Anda di halaman 1dari 14

1 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M

Pendahuluan
Masalah kesehatan yang cenderung meningkat, kesehatan jiwa merupakan masalah yang
paling nyata peningkatannya. Saat ini gangguan jiwa termasuk salah satu dari sepuluh
penyebab utama kecacatan diseluruh dunia. Data dari WHO menunjukan bahwa 121 juta -
450 juta orang dari total populasi penduduk dunia, baik di Negara maju maupun Negara
berkembang telah mengalami gangguan kejiwaan dan membutuhkan primary care di bidang
psikiatri. Gangguan kejiwaan yang dimaksud bukanlah gangguan jiwa yang sering dikenal
oleh sebagian masyarakat sebagai gila, melainkan dalam bentuk gangguan mental serta
perilaku yang gejalanya mungkin tidak disadari oleh masyarakat.
1
Beberapa penyakit fisik dapat menyebabkan gangguan psikologi, salah satunya adalah
penyakit diabetes mellitus. Pada saat ini, diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan
dunia yang menghinggapi hampir seluruh lapisan masyarakat dunia. Di negara maju,
diabetes melitus merupakan problem utama, sementara di negara-negara berkembang
penyakit menular dan kurang pangan masih menjadi masalah utama kesehatan. Akan tetapi,
menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2007 Indonesia menempati urutan
keempat dengan jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina, dan
Amerika Serikat dengan prevalensi 8,6 % dari seluruh penduduk Indonesia. Jumlah penduduk
dunia sendiri yang menderita diabetes melitus berjumlah 171 juta jiwa pada tahun 2000 dan
diperkirakan pada tahun 2030 menjadi 366 juta penderita. Total penderita diabetes melitus
Indonesia menurut Depkes RI tahun 2008 mencapai 8.246.000 jiwa pada tahun 2000 dan
diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa penderita pada tahun 2030.
2
Dari tahun ke tahun jumlah penderita diabetes melitus baik di Indonesia maupun di negara-
negara lain semakin meningkat. Berdasarkan data dari World Health Organisation (WHO),
diabetes melitus sudah menjadi epidemi atau penyakit yang mewabah di dunia. Secara global,
jumlah diabetes mencapai 120 sampai 140 juta orang. Diperkirakan pada tahun 2025, angka
ini akan meningkat dua kali lipat menjadi 300 juta penderita. Peningkatan ini lebih
disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik.
2,3
Dampak psikologis dari penyakit diabetes mulai dirasakan oleh penderita sejak ia didiagnosis
dokter dan penyakit tersebut telah berlangsung selama beberapa bulan atau lebih dari satu
tahun. Penderita mulai mengalami gangguan psikis diantaranya adalah stress, perasaan
cemas, maupun depresi pada dirinya.
1,2
2 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
Pembahasan
I. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Diabetes melitus adalah
penyakit kronis yang memerlukan perawatan medis dan penyuluhan untuk self
management yang berkesinambungan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis.
Diabetes mellitus, yakni suatu penyakit heterogen dan merupakan penyakit tersering yang
berkaitan dengan gangguan sekresi hormone pankreas endokrin.
4

Klasifikasi Diabetes Melitus
Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentasi
klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Klasifikasi yang dikeluarkan oleh ADA
(American Diabetes Association) didasarkan atas pengetahuan mutakhir mengenai
pathogenesis sindrom diabetes dan gangguan tolerasi glukosa.
Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai
di seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa:

1) Diabetes melitus tipe 1
Dahulu dikenal sebagai tipe juvenileonset dan tipe dependen insulin; namun, kedua tipe
ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidensi diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus
baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtype: (a) autoimun, akibat disfungsi
autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun
dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan
Afrika-Amerika dan Asia.

2) Diabetes melitus tipe 2
Dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependent insulin.
Insiden diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering
dikatkan dengan penyakit ini.


3) Diabetes gestasional (GDM)
3 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan.
Faktor-faktor terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat
keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi
berbagai hormone yang mempunyai efek metabolic terhadap toleransi glukosa, maka
kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.

