Anda di halaman 1dari 42

DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL...........................................................................................
..... i
HALAMAN
PENGESAHAN...............................................................................
..... ii
KATA
PENGANTAR..................................................................................
........... iii
DAFTAR
ISI.................................................................................................
......... v
BAB

I.

PENDAHULUAN.............................................................................
......1
BAB

II.

EPIDEMIOLOGI..............................................................................
......3
BAB

III.

ETIOLOGI......................................................................................
.......6
BAB

IV.

PATOFISIOLOGI.............................................................................
.......7
BAB V. MANIFESTASI
DAN
KLINIS.......................................................9
BAB

GEJALA
VI.

PEMERIKSAAN..............................................................................
.....17
BAB

VII.

DIAGNOSIS...................................................................................
......15
BAB

VIII.

DIAGNOSIS
BANDING........................................................................22
BAB

IX.

PENCEGAHAN...............................................................................
.....23
BAB

X.

PENATALAKSANAAN......................................................................
....26
BAB

XI.

PROGNOSIS..................................................................................
......37
BAB

XII.

RINGKASAN..................................................................................
......38
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................
.......39

ii

BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya, pengelihatan manusia bergantung dari anatomi


bola mata, histologi jaringan mata, dan fisiologi dari proses pengelihatan
itu sendiri. Kelainan dari anatomi bola mata manusia, contohnya saja
anoftalmi, tentu akan menyebabkan kebutaan yang permanen, sebab
secara anatomis, bola mata yang digunakan untuk melihat, tidak
terbentuk. Ataupun kelainan pada jaringan bola mata, contohnya keratitis
dengan infiltrat yang terletak tepat di jalur pengelihatan, tentunya akan
mengganggu pembentukan bayangan yang baik untuk ditangkap retina
dan diproses oleh otak manusia. Kelainan dari fungsi bola mata,
contohnya pada glaukoma dimana terjadi penekanan pada saraf optik
sehingga stimulus yang seharusnya dapat disampaikan untuk diproses di
otak menjadi terganggu bahkan sampai menyebabkan kebutaan.1,2)
Pada

kesempatan

ini,

penulis

akan

membahas

mengenai

glaukoma, salah satu kelainan mata yang dimana terdapat kelainan pada
ketiga faktor utama yang telah disebutkan diatas. Glaukoma sendiri
berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
terkesan pada pemeriksaan pupil dari penderita glaukoma.1,2) Glaukoma
merupakan kelainan dimana terjadinya peningkatan tekanan intra okuler
yang menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan pengelihatan dari
penderita glaukoma. Namun glaukoma tidak selalu membutuhkan tekanan
intra okuler yang lebih tinggi dari normalnya untuk dapat menimbulkan
gangguan pengelihatan, contohnya saja pada penderita low-tension
glaukoma, dimana tekanan intra okuler tidak mencapai batas yang patut
dicurigai glaukoma namun terjadi proses penurunan kemampuan melihat
pasien seperti pada glaukoma yang klasik.
Glaukoma sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan
proses perajalanan penyakitnya, yakni glaukoma sudut terbuka dan

glaukoma sudut tertutup. Keduanya memiliki tanda dan gejala yang


berbeda, namun dasar terapi glaukoma pada keduanya tetap sama, yaitu
menurunkan tekanan intra okuler dari bola mata. Tekanan bola mata
dipengaruhi oleh dua hal, yakni produksi dari aqueos humor dan
pengeluarannya. Penulis akan memfokuskan pembahasan referat in pada
glaukoma akut, dimana menurut patofisiologinya terjadi karena glaukoma
sudut tertutup.4)
Pada glaukoma akut, serangannya dapat terjadi secara mendadak
disertai dengan gejala yang sifatnya berat, seperti nyeri yang hebat pada
mata yang terkena, penurunan pengelihatan mendadak, hiperemia pada
mata yang terkena, pupil yang cenderung midriasis, kornea keruh,
fotofobi, terdapat halo ketika melihat ke suatu sumber cahaya. Hal-hal
tersebut terjadi secara mendadak dan dapat segera membuat penderita
menjadi buta karenanya. Oleh karena itu, pengenalan tanda dan gejala
glaukoma akut merupakan hal yang harus dimengerti dan dikenali oleh
petugas-petugas medis. Jikalau pasien datang ke fasilitas medis yang
kurang lengkap, selekasnya pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas
yang

memadai

untuk

melakukan

terapi

sedini

mungkin

untuk

meminimalisir kerusakan yang terjadi.1,2)

BAB II
EPIDEMIOLOGI

II. 1. EPIDEMIOLOGI
DI indonesia glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal
angka kebutaan yang terjadi karena glaukoma termasuk tinggi. Umumnya
pada kelainan glaukoma kronik atau glaukoma sudut terbuka, penurunan
kemampuan melihat dari pasien turun secara perlahan, sehingga sering
kali pasien tidak menyadarinya sampai kerusakan saraf yang terjadi sudah
sangat lanjut. Namun glaukoma akut atau glaukoma sudut tertutup sering
kali juga terlewatkan karena kurangnya kemampuan petugas kesehatan
dalam mengenali tanda dan gejala dari glaukoma akut. Selain itu,
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat indonesia menyebabkan pasien
menjadi lebih pasif dalam mencari bantuan medis, sehingga sebagai
seorang dokter, harus dapat menjadi seseorang yang proaktif dalam
mendeteksi dan mencegah terjadinya kebutaan karena glaukoma dengan
cara melakukan screening tekanan bola mata secara rutin.3)
Diperkirakan 50000 orang di Amerika Serikat menderita kebutaan
karena glaukoma. Prevalensi glaukoma secara acak pada orang berusia
lebih dari 40 tahun adalah 1,5%. Namun pengaruh ras juga sangat besar,
karena prevalensi glaukoma pada orang berkulit hitam berusia 45-65
tahun, 15 kali lebih besar dari orang berkulit putih.4)
Di Indonesia, glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga,
dengan prevalensi glaukoma sebesar 0,4% dan menyebabkan kebutaan
sehingga 0,16% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Ras asia memiliki
kecenderungan untuk mengalami glaukoma sudut tertutup yang lebih
besar dibandingkan dengan ras lainnya.5)
Berdasarkan umur, glaukoma akut lebih sering terjadi ketika
seseorang sudah berumur lebih dari 50 tahun dan jarang terjadi bila

usiannya dibawah 50 tahun. Ras mongolia, vietnam-amerika, jepang, dan


cina memiliki kecenderungan yang lebih besar dibandingkan dengan ras
lainnya.5)

II. 2. FAKTOR RESIKO


Sesuai dengan penyebab terjadinya glaukoma akut, dimana
terjadinya penyempitan bahkan penyumbatan dari sudut pengeluaran
aqueous humor, maka ada faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhi
prevalensi glaukoma pada ras-ras tertentu. Contohnya bila seseorang
memiliki lensa yang letaknya sangat dekat dengan iris, maka sudut antara
iris dan lensa akan semakin sempit dan mengganggu aliran keluar dari
aqueous humor dan meningkatlah tekanan intra okuler. Dapat juga terjadi
pada seseorang yang memiliki sudut iris dan kornea yang sempit,
sehingga proses pengeluaran aqueous humor juga terhambat.4)
Dapat dijabarkan beberapa faktor resiko yang dapat mendukung
terjadinya glaukoma akut, berikut adalah sebagian dari faktor-faktor yang
diketahui mempengaruhi terjadinya glaukoma akut :

Tekanan darah
Fenomena autoimun
Iris pasien yang tebal
Penuaan
Riwayat glaukoma di keluarga
Miopia berpotensi terjadinya glaukoma sudut terbuka
Hipermetropia berpotensi terjadinya glaukoma sudut tertutup

