Anda di halaman 1dari 8

China Eropa Timur

1. Ekonomi-Politik
Perdana Menteri China Wen Jiabao berkunjung ke Polandia, 13-15 April lalu
(2011). Selama di Polandia, dua pertemuan digelar: konsultasi bilateral dengan Perdana
Menteri Polandia Donald Tusk dan Forum Bisnis China-Eropa Timur. Dalam temu bisnis
yang dihadiri oleh 16 kepala pemerintahan negara-negara Eropa Timur itu, PM Jiabao
menjanjikan dana pinjaman lunak jangka panjang sebanyak US$ 10 miliar untuk
pembangunan infrastruktur dan berbagai proyek hi-tech di Eropa Timur. Di bidang
penanaman modal, China akan menyiapkan dana sebesar US$ 500 juta sebagai modal
awal bagi pengusaha China yang ingin investasi di kawasan itu. Tak hanya itu, di bidang
perdagangan PM Jiabao berjanji akan meningkatkan nilai perdagangan dengan Eropa
Timur dua kali lipat, menjadi US$ 100 miliar pada 2015.
Dalam pakem diplomasi konvensional, kunjungan pemimpin satu negara ke
negara lain sangat jamak dilakukan untuk meningkatkan hubungan bilateral. Namun
ketika rencana itu diumumkan di depan 16 kepala pemerintahan dari negara-negara Eropa
Timur, manuver diplomasi ekonomi itu membuka ruang interpretasi yang luas terhadap
kepentingan China di Eropa. Bagaimana menakar kepentingan China itu?
Untuk menakar kepentingan China di Eropa, utamanya di Eropa Timur, dapat
dilakukan dengan melihat politik perluasan keanggotaan Uni Eropa. Uni Eropa sampai
saat ini beranggotakan 27 negara. Pada 2004, entitas regional ini menerima delapan
anggota baru, yaitu Polandia, Republik Cek, Slovakia, Hongaria, Estonia, Latvia,
Lithuania, dan Slovenia.
Lalu pada 2007, dua negara menyusul, yaitu Bulgaria dan Rumania. Tuntaskah
ambisi Uni Eropa memperluas keanggotaannya? Ternyata belum. Sampai saat ini proses
perluasan keanggotaan terus bergulir.
Beberapa negara masih dalam daftar tunggu. Untuk tidak menyebut semuanya,
lima negara (Kroasia, Makedonia, Serbia, Albania, dan Bosnia-Herzegovina) sedang
menjalani proses aksesi menjadi anggota. Menarik diamati, negara-negara yang diterima
menjadi anggota baik pada 2004 maupun 2007, bahkan lima negara yang sedang diproses
keanggotaannya adalah negara-negara bekas sosialis-komunis.
Dari sini terlihat bahwa kriteria perluasan keanggotaan Uni Eropa ternyata tidak
melulu masalah geografi. Sesuai dengan amanat Lisbon Treaty 2009, entitas regional ini
mengusung nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, dan ekonomi pasar.
Maka, demokrasi, hak asasi manusia, dan ekonomi pasar menjadi takaran utama
dalam menilai keanggotaan baru. Uni Eropa berkepentingan untuk merangkul negara
bekas komunis itu agar mereka tidak terpengaruh kembali oleh mantan bos ideologinya
dulu, Rusia (John Van Oudenaren, Uniting Europe, 2005).
Dengan anggota yang banyak dan ideologi yang sama, Uni Eropa akan solid
untuk mengembangkan nilai ideal itu di kawasan, termasuk menjadikannya alat penekan
dalam berinteraksi dengan negara mitranya, termasuk China. Pada titik inilah
kepentingan Uni Eropa berkelindan dengan ambisi China untuk hadir di Eropa,
khususnya Eropa Timur.
Selama ini China risih dengan kerewelan Uni Eropa terhadap hak asasi manusia
dan demokrasi. Sikap kritis atas rekam jejak China dalam isu ini tidak hanya ditunjukkan
oleh negara anggota dari Eropa Barat, tetapi juga oleh negara bekas komunis, Eropa
Timur.
