Kolesteatoma terjadi ketika epitel keratinizing bertingkat skuamosa
terakumulasi di telinga tengah atau bagian berongga lain dari tulang temporal.Istilah " aural " membedakan jenis kolesteatoma dari entitas patologis yang serupa terjadi di luartulang temporal. Istilah "diperoleh" mengidentifikasi sebagai sequela kondisi OM atau terkait (misalnya, retraksi saku membran timpani), berbeda dari kolesteatoma kongenital aural. Meskipun istilah ini keliru - keratoma lebih konsisten dengan patologi - kolesteatoma adalah dalam penggunaan umum dan oleh karena itu, dapat diterima. 1 Kolesteatoma dapat diklasifikasikan sebagai bawaan atau didapat. Yang terakhir dapat disubklasifikasikan sebagai sekuele kondisi terkait OM atau sebagai akibat dari implantasi (iatrogenik atau karena trauma). Otitis media juga mungkin terlibat dalam patogenesis bawaan kolesteatoma. Kolesteatoma kongenital bukanlah suatu sekuele OM, sedangkan merupakan kolesteatoma didapat. Meskipun baru-baru ini alternatif teori patogeneti, secara klasik, kolesteatoma kongenital berkembang sebagai sebuah bawaan sisa jaringan epitel dalam tulang temporal dalam keadaan tidak adanya kelainan dalam membran timpani. Kolesteatoma aural didapat berkembang dari retraksi kantong di pars tensa atau pars flaccida, migrasi epitel melalui defek yang sudah ada dari membran timpani (misalnya perforasi), atau lebih jarang, metaplasia dari telingatengah- mukosa membran mastoid. Telinga tengah, mastoid, atau keduanya mungkin terlibat dalam kolesteatoma, yang mungkin atau tidak mungkin melampaui tulang temporal . 1 Kolesteatoma mungkin atau tidak terkait dengan OM dan mastoiditis. Ketika OM ada, infeksi dapat bersifat akut atau kronis, dan otorrhea mungkin ada ataupun tidak. Kolesteatoma mungkin struktursepertikista tanpa tanda-tanda infeksi. Ketika berkaitan dengan peradangan kronis daritelinga tengah dan mastoid, kondisi didefinisikan sebagai kolesteatoma dengan otitis media supuratif kronis. Kolesteatoma mungkin atau tidak mungkin terkait dengan OMSK. Kolesteatoma, dengan tidak adanya suatu infeksi yang berkaitan, seperti OMSK, tidak harus dianggap sebagai bentuk OM kronis. 1 Kolesteatoma aural didapat dapat dibedakan berdasarkan kategori luas berdasarkan adanya dan durasi OM, atau tidak adanya : 1 Kolesteatoma tanpa infeksi : kolesteatoma yang tidak terkait dengan infeksi di dalam kolesteatoma atau di bagian lain dari celah telinga tengah (dapat lebih diklasifikasikan berdasar lokasi dan luasnya ). Kolesteatoma dengan infeksi : mungkin infeksi akut (dengan atau tanpa otorrhea) atau OMSK.
Mengikuti sistem staging dapat digunakan : 1 Tahap 1 : Kolesteatoma hanya terbatas pada telinga tengah (hipo-atau mesoepitympanum) tanpa erosi rantai tulang pendengaran Tahap 2 : Sama seperti tahap I tetapi dengan erosi dari satu atau lebih ossicles. Tahap 3 : Telinga tengah dan sistem sel gas mastoid terlibat tanpa erosi ossicles. Tahap 4 : Sama seperti stadium 3 tapi dengan erosi dari satu atau lebih ossicles. Tahap 5 : Kolesteatoma luas dari telinga tengah, mastoid, dan bagian-bagian lain dari tulang temporal dan tidak benar-benar dapat diakses oleh operasi pengangkatan (misalnya, medial labirin), dengan satu atau lebih ossicles yang terlibat. Fistula labirin mungkin terjadi araupun tidak. Tahap 6 : Sama seperti tahap 5, tapi kolesteatoma meluas sampai di luar tulang temporal.