4) Diabetes tipe khusus lain
Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY, kelainan genetik
pada kerja insulin yang menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis
negrikans, penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronis, penyakit
endokrin seperti syndrome Chusing dan akromegali, obat-obatan bersifat toksik terhadap
sel-sel beta, dan infeksi.
3

Etiologi Diabetes Melitus
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin
(DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau Langerhans akibat proses autoimun.
Sedangkan Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus
Tidak Tergantung Insulin (DMTT) disebabakan kegagalan relatif sel dan resisten
insulin. Resistensi insulin adalah turunannya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh
hati. Sel tidak mampu mengimbangi resisten insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relative insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang
sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desentisasi terhadap glukosa.
gejala khas.
3

Gejala Diabetes Mellitus
Gejala khas dari diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas diabetes melitus
diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
(pria) dan pruritus vulva (wanita).
4



4 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
Komplikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi komplikasi yang dapat ditemukan pada pasien diabetes melitus terdapat dua
jenis, yaitu :
1) Komplikasi akut diabetes mellitus
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan
keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah:
hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan sindrom HHNK (juga disebut koma
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik atau HONK [hiperosmoler nonketotik]).
2) Komplikasi Jangka Panjang Diabetes Mellitus
Angka kematian yang berkaitan dengan ketoasidosis dan infeksi pada pasien-pasien
diabetes tampak terus menurun, tetapi kematian akibat komplikasi kardiovaskuler dan
renal mengalami kenaikan yang mengkhawatirkan. Komplikasi jangka panjang atau
komplikasi kronis semakin tampak pada penderita diabetes yang berumur panjang
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh.
Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah, penyakit
makrovaskuler, penyakit mikrovaskuler, dan neuropati.
Diabetes mellitus dengan berbagai perubahan fisik yang mengharuskan kepatuhan
penderita untuk pengontrolan penyakit dapat menjadi sumber stress yang mempengaruhi
kualitas hidup penderita. Adaptasi psikologis disebut juga dengan mekanisme koping.
Mekanisme koping ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaak teknik
penyelesaian masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dpat juga
mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya untuk mengatur distress emosional. Reaksi
pasien diabetes mellitus mungkin dapat memperlihatkan hal-hal seperti sikap
menyangkal, obsesif, marah, frustasi, takut, dan depresi.
3,4

II. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) tahun 2007 Indonesia menempati urutan keempat
dengan jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina, dan
Amerika Serikat dengan prevalensi 8,6 % dari seluruh penduduk Indonesia. Jumlah
penduduk dunia sendiri yang menderita diabetes melitus berjumlah 171 juta jiwa pada
tahun 2000 dan diperkirakan pada tahun 2030 menjadi 366 juta penderita. Total penderita
diabetes melitus Indonesia menurut Depkes RI tahun 2008 mencapai 8.246.000 jiwa pada
tahun 2000 dan diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa penderita pada tahun 2030.
Didapatkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 jumlah penderita diabetes
5 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
melitus di Propinsi Jawa Tengah sebanyak 509.319 orang dan prevalensi pada tahun
2007 penderita diabetes melitus tipe 1 sebesar 0,09%, sedangkan kasus diabetes melitus
tipe 2 mengalami peningkatan sebesar 0,74% pada tahun 2005; 0,83% pada tahun 2006
dan 0,96% pada tahun 2007. Penderita diabetes melitus di Kabupaten Banyumas pada
tahun 2008 sebesar 3.232 orang. Berdasarkan data diatas tersebut prevalensi diabetes
melitus tiap tahun ke tahun memang semakin meningkat.
Peningkatan pasien diabetes mellitus dilihat secara epidemiologi dikarenakan empat
faktor. Faktor yang pertama adalah faktor demografi, jumlah penduduk yang bertambah,
penduduk usia lanjut yang bertambah banyak, serta urbanisasi yang tak terkendali. Faktor
kedua gaya hidup yang kebarat-baratan, penghasilan yang tinggi, restoran siap santap,
teknologi canggih menimbulkan sendentary life (kurang gerak badan). Faktor ketiga
berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi, dan faktor yang keempat meningkatnya
pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang.
Hasil penelitian terdapat 48% penderita Diabetes yang mengalami kecemasan akibat
penyakitnya. Badan Kesehatan Dunia mencatat 27% pasien Diabetes Mellitus mengalami
kecemasan.
2,3