Operasi yang berkomplikasi


Selain itu, faktor-faktor berikut ini yang akan memperberat

perjalanan penyakit glaukoma, yakni :

Tekanan bola mata, dimana semakin tinggi tekanannya akan

semakin berat dampaknya


Usia yang semakin tua akan membatasi kemampuan kompensasi
fisiologis tubuh

Ras kulit hitam umumnya lebih mudah mengalami glaukoma sampai

7 kali dibandingkan ras berkulit putih


Pada pasien penderita hipertensi, juga cenderung lebih sering

mengalami glaukoma sampai 6 kali lebih sering


Pekerja las juga lebih sering terkena sampai 4 kali lebih sering

Diabetes Mellitus juga meningkatkan resiko hingga 2 kali lebih


sering

BAB III
ETIOLOGI

Pada dasarnya glaukoma merupakan sebuah keadaan dimana


tekanan

intra

okuler

meningkat

melebihi

kemampuan

kompensasi

jaringan saraf dan vaskuler di bola mata hal tersebut dapat disebabkan
oleh dua kemungkinan yaitu terjadinya peningkatan produksi aqueous
humor dan terganggunya proses pengeluaran aqueous humor. Penyebab
dari kedua hal tersebut bisa berbagai macam, namun tetap memiliki
dampak yang sama, dimana terjadinya disc cupping atau penggaungan
dari diskus optikus yang pada akhirnya menyebabkan kebutaan yang
permanen.2)
Glaukoma sendiri juga dapat dicetuskan dari penyakit atau
keadaan lain, contohnya seperti uveitis, dimana terjadi proses peradangan
dan infiltrasi leukosit pada jaringan trabekula, sehingga mengganggu
proses pengeluaran aqueous humor dan pada orang yang mengalami
katarak stadium imatur, dimana terjadi intumesensi yang menyebabkan
lensa mencembung dan menekan iris ke anterior dan mengobstruksi jalur
keluar aqueous humor ke coa ataupun menyebabkan penyempitan sudut
coa.4)
Kelainan

anatomis

juga

dapat

mempengaruhi

terbentuknya

glaukoma, seperti pada marfan syndrome, dimana terdapat dislokasi


lensa.6) Kelainan fisiologis yang dapat terjadi contohnya pada saat
keadaan membaca atau terdapatnya proses akomodasi dan pelebaran
pupil, hal ini akan menyebabkan obstruksi pada jalur sirkulasi aqueous
humor.

BAB IV
PATOFISIOLOGI

Tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi aqueous


humor oleh badan siliar dan hambatan pengeluaran aqueous humor pada
jaringan trabekula. Tekanan intraokuler berperan penting dalam terjadinya
glaukoma, karena itu pembahasan mengenai proses produksi dan
pengeluaran aqueous humor sangat penting untuk dapat mengerti
patofisiologi glaukoma akut.3,4)
Aqueous humor merupakan cairan hasil difusi dari plasma darah,
dimana ia memiliki komposisi yang hampir serupa, namun terdapat
perbedaan beberapa konsentrasi zat. Proses difusi dari sirkulasi darah ke
dalam rongga coa ini terjadi pada jonjot-jonjot siliar. Hasil difusi ini akan
terkumpul pada rongga cop yang kemudian akan melalui pupil untuk
masuk kedalam rongga coa. Aqueous humor di dalam coa kemudian
diserap kembali ke dalam peredaran darah melalui canalis schlemm dan
jaringan trabekula. Terdapat juga sirkulasi uveoscleral, dimana aqueous
humor diserap melalui pembuluh darah uvea dan sklera. 4) Umumnya pada
glaukoma sudut terbuka atau glaukoma kronik, permasalahannya terletak
pada jaringan trabekula, sedangkan pada glaukoma sudut tertutup atau
glaukoma akut, permasalahannya terletak pada teretutupnya sudut bilik
mata depan sehingga jaringan trabekula dan canalis schlemmnya
terhambat.3,4)
Glaukoma akut terjadi karena penutupan sudut yang terjadi secara
tiba-tiba sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler yang
tajam, rasa nyeri yang hebat, pengaburan visus, hiperemi konjungtiva dan
palpebra. Serangan glaukoma akut dapat terjadi pada keadaan yang gelap
atau keadaan pupil yang lebar. Umumnya terjadi secara unilateral, namun
terdapat kecenderungan untuk terjadi glaukoma pada mata yang satunya
setelah satu sampai beberapa tahun kemudian.1)
7

Pemberian obat midriatik juga dapat menyebabkan terjadinya


glaukoma akut, karena proses midriasis menyebabkan penebalan dari iris
perifer dan hal tersebut akan menutup sudut mata dan meningkatkan
tekanan intraokuler.4)

BAB V
MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS

Manifestasi

glaukoma

berbeda-beda

sesuai

jenisnya,

berikut

adalah jenis-jenis glaukoma dengan penyebab-penyebabnya :


A. Glaukoma Primer :
1. Glaukoma sudut terbuka - disebut juga glaukoma simpleks,
glaukoma simpleks menahun, Bentuk ini adalah yang paling
sering dijumpai.
2. Glaukoma sudut tertutup disebut juga glaukoma sudut sempit
a) Akut
b) Subakut atau menahun
c) Iris plateau
B. Glaukoma Kongenital :
1. Glaukoma kongenital primer, glaukoma bayi, trabekulodisgenesis
2. Glaukoma yang berkaitan dengan anomali kongenital :
a) Glaukoma berpigmen
b) Aniridia
c) Sindrom Axenfeld
d) Sindrom Sturge Weber
e) Glaukoma bayi yang terbentuknya kemudian
f)Sindrom Marfan
g) Neurofibromatosis

h) Sindrom Lowe
i)Mikrokornea atau Megalokornea
C. Glaukoma Sekunder
1. Karena Kelainan Lensa
a) Dislokasi
b) Intumesensi
c) Fakolitik
d) Sindrom Eksfoliasi
2. Karena Kelainan Uvea
a) Sinekia anterior perifer ( SAP ) ( Sudut tertutup tanpa
hambatan pupil )
b) Iridosiklitis
c) Tumor
d) Atrofi Iris esensial
3. Karena cedera
a) Perdarahan masif ke dalam bilik mata depan
b) Perdarahan masif ke dalam bilik mata belakang
c) Robekan kornea atau limbus dengan penonjolan iris ke dalam
luka
d) Pergeseran akar iris ke belakang pasca benturan
4. Pascabedah
a) Pertumbuhan epitel ke dalam bilik mata depan
b) Kegagalan restorasi bilik mata depan pasca ekstraksi katarak

10

5. Berkaitan dengan rubeosis


6. Berkaitan dengan eksoftalmus berdenyut
7. Berkaitan dengan kortikosteroid topikal
8. Penyebab-penyebab glaukoma sekunder lain yang langka
1,2,4,6)

11

Seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, etiologi


glaukoma dapat bergantung pada banyak hal, namun pada umumnya
sebabnya tidak diketahui secara pasti, terutama glaukoma primer.
Umumnya pasien dengan glaukoma primer memiliki faktor predisposisi
berupa kelainan pertumbuhan bilik mata depan ( goniodisgenesis ),
trabekulodisgenesis,

iridodisgenesis,

atau

korrneodisgenesis.