ANATOMI
Telinga merupakan salah satu indera yang dimiliki manusia yang cukup penting, karena tanpa adanya pendengaran maka seseorang juga akan mengalami kesulitan dalam berbicara. Telinga merupakan organ yang bersifat sensori yang sangat kompleks jika dibandingkan dengan organ sensori lainnya. Secara anatomi, pada dasarnya telinga dibagi menjadi 3 bagian secara garis besar, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga dalam sendiri nanti akan terbagi menjadi dua bagian, yaitu koklea yang berfungsi dalam pendengaran dan juga aparatus vestibuli yang berperan dalam keseimbangan. Telinga luar dan telinga tengah akan menyalurkan suara menuju koklea, yang dimana pada koklea suara tersebut akan dipisahkan berdasarkan frekuensinya sebelum mengalami transduksi oleh sel-sel rambut pada koklea yang akan mengubah rangsangan suara tersebut menjadi stimulus neural pada saraf yang bertanggung jawab atas pendengaran yaitu saraf kranial ke VIII yaitu nervus vestibulokoklear. 2
Gambar 1 : Anatomi telinga (dikutip dari kepustakaan 3) Telinga Luar Telinga luar pada dasarnya sebagian terbentuk dari kartilago yang dilapisi oleh kulit pada bagian luar dan tulang yang langsung dilapisi oleh kulit pada bagian dalam. Bagian luar dari telinga ini disebut juga sebagai aurikula yang dimana terdapat banyak bagian dari aurikula yang memiliki nama masing-masing. Dalam fungsi pendengaran terdapat cekungan pada telinga luar yang disebut juga sebagai concha yang sangat berperan penting dalam mengumpulkan dan mengantarkan suara yang akan berujung pada koklea. Bentuk dari kartilago yang menyusun telinga luar setiap orang dapat berbeda-beda, oleh karena itu dalam menangani trauma yang berada pada telinga luar, harus sangat diperhatikan untuk mempertahankan struktur ini.
Gambar 2 : struktur telinga luar (dikutip dari kepustakaan 3)
Kanalis telinga luar memiliki panjang 2,5 cm dan diameter 0,6 cm, dan kanal ini berbentuk seperti S, dimana pada bagian medial terbentuk dari tulang tengkorak yang membentuk terowongan yang berbentuk bulat, dan pada bagian lateral terbentuk dari kartilago yang juga membentuk terowongan yang berbentuk bulat, namun dengan seiring bertambahnya usia bagian kanalis telinga yang terbentuk dari kartilago akan mengalami perubahan bentuk, sehingga kanalis pada 4 daerah ini akan berubah menjadi oval. Selain perubahan bentuk dari kartilago, dengan penambahan umur akan menyebabkan kanalis telinga luar ini akan semakin menyempit. 2 Kanalis telinga dilapisi oleh epitel yang mensekresikan serumen dan disertai oleh rambut pada permukaannya. Pada epitel yang melapisi kanalis telinga ini tidak terdapat kelenjar keringat. Oleh karena epitel pada liang telinga ini tidak seperti epitel pada daerah lainnya yang sering tergosok secara natural, maka epitel didaerah ini dapat membersihkan sel kulit yang mati dan juga serumen yang berada pada kanalis telinga, kegagalan dalam pembersihan sendiri dari sel epitel ini merupakan salah satu teori yang berkembang dalam patofisiologi dari terjadinya kolesteatoma. Terdapat dua sel yang berperan dalam pembentukan serumen yaitu kelenjar sebaseus dan kelenjar serumen. Serumen sendiri terdiri dari dua jenis yaitu serumen yang bersifat basah dan serumen yang bersifat kering. 2 Batas-batas liang telinga luar adalah lobus temporalis otak di superior, mastoid di posterior, sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis di anterior, serta membran timpani di medial.
Telinga Tengah
Bagian kedua dari telinga adalah telinga bagian tengah yang terdiri dari membran timpani dan juga tiga tulang yang berperan penting dalam pendengaran yaitu malleus, incus, dan stapes. Pada telinga tengah juga terdapat dua otot kecil, yaitu otot tensor timpani dan juga otot stapedius yang akan berperan dalam reflex akustik. Pada telinga tengah juga terdapat chorda tympani yang merupakan cabang dari nervus fasialis yang melewati telinga tengah yang dimana chorda tymphani ini akan menginervasi 2/3 depan dari lidah. Pada telinga tengah juga terdapat tuba Eustaschian yang akan menghubungkan telinga tengah dengan faring. 2 Rongga telinga tengah pada dasarnya berbentuk seperti kubus dengan enam sisi yang dimana dinding posterior dari kubus ini sedikit lebih besar daripada dinding anteriornya. Berikut ini merupakan batas-batas dari rongga telinga tengah :
Batas luar : Membran timpani Batas depan : Dinding karotid, yang dimana disebut sebagai dinding karotid karena kanalis karotid dan rongga telinga tengah dipisahkan oleh tulang ya ng sangat tipis, dinding anterior ini juga dilewati oleh cabang arteri timpani yang merupakan cabang dari arteri karotid interna dan deep petrosal nerve dan juga terdapat tuba eustachius Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak ), tegmen timpani ini akan memisahkan resesus epitimpanic dari fossa kranial bagian tengah. Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window) , promontorium, dan tingkap bundar (round window). 4
Salah satu struktur penting yang berada pada telinga tengah adalah membran timpani. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 5 Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas- depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. 5 Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. 5 Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. 5 Struktur penting terakhir yang berada pada telinga tengah adalah tuba eustachius. Tuba Eustachius ini berguna untuk menghubungkan ruang telinga tengah dengan nasofaring. Dua pertiganya yang berada didekat nasofaring merupakan kartilago dan sepertiga sisanya adalah tulang. Saluran ini dilapisi oleh epitel saluran pernafasan. Fungsi tuba eustachius adalah sebagaio saluran udara dari nasofaring ketelinga tengah untuk menyeimbangkan tekanan dari kedua sisi membran timpani. Organ ini menutup secara pasif pada saat istirahat dan membuka jika ada kontraksi dari otot tenso veli palatini yang dimana kontraksi dari otot ini dipersarafi oleh nervus trigeminal (N.V), sehingga tuba ini akan terbuka secara singkat pada saat menelan. Organ ini juga dapat dibuka paksa dengan cara meningkatkan tekanan udara di nasofaring dengan cara melakukan manuver Valsava. Disfungsi dari tuba eustachius yang pada umumnya disebabkan karena adanya oklusi dimuara tuba ini dapat mengakibatkan timbulnya tekanan negatif yang akan berujung pada akumulasi cairan serosa diruang telinga tengah.
