Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Tifus abdominalis ( demam tifoid, enteric fever ) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran ( Mansjoer, 2000:
hal.432)
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna
gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran. (Suriadi, dkk.2006
hal.255)
Tifus abdominalis ( demam tifoid, enteric fever ) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. ( Ngastiyah.2005)
Dari pendapat di atas maka penulis menyimpulkan demam tifoid adalah penyakit infeksi
yang terdapat pada saluran cerna yang ditandai dengan demam lebih dari satu minggu dan
gangguan saluran cerna.
B. Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk ( 2000: 432 ) etiologi dari demam typhoid adalah slamonella typhii,
basil gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurangnya
empat macam antigen, yaitu antigen O ( somatic ), H (flagella ), Vi, dan protein
membrane hialin.
Sedangkan menurut Yatim ( 2007: hal 123 ) kuman penyabab demam tifoid yaitu karena
Salmonella Thypii atau para Thypii A, B, atau C.
C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Menurut Suriadi,dkk. ( 2006: hal.255 ) perjalanan penyakit demam tifoid yaitu pertama-
tama kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan di musnahkan dalam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak
5
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah ( bakterimia
primer ), dan mencapai sel-sel retikulo endothelial, hati, limfa dan organ lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endeteleal
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk ke dua
kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa,
usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaque peyeri. Ini terjadi pada kelenjar
limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi
ulserasi plaque peyeri. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat
menimbulkan sikratik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi
usus. Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam di
sebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan di sebabkan pada
usus halus.
2. Manifestasi klinik
Menurut Suriadi, dkk ( 2006: hal.255 ) manifestasi klinik pada demam tifoid yaitu :
a. Nyeri kepala, lemah, lesu
b. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama tiga minggu, minggu
pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada
malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu ke dua suhu tubuh terus
meningkat, dan minggu ke tiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
c. Gangguan pada saluran cerna : halitosis, bibir kering dan pecah-pecah, lidah di tutupi
selaput putih koto ( coated tongue ), meteorismus, mual, tidak nafsu makan,
hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan.
d. Gangguan kesdaran ; penurunan kesadaran ( apatis, somnolen ).
e. Bintik-bintik kemerahan pada kulit ( roseola ) akibat emboli basil dalam kapiler kulit.
f. Epistaksis
Sedangkan menurut Ngatiyah ( 2005: 237 ), demam tifoid pada anak biasanya lebih
ringan daipada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menysusul gejala klinis yang
biasanya ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b. Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah
tertutup selaput putih kotor ujungnya dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan
peradangan.
c. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi
spoor, koma atau gelisah. Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseola,yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli
hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kdang-
kadang ditemukan pula takikardi dan epitaksis.
d. Relaps (kambuh)
Relaps ialah berulangya gejala penyakit demam tifoid, akan tetapi berlangsung ringan
dan lebih singkat. Terjadi pada minggu ke dua setelah suhu badan normal kembali,
terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil
dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat
anti.
3. Komplikasi
Adapun komplikasi dari demam tifoid menurut Suriadi,dkk (2006: hal.255) antara
lain yaitu :
a. Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis
b. Organ lain : meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan bronkhopneumoni
Menurut Ngatiyah ( 2005: 241 ) komplikasi pada demam tifoid dapat terjadi pada usus
halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal akibatnya diantaranya adalah :
a. Perdarahan Usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinjad dengan benzidin. Bila
perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi Usus
Timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal
ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat
udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara
hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang ( defense musclair ) dan nyeri tekan.
Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalilasi perdangan akibat sepsis ( bakterimia )
yaitu meningitis, koleistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder
yaitu bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan
yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
D. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ngatiyah (2005: hal.158) pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus
abdominalis harus dianggap dan diperalakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis
dan diberikan pengobatan sebagai berikut :
1. Isolasi pasien, disenfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah,
anoreksia dan lain-lain.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu stelah suhu normal kembali, kemudian
boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.
4. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan makanan
tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan gas.
Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun di berikan makanan cair melalui
sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga di berikan
makanan lunak.
5. Obat
Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak serasi dapat diberikan obat
lainnyaseperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu
100mg/kgBB/hari (maksimum 2 gram per hari), deiberikan 3 kali sehari peroral atau
intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut memepersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatife nya adalah mungkin pembentukan zat anti
kurang, karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
6. Bila teradapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi
dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya.
E. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung
diberikan kepada klien dengan menggunakan metode ilmiah dengan pendekatan proses
keperawatan tanpa mengabaikan bio, psiko, dan kultur sebagai kesatuan yang utuh dan
adapun asuhan keperawatan yang digunakan yaitu melalui tahap pengkajian, diagnose
keperawata, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
a. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, No
Registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal
MR.
b. Keluhan utama pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas dan demam.
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak
pernah, apakahh pernah menderita penyakit lainnya.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual,
muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah
kotor, ganggua kesadaran berupa somnolen sampai koma.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit
lainnya.
4) Riwayat Psikososial
Psiko social sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya.
5) Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan keseahatan yang dapat menimbulkan masalah
dalam keseahatnnya.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor,
dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi.
c) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
d) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnnya.
e) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas yang
meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
f) Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah menikah
akan terjadi perubahan.
g) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengeatahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam proses perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
i) Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efktif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
j) Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal
dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selam
sakit.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan cemas dan
takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan Leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negative.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negative
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman).
e. STRT ( Salmonella Thypi Rapit Test ) suatu test diagnosa invitro semi kuantitatif 10
menit untuk deteksi demam thypoid akut yang disebabkan oleh Salmonella Thypi
melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi IgM tersebut dalam menghambat (
Inhibisi ) reaksi antara anti gen berlabel partikel latex magnetic (regen warna coklat)
monoclonal antibody berlabel latex warna (regen warna biru). Selanjutnya ikatan
inhibisi tersebut disparasikan oleh suatu daya magnet tingkat inhibisi yang dihasilkan
adalah setara dengan koreksi anti bodi IgM Salmonella Thypi dalam sampel. Hasil
dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala
warna.