Trabekulodisgenesis merupakan kelainan dimana terdapatnya membran


yang menutupi permukaan trabekula dan bersifat persisten, dan juga
didapatkan iris yang berinsersi pada permukaan trabekula tepat pada
skleral spur atau agak lebih ke depan. Umumnya, glaukoma primer
bersifat bilateral dan tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata terbuka
ataupun tertutup.1,2)
Pada pasien yang menderita Glukoma primer atau glaukoma
simpleks kronik ( glaukoma sudut terbuka ) umumnya pasien tidak
memiliki keluhan yang akut atau tidak menyadari adanya penurunan
visus, karena pada glaukoma ini pasien tidak merasakan gejala apapun
sampai pengelihatan yang tersisa hanyalah pengelihatan sentral ( tunnel
vision ). Tanda yang dapat dilihat tentunya ada peningkatan tekanan
intraokuler yang tidak ekstrim, namun sudah cukup untuk membuat
penurunan visus yang progresif.6)
Pada glaukoma akut atau glaukoma sudut tertutup terbagi menjadi
4 fase, yakni fase prodormal, akut, absolut, dan terakhir fase degeneratif :

Glaukoma akut fase prodormal


Pengelihatan menjadi kabur, ketika melihat cahaya dapat melihat halo,
mata terasa berat. Umumnya gejala menghilang ketika pasien
beristirahat atau melihat sinar yang terang, karena miosis pupil akan
menyebabkan proses sirkulasi aqueous humor lebih mudah.
Dapat berlangsung antara 30 menit sampai dengan 2 jam.
Karena serangannya dapat menjadi reda, umumnya pasien akan
mencoba mengobati dirinya sendiri dengan analgetik dan istirahat,

12

tapi perubahan akomodasi akan tetap ada, sehingga pasien biasanya


membutuhkan kacamata dekat yang baru.
Gejala diatas dapat diperberat bergantung pada keadaan pasien,
contohnya insomnia, stress, penggunaan obat midriatik, asupan air
yang terlalu banyak.
Fase ini dapat terjadi berulang kali bila mengalami resolusi terusmenerus dengan intensitas yang semakin berat.

Glaukoma akut fase akut


Penurunan visus yang mendadak
Nyeri yang hebat dengan penjalaran yang sesuai saraf ke V
Mual, muntah
Injeksi silier dan konjungtiva yang ekstensif
Palpebra yang membengkak, kemosis
Kornea keruh
COA dangkal, terdapatnya floaters pada COA
pupil yang cenderung ke arah midriasis
TIO yang sangat tinggi ( dapat mencapai 60-70 mmHg )
Umumnya pasien akan sangat kesakitan, dan biasanya perlu
bantuan orang lain untuk dituntun ke rumah sakit
Serangan ini dapat terjadi secara mendadak dan umumnya terjadi
pada malam hari karena TIO umumnya meningkat sesuai dengan
siklus diurnal
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat penggaungan dari diskus
optikus, namun umumnya bila sedang terjadi fase akut, penilaian
sulit dilakukan karena umumnya korneanya keruh
Pigmen pada iris dapat terlepas dan menyebabkan kekeruhan pada
coa dan pada kornea

Glaukoma fase absolut


Pasien sudah menjadi buta karena kerusakan saraf yang terjadi
Mata pasien sangat keras seperti batu karenan TIO yang sangat

tinggi
Dapat terasa nyeri yang terus menerus yang dikenal sebagai

absolut dolorosa
Tanda-tanda kongesti sudah hilang
Kornea dapat jernih atau keruh bila terdapat pigmen-pigmen dari
iris
13

Pupil midriasis dan tidak responsif


Iris menjadi atrofi, kelabu, dan tipis
COA menjadi dangkal dan keruh

Funduskopi menunjukan disc cupping dan atrofi saraf

Glaukoma fase degeneratif


Visus = 0, atau buta
Dapat terjadi resorbsi badan vitreus yang menyebabkan atrofi bulbi
Degenerasi kornea
Dapat terjadi stafiloma pada skelra, dimana bila vesikel-vesikelnya
pecah

dapat

mudahnya

menimbulkan

terjadi

infeksi

ulkus

kornea

sehingga

dapat

yang

menyebabkan

berlanjut

menjadi

perforasi, iridosiklitis, endoftalmitis, panoftalmitis, yang berakhir


pada atrofi bulbi
Bisa didapatkan sinekia anterior perifer
1,2,4,6)

Untuk pasien penderita glaukoma sekunder, gejala yang timbul


bergantung pada penyakit

yang mendahului, tapi umumnya tercipta

glaukoma akut, contohnya pada uveitis, dimana terjadi infiltrasi leukosit


pada jaringan trabekular dan proses peradangan yang cenderung
mempermudah terjadinya sinekia posterior yang kemudian memperberat
tekanan intraokuler. Jadi pada glaukoma et kausa katarak, gejala yang
terjadi serupa dengan glaukoma akut, pada uveitis glaukoma terjadi
dengan gejala-gejala peradangan seperti pada uveitis.4)

14

TABEL 1. GLAUKOMA
GLAUKOMA
SUDUT
TERTUTUP

GLAUKOMA

GLAUKOMA

SIMPLEKS

INFANTIL

Serangan

Dekade ke-5

Dekade ke-6

Bayi

Bilik Mata Depan

Dangkal

Normal

Dalam sekali

Sempit

Biasanya terbuka

Ekskavasi bila

Dapat terjadi

lanjut

penggaungan

Naik bila

Variasi diurnal

diprovokasi

tinggi

Sudut Bilik Mata


Depan
Halo
Papil

Tekanan

Kelainan
kongenital
Dalam sekali

Tinggi

Medikamentosa,
Pengobatan

Dini, iridektomi

bila gagal
dilakukan operasi

Goniotomi

filtrasi
Prognosis

Bila dini, baik

Sedang-buruk

Buruk

1,2,4,6)

15

Tabel 2. STADIUM GLAUKOMA AKUT


PRODORMA
L
Visus

Menurun

Halo

Konjungtiva

Injeksi

Kornea

Normal/Kemo
tik
Silier ringan

AKUT
Sangat

ABSOLUT

DEGENERAT
IF

Kemotik

Mixed

Mixed

injection

Injection

Menurun

Agak keruh

Keruh

dengan

dengan

edema ringan

edema berat

Degenerasi

Keruh

( keratoplast
y bullosa )
Sinekia
anterior

COA

Dangkal

Dangkal

Dangkal

perifer dan
penyebaran
pigmen iris

Iris

Normal/sediki

Kelabu,

Atrofi, bulat,

t edema

edema

pucat

Atrofi

Sangat
Pupil

Sedikit

Melebar dan

melebar

lonjong

melebar dan

Sangat

umumnya

melebar dan

berwarna

hijau

hijau
TIO

Meningkat

Meningkat

Meningkat

Menurun

1,2,4,6)

16

BAB VI
PEMERIKSAAN

Pada tingkat pelayanan kesehatan mata primer pemeriksaan untuk


glaukoam

umumnya

hanya

menggunakan

senter

dan

lup.