Gambar 3 : struktur telinga tengah ( dikutip dari kepustakaan 2)
EPIDEMIOLOGI Meskipun kolesteatoma adalah fokus dalam penelitian otologi, hanya beberapa studi telah dipublikasikan pada epidemiologi. Studi lama dengan Nager pada 12.000 pasien dengan otitis media kronis menunjukkan bahwa penyakit kolesteatoma hadir dalam sepertiga dari semua pasien yang diperiksa. Penelitian lebih lanjut oleh Harker mendokumentasikan kejadian tahunan dari 6 kolesteatoma per 100 000 penduduk di Iowa. Prevalensi adalah 0,01 %. Insiden puncakdari penyakit ini antara dekade kedua dan ketiga. Di Denmark, Tos menemukan kejadian tahunan sebesar 3 kolesteatoma pada anak-anak dan 12,6 pada orang dewasa per populasi 100 000. Studi tentang epidemiologi kolesteatoma juga dilakukan di Yunani . Studi-studi ini menunjukkan tidak ada dampak dari faktor sosial ekonomi terhadap kejadian dan prevalensi kolesteatoma . Sebuah studi terbaru dari Finlandia menunjukkan kejadian tahunan rata-rata 9,2 per 100 000 populasi , dengan tidak ada peningkatan jelas dalam kelompoksosial ekonomi rendah; 72,4 % pasien memiliki riwayat otitis media berulang. Dalam studi epidemiologi lain dari Denmark yang mencakup periode 5 tahun dari tahun 1979 sampai 1983, Jensen et al. menemukan kejadian tahunan dari 10,9 per 100 000 penduduk. Yang dihasilkan diperkirakan Risiko kumulatif per 1000 secara signifikan lebih tinggi untuk laki-laki ( 1,1 % ) dibandingkan perempuan ( 0,7 % ) . Kolesteatoma sangat lazim pada individu dengan disfungsi tuba eustachius kronis , dan itu adalah 20 kali lebih umum pada orang dengan celah langit-langit dari pada populasi normal. Kim menemukan bahwa prevalensi di Korea Selatan relatif tinggi , sebesar 0,5 % , tetapi sangat rendah di antara Inuit Eskimo Greenland , di hanya 0,005 %. Di Thailand, kolesteatoma tampaknya menjadi penyakit langka dengan penurunan kejadian. Ini telah dikaitkan dengan perbaikan manajemen otitis media akut pada populasi itu. Kabarnya, 10-17 % pasien memiliki keterlibatan kolesteatoma telinga kontralateral. Ini berarti bahwa risiko penyakit meningkat dengan faktor 100-1000 dibandingkan dengan populasi normal . Studi kami sendiri menunjukkan 14 % kejadian kolesteatoma di telinga yang berlawanan. Pada sisi lain , kolesteatoma bilateral tampak cukup langka di populasi Afro - Amerika.Pusat Statistik Kesehatan Nasional melaporkan prevalensi yang relatif rendah dari 4.2/100 000 penduduk untuk tahun 1978. Tidak ada studi epidemiologi dari Jerman berbicara negara , tetapi masuk akal untuk mengasumsikan bahwastruktur populasi, komposisi etnis, dan ketersediaan perawatan khusus otologik signifikan mempengaruhi kejadian dan prevalensi kolesteatoma. 6
DEFENISI Kolesteatoma didefinisikan sebagai ingrowth epitel skuamosa ke dalam telinga tengah dan pertumbuhannya terus menghancurkan jaringan di telinga tengah dan struktur yang berdekatan. Prekursor kolesteatoma mungkin termasuk retraksi kantong, proses adesif dan celah-celah yang berkaitan, dan rongga pembedahan. Kecenderungan dari kolesteatoma untuk mengikis tulang dan kurangnya efektif, manajemen nonpembedahan menambah signifikansi untuk pemahaman penyakit ini. 6
KLASIFIKASI Kongenital
Kolesteatoma kongenital terjadi sebagai konsekuensi dari epitel skuamos yang terjebak dalam tulang temporal selama embriogenesis. Kolesteatoma kongenital biasanya ditemukan di anterior mesotympanum atau di dalam area perieustachian tube. Mereka diidentifikasi paling sering pada anak-anak usia 6 hingga 5 tahun. Selama kolesteatoma membesar, kolesteatoma dapat menyumbat tuba eustachius dan memproduksi cairan telinga tengah kronis dan mengakibatkan tuli konduktif. Kolesteatoma juga dapat melebar ke arah posterior dan mengelilingi tulang-tulang pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif. Tidak seperti tipe kolesteatoma lainnya, kolesteatoma kongenital biasnaya diidentifikasi di belakang membran timpani yang masih utuh dan terlihat normal. Anak biasanya tidak memiliki sejarah infeksi telinga berulang, tidak pernah dioperasi telinga sebelumnya, dan tidak memiliki sejarah perforasi membran timpani. 7
