterol ;D; Q-- mg'dl, kolesterol %D;R07.
trigliserid Q7- mg'dl
" Tekanan darah dipertahankan Q .-'/- mg%g dan a$asi bila timbul muntah"
muntah atau terjadi hiperglikemia berat atau hipoglikemia dan tindaki segera.
(.)
Pada pasien ini, sering diberikan DeGamethasone (kortikosteroid) ketika
dalam keadaan sesak. Dalam hal ini kortikosteroid sebaiknya tidak bisa diberikan
+-
pada penderita D, maupun TB paru. (dapun pengaruh kortikosteroid terhadap
fungsi dan organ tubuh ialah sebagai berikut 2
,etabolisme karbohidrat dan protein. Pengaruh kortikosteroid pada
metabolisme karbohidrat terlihat pada he$an yang di adrenalektomi. %e$an ini
hanya dapat bertahan hidup tanpa kadar glukosa darah dan glikogen hepar menurun
bila diberikan makanan cukup. Bila he$an tersebut dipuasakan sebentar saja maka
cadangan karbohidrat berkurang dengan cepat. :likogen hepar sedikit dari otot akan
berkurang, timbul hipoglikemia serta peningkatan sensitivitas terhadap insulin.
:ambaran gangguan metabolisme karbohidrat ini mirip dengan gejala yang dijumpai
pada pasien (ddison. Pemberian glukokortikoid, misalnya kortisol, dapat
memperbaiki keadaan di atas< cadangan glikogen terutama di hepar bertambah,
glukosa darah tetap normal pada keadaan puasa, dan sensitivitas terhadap insulin
kembali normal. Peningkatan produksi glukosa ini diikuti oleh bertambahnya ekskresi
nitrogen. %al ini menunjukkan terjadinya perubahan protein menjadi karbohidrat.
Perubahan di atas dapat menimbulkan gejala seperti pada pasien diabetes melitus
pada seseorang yang diberi kortikosteroid dosis besar untuk $aktu lama. Pada
keadaan tersebut, glukosa darah cenderung meninggi, resistensi terhadap insulin
meninggi, toleransi terhadap glukosa menurun dan mungkin terjadi glukosuria.
,ekanisme bagaimana glukokortikoid mempengaruhi metabolisme
karbohidrat sebenarnya sangat kompleks. %ormon ini menyebabkan glukoneogenesis
di perifer dan di hepar. Di perifer steroid ini menyebabkan mobilisasi asam amino
dari beberapa jaringan, jadi mempunyai efek katabolik. >fek katabolik inilah yang
menyebabkan terjadinya atrofi jaringan limfoid, penghancuran jaringan dengan akibat
pengecilan masa jaringan otot, terjadi osteoporosis tulang (pengurangan matriks
protein tulang yang diikuti oleh pengeluaran kalsium), penipisan kulit, dan
keseimbangan nitrogen menjadi negatif. (sam amino tersebut diba$a ke hepar dan
digunakan sebagai substrat en8im yang berperan dalam produksi glukosa dan
glikogen.
+
Dalam hepar glukokortikoid merangsang sintesis en8im yang berperanan
dalam proses glukoneogenesis dan metabolisme asam amino, antara lain terjadi
peningkatan en8im fosfoenolpiruvat karboksikinase, fruktosa" ,@"difosfatase, dan
glukosa@" fosfatase, yang mengkatalisis sintesis glukosa. Aangsangan sintesis en8im
ini tidak timbul dengan segera, tetapi membutuhkan $aktu beberapa jam. >fek yang
lebih cepat timbulnya ialah pengaruh hormon terhadap mitokondria hepar, di mana
sintesis piruvat karboksilase sebagai katalisator pembentukan oksaloasetat dipercepat.
Pembentukan oksaloasetat ini merupakan reaksi permulaan sintesis glukosa dari
piruvat. Penggunaan glukokortikoid untuk jangka lama dapat menyebabkan
peninggian glukagon plasma yang dapat merangsang glukoneogenesis. #eadaan ini
dapat pula merupakan salah satu penyebab bertambahnya sintesis glukosa.
Peninggian penyimpanan glikogen di hepar setelah pemberian glukokortikoid diduga
akibat aktivasi glikogen sintetase di hepar.
(@)
%ai inilah yang meyebabkan gula darah pada pasien ini tidak dapat terkontrol
dengan baik.
++
BA.IAN IL%U PEN;AKIT DALA%
&AKULTA! KED(KTE'AN 'E&A'AT
UNIVE'!ITA! HA!ANUDDIN %EI 0664
D% TIPE 0 N(N (BE!E < TB PA'U
(LEH -
NA%A - %A'IANI 'A!,ID H!
!TB - 37776/681
PE%BI%BIN.-
dr. ELIANA %UI!
DIBA2AKAN DALA% 'AN.KA TU.A! KEPANITE'AAN KLINIK
BA.IAN IL%U PEN;AKIT DALA%
&AKULTA! KED(KTE'AN
+.
UNIVE'!ITA! HA!ANUDDIN
%AKA!!A'
0664
DA&TA' PU!TAKA
. (nonym. >d. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di !ndonesia. Tuberkulosis. 3akarta2
Perhimpunan Dokter Paru !ndonesia< +--@. p. "76
+. Bahar, (8ril., (min, Culkifli., >d. Tuberkulosis Paru. Buku (jar !lmu Penyakit Dalam.
3akarta2 Kakultas #edokteran Bniversitas %asanuddin< +--@. p. 66/"--.
.. Aani, (.(8is, dkk. >d. Diabetes ,elitus. Panduan Pelayanan ,edik. 3akarta2 Pusat
Penerbitan Departemen !lmu Penyakit Dalam Kakultas #edokteran Bniversitas
!ndonesia< +--@. p. 6"7
0. :ustaviani, Aeno. >d. Diabetes ,elitus di !ndonesia. Buku (jar !lmu Penyakit Dalam.
3akarta2 Kakultas #edokteran Bniversitas %asanuddin< +--@. p. /=0"/
7. )oegondo ). >d. Karmakoterapi Pada Pengendalian :likemia Diabetes ,elitus Tipe +. Buku
(jar !lmu Penyakit Dalam. 3akarta2 Kakultas #edokteran Bniversitas %asanuddin<
+--@. p. //+"/7
@. :anis$ara, )ulistia :., ed. (drenokortikosteroid dan analog sintetiknya. Karmakologi dan
Terapi >disi 0. 3akarta2 Kakultas #edokteran Bniversitas !ndonesia< 667. p. 0/0"7--
=. Price, (.)ilvia., ed. Diabetes ,elitus. Patofisiologi, #onsep #linis Proses"proses Penyakit.
3akarta2 >:9. +--+. p. "6
+0

Anda mungkin juga menyukai