Pada

pemeriksaan dengan senter dan lup, umumnya dapat dilihat mata merah,
bengkak, berair, dan korena suram karena edema. Bilik mata depan
dangkal dan pupil lebar, pada pemeriksaan ini juga dapat dilihat bila
glaukoma ini disebabkan karena penyakit lain, contohnya pada uveitis
ataupun katarak imatur. Umumnya glaukoma sering kali didiagnosa
sebagai radang biasa oleh tenaga medis yang belum berpengalaman.
Selain

dengan

mengukur

TIO,

terdapat

berbagai

metode

pemeriksaan yang lain untuk menentukan diagnosa glaukoma yakni,


pemeriksaan luas lapang pandang, gonioskopi, funduskopi, tonografi,
visus, tes provokasi. Namun lebih dari itu semua, tenaga kesehatan harus
jeli dalam melihat dan mengenali tanda dan gejala glaukoma akut.4)

Visus
Pemeriksaan visus pada glaukoma perlu diberikan perhatian khusus,
sebab pada penderita glaukoma kronik atau glakuoma sudut terbuka,
pengelihatan sentral pasien akan tetap baik sampai tahap lanjut baru
pengelihatan sentralnya menghilang. Fenomena dimana pengelihatan
sentral baik namun pengelihatan perifernya buruk, disbeut dengan

tunnel vision.
Tonometri
Tonometri merupakan jenis pemeriksaan yang vital dan selalu
dilakukan untuk penunjang diagnosa glaukoma sebab patofisiologi dan
derajat

dari

glaukoma

bergantung

dari

peningkatan

TIO

yang

dipengaruhi oleh sirkulasi aqueous humor. Tonometri sendiri juga


dapat dilakukan dengan berbagai alat, misalnya tonometri schiotz,
aplanasi

goldman,

air

puff,

tono-pen,

ataupun

hanya

dengan

menggunakan jari. Umumnya tekanan bola mata berkisar diantara 10


17

21 mmHg dengan rata rata 17,3 mmHg, seseorang dikatakan


beresiko memiliki glaukoma bila tekanannya lebih dari 23 mmHg dan
suspek glaukoma bila lebih dari 25 mmHg. Namun pada pasien
tertentu bisa didapatkan tekanan yang tinggi namun tidak terdapat
pengurangan luas lapang pandang ataupun penggaungan diskus
optikus, dan bisa juga tekanannya normal namun telah terjadi proses
pengurangan luas lapang pandang dan ekskavasi diskus optikus.
Schiotz
Pemeriksaan Tekanan Intra Okuler dengan tonometer schiotz
berdasarkan dengan kelenturan kornea, dimana alat tonometer
schiotz diletakan tepat diatas kornea, dan dengan beban tertentu
akan menunjukan skala tahanan dari kornea terhadap beban tadi.
Pemeriksaan ini sangat bergantung dengan ketebalan kornea
pasien,

maka

umumnya

pemeriksaan

ini

dilakukan

dengan

menggunak 2 beban yang berbeda. Prosedur dari pemeriksaan


dengan tonometer schiotz yakni dengan mempersiapkan pasien
berbaring, kemudian meneteskan pantokain 1-2% satu kali, pasien
kemudian diminta untuk terus melihat ke atas dan fokus pada satu
titik, lalu tonometer schiotz diletakan tepat dikornea pasien, lalu
pemeriksa membaca skala schiotz yang ditunjukan dan melihat

referensi nilai skala schiotz.


Tonometri digital
Pemeriksaan ini sangat bergantung pada pengalaman dari tenaga
medis yang memeriksa, sebab pada pemeriksaan ini, pemeriksa
akan menekan bola mata pasien dan merasakan tekanan yang

ditimbulkan sebagai respon tekanan jari pemeriksa.


Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dimana pemeriksa mencoba
melihat sudut dari coa pasien. Pada pemeriksaan ini pemeriksa dapat
menentukan jenis

glaukoma dan derajat dari penyakit pasien,

contohnya pemeriksa dapat melihat adanya PAS ( Peripheral Anterior


Synechiae ). Umumnya pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
menyinari mata pasien dari samping dan melihat iris pasien, bilamana
coa dengan sudut normal akan menunjukan iris secara keseluruhan
terkena sinar, sedangkan pada coa dengan sudut yang sempit hanya

18

iris bagian sumber sinar yang terkena cahaya. Selain itu pemeriksaan
ini juga dapat menggunakan prisma goniolens yang dapat digunakan
untuk melihat struktur anatomis pada sudut coa, seperti schwalbe line,

trabecular meshwork, canalis schlemm, scleral spur, dan badan siliar.


Funduskopi
Pada pemeriksaan ini, pemeriksa akan menilai tingkat ekskavasi diskus
optikus pasien dan juga keadaan retina pasien. Pada penderita
glaukoma, umumnya terjadi peningkatan cup:disc ratio yang berarti
terjadinya disc cupping atau ekskavasi diskus optikus. Pada retina
pasien penderita glaukoma juga dapat dilihat nasalisasi pembuluh
darah, perdarahan peripapiler, dan serat-serat saraf yang mengalami

atrofi
Pemeriksaan luas lapang pandang
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat kerusakan saraf
pasien, dapat dilakukan dengan perimeter goldman, campimetri,
tangent screen. Untuk pemeriksaan lapang pandang dapat digunakan
beberapa tabir seperti layar bjernum untuk visus sentral dan goldman
atau octopus untuk visus perifer. Penurunan luas lapang pandang
bergantung pada derajat kerusakan saraf pasien, dengan skotoma
relatif atau absolut yang terletak pada daerah 30 sentral sebagai
gejala paling dini. Kemudian dapat muncul blind spot dan bertambah
luasnya blind spot tersebut. Umumnya pasien tidak menyadari
menghilangnya luas visusnya karena visus sentralnya umumnya

terkena paling akhir.8)


Tonografi
Tonografi mengukur daya pengaliran aqueous humor yang dikeluarkan
mata melalui trabecular meshwork dalam satu kurun waktu tertentu.
Cara

pemeriksaanya

adalah

dengan

meletakan

tonometer

di

permukaan kornea selama 4 menit dan tekanan intraokulernya dicatat

dalam sebuah grafik.


Uji Provokasi
Untuk glaukoma sudut terbuka
o Tes minum air
Penderita diminta berpuasa dan menghentikan medikasi selama
24 jam. Kemudian diminta meminum air sebanyak 1L air dalam 5
menit. Tekanan intraokuler kemudian dikur setiap 15 menit

19

selama 1 jam 30 menit. Kenaikan lebih dari atau sama dengan 8


mmHg dianggap memiliki glaukoma
o Pressure congestion test
Pasien dipasngkan tensimeter pada lengannya dan dipompa
sampai 50-60 mmHg selama 1 menit. Setelah itu diukur tekanan
intraokulernya,

peningkatan

hingga

mmHg

dianggap

mencurigakan dan bila lebih dari 11 mmHg dianggap patologis


o Kombinasi tes minum air dan pressure congestion
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure
congestion test, kenaikan 11 mmHg dianggap mencurigakan dan
bila mencapai 39 mmHg dianggap patologis
o Tes steroid
Diteteskan larutan dexamethasone 3-4 dd gtt I selama 2 minggu.
Kenaikan 8 mmHg dianggap mempunyai glaukoma
Untuk glaukoma sudut tertutup
o Tes kamar gelap Siedel
Pada tes ini, pasien diletakan di sebuah kamar gelap, yang akan
menyebabkan mata pasien mengalami midriasis. Midriasis akan
menyebabkan blokade outflow aqueous humor sehingga tekanan
intraokuler meningkat. Pasien diminta diam di dalam ruang gelap
selama 1 jam dan dibantu untuk tidak tidur, kenaikan intraokuler
lebih dari 10 mmHg menunjukan glaukoma dan kenaikan sampai
8 mmHg mencurigakan
o Tes membaca
Tes ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk membaca
huruf kecil pada jarak dekat selama 45 menit, kenaikan 10 15
mmHg adalah patologis
o Tes midriasis
Tes ini dilakukan dengan meneteskan midriatikum pada mata
pasien untuk membuat mata pasien mengalami midiriasis.
Tekanan bola mata diukur tiap 15 menit selama 1 jam dan diikuti
dengan pemeriksaan gonioskopi. Bila tekanan bola mata naik
mencapai 8 mmHg dianggap mengalami glaukoma sudut sempit.
Namun karena resiko menimbulkan glaukoma sudut akut, tes ini
sudah ditinggalkan.
o Tes bersujud ( prone position test )

20

Pada pemeriksaan ini, pasien diminta bersujud selama 1 jam,


kenaikan TIO antara 8 10 mmHg menunjukan pasien memiliki
glaukoma sudut sempit.