Tengok Polandia yang aktif mendukung demokratisasi di Ukraina, Belarusia dan
kawasan Afrika Utara. Terkait dengan isu demokrasi dan hak asasi manusia, ada dua hal
menarik dalam paket bantuan ekonomi China untuk Eropa Timur.
Pertama, pemilihan Polandia sebagai tempat temu bisnis. Kiprah Polandia dalam
mendukung demokratisasi dinilai sebagai indikasi bahwa negara ini pada suatu saat akan
rewel terhadap kinerja demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia di negara lain.
Dalam konteks ini, pemilihan Polandia sebagai tempat untuk temu bisnis dan
pengumuman paket bantuan ekonomi bukanlah suatu kebetulan.
Polandia, negara Eropa Timur terbesar dalam jumlah penduduk dan pendapatan
nasional serta dikenal sebagai penyebar demokrasi di kawasan, dinilai dapat berperan
sebagai perantara, bridge builder, antara China dan negara-negara Eropa Barat tatkala isu
demokrasi dan hak asasi manusia menjadi ganjalan dalam hubungan China-Uni Eropa.
Kedua, ke-16 negara yang hadir pada acara temu bisnis di Polandia itu adalah
negara bekas komunis di Eropa Timur. Dalam perspektif geo-politik, Uni Eropa, terutama
anggota dari kawasan Eropa Barat, sangat berkepentingan dengan haluan politik ke-16
negara bekas komunis itu agar mereka juga pro demokrasi dan hak asasi manusia.
Namun China bermain dari dalam dengan instrumen ekonomi. Dalam jangka
panjang, jika lima dari 16 negara itu resmi menjadi anggota maka 16 negara itu
merupakan separuh dari seluruh anggota Uni Eropa. Ini jelas sangat signifikan dalam
konstelasi politik dan proses pengambilan keputusan di markas besar Uni Eropa di
Brussels.
Jika paket bantuan ekonomi China berhasil meningkatkan kemakmuran, tak heran
jika ke-16 negara itu akan berpikir dua kali untuk mengusik China dengan isu-isu sensitif.
Berhubungan baik dengan ke-16 negara Eropa Timur yang bekas komunis dan tidak
rewel terhadap demokrasi dan hak asasi manusia, sejatinya adalah kepentingan China di
Eropa.
2. Pertahanan
Angkatan laut Rusia dan Cina memulai latihan militer pada hari Sabtu (25/1) di
Laut Mediterania, yang melibatkan kapal penjelajah bertenaga nuklir Rusia, Pyotr Veliky
dan kapal perang Cina, Yancheng. Latihan itu bertujuan untuk meningkatkan tingkat
kompatibilitas operasional antara kapal militer Rusia dan Cina selama aksi bersama di
bagian timur Laut Mediterania.
Pada Juli 2013, Rusia dan Cina juga mengadakan latihan gabungan angkatan laut
terbesar mereka di Laut Jepang, di mana mengerahkan total 23 kapal perang. Kegiatan itu
mengindikasikan bahwa kedua negara ingin membentuk sebuah aliansi dan
meningkatkan kehadiran militer mereka di daerah-daerah strategis di dunia. Para
pengamat mengatakan latihan militer Rusia-Cina mungkin ditujukan untuk operasi
gabungan angkatan laut besar-besaran. Seorang pakar dari lembaga think tank pertahanan
CAST, Vasily Kashin mengatakan, "Masalah itu sangat jelas bahwa militer Rusia dan
Cina berlatih untuk kemungkinan aksi bersama skala besar".
Menurutnya, operasi gabungan angkatan laut mungkin diperlukan untuk membela
kepentingan kedua negara dan sekutu mereka di berbagai belahan dunia. Aliansi
dipandang oleh banyak negara sebagai alternatif untuk menciptakan perimbangan
kekuatan dan negara-negara dunia berusaha untuk menyeimbangkan kekuatannya melalui
dua cara yaitu, memperkuat sektor internal dan membentuk aliansi.