Primary Acquired Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani, retraksi ke dalam medial pars flaccida ke dalam epitympanum (scutum) secara progresif. Selama proses ini berlangsung, dinding lateral epitympanum (scutum) secara perlahan mengalami erosi sehingga terjadi kerusakan pada dinding lateral epitympanum yang perlahan-lahan meluas. Membran timpani terus mengalami retraksi kearah medial hingga melewati kepala tulang pendengaran dan ke dalam epitympanum. Sering terjadi kerusakan pada tulang pendengaran. Bila kolesteatoma mengarah ke posteror ke dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi dari tegmen mastoideum dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari lateral kanalis semisirkularis hingga terjadi ketulian dan vertigo dapat terjadi. 7
Tipe kedua dari acquired kolesteatoma primer terjadi saat kuadran posterior dari
membran timpani teretraksi ke dalam telinga tengah bagian posterior. Drum akan menempel ke bagian panjang dari incus. Saat retraksi terus terjadi ke arah medial dan posterior, epitel skuamosa akan menutupi struktur dari stapes dan kemudian mengalami retraksi ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer terjadi dari membran timpani posterior akan mudah mengakibtakan eksposur ke nervus fasialis (dapat mengakibatkan paralisis) dan kerusakan struktur stapedial. 7
Secondary acquired
Kolesteatoma acquired sekunder terjadi karena konsekuensi langsung terhadap injuri pada membran timpani. Kerusakan ini dapat dalam bentuk perforasi yang terjadi karena otitis media akut atau trauma, atau dapat terjadi karena manipulasi operasi dari drum. Prosedur simple seperti tympanostomy dapat mengakibatkan implantasi epitel skuamosa ke dalam telinga tengah hingga menyebabkan terbentuknya kolesteatoma. Perforasi posterior marginal paling sering menyebabkan formasi kolesteatoma. Walaupun perforasi tipe central jarang mengakibatkan kolesteatoma, perforasi central juga dapat mengakibatkan kolesteatoma. Kantung retraksi dalam apapun dapat menyebabkan terjadinya formasi kolesteatoma bila kantung retraksi menjadi cukup dalam untuk menjebak epitel yang mengalami deskuamasi. 7
PATOFISIOLOGI
Kolesteatoma Kongenital Patogenesis kolesteatoma kongenital masih diperdebatkan hingga saat ini. Ada beberapa teori yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma kongenital.
Epithelial rest theory Teori ini dipopulerkan oleh Teed pada tahun 1936 kemudian penemuan ini dikonfirmasi oleh Michaels pada tahun 1986. Teed mengemukakan bahwa ia menemukan adanya sisa sel epitelial pada tulang temporal fetus yang normalya menghilang pada minggu ke-33 gestasi. Adanya sel epithelial tersebut menjadi pencetus terjadinya kolesteatoma kongenital. Sisa sel epitelial ini ditemukan pada dinding lateral tuba eustachius, di bagian proksimal tympanic ring, di kuadran anterosuperior dari telinga tengah. Dikemukakan bahwa cedera inflamasi pada membran timpani yang intak akan mengakibatkan mikroperforasi pada lapisan basalis. Kemudian hal ini membuat invasi dari epitel skuamosa dengan adanya aktivitas proliferasi epithelial cones. Epithelial cones ini kemudian terus berproliferasi, menyebar dan terus berekspansi dan membentuk kolesteatoma pada telinga tengah. 8
Acquired inclusion theory Teori ini dipopulerkan oleh Tos. Tos mengobservasi dan menemukan bahwa kolestatoma anteroposterior sering mengalami penempelan pada bagian anterior handle atau neck dari maleus, dan posterior kolestatoma, lebih sering menempel pada bagian posterior handle malleus dan incudostapedial joint. Lokasi ini jauh dari anterior annulus timpani dan dinding lateral tuba eustachius seperti yang dikemukan pada teori epithelial rest. Tod berspekulasi bahwa lokasi originnya adalah lateral tuba eustachius dan daerah anterior dari annulus timpani. Kolesteatoma akan memblok tuba eusthacius sebelum menyebar ke kavitas timpani dan handle dari malleus. Kemudian, Tos mengemukakan teori inklusi sebagai penjelasan patogenesis dari kolesteatoma kongenital. Tos berspekulasi bahwa epitel skuamosa berkeratin mungkin berimplantasi ke kavitas timpani selama proses patologi pada membran timpani dan telinga tengah pada anak-anak. Sel epitel berkeratin dari membran timpani yang retraksi dan menempel pada handle malleus, malleus neck, atau process longus dari incus tertinggal setelah drum mengalami pelonggaran dan termasuk di kavitas timpani. 8