21

BAB VII
DIAGNOSIS
Diagnosis dari glaukoma berdasarkan dari trias glaukoma, yakni
peningkatan TIO, penurunan luas lapang pandang, dan ekskavasi dari
diskus optikus pasien. Pada pasien dengan glaukoma kronik, umumnya
pasien datang ketika derajat penyakitnya sudah lanjut dan terlambat,
karena itu screening rutin pada orang-orang dengan faktor resiko
merupakan salah satu cara pendeteksian dini untuk glaukoma kronik.
Pada glaukoma akut, pasien dapat segera datang atau terlambat, karena
pada glaukoma akut didapatkan tanda-tanda peradangan yang nyata.
Diagnosis ditegakan bila pasien datang dengan tanda dan gejala yang
telah disebutkan di bab sebelumnya dan ketika dilakukan pemeriksaan
penunjang ditemukan tanda-tanda glaukoma.4)

22

BAB VIII
DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk glaukoma akut adalah semua penyakit


mata

dengan

tanda

peradangan

yang

nyata,

contohnya

berupa

konjungtivitis akut, iridosiklitis akut, keratitis, skleritis. Namun pada


umumnya glaukoma memiliki ciri khas yang khusus, dimana coanya
didapatkan dangkal dan TIO yang sangat meningkat dibandingkan dengan
peradangan mata lainnya.6,8)
Pada uveitis, nyeri yang dirasa tidak sehebat dengan glaukoma
akut, selain itu pupilnya cenderung mengalami miosis dibandingkan
dengan glaukoma yang umumnya mengalami midriasis. Fotofobia pada
iridosiklitis lebih hebat dibandingkan glaukoma akut, selain itu TIO
umumnya

tidak

meningkat sehebat glaukoma,

pupil

kecil,

kornea

mengkilat dan tidak terdapat edema, flare serta serbukan sel radang
terlihat di coa dan terdapat injeksi siliar dalam. Penetapan diagnosa
antara glaukoma dan iridosiklitis harus jelas, karena terapi keduanya
bertolak belakang.6)
Pada konjungtivitis akut, nyeri bisa tidak ada atau ringan dan
umumnya visus pasien tidak menurun. Terdapat sekret pada konjungtivitis
dan injeksi kongjuntiva tapi umumnya tidak terdapat injeksi silier. Pupil
normal, kornea jernih, dan TIO umumnya tidak meningkat.6)
Pada keratitis, visus penderita dapat menurun bergantung pada
jenis dan letak dari infiltratnya. Terdapat injeksi silier, pupil normal, coa
normal dan TIO juga umumnya normal.

23

Tabel 3. DIAGNOSIS BANDING GLAUKOMA AKUT


Konjungtivi

Iridosiklitis

tis akut

akut

Gatal, ngeres

Sakit

Sakit

Sakit

Fotofobi

Sakit

Ringan

Sedang

Sedang

Berat dan

sampai berat

menyebar

Serangan

Perlahan

Perlahan

Perlahan

Akut

Riwayat
penyakit

Visus

Injeksi

Normal

Konjungtiva

Menurun
atau normal

Keratitis

Dapat
menurun
atau normal

Silier

Silier

Keratik

Infiltrat /

presipitat

fluorescein +

Glaukoma
akut

Sangat
menurun
Mixed
injection

Mukoid,
Sekret

purulen,
serous,

mukopurulen
Kornea

Jernih

Suar / flare

++

+/-

Pupil

Normal

Miosis

Miosis

Midriasis

Iris

Normal

Muddy

Normal

COA

Normal

Dalam dan
keruh

Normal

Edema

Abu-abu
hijau
Dangkal dan
keruh

Dapat
TIO

Normal

menurun
atau

Normal

Sangat
meningkat

meningkat

24

Gejala
sistemik

Bisa
Pemeriksaa

didapatkan

n sekret

kuman

Uji

Antibiotik

Kultur

Mual,
muntah

Bisa
-

penyebab

Pengobatan

didapatkan
kuman

penyebab
Steroid +

Antibiotik +

sikloplegik

sikloplegik

Sensibilitas

Miotikum,
CAI,
pembedahan
Tonometri

1,2,4,6)

25

BAB IX
PENCEGAHAN

Pada umumnya glaukoma dapat terjadi secara tiba-tiba bergantung


dari faktor-faktor resiko yang dimiliki pasien, yang dapat dilakukan adalah
peningkatan pengetahuan mengenai glaukoma dan melakukan screening
rutin untuk orang-orang dengan faktor resiko. Selain dari kesigapan
tenaga medis, dapat juga dilakukan iridektomi untuk mempermudah
aliran aqueous humor dari cop ke coa.1,2,4,6)
Saran-saran pencegahan yang dapat diberikan berupa nasihat,
seperti pasien diminta untuk menjaga emosi, karena emosi dapat
menimbulkan serangan akut, membaca dekat dapat menyebabkan
serangan akut, pengunaan obat simpatomimetik yang tidak diawasi juga
dapat menyebabkan glaukoma, dan berbagai aktivitas yang membebani
mata seperti menonton tv dan banyak membaca.1,2)

26

BAB X
PENATALAKSANAAN
Pada

dasarnya

pengobatan

untuk

glaukoma

akut

adalah

pembedahan, namun untuk persiapan pembedahan harus menurunkan


tekanan intraokuler terlebih dahulu sebelum dilakukan prosedur, terapi
yang

diberikan

juga

memiliki

perbedaan

pada

tingkat

pelayanan

kesehatan yang berbeda, yakni :


PELAYANAN KESEHATAN MATA PRIMER ( PEC )
Pertolongan pertama adalah menurunkan TIO secepatnya dengan
memberikan serentak obat-obatan yang terdiri dari :
o Asetazolamide HCl 500 mg dilanjutkan 4 x 250 mg/hari
o KCl 0,5 gr 3 x sehari
o Timolol 0,5% 2 x 1 tetes sehari
o Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4 6 x 1
tetes sehari
o Terapi simptomatik
Rujuk segera ke dokter spesialis mata atau pelayanan tingkat
sekunder

dan

tersier

setelah

diberikan

pertolongan

pertama

tersebut
PELAYANAN KESAHATAN MATA SEKUNDER ( SEC )
1. Glaukoma akut sudut tertutup primer
Penatalaksanaannya dapat dibagi dalam 4 tujuan, yakni :
i. Segera menghentikan serangan akut dengan obat-obatan
ii.

( medikamentosa inisial )
Melakukan iridektomi perifer pada mata yang mengalami

iii.
iv.

serangan sebagai terapi definitif ( tindakan bedah inisial )


Melindungi mata sebelahnya dari kemungkinan serangan akut
Menangani sequelae jangka panjang akibat serangan serta

jenis tindakan yang dilakukan


Ad 1. Medikamentosa inisial
Terapi medikamentosa segera
Penderita segera diberikan kombinasi obat-obatan :
o Pilokarpin 2% 1 tetes tiap - 1 jam pada mata yang
mengalami serangan dan 3 x 1 tetes pada mata sebelahnya
o Timolol 0,5% 2 x 1 tetes per hari
o Kombinasi kortikosteroid dan antibiotik 6 x 1 tetes / hari
27

o Asetazolamide 500 mg diikuti 4 x 250 mg, KCl 3 x 0,5 gr / hari


o Obat hiperosmotik dapat diberikan bila penderita dirawat,
berupa gliserin 50% 3 x 100 150 cc ( sesuai dengan berat

Ad 2.