III. Dampak Psikologi pada pasien Diabetes Mellitus
Dampak psikologis dari penyakit diabetes mulai dirasakan oleh penderita sejak ia
didiagnosis dokter dan penyakit tersebut telah berlangsung selama beberapa bulan atau
lebih dari satu tahun. Penderita mulai mengalami gangguan psikis diantaranya adalah
stress pada dirinya sendiri yang berkaitan dengan treatment yang harus dijalani. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa gangguan kecemasan pada penderita DM didapatkan
hasil dari 30 responden penderita DM dewasa dijumpai 16 orang menderita gangguan
kecemasan umum dengan prevalensi 53,3%. Individu yang mempunyai harga diri rendah
dan pandangan yang negative baik terhadap diri, lingkungan maupun pandangan
penderita terhadap masa depan. Mereka tidak pernah memandang positif dirinya
sehingga lebih mudah untuk menjadi depresi. Konsep diri yang baik pada penderita DM
akan menurunkan tingkat depresi pada penderita DM. Hal ini apabila dikaitkan dengan
teori yang menyatakan bahwa konsep diri yang negative dan harga diri yang rendah
(teori organisasi kepribadian) merupakan factor predisposisi terjadinya depresi. Hal ini
berarti bahwa semakin baik konsep diri seseorang maka akan semakin rendah tingkat
depresinya. Beberapa responden ada yang memiliki konsep diri baik tetapi mengalami
depresi sedang, hal ini mungkin disebabkan karena adanya faktor lain seperti lingkungan
6 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
tempat tinggal, dukungan keluarga, motivasi diri dan lain-lain. Jadi, walaupun
mempunyai konsep diri baik namun belum tentu tingkat depresinya rendah.
Diabetes dan stress merupakan dua hal yang saling mempengaruhi baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kontrol yang kurang pada glukosa darah akan menimbulkan
perasaan stress dan begitu pula sebaliknya. Stress telah lama menjadi salah satu faktor
yang muncul pada penderita diabetes. Menurutnya, stres sangat berpengaruh terhadap
penyakit diabetes karena hal itu akan berpengaruh terhadap pengendalian dan tingkat
kadar glukosa darah. Bila seseorang menghadapi situasi yang menimbulkan stres
maka respon stres dapat berupa peningkatan hormon adrenalin yang akhirnya dapat
mengubah cadangan glikogen dalam hati menjadi glukosa. Kadar glukosa darah yang
tinggi secara terus menerus dapat menyebabkan komplikasi diabetes.
4-7

Pada diabetes mellitus juga sering terjadi gangguan psikis berupa kecemasan.
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan
ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian
masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/Splitting of Personality),
perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.

Berdasarkan beberapa teori yang menjelaskan tentang kecemasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kecemasan dapat didefinisikan sebagai perasaan, sikap dan perilaku
kekhawatiran atau kegelisahan sesorang yang berlebihan terhadap sesuatu yang belum
terjadi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan:
a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:
1) Usia
Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa
dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45
tahun.
2) Pengalaman menjalani pengobatan
Pengalaman awal dalam pengobatan merupakan pengalaman-pengalaman yang
sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa-masa yang akan
datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan
bagi kondisi mental individu di kemudian hari.
7 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
3) Konsep diri dan peran
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu berhubungan dengan orang
lain. Peran adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi peran
seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi
respon orang yang berarti terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan antara
peran yang dijalaninya. Juga keselarasan budaya dan harapan individu terhadap
perilaku peran. Disamping itu pemisahan situasi yang akan menciptakan
ketidaksesuaian perilaku peran, jadi setiap orang disibukkan oleh beberapa peran
yang berhubungan dengan posisinya pada setiap waktu. Seseorang yang
mempunyai peran ganda baik di dalam keluarga atau di masyarakat memiliki
kecenderungan mengalami kecemasan yang berlebih disebabkan konsentrasi
terganggu.

b. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain:
1) Kondisi medis (diagnosis penyakit)
Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering
ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi
medis, misalnya: pada pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan
diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien.
Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi
tingkat kecemasan.
2) Tingkat pendidikan
Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada
umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola
pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam
mengidentifikasi stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat
pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus
3) Akses informasi
Adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang membentuk pendapatnya
berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan yang
didapatkan pasien sebelum pelaksanaan tindakan terapi terdiri dari tujuan terapi,
8 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
proses terapi, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan yang tersedia,
sertaproses adminitrasi.
4) Proses adaptasi
Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan eksternal yang
dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku yang terus menerus. Proses
adaptasi sering menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-
sumber di lingkungan dimana dia berada. Perawat merupakan sumber daya yang
tersedia di lingkungan rumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan
untuk membantu pasien mengembalikan atau mencapai keseimbangan diri dalam
menghadapi lingkungan yang baru.
5) Tingkat social ekonomi
Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatrik.
Berdasarkan hasil penelitian Durham (2000) diketahui bahwa masyarakat kelas
sosial ekonomi rendah prevalensi psikiatriknya lebih banyak. Jadi keadaan
ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan
kecemasan.
5-7

IV. Psikopatology stress
Stress dapat menstimulir system saraf otonomik, terutama simpatetik, menimbulkan
reaksi fight or flight, karena pada manusia tidak dapat melakukan keduanya,
sehingga stress menyebabkan suatu penyakit. Model stress yang disebut sebagai
general adaptation syndrome yang terdiri dari 3 fase, yaitu : fase reaksi alarm, fase
pertahanan, dimana fase ini diharapakan terjadi proses adaptasi, serta fase kelelahan.
Stress yang dimaksud dapat berupa kondisi yang menyenangkan maupun tidak.
Diperlukan adaptasi untuk dapat menerima kedua tipe stress tersebut.

System neurotransmitter
Tubuh manusia bereaksi terhadap stress dan memberikan respon yang bertujuan
meredekan stress tersebut dan terciptanya suatu homeostatis. Respon neurotranmiter
terhadapat stress mengaktivasi system noradrenergic di otak, tepatnya di locus
ceruleus, menyebabkan pelepasan katekolamin dari system saraf otonom. Stress juga
mengaktivasi system serotonergik di otak. Demikian pula stress juga dapat
meningkatkan neurotransmisi dopaminergik pada jalur mesofrontal. Respon terhadap
9 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
stress juga terjadi terhadap corticotripin-releasing factor (CRF), glutamate dan gama-
amino butirid acid (GABA)

Sistem Endrokrin
Sebagai respon stres hipotalamus mengeluarkan CRF ke dalam system hypophysial-
pituitary-portal, CRF mencetuskan pelepasan ACTH yang merangsang pembuatan
dan pelepasan glukokortikoid di korteks adrenal. Efek glukokortikoid terhadap tubuh
sangat banyak akan tetapi dapat digabung dalam waktu singkat menimbulkan
peningkatan penggunaan tenaga meningkatkan aktivitas kardio-vaskuler dan
menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi dan imunitas.
8