Di bidang militer, cara yang paling sering dipakai untuk menyeimbangkan
kekuatan adalah membentuk aliansi militer dan pertahanan. Sejarah mencatat bahwa ada
sejumlah aliansi militer yang dibentuk untuk menghadapi kekuatan-kekuatan lain yang
lebih besar. Rusia dan Cina dalam beberapa tahun terakhir berusaha memperkuat sektor
internal dan membentuk aliansi untuk menghadapi ekspansi militer Amerika Serikat di
berbagai wilayah dunia.
Aliansi strategis kedua negara juga diperkuat dengan memperluas hubungan dan
kerjasama militer. Meskipun hubungan itu dipenuhi banyak pasang surut sejak dekade
1990, namun Cina tetap tertarik untuk memanfaatkan teknologi militer Rusia. Menurut
sejumlah dokumen, Cina memenuhi sekitar 95 persen dari persenjataan canggihnya dari
Rusia sepanjang dekade 1990. Kerjasama itu juga melebar ke sektor teknis, modernisasi,
dan perawatan.
Pentagon mengatakan bahwa nilai kontrak militer antara Cina dan Rusia
mencapai 13 miliar dolar selama tahun 2000 hingga 2005. Pada tahun 2011, Rusia
mengekspor sekitar dua miliar dolar senjata ke Cina dan pada tahun 2012, negara itu juga
mengeluarkan dana 1,3 miliar dolar untuk membeli helikopter Mi-171E dan peralatan
militer lainnya dari Rusia.
Ancaman kolektif yang dihadapi oleh Cina dan Rusia telah mendorong kedua
negara untuk memperkuat kerjasama militer dan membentuk aliansi strategis di bidang
pertahanan. Perkembangan militer dalam beberapa tahun terakhir baik di wilayah Eropa
maupun di Asia Timur, menunjukkan bahwa AS ingin membatasi gerak Cina dan Rusia.
Washington ingin merusak sistem pertahanan strategis Beijing dan Moskow dengan
memperkuat kerjasama militer dengan Jepang dan Korea Selatan serta menempatkan
sistem perisai rudal di Eropa Timur. Oleh karena itu, Cina-Rusia akan merespon
kebijakan ekspansif Amerika dan menempatkan potensi-potensi militer kedua negara
pada satu jalur.
Amerika-Eropa Timur
1. Ekonomi Politik
Fokus utama kebijakan energi AS di Eropa Timur adalah telah mendirikan suatu
rute koridor selatan Kaspia dan Asia Tengah untuk mengirim pasokan gas dari timur
tengah ke Eropa melalui pipa.
George W. Bush mengkritik tajam Rusia untuk menggunakan pasokan energi
sebagai sarana untuk mendapatkan pengaruh politik atas negara-negara lain dan
mendesak negara-negara Eropa untuk mendiversifikasi sumber pasokan. Pemerintahan
Obama juga menyerukan diversifikasi, tetapi tidak secara terbuka mengungkapkan
kekhawatiran tentang kebijakan energi Rusia di wilayah tersebut, mungkin untuk
menghindari ketegangan hubungan dengan Moskow.
Kemajuan proyek TANAP bersama dengan pemilihan TAP telah meningkatkan
pengiriman gas alam Caspian mengalir ke Eropa dalam jumlah yang signifikan. Para
pejabat AS telah mengindikasikan bahwa mereka mendukung setiap pipa melalui Koridor
Selatan yang memberikan gas ke negara-negara yang paling rentan di Eropa dan itu
termasuk menjamin bahwa pipa akan diperluas sebagai gas yang lebih mudah di dapat.
Ketiga proyek tersebut di atas semua dipandang sebagai scalable karena pasokan dan
permintaan perubahan.