Ad 3.

badan ) oral / hari


o Obat-obat simpatomatik
Tindakan bedah inisial
Setelah 24 jam pemberian medikamentosa
Iridektomi perifer pada mata yang bersangkutan
Terapi medikamentosa pada mata sebelahnya ( Fellow eye )
Terapi pilokarpin 1 2% 1 tetes / hari sampai iridektomi pencegahan

dilakukan
Ad 4. Glauoma residual
Dapat diberikan terapi medikamentosa dan bila TIO tetap belum
normal maka dilakukan trabekulotomi
2. Glaukoma akut sekunder
Pengobatan glaukoma akut sekunder adalah segera menurunkan
TIO dan mengobati penyakit penyebabnya atau mekanismenya baik
dengan terapi medikamentosa atau terapi bedah.
PELAYANAN KESEHATAN MATA TERSIER ( TEC )
1. Glaukoma akut sudut tertutup primer
Penanganannya mirip dengan penanganan di fasilitas sekunder
i. Medikamentosa inisial
ii.
Tindakan bedah inisial
iii.
Tindakan iridektomi perifer dapat dilakukan dengan bedah
insisional atau laser argon-YAG atau diode. Tindakan tersebut
dapat didahului dengan gonioplasti/iridoplasti
iv.
Terapi bedah trabekulotomi, bila iridektomi perifer tidak efektif
2. Glaukoma akut sekunder
Penanganannya mirip dengan penanganan pada fasilitias
sekunder

Sebelum

diputuskan

diupayakan

menurunkan

semaksimal

mungkin.

berlanjutnya

untuk

melakukan

pembedahan,

tekanan

intraokuler

dengan

Tujuan

gangguan

pengobatan

pengelihatan

adalah

atau

harus

obat-obatan

untuk

mencegah

lapangan

pandang

pengelihatan yang telah hilang pada glaukoma tidak akan dapat menjadi
normal kembali. Tekanan yang direndahkan tidak berarti memperbaik
pengelihatan, akan tetapi bertujuan mempertahankan sisa pengelihatan

28

agar kebutaan tidak terjadi. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah


osmotik, miotik, dan asetazolamide.

1,2,4,6)

Pengobatan glaukoma akut harus segera berupa pengobatan topikal


dan sistemik. Tujian pengobatan pada serangan glaukoma akut ialah
merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan bola
mata normal dan mata tenang dilakukan pembedahan. 1,2,4,6)
Agen hiperosmotik, misalnya urea, manitol, dan gliserin digunakan
untuk

menurunkan

tekanan

intraokuler

dengan

membuat

plasma

hipertonis terhadap cairan mata. Obat-obatan ini biasanya digunakan


pada penatalaksanaan glaukoma ( sudut tertutup ) akut, dan kadangkadang pada pra- dan pasca bedah apabila tekanan intraokuler harus
diturunkan. Gliserin ( gilserol ) yang diberikan secara oral, 1 ml/kg BB
dalam larutan 50% dicampur dengan air jeruk dingin, hampir selalu dapat
mengatasi serangan akut karena plasma darah menjadi hipertonis dan
manarik cairan dari mata. Bila pengobatan dengan gliserin tidak berhasil
atau bila penderita mual, bisa diberikan manitol hipertonis ( 20% )
intravena 1,5 3 gr/kg BB yang mungkin efektif, hati-hati kelainan ginjal.
1,2,4,6)

Miotik berguna untuk mengalirkan cairan mata keluar bola mata,


contohnya pilokarpin, karbakol, phospholine iodide. Pilokarpin 2% 2 tetes
tiap 15 menit selama beberapa jam, akan menciutkan pupil dan menarik
iris dari trabekel, sehingga memungkinan cairan mata mengalir keluar lagi
( kecuali jika telah terjadi perlekatan menetap ). Karbakol mempunyai efek
yang sama dengan pilokarpin dan dipergunakan bila toleransi terhadap
pilokarpin berkurang. Karbakol memiliki efek yang lebih lama dibanding
pilokarpin. Namun pemberian miotika juga dapat menimbulkan efek
samping bagi penderita. Miotika memberikan keluhan sakit periorbita,
sakit di daerah dahi, dan dalam mata, yang hilang setelah beberapa hari.
Penglihatan kabur disertai rabun jauh. Akibat miotika mengecilkan pupil
dan terjadi gangguan melihat di tempat gelap sehingga pasien sering
mengeluhkan pengelihatan redup terutama di malam hari. Miotika dapat
memberikan keluhan hidung tersumbat, berkeringat, ngiler, dan keluhan
29

gastrointestinal. Jarang terjadi ablasi retina, kecuali pada miopia. Ocusert


yang merupakan membran pilokarpin yang ditaruh dibawah konjungtiva
dan diganti setiap 5 hari kurang memberikan gejala pengelihatan kabur.
Pilokarpin

gel

yang

dipakai

waktu

tidur

kurang

mempunyai

efek

mengecilkan pupil. Efek samping pilokarpin pada mata adalah rasa pedas,
iritasi lokal, dan sakit pada mata. 1,2,4,6)
Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk
mencegah serangan. Perawatan pada mata yang tidak menunjukan gejala
dilakukan dengan miotik bila mata sebelahnya masih dalam serangan
akut. Iridektomi dipertimbangkan bila mata yang mendapat serangan
sudah tidak terancam lagi. 1,2,4,6)
Bila penderita merasa mual, bisa diberikan asetazolamide ( diamox )
500 mg IV yang disusul dengan 250 mg tablet setiap 4 jam sesudah
keluhan

mual

hilang.

Asetazolamide

termasuk

dalam

golongan

penghambat anhidrase karbonik. Efek penghambat anhidrase karbonik di


dalam badan siliar adalah mengurangi sekresi cairan mata. Penggunaan
CAI oral terutama berkhasiat dalam menurunkan tekanan intraokuler pada
kasus kasus glaukoma sudut terbuka selektif dan dapat dipergunakan
pada glaukoma sudut tertutup dengan beberapa efek. CAI memberikan
efek samping diuresis dan rasa kesemutan pada ujung jari kaki dan
tangan yang hilang dalam beberapa hari. Kulit gatal, merah, dan
dermatitis eksfoliatif. Dapat terbentuk batu ginjal dan anemia aplastik.
Hilang kalium akibat pemakaian bersama digitalis, steroid, atau diuretik
klortiazid. Depresi, lelah, letargi dapat terjadi tanpa disadari. Dapat pula
terjadi keluhan gastrointestinal, diare, asidosis, pernapasan pendek,
impotensi, dan berat badan menurun. 1,2,4,6)
Anestesi retrobulbar xylocaine 2% dapat mengurangi produksi
aqueous humor selain mengurangi rasa sakit. Rasa sakit yang sangat
dapat dikurangi dengan pemberian morfin 50 mg subkutis. Biasanya
dengan pengobatan ini tekanan bola mata turun sesudah 30 menit atau
bebrapa jam kemudian. 1,2,6)

30

Dapat diberikan pula tetes mata kortikosteroid dan antibiotik untuk


mengurangi reaksi inflamasi. Dan bila perlu diberikan analgesik dan
antiemetik.

10)

Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi TIO


dan keadaan matanya. Bila TIO tidak turun, lakukan operasi segera.
Sebelumnya diberikan infus manitol 20%, 300-500 ml, 60 tetes/menit. Bila
jelas menurun, operasi ditunda sampai mata lebih tenang dengan tetap
memantau

TIO.

berdasarkan

Jenis

hasil

operasi,

pemeriksaan

iridektomi,

atau

gonioskopi

filtrasi

setelah

ditentukan
pengobatan

medikamentosa. Sebagai pencegahan dilakukan juga iridektomi perifer


pada mata sebelahnya.

10)

Serangan glaukoma akut biasanya terjadi unilateral. Nasib mata


sebelahnya yang masih sehat menurut beberapa laporan terdapat resiko
60% terjadinya glaukoma akut dalam 5 tahun mendatang. Ini merupakan
alasan untuk melakukan iridektomi perifer preventif. 1,2,4,6)
Harus dicari penyebabnya pada bentuk sekunder dan diobati sesuai
penyebabnya.