V. Tanda dan Gejala
Dampak dari penyakit diabetes mellitus terhadap psikologinya, dapat menyebabkan
terjadinya gangguan perasaan, seperti adanya rasa stress, cemas, dan depresif. Hal itu
dapat dilihat dari gejala yang tampak pada pasien diabetes. Bila stres terus berlanjut
pada penderita Diabetes Mellitus akan menimbulkan perubahan-perubahan
hemodinamik berupa rasa gelisah, hipertensi, gangguan metabolisme glukosa dan
dyslipidemia. Kehidupan yang penuh stres akan berpengaruh terhadap fluktuasi
glukosa darah meskipun telah diupayakan diet, latihan fisik maupunpemakaian obat-
obatan dengan secermat mungkin, oleh karena itu masalah-masalah psikologik yang
dihadapi penderita diabetes mellitus akan dapat mempersulit pengendalian gula
darahnya. Hal tersebut disebabkan terjadinya peningkatan hormon-hormon
glucocorticoid, cathecolamine, growth hormon, glicagondan betaendorphine.
Penyandang diabetes memang dituntut untuk melaksanakan pelbagai rutinitas yang
berkaitan dengan pengaturan makan, penyuntikan insulin setiaphari dan pengontrolan
glukosa darah. Maka, bila seseorang telah menyandang Diabetes Mellitus akan terjadi
perubahan-perubahan pada rutinitis kehidupannya, apalagi apabila sudah dialami
dalam waktu cukup lama, biasanya perubahan-perubahan tersebut akan lebih
dirasakan. Dalam menghadapi perubahan tersebut, setiap individu akan berespons dan
mempunyai persepsi yang berbeda-beda tergantung pada kepribadian dan ketahanan
diri terhadap stres, konsep diri dan citra diri, serta penghayatan terhadap menjalani
penyakit tersebut, misalnya ada yang merasa marah karena merasa tidak beruntung
sehingga cenderung menyalahkan hal-hal atau orang lain disekitarnya atau menyesali
nasibnya mengalami Diabetes Mellitus, adapula yang merasa bersalah pada diri
10 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
sendiri, sehingga merasa sedih dan merasa masa depannya suram. Respon-respon
tersebut merupakan beberapa ciri dari seseorang yang memiliki penilaian terhadap diri
sendiri yang buruk, penerimaan diri sendiri pun menjadi negatif. Di lain pihak banyak
pula individu yang dapat menerima kenyataan bahwa Diabetes Mellitus yang dialami
sebetulnya tidak berbahaya, namun tetap harus dihadapi agar tetap hidup lebih
nyaman.
Berbagai masalah di atas dapat dilihat adanya hubungan yang erat antara penerimaan
diri seseorang dan kemampuan individu dalam menghadapi stressor. Kemudian
timbulah assumsi bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang jelek akan
mudah mengalami stress, sedangkan individu yang memiliki penerimaan diri yang
baik tidak mudah untuk mengalami stres.
4-7

VI. Penatalaksanaan
Permasalahan stres pada penderita diabetes ini juga erat kaitannya dengan cara atau
strategi pemecahan masalah (coping) yang dilakukan oleh penderita diabetes.
Menurutnya, coping yang dilakukan oleh penderita diabetes merupakan usaha pasif
atau aktif yang dilakukannya dalam menghadapi situasi yang dirasa menyebabkan
stres. Strategi coping yang dilakukan oleh penderita diabetes sangatlah berpengaruh
terhadap kondisi stresnya yakni apabila penderita diabetes mempunyai penyesuaian
yang baik dengan strategi copingnya, maka individu tersebut berhasil mengatasi
masalah yang dihadapi dan begitu pula sebaliknya.
Dalam melakukan coping, penderita diabetes dapat melakukan banyak cara agar mampu
menangani stres akibat penyakit diabetesnya dengan efektif.
Strategi coping dibagi menjadi dua bentuk:
a). Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (Problem Focused Coping-PFC):
adalah strategi kognitif dalam penanganan stres atau coping yang digunakan oleh
individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
1. Kontrol diri
Kontrol diri yang dilakukan adalah dengan cara memotivasi diri dan pasrah.
Dimana motivasi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam terapi merupakan
fondasi penting dalam melakukan managemen diri yang baik dan menghasilkan
kadar gula darah yang optimal karena kualitas hidup para individu dengan
diabetes dipengaruhi oleh pengaturan kadar gula darah. Motivasi yang dilakukan
11 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
oleh penderita diabetes mellitus dapat membantu untuk memperbaiki kondisi
penderita melalui partisipasi aktif seperti rutin melakukan kontrol dan berobat
secara rutin sehingga dapat melakukan managemen diri yang baik.
2. Makna Positif
Makna positif yang dilakukan oleh lima partisipan antara lain dengan tetap
mensyukuri apa yang dialami, dalam arti tidak mengalami komplikasi yang lebih
jauh, dan berusaha untuk melakukan pencegahan agar tidak mengalami
komplikasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wrosch dan Scheier
(2003) menemukan bahwa pada individu yang optimis, lebih terfokus pada
masalah dalam menghadapi stres, lebih aktif dan terencana dalam berkonfrontasi
dengan peristiwa yang menekan serta menggunakan kerangka pikir yang positif.
Penderita diabetes yang dapat mengambil makna positif dari penyakit diabetes
yang diderita seperti mensyukuri apa yang dialami dan mengambil pelajaran dari
pengalaman yang di alami dapat menghadapi penyakit yang diderita dengan lebih
terfokus pada cara mengatasi masalah yang muncul akibat penyakit tersebut.
Partisipan lebih aktif dalam menghadapi penyakit dengan melakukan pencegahan
komplikasi serta menggunakan kerangka pikir positif.

