Pemeriksaan klinis gagal jantung selalu dimulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, yang hingga kini tetap menjadi ujung tombak evaluasi gagal jantung. Prinsip dan teknik pemeriksaan yang benar harus dikuasai, sehingga riwayat gagal jantung yang objektif dapat digali secara detail.2 III. 3. 1. 1. Anamnesis Gejala kardinal gagal jantung adalah sesak nafas, intoleransi saat aktivitas, dan lelah.1-2 Keluhan lelah secara tradisional dianggap diakibatkan oleh rendahnya kardiak output pada gagal jantung, abnormalitas pada otot skeletal dan komorbiditas non-kardiak lainnya seperti anemia dapat pula memberikan kontribusi. Gagal jantung pada tahap awal, sesak hanya dialami saat pasien beraktivitas berat, seiring dengan semakin beratnya gagal jantung, sesak terjadi pada aktivitas yang semakin ringan dan akhirnya dialami pada saat istirahat. Penyebab dari sesak ini kemungkinan besar multifaktorial, mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru, yang diakibatkan oleh akumulasi cairan pada jaringan intertisial atau intraalveolar alveolus. Hal tersebut mengakibatkan teraktivasinya reseptor juxtacapiler J yang menstimulasi pernafasan pendek dan dangkal yang menjadi karakteristik cardiac dypnea. Faktor lain yang dapat memberikan kontribusi pada timbulnya sesak antara lain adalah kompliance paru, meningkatnya tahanan jalan nafas, kelelahan otot respiratoir dan diagfragma, dan anemia. Keluhan sesak bisa jadi semakin berkurang dengan mulai timbulnya gagal jantung kanan dan regurgitasi trikuspid.2
Ortopnu didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada saat tidur mendatar, dan biasanya merupakan menisfestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan sesak saat aktivitas.1 Gejala ortopnu biasanya menjadi lebih ringan dengan duduk atau dengan menggunakan bantal tambahan. Ortopnu diakibatkan oleh redistribusi cairan dari sirkulasi splanchnic dan ekstrimitas bawah kedalam sirkulasi sentral saat posisi tidur yang mengakibatkan meningkatnya tekanan kapiler paru. Batuk-batuk pada malam hari adalah salah satu manisfestasi proses ini, dan seringkali terlewatkan sebagai gejala gagal jantung. Walau orthopnea merupakan gejala yang relatif spesifik untuk gagal jantung, keluhan ini dapat pula dialami pada pasien paru dengan obesitas abdomen atau ascites, dan pada pasien paru dengan mekanik kelainan paru yang memberat pada posisi tidur.1-2 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah episode akut sesak nafas dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidurnya, biasanya terjadi 1 hingga 3 jam setelah pasien tertidur. Manisfestasi PND antara lain batuk atau mengi, umumnya diakibatkan oleh meningkatnya tekanan pada arteri bronchialis yang mengakibatkan kompresi jalan nafas,disertai edema pada intersitial paru yang mengakibatkan meningkatnya resistensi jalan nafas. Keluhan orthopnea dapat berkurang dengan duduk tegak pada sisi tempat tidur dengan kaki menggantung, pada pasien dengan keluhan PND, keluhan batuk dan mengi yang menyertai seringkali tidak menghilang, walau sudah mengambil posisi tersebut. Gejala PND relatif spesifik untuk gagal jantung. Cardiac Asthma(asma cardiale) berhubungan erat dengan timbulnya PND, yang ditandai dengan timbulnya wheezing sekunder akibat bronchospasme, hal ini harus dibedakan dengan asma primer dan penyebab pulmoner wheezing lainnya.1-2
Hal ini diakibatkan oleh transudasi carian kedalam rongga alveolar sebagai akibat meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler paru secara akut sekunder akibat menurunnya fungsi jantung atau meningkatnya volume intravaskular. Manisfestasi edema paru dapat berupa batuk atau sesak yang progresif. Edema paru pada gagal jantung yang berat dapat bermanifestasi sebagai sesak berat disertai dahak yang disertai darah. Jika tidak diterapi secara cepat, edema pulmoner akut dapat mematikan.2 RESPIRASI CHEYNE STOKES Dikenal pula sebagai respirasi periodik atau siklik, adalah temuan umum pada gagal jantung yang berat, dan umumnya dihubungkan dengan kardiak output yang rendah. Respirasi cheyne-stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitifitas pusat respirasi terhadap kadar PCO2 arteri. Terdapat fase apnea, dimana PO2 arteri jatuh dan PCO2 arteri meningkat. Perubahan pada gas darah arteri ini menstimulasi pusat nafas yang terdepresi dan mengakibatkan hiperventiasi dan hipokapni, yang diikuti kembali dengan munculnya apnea. Respirasi cheyne-stokes dapat dicermati oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak nafas berat atau periode henti nafas sesaat.2 GEJALA LAINNYA Pasien dengan gagal jantung juga dapat muncul dengan gejala gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan rasa cepat kenyang yang dihubungkan dengan nyeri abdominal dan kembung adalah gejala yang sering ditemukan, dan bisa jadi berhubungan dengan edema dari dinding usus dan/atau kongesti hati. Kongesti dari hati dan pelebaran kapsula hati dapat mengakibatkan nyeri pada kuadran kanan atas. Gejela serebral seperti kebingungan, disorientasi, gangguan tidur dan emosi dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pada pasien lanjut usia dengan arteriosklerosis serebral dan berkurangnya perfusi serebral. Nocturia juga umum ditemukan dan dapat memperberat keluhan insomnia.2 Manisfestasi tanda dan gejala klinis gagal jantung yang diutarakan diatas sangatlah bervariasi. Sedikit yang spesifik untuk gagal jantung, sensitivitasnya rendah dan semakin berkurang dengan pengobatan jantung.Error! Bookmark not defined. Pada tabel 3. dibawah ini menunjukkan sensitivitas dan spesifitas berbagai tanda dan gejala tersebut. Walau orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspeu relatif spesifik untuk gagal jantung, gejala tersebut tidak sensitif untuk diagnosis gagal jantung. Banyak orang dengan gagal jantung tidak memiliki gejala ini pada anamnesa. Tidak jauh berbeda, tekanan vena jugular yang meningkat sangat spesifik, tapi tidak sensitif dan membutuhkan keahlian klinis untuk deteksi tepat.2
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik. 1 Kriteria mayor dan minor dari Framingham untuk gagal jantung dapat dilihat pada Tabel 4.