Gambar 3 : teori acquired inclusion dikemukakan oleh Tos (dikutip dari kepustakaan 8)
Ada 4 mekanisme yang menjelaskan teori inklusi yang dikemukakan oleh Tos. 8 - Membran timpani retraksi dan menempel pada handle malleus, malleus neck, atau process longus dari incus, yang akan melonggar dan robek, meninggalkan cuff kecil dari epitel keratin yang menempel pada ossiculus dengan robekan residual kecil pada membran timpani. Ketika robekan tersebut mengalami pemulihan, epitelium tersebut membuat pembentukan inklusi kolesteatoma. (A1,2). - Robekan tangetial terbentuk bersamaan dengan membran timpani yang teretraksi dan menjadi longgar dari strukturnya yang mengakibatkan sisa sel epitelial tertinggal di rongga telinga tengah tanpa adanya perforasi dari membran timpani yang kemudian mengakibatkan inklusi kolestatoma. (B1, 2) - Mikroperforasi dari membran timpani yang mengalami trauma atau perlukaan mengakibatkan invasi dari lapisan basalis oleh epitelial cones. (C1, 2) - Sama dengan mekanisme sebelumnya, inflamasi yang berulang pada membrane timpani mengakibatkan proliferasi epitelial cones yang pentrasi ke lapisan basalis dan proliferasi ke ruang subepitel. (D1, 2)
Gambar 4 : lokasi asal dan pola penyebaran kolesteatoma kongenital menurut (A) Tos acquired inclusion theory and (B) Teed-Michaels epidermal rest theory (dikutip dari kepustakaan 8) Acquired kolesteatoma Mekanisme patogen pada Acquired kolesteatoma bervariasi. Meskipun banyak penemuan baru, patogenesis yang pasti tidak dapat dijelaskan dalam semua kasus. Empat teori klasik telah maju pada patogenesis Acquired kolesteatoma.
1. Teori migrasi, ditandai dengan ingrowth dari epitel skuamosa ke telinga tengah melalui defek perifer dalam membran timpani. 6
2. Teori retraksi kantong, yang menyatakan bahwa kolesteatoma berkembang dari retraksi kantong yang terbentuk sebagai akibat dari disfungsi tuba eustachius kronis. 6
Disfungsi tuba eustachius dipikirkan menyebabkan retraksi membran timani sehingga mnyebabkan tekanan negatif di epitympanic space sehingga pars flaccida tertarik kearah mdial ke atasmeleus dan menyebabkan terjadinya kantung retraksi.. Pars flaccid yang tidak memiliki lapisan fibrosa akan lebih mudah terkena kondisi ini. Kantung retraksi akan menyebabkan gangguan pada fisiologi normal migrasi epitel sehingga memicu terjadinya pengumpulan keratin. Saat kantung retraksi menekan semakin ke dalam, keratin yang mengalami deskuamasi berakumulasi dan tidak dapat dikeluarkan dari kantung hingga menyebabkan terjadinya kolesteatoma. Perubahan geometris akibat retraksi yang progresif mengakibatkan penyempitan dari jalan anatomis dan gangguan migrasi epitel hingga mengganggu proses pembersihan debris keratin. Saat kantung terbentuk semakin kearah dalam dan berada diantara lipatan mukosa dengan crevices, ia menjadi tidak bias membersihkan debris dengan sendirinya hingga terjadi penumpukan debris keratin. Proliferasi bakteri dan infeksi super dari akumulasi debris membentuk suatu biofilm yang akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan proliferasi epitel. Chole dan Faddis menganalisa adanya matrix biofilm pada debris kolesteatoma. Baru-baru ini, Wang menemukan adanya strain otopatogenik dari pseudomonas aeruginosa yang mampu memproduksi biofilm dan memiliki tingkat resisitensi yang tinggi terhadap antimikroba. Penemuan ini secara kuat menunjukan adanya peran biofilm dalam patogenesis kolesteatoma. Telah ditemukan bahwa kombinasi dari retraksi membtran timpani dan proliferasi sel basal merupakan penyebab utama formasi dan proses pembentukan kolesteatoma. 8 Saat debris menjadi terinfeksi, proliferasi bakteri dan peradangan mengakibatkan influx dari sel-sel radang dan produksi sitokin. Progresi ini dengan disertai pengeluaran kolagenase mengakibatkan kerusakan pada membrane basement hingga membolehkan terjadinya formasi cone epitel yang tumbuh ke dalam stroma (teori papillary ingrowth). Kombinasi dari invasi subepitel dan proliferasi keratinosit dalam bentuk mikrokolesteatoma merupakan awal dari terbentuknya stage prekolesteatoma dari kolesteatoma. Saat microcone meluas dan bergabung menjadi satu, terbentuklah kolesteatoma tipe attic. 