F. Diagnosa Keperawatan
Sebelum membuat diagnose keperawatan maka data yang terkumpul diidentifikasi untuk
menentukan masalah melalui analisa data, pengelompokan dan menetukan diagnose.
Diagnose keperawatan adalah keputusan/kesimpulan yang terjadi dari hasil pengkajian
keperawatan. Diagnose keperawatan yang muncul pada deman Thypoid menurut Suriadi, dkk
( 2006: hal.256 ) adalah sebagai berkiut:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubunagn dengan tidak ada nafsu
makan, mual, dan kembung.
2. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.
G. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis maka rumusan rencana keperawatan pada
klien dengan demam Thypoid menurut Suriadi, dkk ( 2006: hal.257 ) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu
makan, mual, dan kembung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien dapat
Menunjukan pemasukan makanan yang adekuat.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nafsu makan meningkat selama perawatan.
b. Klien tidak mengalami penurunan berat badan, klien dapat menghabiskan porsi
makannya.
Rencana Keperawatan:
a. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. Rasional : mengetahui penyebab
pemasukan yang kurang sehingga dapat menentukan intervensi yang sesuai dan
efektif.
b. Monitor adanya penurunan berat badan. Rasional : Kebutuhan nutrisi dapat di ketahui
melalui peningkatan berat badan 500 gr/minggu.
c. Monitor lingkungan selama makan. Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat
menurunkan stress dan lebih konduktif untuk makan.
d. Monitor mual muntah. Rasional : Mual dan mudah mempengaruhi pemenuhan nutrisi.
e. Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien. Rasional : Meningkatkan peran
serta keluarga dalam pemenuhan nutrisi untuk mempercepat proses penyembuhan.
f. Anjurkan klien untuk meningkatkan protein dan vitamin C. Rasional : Protein dan vit
C dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.
g. Berikan makanan yang terpilih. Rasional : Untuk membantu proses dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien. Rasional : Membantu dalam proses penyembuhan.
2. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan peningkatan suhu
tubuh tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal (36C-37C)
Rencana Keperawatan:
a. Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam. Rasional : mengetahui perubahan suhu, suhu
tubuh 39C-40C menunjukan proses inflamasi
b. Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien dan keluarga dalam
melaksanakan upaya terebut, seperti : dengan memberikan kompres dingin pada
daerah lipat paha, dan aksila. Selimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan
tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbnyak minum. Rasional : Membantu
mengurangi demam
c. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-3 jam. Rasional : tanda tanda vital dapat
memberikan gambaran keadaan umum klien.
d. Monitor penurunan tingkat kesadaran. Rasional : menentukan intervensi selanjutnya
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
e. Anjurkan keluarga untuk membatasi aktifitas klien. Rasional : Untuk mempercepat
proses penyembuhan.
f. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotic.
Rasional : Obat antipiretik untuk menurunkan panas dan anibiotik mengobati infeksi
basil salmonella thypi.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan hiperistaltik pada usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan rasa nyeri sudah
hilang.
Kriteria Hasil : Rasa nyaman terpenuhi.
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri. Rasional :
Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukan penyebaran penyakit/terjadi
komplikasi.
b. Kaji ulang factor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri. Rasional : Dapat
menunjukan dengan tepat pencetus atau factor yang mempercepat (seperti stress,
tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komlpikasi, serta
membatu dalam membuat diagnose dan kebutuhan terapi.
c. Beri kompres hangat pada daerah nyeri. Rasional : Untuk menghilangkan nyeri.
d. Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik. Rasional :
Analgetik dapat membantu menurunkan nyeri.
H. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Suriadi ( 2006 ) implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
membantu mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip
dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan koomunikasi terapeutik serta penjelasan
setiap tindakan kepada klien.Pendekatan yang diberikan adalah pendekatan secara independen,
dependen, dan interdependen. Tindakan independen adalah tindakan yang dilakukan oleh
perawat tanpa petunjuk atau arahan dari dokter atau tenaga kesehatan lain. Tindakan
dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medis. Tindakan
interdependen adalah tindakan yang memerlukan suatu kerjasama dengan keseahatan lain.
I. Evaluasi Keperawatan
Menurut Suriadi ( 2006 ) evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang
digunakan sebgai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah dibuat,
meskipun evaluasi dianggap tahap akhir proses keperawatan. Mengukur kemajuan klien
dalam mencapai tujuan akhir dan mengevaluasi reaksi dalam keefektifan rencana atau perlu
di ubah dan membentuk asuhan keperawatan yang baru atau masalah yang baru.
Evaluasi akhir menggambarkan apakah tujuan tercapai atau tidak. Sesuai dengan rencana
tindakan atau hanya akan timbul masalah. Adapun evaluasi akhir yang diharapkan pada klien
adalah klien menunjukan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi, klien menunjukan tanda-
tanda terpenuhi kebutuhan cairan klien, klien menunjukan tanda-tanda penurunan kesadaran
yang lebih baik, klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik klien, klien dapat
menunjukan tanda-tanda vital dalam batas normal ( Suaridi, dkk, 2006: hal.256 ).

Anda mungkin juga menyukai