III. 3. 1. 2 PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik yang cermat harus selalu dilakukan dalam mengevaluasi pasien dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membantu menentukan apa penyebab gagal jantung dan juga untuk mengevaluasi beratnya sindroma gagal jantung. Memperoleh informasi tambahan mengenai profil hemodinamik, sebagai respon terhadap terapi dan menentukan prognosis adalah tujuan tambahan saat pemeriksaan fisik.13
Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak memiliki keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar selama lebih dari beberapa menit. Pada pasien dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien bisa memiliki upaya nafas yang berat dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan kata-kata akibat sesak. Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut karena fungsi LV yang sangat menurun. Tekanan nadi bisa berkurang, dikarenakan berkurangnya stroke volume, dan tekanan diastolik arteri bisa meningkat sebagai akibat vasokontriksi sistemik. Sinus tachycardia adalah gejala non spesifik yang diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang meningkat. Vasokontriksi perifer mengakibatkan ekstrimitas perifer menjadi lebih dingin dan sianosis dari bibir dan ujung jari juga diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang berlebihan.13
Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan vena jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala diangkat dengan sudut 45o. Tekanan vena jugularis dihitung dengan satuan sentimeter H2O (normalnya kurang dari 8 cm), dengan memperkirakan tinggi kolom darah vena jugularis diatas angulus Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan wheezing ekspiratoar (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Walau demikian harus ditekankan bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik, bahkan ketika pulmonary capilary wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel (biventricular failure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.2
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat kardiomegali, titik impulse maksimal (ictus cordis) biasanya tergeser kebawah intercostal space (ICS) ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus) teraba lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien, bunyi jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex.1-2 Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole pada parasternal kiri (right ventricular heave).Bunyi jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada pasien dengan volume overload yang mengalami tachycardia dan tachypnea, dan seringkali menunjukkan kompensasi hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat bukan indikator spesifik gagal jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien dengan gagal jantung yang lanjut.1-2
Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien dengan gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid. Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritenium.1-2 Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti (bendungan) hepar dan hipoksia hepatoselular.1 Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris, beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas. Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada sakrum dan skrotum. Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang mengeras dan pigmentasi yang bertambah.1
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditemukan riwayat penurunan berat badan dan kaheksia. Walau mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya dimengerti, kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah multifaktorial, termasuk didalamnya adalah meningkatnya basal metabolik rate, anorexia, nausea, dan muntah-muntah yang diakibatkan oleh hematomegali hepatomegali dan rasa penuh di abdomen, meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi yang bersirkulasi, dan terganggunya absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti vena intestinal. Jika terdapat kakeksia maka prognosis gagal jantung akan semakin memburuk.1 III. 3. 2. Tes Diagnostik Pada Gagal Jantung Seperti yang dapat dilihat pada tabel sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan klinis baik pada anamnesa dan pemeriksaan fisik dalam mendiagnosa gagal jantung relatif rendah. Karenanya pemeriksaan penunjang memiliki peranan penting dalam mendiagnosa gagal jantung. Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang antara lain : (1) menentukan apakah terdapat kelainan jantung baik struktural atau fungsional yang dapat menjelaskan gejala pasien, (2) mengidentifikasi kelainan yang dapat diatasi oleh intervensi spesifik, dan (3) menentukan berat dan prognosis gagal jantung.2 III. 3. 2. 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine, SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).14 Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang, namun dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat ditingkatkan. Kadar serum kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik kaliuretik seperti thiazid atau loop diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia. Derajat hiponatremia juga merupakan penanda beratnya gagal jantung, hal ini dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung mencerminkan besarnya aktivasi sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung. Selain itu, rektriksi garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat mengakibatkan hiponatremia. Gangguan elektrolit lainnya termasuk hipofasfatemia, hipomagnesemia, dan hiperurisemia.14 Anemia dapat memperburuk gagal jantung karena akan menyebabkan meningkatnya kardiak output sebagai kompensasi memenuhi metabolisme jaringan, hal ini akan meningkatkan volume overload miokard. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa anemia (kadar Hb <12 gr/dl) dialami pada 25% penderita gagal jantung.14 Pemeriksaan Biomarker BNP sangat disarankan untuk diperiksa pada semua pasien yang dicurigai gagal jantung untuk menilai beratnya gangguan hemodinamik dan untuk menentukan prognosis. Biomarker Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dan BNP disekresikan sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan pada dinding jantung dan/atau neurohormon yang bersirkulasi. Karena ANP memiliki waktu paruh yang pendek, hanya NT-ANP yang secara klinis berguna. Untuk BNP, N-Terminal Pro-BNP dan BNP memiliki nilai klinis yang bermakna. Kadar ANP dan BNP meningkat pada pasien dengan disfungsi sistolik, sementara disfungsi diastolik peningkatan kadarnya lebih rendah. Pada disfungsi sistolik, kadar BNP ditunjukan berbanding lurus dengan wall stress, ejeksi fraksi, dan klasifikasi fungsional. Pemeriksaan BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung berdasarkan kelas fungsionalnya.14