8 Invasi epitel oleh kolesteatoma merupakan factor penting dalam penyakit ini. Kolesteatoma meluas dengan menginvasi ke sekitar jaringan lunak telinga tengah serta ke tulang. Tokuriki menemukan bahwa adanya peningkatan atau induksi gen yang menyangkut proliferasi sel (calgranulin A, calgranulin B, psoriasin, thymosin b-10) pada sitoplasma dari semua lapisan epitel kolesteatoma. Family cathepsin merupakan grup protease lysosomal yang memegang peranan penting dalam degradasi protein intrasel serta ekstrasel di epidermis. Cathepsin B memegang peranan penting dalam osteolysis pada kolesteatoma. Peningkatan proliferasi keratinosit bergabung dengan peningkatan kematian sel mengakibatkan lebih banyak produksi debris keratin yang bertanggung jawab untuk ekspansi dan akumulasi keratin pada kolesteatoma. 8 Setelah terbentuk, kolesteatoma akan memicu peradangan oleh sitokin yang akan menyebabkan aktivasi osteoclast dan lysozyme yang akan merusak tulang pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif, dan saat kerusakan sampai ke kanalis semisirkularis akan menyebabkan terjadinya tuli sensorineural hingga akhirnya dapat terjadi komplikasi dan menginvasi kanalis fasialis hingga menyebabkan eksposur ke nerves fasialis dan menyebabkan terjadinya paralisis nerves fasialis. 8
3. Teori hiperplasia sel basal, dimana kolesteatoma merupakan hasil dari pertumbuhan papiler invasif dari keratinosit pada stratum basale. 6
4. Teori metaplasia, yang mendalilkan transformasi metaplastik epitel mukosa telinga tengah ke dalam matriks kolesteatoma. Sementara sebagian besar kolesteatoma dapat ditentukan ke tiga teori berdasarkan presentasi klinis mereka dan gambaran histologis, teori metaplasia memiliki tidak dikonfirmasi ataupun disangkal oleh studi biologi molekular terbaru. 6
GEJALA KLINIS Kolesteatoma didapat biasanya diawali dengan otitis media kronik. Pada kasus yang jarang dapat terjadi komplikasi labirinitis, paralisis nervus fasialis, dan infeksi intrakranial. Gejala-gejala yang biasa ditemukan pada pasien dengan kolesteatoma adalah: 9 - Otore purulen persisten atau rekuren - Tinitus - Tuli konduktif akibat erosi pada tulang pendengaran - Tuli sensorineural akibat erosi pada labirin - Retraksi membran timpani pars flaksida pada kasus yg sering, dan retraksi pada pars tensa pada kasus yang jarang - Terbentuknya polip dan jaringan granulasi - Vertigo dan disquilibrium akibat erosi pada labirin dan disfungsi vestibular - Meningitis akibat penyebaran kuman dari cairan labirin atau erosi langsung - Paralisis nervus fasialis akibat erosi dan kompresi - Abses epidural atau otak - Tromboplebitis sinus sigmoid
Pasien dengan kolesteatoma akuisital umumnya menunjukkan gejala otorrhea yang rekuren atau purulen persisten dan gangguan pendengaran. Gejala tinitus juga sering dikeluhkan. Pada beberapa kasus, namun jarang terjadi, dapat dijumpai juga vertigo, yang merupakan akibat dari proses inflamasi pada telinga tengah, atau juga akibat dari erosi langsung dari labirin oleh kolesteatoma. Facial nerve twitching, palsy, atau kelumpuhan saraf fasialis dapat juga muncul sebagai akibat dari proses inflamasi atau kompresi mekanik pada saraf. 9
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, baik itu terus- menerus maupun sering berulang. Apabila kolesteatoma terinfeksi, maka infeksi tersebut akan sulit dihilangkan. Hal ini dikarenakan kolesteatoma tidak memiliki suplai darah sehingga antibiotik sistemik tidak dapat mencapai pusat infeksi. Oleh karena itu, untuk kolesteatoma yang terinfeksi dapat digunakan antibiotik topikal, namun untuk area infeksi yang luas, kolesteatoma yang terinfeksi umumnya resisten terhadap semua jenis antimikroba. Akibatnya, gejala ottorhea akan tetap atau berulang walaupun sudah diberikan pengobatan yang agresif. 7
Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisital primer dapat dijumpai retraksi dari pars flacidda di kebanyakan kasus, dan pars tensa pada sedikit kasus. Pada kedua tipe retraksi akan berisi matriks epitel skuamosa dan debris keratin. Temuan lainnya adalah otorrhea yang purulen, polip, jaringan granulasi, dan erosi ossicular. Pada kolesteatoma akuisital sekunder, bila kolesteatoma berkembang dari perforasi membran timpani, maka matriks epitel skuamosa dan debris keratin pada umumnya dapat dilihat melalui perforasi. Bila kolesteatoma berkembang dari implantasi dari epitel skuamosa pada prosedur operasi atau perforasi yang telah menutup, maka membran akan tampak normal. 9
Pada kasus kolesteatoma kongetinal, gejala klinis sangat tergantung dari letak kolesteatom, ukuran dan komplikasi yang ditimbulkanya. Kolesteatom yang terbatas pada kuadran anterosuperior dari membran timpani tidak menimbulkan gejala atau asimptomatis. Gejala dapat muncul jika terjadi perluasan atau menyebabkan kerusakan pada daerah sekitarnya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa gangguan pendengaran, otitis media efusi, gangguan keseimbangan, kelumpuhan saraf fasialis, fistula retroaurikuler, maupun gejala akibat perluasan ke intracranial. 9
DIAGNOSIS
Riwayat Riwayat sebelumnya sering tidak spesifik. Pasien mungkin mengeluh debit aural periodik atau konstan. Nyeri agak tidak biasa. Tingkat gangguan pendengaran sangat bervariasi. Sebuah kolesteatoma dapat berkembang secara diam-diam untuk beberapa waktu tanpa otorrhea dan dapat dideteksi secara kebetulan dalam pemeriksaan telinga. Keterlibatan labirin vestibular, koklea, atau saraf wajah akan menghasilkan vertigo, gangguan pendengaran sensorineural, tinnitus, atau facial palsy. Komplikasi intrakranial sangat jarang terjadi tanpa adanya tanda-tanda dan gejala. 6
Otoskopi Setelah sekret telah disedot dan telinga dibersihkan, kanal eksternal dan membran timpani harus diperiksa dengan otomicroscope. Dengan khas epitimpani atau kolesteatoma, perforasi (biasanya perifer ) dapat dilihat pada membran timpani. Polip, terutama ketika terletak di posterior marjin superior membran atau dalam epitympanum, kadang-kadang dapat memberikan bukti penyakit bahkan ketika debris skuamosa tidak terlihat. Dengan kolesteatoma sinus, bekas luka atrofi sering terlihat di atas sendi Incudostapedial, menunjukkan mekanisme dimana lesi . Bekas luka ditarik dan diperbesar dari akumulasi debris epitel. Dengan kolesteatoma pars tensa yang kurang umum terjadi, tepi membran timpani masih utuh. Daerah keputihan mungkin menandakan kolesteatoma di belakang membran timpani. Kolesteatoma sisa harus dikeluarkan pada pasien yang telah menjalani operasi sebelumnya. Kolesteatoma sejati terjadi di luar rongga telinga tengah dan berhubungan dengan membran timpani yang tampak normal. Pada anak-anak, sebuah efusi telinga tengah dapat menutupi kolesteatoma yang terletak di belakang sebuahmembran timpani utuh. Rongga mastoid yang tidak dapat diperiksa dengan jelas mungkin berisi kolesteatoma yang cukup luas. Kolesteatoma yang terletak di dasar MAE umumnya mudah untuk diidentifikasi. Penampakannya dapat berupa seperti tumor dari MAE. Kista epitel kadang-kadang ditemukan pasca operasi pada liang telinga, yang telah disebabkan oleh implantasi iatrogenik sel epitel. 6,10
Endoskopi Endoskopi dapat melengkapi diagnosis pada kasus tertentu. Dengan perforasi sentral , dapat digunakan untuk mengevaluasi tulang-tulang pendengaran. Endoskopi dengan baik melalui tuba eustachius tidak dipraktikkan secara luas dalam operasi otologic saat ini. Tetapi dapt menjadi cara yang penting untuk mendeteksi sisa kolesteatoma. Biasa juga menggunakan Hopkins teleskop intraoperatively. 6
Mikrobiologi Organisme utama yang penyebab kolesteatoma adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteus spesies , dan anaerob. Pengujian di rumah sakit THT di Bochum telah menunjukkan bahwa staphylococci koagulase-negatif dapat diidentifikasi dalam banyak kasus. Kolesteatoma memiliki koloni oleh campuran flora aerobik-anaerobik, biasanya terdiri dari dua atau tiga organisme yang berbeda. Kontaminasi oleh flora saluran telinga harus dihindari ketika apusan diambil untuk analisis bakteriologis.Studi yang dilakukan di rumah sakit Universitas Ruhr THT di Bochum melibatkan anak-anak dan orang dewasa dengan klinis dan otomicroscopic biasa telah menunjukkan bahwa varietas organisme termasuk koagulase - negatif staphylococci , corynebacteria apathogenic , Staphylococcus aureus , dan Pseudomonas aeruginosa dapat diidentifikasi. Jamur juga telah diidentifikasi dalam beberapa apusan kolesteatoma. 6