3. Menerima tanggung jawab
Hasil penelitian pada lima partisipan menunjukkan bahwa partisipan menyadari
bahwa ada hal-hal dalam dirinya yang menyebabkan ia menderita diabetes
mellitus antara gaya hidup maupun pola makan yang selama ini dilakukan
sebagai pencetus diabetes mellitus. Partisipan mengalami keadaan yang terlalu
lelah atau stressor yang tinggi dan menyebabkan kenaikan gula darah. Teori Pitt
& Philips (1991) menyatakan bahwa faktor psikologis seperti stres dapat
menyebabkan kadar gula menjadi tidak terkontrol sehingga dapat memunculkan
gejala dan tanda diabetes mellitus. Sehingga ada hubungan antara keadaan diri
maupun stres dalam diri dengan penyakit diabetes mellitus dan penderita
diabetes mellitus juga menyadari bahwa adanya hubungan ini.
7,9


b). Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (Emotion Focused Coping-EFC):
adalah strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi
stres dengan lebih mengedepankan pendekatan emosional.
12 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
1. Dukungan social
Dukungan sosial yang selama ini didapat oleh para partisipan antara lain dari
keluarga, sesama penderita diabetes mellitus dan tenaga kesehatan. Dukungan dari
keluarga berupa dukungan psikologis dengan pemberian nasihat, dorongan untuk
selalu melakukan kontrol rutin atau dengan sama-sama mengikuti perubahan pola
hidup partisipan yang berubah akibat diabetes. Melalui dukungan dari keluarga,
partisipan menjalankan manajemen diabetes mellitus dengan lebih patuh.
ODonohue (2009) menyatakan penderita DM yang mendapatkan dukungan penuh
dari keluarga memiliki tingkat kepatuhan terhadap pengobatan yang lebih baik
daripada penderita DM yang kurang mendapatkan dukungan keluarga. Terdapat
hubungan antara dukungan keluarga dengan usaha penderita DM dalam menghadapi
penyakit diabetes mellitus. Melalui dukungan keluarga yang penuh, penderita DM
dapat melakukan managemen diabetes mellitus dengan lebih baik sehingga kualitas
hidup penderita DM baik. Kualitas hidup yang baik dapat menurunkan stress dari
penderita diabetes mellitus.
Dukungan dari sahabat terdekat maupun sesama penderita DM antara lain dengan
saling menguatkan satu sama lain dengan cara bertukar pikiran, atau sekedar
mencurahkan perasaan. Dukungan sosial dari teman terdekat juga membuat
partisipan menjadi lebih mantap dalam menghadapi penyakit diabetes mellitus.
ODonohue (2009) menyatakan bahwa teman terdekat lebih banyak memberikan
dukungan emosional untuk penderita diabetes mellitus daripada keluarga (khususnya
perasaan diterima oleh sesama), teman memberikan dukungan yang besar terhadap
perubahan gaya hidup untuk mengontrol diabetes. Dukungan sosial dari teman dapat
meningkatkan motivasi, adaptasi terhadap penyakit, dan kepatuhan terhadap gaya
hidup yang mendukung penanganan DM. Dukungan dari teman juga merupakan
salah satu hal yang penting, karena melalui dukungan sosial penderita merasa
diterima. Dukungan sesama teman dengan saling menasihati dan mengingatkan
penderita DM cenderung lebih termotivasi dalam menjalankan managemen diabetes
mellitus. sehingga partisipan dapat merasa lebih mantap karena merasakan dukungan
penuh dari sesamanya.