Dilakukan

operasi

hanya

bila

perlu

dan

jenisnya

bergantung penyebab. Misalnya pada hifema dilakukan parasentesis,


pada kelainan lensa dilakukan ekstraksi lensa, pada uveitis dilakukan
iridektomi atau operasi filtrasi.

10)

Meskipun tindakan pembedahan dapat ditunda beberapa jam untuk


memberi

kesempatan

kepada

kornea

agar

menjernih,

namun

pembedahan tetap diperlukan, baik tekanan sudah bisa diturunkan


maupun belum. Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata
dengan glaukoma sudut sempit karena srangan akan berulang lagi pada
suatu saat. Tindakan pembedahan dilakukan pada saat TIO sudah
terkontrol, mata tenang, persiapan pembedahan sudah cukup. Pada
kesempatan ini, penulis akan membahas terlebih dahulu tentang bedah
laser pada glaukoma. Bedah laser dilakukan pada berbagai jenis glaukoma
dan dapat dilakukan sebagai tambahan pengobatan medis. Susunan mata
yang terdiri atas kornea yang jernih akan mengakibatkan mudahnya sinar

31

laser diarahkan pada jaringan yang akan diperbaiki di dalam mata. Bedah
laser dapat memberikan hasil cepat, sederhana, yang biasanya tidak
sakit. Beberapa pendapat terakhir pada glaukoma pengobatan dini dapat
dimulai dengan bedah laser ini. Pada kasus tertentu, bedah laser tidak
dipertimbangkan karena bila pengelihatan menurun dengan cepat dan
pengobatan

laser

gagal

menurunkan

tekanan

pembedahan adalah cara yang terbaik untuk pasien.

bola

mata

maka

5)

Bedah laser untuk glukoma sudut tertutup adalah iridotomi laser.


Pada glaukoma sudut tertutup terdapat hambatan relatif pengaliran keluar
cairan dari bilik mata belakang melalui pupil ke bilik mata depan.
Iridotomi merupakan suatu tindakan bedah glaukoma yang paling sering
dilakukan pada glaukoma. Tindakan laser dilakukan untuk mendapatkan
lubang pada bagian iris yang berwarna. Pada keadaan ini dibuat sebuah
lubang kecil pada selaput iris perifer. Iridektomi laser adalah prosedur
yang terbaik dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada glaukoma
sudut tertutup secara rutin tidak dipakai obat tetes mata kecuali bila
tekanan tinggi. Pada keadaan akan kemungkinan terjadinya glaukoma
sudut tertutup maka dilakukan iridotomi perifer.
Beberapa

pendapat

terakhir

5)

menyatakan

bahwa

pengobatan

dengan laser merupakan pilhan alternatif yang efektif dibandingkan


dengan pemberian medikamentosa sebagai pengobatan dini glaukoma.
Tidak ada satupun dari laser atau obat yang merupakan pengobatan
ampuh

untuk

glaukoma.

Efek

samping

pengobatan

laser

setelah

bertahun-tahun tidaklah nyata, berlainan dengan pemakaian obat pada


glaukoma akan memberikan efek samping yang mengganggu.
Beberapa

penderita

glaukoma

tidak

dapat

5)

diatasi

dengan

pengobatan tetes mata, tablet, dan laser untuk menurunkan tekanan bola
mata.

Keadaan

ini

dapat

ditolong

dengan

tindakan

bedah

untuk

menurunkan tekanan bola mata. Tujuan pembedahan pada glaukoma


adalah membuat filtrasi jalan keluar air mata. Pemilihan jenis operasi yang
baik untuk setiap pasien bergantung pada banyak faktor seperti tipe dan
beratnya glaukoma yang diderita pasien. Setiap tindakan bedah, maka
32

operasi glaukoma dapat saja membverikan penyulit atau komplikasi,


misalnya infeksi, perdarahan, perubahan tekanan bola mata yang tidak
diharapkan., dan bahkan hilangnya pengelihatan. 1,2,6)
Pembedahan

pada

glaukoma

terdiri

dari

iridektomi

perifer,

siklodestruksi, dan bedah filtrasi. Yang termasuk bedah filtrasi pada


glaukoma adalah iridenkleisis, transfiksi, trepanasi elliot, sklerotomi,
trabekulotomi. Bedah filtrasi dilakukan pada glaukoma sudut tertutup atau
pada

glaukoma

sudut

terbuka

yang

tidak

taat

pada

pengobatan

medikamentosanya. 1,2,6)
Iridektomi perifer dilakukan pada glaukoma akut fase prodormal,
juga pada stadium akut yang baru terjadi sehari ( glaukoma kongestif akut
dini ) jadi belum ada sinekia anterior perifer. Juga dilakukan pada mata
sebelahnya

sebagai

tindakan

pencegahan.

Bila

pada

satu

mata

didapatkan glukoma absolut, pada mata sehatnya dilakukan iridektomi


perifer sebagai tindakan pencegahan. Pada umumnya dipakai sebagai
pegangan, hasil dari tonografi tonometri. Bila tekanan dibawah 21 mmHg
dengan hasil tonografi C = 0.13 atau lebih, maka dilakukan iridektomi
perifer. Prinsip iridektomi perifer adalah dibuat lubang di bagian perifer
iris. Maksudnya adalah untuk menghindari hambatan pupil. Iridektomi
perifer ini biasanya dibuat di sisi temporal atas. Pada tindakan ini dibuat
insisi kornea pada bagian perifer. Pada tempat insisi kornea ini iris
dipegang dengan pinset lalu ditarik keluar. Iris yang keluar digunting. Pada
iris akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan bilik mata dari cop ke
coa. Ada pula yang melaukan iridektomi setelah dibuat flap konjungtiva
dan sayatan korneoskleral. 1,2,6)
Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi
( pengeluaran ) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata
sehingga TIO meningkat. Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma
akut sudah berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium
glaukoma kongestif kronik. 1,2,6)

33

Iridenkleisis

merupakan

iridektomi

totalis

disertai

dengan

pembuatan lubang pada sklera. Pada operasi iridenkleisis dibuat flap


konjungtiva kemudian dilakukan sayatan kornea di jam 12, melalui luka ini
iris dijepit dan ditarik keluar, lalu dipotong dan dijepit di luka kornea.
Konjungtiva kemudian dijahit kembali. Cairan bilik mata berjalan dari COA
melalui luka iridenkleisis, masuk ke subkonjungtiva. Pada mata tampak
koloboma pada iris dan pupil tampak sebagai lubang kunci yang terbalik,
dapat

menimbulkan

astigmatisme,

sehingga

dapat

menimbulkan

penurunan visus. Juga katarak dipercepat terjadinya kurang lebih 2 3


tahun. Kalau tensi baik setelah 6 bulan, maka akan terus membaik.

8)

Transfiksi dilakukan pada glaukoma akibat terdapatnya iris bomb


yang disebabkan oleh seklusio pupil. Tindakan yang dilakukan adalah
dengan memakai pisau transfiksi ditembus bagian-bagian iris yang
bomb. Pada keadaan ini maka akan terbuka pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan.

1)

Pada operasi trepanasi elliot dibuat sebuah lubang kecil berukuran


1.5 mm di daerah korneo-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva
dengan tujuan agar aqueous humor mengalir langsung dari bilik mata
depan ke ruang subkonjungtiva.