Fistula Sign Ketika kanalis semisirkularis telah terkikis oleh kolesteatoma (kanalis semisirkularis lateral lebih dari 90 % kasus), pusing dapat ditimbulkan dengan kenaikan atau penurunan tekanan dalam saluran telinga eksternal.Tanda fistula negatif tidak mengecualikan erosi kanalis semisirkularis. Pada 56 telinga yang dijelaskan oleh Kleinsasser dan Jahnke yang ditemukan memiliki fistula kanalis semisirkularis dalam operasi, hanya 61 % menunjukkan tanda fistulapositif. Sepuluh pasien ini sudah mengalami tuli sensorineural sebelum operasi. Pola lain mungkin terlihat seperti kerusakan lengkap dari kanalis semisirkularis lateralis tanpa tanda fistula dan pendengaran yang normal. Kasus-kasus ini mungkin hasil dari pengerasan dari kanalis semisirkularis. Dengan kerusakan dari dinding meatus posterior atau akibat operasi sebelumnya, tanda fistula dapat ditimbulkan dengan menekan pada lokasi fistula dalam kanalis semisirkularis dengan instrumen. 6
Audiometry Audiometri nada murni dengan ambang batas harus dilakukan, dilengkapi dengan tes garputala klasikWeber dan Rinne. Jika ada perbedaan fungsiinteraural telinga bagian dalam, terutama ketika akibat kerusakan telinga bagian dalam yang parah pada sisi yang terkena, masking dengan audiometer sering tidak cukup berpengaruh. Pengujian bunyi keras telinga yang terkena dengan headphone masking dari telinga yang berlawanan adalah tes kuncipraktisuntuk mengevaluasi kapasitas fungsional telinga dan jugaberpotensi untuk meningkatkan pendengaran. Perbaikanpendengaran yang signifikan tidak dapat dicapai jika pidato keras tidak dipahami. Dalam diskusi pra operasi dengan pasien yang memiliki komponen konduktif kecil, harus disebutkan bahwa kolesteatoma mungkin merupakan suara konduksi (" Mendengar melalui kolesteatoma") dan bahwa mungkin diperlukan untuk merusakrantai keterlibatankolesteatoma atau pertumbuhan ke dalam. 6
TERAPI Terapi antibiotik Pengobatan pilihan pada pasien kolesteatoma adalah prosedur bedah mikro pada telinga yang sakit. Antibiotik tidak menunjukkan manfaat kecuali digunakan untuk mengobati komplikasi atauperadangan pasca operasi. Jika otolaryngologist memutuskan untuk memberikan terapi antibiotik sebagai langkah awal untuk cholesteatoma sebelum operasi, harus didasarkan pada hasil sensitivitas. Bakteri anaerob ditemukan di hampir semua abses otak otogenik yang muncul dari kolesteatoma, dan Bacteroides fragilis konsisten selalu diidentifikasi. Kasus-kasus ini harus ditangani dengan kombinasi tiga agen seperti sefotaksim, flucoxacicillin, dan klindamisin (atau metronidazol). Profilaksis antibiotik perioperatif tidak rutin digunakan di Bochum, tapi di Essen digunakan secara teratur pada pasien kolesteatoma. 6
Terapi Pembedahan Gol standar untuk bedah kolesteatoma adalah mengeluarkan secara keseluruhan epitel skuamosa untuk meminimalisir resiko rekurensi. Pada kasus yang berat dan meluas, kadang dibutuhkan pengangkatan tulang pendengaran atau struktur penting yang lain. Setelah proses pengangkatan secara komplit, rekonstruksi ulang dapat dilakukan. Teknik pembedahan yang biasa digunakan yaitu open cavity dan closed cavity. Teknik ini telah digunakan secara luasdan tidak ada perbedan signifikan dari hasil pendengaran. Pada teknik closed cavity, penampilan meatus akustikus eksternus normal, mudah menyesuaikan dengan alat bantu dengar, tidak diperlukan pembersihan liang telinga rutin, resiko kolesteatoma rekuren atau persisten lebih tinggi, toleransi lebih tinggi terhadap paparan air, biasanya bertahap. Pada teknik open cavity, meatus melebar, sulit menyesuaikan dengan alat bantu dengar, membutuhkan pembersihan meatus secara rutin, resiko rendah terhadap kolesteatoma rekuren atau persisten, bermasalah dengan paparan air, dan biasanya prosedur tunggal. 11, 12, 15, 16