Arab Spring membawa perubahan rezim bagi dua produsen gas alam, Libya dan
Mesir dengan sumber-sumber potensial gas alamnya diperluas ke Eropa. Pemerintah AS
bersama dengan Uni Eropa, telah menunjukkan keinginannya untuk memperluas
perdagangan dan investasi dengan kawasan MENA (Afrika Utara), yang dapat membantu
pertumbuhan ekonomi mendorong dan memberikan dukungan untuk transisi demokrasi
yang sukses. Misalnya, dalam pidato yang disampaikan di Departemen Luar Negeri pada
tanggal 19 Mei 2011, Presiden Obama menguraikan rencana baru untuk keterlibatan AS
dengan MENA yang mencakup "Perdagangan dan Investasi Kemitraan". Beberapa
anggota Kongres juga telah menyatakan minatnya untuk perdagangan dan investasi yang
lebih dalam dengan negara-negara Arab Spring. Meskipun perdagangan AS dan investasi
dengan kawasan MENA keseluruhan relatif terbatas saat ini, wilayah ini dapat hadir
tumbuh peluang komersial untuk bisnis AS di berbagai bidang seperti energi,
transportasi, dan infrastruktur.
Masalah pembayaran gas antara Rusia dan Ukraina menyebabkan Rusia
mengurangi pasokan. Saluran pipa yang sama yang membawa gas Rusia ke Ukraina juga
memasok gas ke Eropa Timur, menciptakan kekurangan di sana.

2. Pertahanan
Kerjasama keamanan antara Amerika dengan Eropa Timur sangat tergantung
pada kondisi politik negara-negara eropa barat dan dalam Uni Eropa sendiri. Amerika
menganggap Eropa barat sebagai mitra serius dan aliansi oleh sebab itu AS membatasi
diri dalam melakukan maneuver politik dan keamanan di kawasan Eropa timur.
Keterlibatan AS di kawasan Eropa Timur selalu dibawah bendera NATO bersama dengan
Uni Eropa, selebihnya secara independent kehadiran AS di Eropa Timur hanya dalam
bidang politik, contohnya tindakan AS untuk menekan Russia ketika menginvasi
Georgia.
Dalam estimasi AS, negara-negara CEE (Central and eastern europ) juga telah
memberikan peran yang berharga bagi transisi politik dan ekonomi yang pengalamannya
dapat diterapkan pada sistem pasca komunis. Selain itu, sebagian besar negara-negara
demokrasi baru CEE memihak AS atas intervensi AS di Irak meskipun oposisi dari
beberapa negara Eropa Barat, sehingga membantu untuk meningkatkan prestise sebagian
negara CEE di mata AS.
Amerika diakui di seluruh wilayah Eropa Timur sebagai benteng utama melawan
komunisme dan ekspansionisme Soviet, dan sebagai mercusuar kebebasan, demokrasi,
dan kemerdekaan nasional. AS dianggap berperan dalam jatuhnya pemerintahan komunis
dan Bubarnya blok Soviet. AS juga telah dipandang memberikan dukungan politik,
ekonomi, dan keamanan selama proses demokratisasi dan dalam memastikan bahwa
sebagian besar negara-negara CEE diintegrasikan ke dalam aliansi NATO. Amerika juga
diakui sebagai pemimpin "komunitas demokratis" dan dalam bidang keamanan telah
menggerakkan keterlibatan NATO dan bahkan Uni Eropa di Eropa Timur. Uni Eropa
sebagai lembaga, dan negara-negara pendirinya Eropa Barat, tidak dianggap memiliki
kekuatan militer yang cukup, prestise internasional, atau kemauan politik untuk
menjamin pembesaran Barat. Akibatnya, masing-masing pemerintah CEE telah berupaya
untuk mengembangkan "hubungan khusus atau" kemitraan strategis "dengan AS dan
mempertahankan ikatan erat dalam lingkungan internasional yang tidak pasti
1
.