2.Pemecahan masalah
Pemecahan masalah yang dilakukan untuk mengatasi diabetes mellitus antara lain
dengan melakukan perubahan pola makan, melakukan kontrol rutin, perubahan
13 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
aktivitas, olahraga, dan mencari informasi mengenai penyakit diabetes mellitus.
Melalui berbagai informasi dari dukungan sosial yang diterima partisipan maka
partisipan dapat menemukan pemecahan masalah untuk mengatasi penyakit diabetes
mellitus, yaitu melalui perubahan-perubahan di atas. Pemecahan masalah
merupakan salah satu strategi koping melalui usaha untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi yaitu diabetes dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat
memperbaiki kondisi yang diakibatkan oleh diabetes. Nasi (2010) menyatakan
pemecahan masalah merupakan usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis. Individu berusaha untuk
memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk
menyelesaikan masalah. Pemecahan masalah yang dilakukan oleh partisipan
berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan pemecahan masalah lebih dominan
dilakukan oleh partisipan pria daripada wanita. Partisipan pria melakukan kontrol
rutin, perubahan pola makan, perubahan aktivitas, mencari informasi dan
olahraga.
6,7,9

Selain strategi coping, peran self monitoring juga tidak kalah penting terhadap
penatalaksanaan penyakit diabetes. Self monitoring terkait dengan cara individu
mengontrol dan memantau keadaan penyakit diabetesnya. Self monitoring dapat
diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan kontrol dalam memahami
pola, kesan dan citra yang dibentuk orang lain. Adapun pengontrol itu dikaitkan
terhadap perilaku, interaksi sosial serta perasaan.
Self monitoring diabetes ini meliputi pemantauan terhadap kadar glukosa darah,
diet, insulin dan latihan fisik atau olah raga. Pemantauan kadar glukosa darah ini
biasanya menggunakan Self Monitoring Of Blood Glucose (SMBG). SMBG
digunakan untuk mengukur fluktuasi (level) glukosa dalam peredaran darah.
Sementara pemantauan terhadap diet dilakukan dengan cara mengikuti pola makan
yang sehat yang telah dianjurkan oleh para petugas kesehatan (dokter dan ahli
gizi yang biasa menangani pola makan untuk orang diabetes). Pemantauan
selanjutnya adalah pemantauan terhadap insulin. Perawatan insulin bertujuan untuk
memulihkan kadar insulin normal dalam tubuh. Terapi insulin ini dapat mencegah
bagian terbesar efek akut diabetes (poliuria atau kencing terus-terusan, polidipsia
atau haus terus-terusan atau banyak minum, polipagia atau selalu ingin makan) dan
sangat memperlambat timbulnya efek-efek kroniknya. Pemantauan yang terakhir
14 | P s i k o p a t o l o g i p a d a p a s i e n D M
adalah pemantauan terhadap latihan fisik atau olah raga. Diabetes mellitus akan
terawat baik apabila terdapat keseimbangan yang baik antara diet, latihan fisik
teratur setiap hari, dan kerja insulin. Latihan fisik atau olah raga
yang teratur merupakan komponen yang penting dalam pengobatan diabetes.
Dengan olah raga teratur setiap hari, dapat memperbaiki metabolisme glukosa dan
asam lemak. Dengan olah raga juga dapat membuang kelebihan kalori, sehingga
mencegah kegemukan, juga bermanfaat untuk mengatasi adanya insulin resistance
pada obesitas.
4,7,9-10

Anda mungkin juga menyukai