3)

Pada operasi sklerotomi scheie diharapkan terjadi pengaliran


langsung cairan bilik mata depan ke bawah konjuntiva. Tindakan yang
dilakukan adalah membuat flap konjungtiva di limbus atas, dan membuat
insisi ke dalam bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap
terbuka, maka scheie melakukan kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian
flap konjungtiva ini ditutup. Pada akhir operasi maka akan terjadi filtrasi
cairan ke bawah konjungtiva.
Trabekulotomi

1)

merupakan

tindakan

pembedahan

dimana

trabekulum diangkat sehingga cairan bilik mata depan mengalir langsung


ke dalam kanal schlemm. Pada pembedahan ini dibuat flap konjungtiva di
bagian atas dan dibuat flap sklera sebesar 4x4 mm dengan dasar di
bagian kornea atau sentral. Sejajar dengan keduat tepi kanal schlemm

34

dibuat sayatan 2 mm sehinggal canal schlemm terangkat sepanjang 2


mm. flap sklera dijahit kembali dan demikian pula flap konjungtiva.
Mungkin akibat tindakan ini terjadi pengeluaran cairan bilik mata depan
melalui kanal schlemm langsung, filtrasi pada sklera, merembesa ke bawa
konjungtiva ataupun mengalir melalui suprakoroid akibat terjadinya
siklodialisis akibat manipulasi operasi. 1,2,6)
Pada siklodialisis diharapkan cairan bilik mata depan masuk ke
dalam suprakoroid dan cairan ini diserap oleh jaringan suprakoroid.
Tindakan yang dilakukan ialah dengan membuat flap konjungtiva terlebih
dahulu dan kemudian dilakukan insisi 5 mm dari limbus sehingga terlihat
jaringan koroid. Ke daerah suprakoroid ini

dimasukan spatula yang

berjalan menuju bilik mata depan dan dilepaskan jaringan badan siliar
dengan sklera diatasnya. Akibat tindakan ini cairan bilik mata akan masuk
langsung ke dalam suprakoroid dan diserap pembuluh episklera.

5)

Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan penolong
pengaliran ( implant surgery ). Pada keadaan tertentu tidak mungkin
untuk membuat filtrasi secara umum sehingga perlu dibuatkan saluran
buatan ( artificial ) yang ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan
mata

keluar.

Beberapa

ahli

berusaha

membuat

mempercepat keluarnya cairan dari bilik mata depan.

alat

yang

dapat

5)

Telah dibicarakan upaya mengalirkan cairan bola mata yang


berlebihan dengan melakukan tindakan bedah filtrasi. Tindakan lain
adalah mengurangi produksi cairan mata oleh badan siliar yang masuk ke
dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan air mata ini dikeluarkan
terutama oleh pembuluh darah di bagian siliar dalam bola mata. Pada
siklodestruksi dilakukan pengerusakan sebagian badan siliar sehingga
produksi cairan mata berkurang.

5)

Pembedahan alternatif yang dapat dilakukan pada glaukoma sudut


tertutup adalah trabekuloplasti laser. Trabekuloplasti laser dilakukan
dengan membakar daerah anyaman trabekulum yang akan mempercepat
pengaliran cairan mata keluar. Tindakan ini dilakukan dengan berobat

35

jalan dimana tindakan laser memakan waktu tidak lebih dari 1 jam, tanpa
memberikan rasa sakit.

5)

Pasca bedah pasien harus memakai penutup mata dan mata yang
dibedah tidak boleh terkena air. Untuk sementara pasien pasca bedah
glaukoma dilarang bekerja berat. Tindakan operatif dilakukan bila TIO
yang tinggi sudah dapat ditenangkan. Bila operasi dilakukan ketika TIO
masih tinggi dapat menyebabkan glaukoma maligna, di samping adanya
kemungkianan prolaps dari isi bulbus okuli dan pendarahan. Segera
setelah operasi, TIO menjadi sangat tinggi , lensa, iris, dan pupil terdorong
ke depan, sehingga aquous humor terkumpul di bilik mata belakang dan
badan kaca. Penutupan pupil dan sudut bilik mata depan membuat
keadaan menjadi bertambah buruk lagi. Prognosis untuk pengelihatannya
buruk. 1,2,6)

36

BAB XI
PROGNOSIS

Glaukoma akut adalah sebuah penyakit yang dapat menimbulkan


kebutaann bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bila pasien dapat
diberikan penanganan yang tepat maka prognosisnya baik. Bila terjadi
kelalaian dalam pemberian terapai untuk penderita glaukoma akut, besar
kemungkinan terjadinya kebutaan, bila tidak, bisa terjadi glaucom flecken,
sinekia, dan yang berujung pada kerusakan permanen organ mata.

37

BAB XII
KESIMPULAN

Glaukoma akut merupakan penyakit yang tergolong darurat dengan


potensi menurunnya angka kualitas hidup. Glaukoma akut juga sering kali
terlewati oleh ketidakcakapan tenaga medis yang memeriksa dan
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ini. Pada ras asia
jenis yang terjadi adalah glaukoma sudut tertutup atau yang akut. Selain
itu pada orang-orang dengan faktor predisposisi anatomis juga lebih
mudah mengalami glaukoma.
Glaukoma merupakan penyakit dengan trias yang khas, yakni
peningkatan TIO, penurunan lapangan pandang, dan ekskavasi dari diskus
optikus. Patofisiologi dasarnya adalah terjadinya peningkatan produksi
aqueous humor atau pengurangan proses pengeluarannya dari COA.
Berdasarkan besar sudutnya dibagi menjadi dua, yakni sudut terbuka
yang bersifat kronis dan sudut tertutup yang bersifat akut.
Glaukoma akut dibagi menjadi 4 tahap, yakni fase prodormal, akut,
absolut, dan degenratif. Masing-masing memiliki gejala yang berbeda.
Tanda dan gejala dari glaukoma akut berupa visus turun mendadak,
mata merah, pupil yang cenderung midriasis dan berbentuk lonjong, nyeri
kepala yang hebat, mual muntah, kornea dan COA yang keruh, ekskavasi
diskus

optikus,

penurunan

luas

lapangan

pandang

pasien.

Terapi

terpenting berupa tindakan pembedahan dengan medikamentosa untuk


menurunkan TIOnya terlebih dahulu. Obat-obatan yang dapat dipakai
berupa parasimpatomimetik seperti pilocarpine, antagonis protaglandin
seperti latanoprost, CAI seperti asetazolamide, hiperosmotik seperti
gliserin 50%.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Mata Merah Dengan Visus Menurun. Penuntun Ilmu Penyakit


Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005; 6 : 91 4
2. Ilyas S. Mata Merah Dengan Pengelihatan Turun Mendadak. Ilmu
Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2005; 6 : 167 8
3. Ilyas S, Maliangkay H, Taim HGB, Saman RR, Simarmata M, Widodo
PS. Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan
Mahasiswa Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto ; 2002 ; 15 : 239 62
4. Vaughan DG, Asbury T. Glaucoma. General Ophtalmology 17th
Edition. Connecticut : Appleton Lange ; 2008 ; 11 : 212 27
5. Ilyas S. Kerusakan Saraf Mata Akibat Glaukoma. Glaukoma Tekanan
Bola Mata Tinggi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto ; 2007 ; 7 : 1922
6. Wijana N. Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keenam. Jakarta :
Sagung Seto ; 1993 ; 12 : 167 87
7. Ilyas S. Glaukoma Akut. Kedaruratan Dalam Mata. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2000 ; 2 : 97
100
8. Ilyas S. Glaukoma. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2006 : 179-223
9. Gondhowiardjo TD, Simanjutntak GWS. Glaukoma Akut. Panduan
Manajemen Klinis Perdami. Jakarta : CV ONDO ; 2006 ; 7 : 36 40

39

10.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani Wi, Setiowulan W.

Ilmu Penyakit Mata. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2000 ; 2 : 5960

40

Anda mungkin juga menyukai