Amerika Serikat juga telah menjalin kerjasama keamanan dengan beberapa
negara Eropa Timur, sebagai contoh, Amerika Serikat telah menambah kontribusi dalam
detasemen penerbangan AS-Polandia dengan jet tempur tambahan; didukung kehadiran
AS di Laut Hitam; dan untuk negara seperti Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia telah
menjalani pelatihan bersama.
Kerjasama keamanan antara AS dengan negara-negara Eropa Timur dibangun
atas dasar program bantuan sektor keamanan Foreign Military Financing (FMF) dan
Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (IMET). Mengingat peristiwa
okupasi Russia, program ini telah menjadi lebih penting untuk membantu memastikan
mitra koalisi dan kerjasama yang akan menuju tujuan keamanan bersama. Dalam hal itu,
negara-negara yang tergabung dalam FMF dan IMET membantu memenuhi komitmen
mereka dalam NATO, meningkatkan interoperabilitas mereka, dan membangun kapasitas
mereka. Pada era pasca perang dingin, Eropa dan Amerika telah mengejar
kepentingannya di Eropa Timur. Peran utama ini selalu dimainkan oleh Amerika Serikat,
mengingat kemampuannya yang lebih besar untuk bertindak secara strategis, kohesi yang
kuat.
Memang, melihat kembali prestasi besar Eropa Barat di kawasan itu, sebagian
besar telah didorong oleh AS. Pemerintahan Clinton juga telah memainkan peran penting
dalam membawa proyek BTC membuahkan hasil. Demikian juga, perkembangan
hubungan keamanan antara Barat dan daerah dalam tahun 2000-an sangat banyak akibat
dari kepentingan Amerika di wilayah berikut September 11, 2001 Hanya dengan
peristiwa tahun 2004-2005 di Ukraina, dan kemudian peluncuran Kemitraan Eropa Timur
dengan AS.
Sejak munculnya pemerintahan Obama, tidak ada tanda bahwa minat baru di
Eropa Timur akan datang. Salah satu contohnya adalah AS menganggap bahwa Eropa
adalah isu yang ditangani selama tahun 1990-an, dan yang sekarang telah diselesaikan.

1
http://www.state.gov/p/eur/rls/rm/2009/131634.htm.
Yang kedua adalah prioritas baru di AS untuk "mengulang kembali" hubungan dengan
Rusia, yang telah memastikan bahwa AS tidak agresif mengejar kepentingannya di Eropa
Timur. Pemerintahan Obama melakukan tindakan pada tahun 2009 untuk
memperingatkan Moskow terhadap provokasi baru dengan Georgia, menunjukkan bahwa
low profile Amerika di wilayah itu akan bergantung pada Rusia menahan diri dari
langkah agresif sendiri.
Pada masa pemerintahan Obama penanganan isu pertahanan rudal di Eropa
Timur-Tengah merupakan sebuah kesalahan. Pada masa pemerintahan George W Bush
kebijakan ini dianggap berusaha untuk membunuh dua burung dengan satu batu: untuk
membangun pertahanan terhadap ancaman rudal Iran di masa depan, sekaligus
menenangkan kekhawatiran keamanan yang meningkat dari negara-negara Eropa Tengah
dan Timur. Masalahnya adalah bahwa masalah keamanan ini ada hubungannya dengan
Rusia dan tidak dengan rudal Iran. Hal ini hanya akan meningkatkan tensi perang politik
antara AS dengan Russia.
Ini tidak berarti bahwa kebijakan perthanan Amerika tidak relevan di Eropa Timur. Ini
hanya berarti bahwa Eropa tidak bisa lagi mengandalkan Amerika untuk mengambil
peran utama dalam mewujudkan tujuan kebijakan Uni Eropa dan AS berikan; hal ini
menjadi tantangan bagi AS dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan untuk
memajukan kepentingannya di wilayah tersebut Eropa Timur
2
.

2
The New Eastern Europe Challenges and oppurtunities for The EU by Svante Cornel. 2009.

Anda mungkin juga menyukai