Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIKAN KRITIS DALAM PRESPEKTIF ISLAM MASA KINI

1. Dalam perspektif kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap
sistem dan ideologi yang dominant yang tengah berlaku dimasyarakat, serta menantang
sistem tersebut untuk memikirkan sistem alternatif kearah transformasi sosial menuju
suatu masyarakat yang adil. Tugas ini dimanifestasikan dalam bentuk kemampuan
menciptakan ruang agar muncul sikap kritis terhadap sistem dan sruktur ketidak adilan
sosial, serta melakukan dekonstruksi terhadap diskursus yang dominan dan tidak adil
menuju sistem sosial yang lebih adil. Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa netral,
obyektif maupun detachmen dari kondisi masyarakat. Visi kritis pendidikan terhadap
sistem yang dominan sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil dan yang tertindas untuk
mencipta sistem sosial baru dan lebih adil menjadi agenda pendidikan. Pendidikan harus
mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan
kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah
memanusiakan kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan
struktur yang tidak adil. Paham pendidikan kritis ini cocok dengan paradigma
transformatif. Penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam perpektif ini juga menjadi
arena kritik ideologi. Proses belajar dalam bentuk pelatihan bagi para buruh misalnya,
peserta pelatihan, perlu ditantang untuk memahami proses eksploitasi yang mereka alami,
serta memikirkan proses pembebasan dari alienasi dan eksploitasi buruh, disamping
penekanan pada teori motivasi kerja demi efisiensi yang hanya menguntungkan
akumulasi kapital tersebut. Demikian halnya dalam kontek pelatihan pertanian misalnya,
para petani saat ini sering diarahkan hanya untuk memenuhi ambisi produktivitas dan
efisiensi sebagai implikasi dari pendukung pertanian dari pandangan dominan Revolusi
Hijau dan rekayasa genetika, namun jarang difasilitasi untuk mempertanyakan relasi
kekuasaan dan bencana bagi para petani dari suatu teknik pertanian. Dalam kontek itulah
pilihan paradigma pendidikan dan proses belajar memainkan peran strategis untuk proses
perubahan dan transformasi sosial.
Bagi penganut mazhab Freirean, hakekat pendidikan ataupun pelatihan adalah demi
membangkitkan kesadaran kritis. Perlu diingatkan bahwa Freire (1970) membagi ideologi
pendidikan dalam tiga kerangka yang didasarkan pada kesadaran idologi masyarakat.
Tema pokok gagasan Freire pada dasarnya mengacu pada pada suatu landasan bahwa
pendidikan adalah proses memanusiakan manusia kembali. Gagasan ini berangkat dari
suatu analisis bahwa sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya, membuat
masyarakat mengalami proses demumanisasi. Pendidikan sebagai bagian dari sistem
masyarakat justru menjadi pelanggeng proses dehumanisasi tersebut. Secara lebih rinci
Freire menjelaskan proses dehumanisasi tersebut dengan menganalisis tentang kesadaran
atau pandangan hidup masyarakat terhadap diri mereka sendiri. Freire menggolongan
kesadaran manusia menjadi: kesadaran magis (magical consciousness), kesadaran naif
(naival consciousness) dan kesadaran kritis (critical consciousness). Justru perhatian dan
focus utama buku ini adalah mengupas tentang bagaimana membangkitkan kesadaran
kritis dilaksanakan dengan metode dan teknik yang emansipatoris kritis pula.
Analisis: Dari proses pendidikan kritis di atas saya dapat menganalisis bahwa pendidikan
kritis yaitu memanusiakan manusia yakni memberikan pendidikan tehadap masyarakat
yang tertindas agar mereka mendapat pendidikan yang layak dan tidak mengalami
dehumaisasi.
SUMBER: http://moderat-reformis.blogspot.com/2011/05/pendidikan-populer-
membangun-kesadaran.htm

2. Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah mazhab pendidikan yang meyakini adanya
muatan politik dalam semua aktivitas pendidikan. Henry Giroux menyebut mazhab ini
dengan pendidikan radikal (radical education), sedangkan Paula Allman menyebutnya
dengan pendidikan pendidikan revolusioner (revolutionary pedagogy). Mazhab ini tidak
merepresentasikan satu gagasan yang tunggal dan homogen. Namun, para pendukung
mazhab ini disatukan dalam satu tujuan yang sama, yaitu memberdayakan kaum tertindas
dan mentransformasi ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat melalui media
pendidikan (Peter McLaren,1998).
Dalam pendidikan kritis, guru tidak dianggap sebagai pusat segalanya. Ia bukan satu-
satunya sumber pemilik otoritas kebenaran dan pengetahuan. Dia bukan pemilik tunggal
kelas. Hubungan guru-murid bukanlah bersifat vertikal seperti yang terjadi di pabrik yang
mengindikasikan atasan-bawahan atau manajer-buruh, tapi bersifat horizontal dan
egalitarian. Guru dan murid adalah sama-sama learner, subyek yang belajar bersama.
Isi atau materi pelajaran dalam pendidikan kritis tidaklah semata-mata hak prerogatif
guru, kepala sekolah atau para ahli tanpa melibatkan peserta didik. Pendekatan bottom up
lebih dipilih dalam mengkontruksi isi pembelajaran atau kurikulum dengan menjadikan
kehidupan peserta didik sebagai titik pijak atau entry point.
Proses pembelajaran dalam pendidikan kritis lebih menekankan pada how to think
daripada what to think. Penekanan pada aspek what to think atau materi pelajaran itu
penting, tapi proses atau metodologi untuk mendekati materi itu lebih penting. Proses
dialog akan menghasilkan apa yang disebut Freire dengan conscientization, yaitu proses
perkembangannya kesadaran. Pendidikan kritis menganggap bahwa tujuan pendidikan itu
sebenarnya adalah untuk meningkatkan kesadaran peserta didik, dari kesadaran magis
dan naif, menuju kesadaran kritis.
Untuk mendukung peningkatan kesadaran, ada tiga tahapan dasar dalam pendidikan kritis
yang selalu diajarkan di kelas (Taylor, 1983). Tiga tahapan ini merupakan derivasi dari
filsafat praksis. Tahap pertama adalah naming, yaitu tahap menanyakan sesuatu: what is
the problem? Tahap ini merupakan latihan untuk mempertanyakan sesuatu, baik itu yang
berkaitan dengan teks, realitas sosial ataupun sturktur ekonomi-politik. Kedua
refrecting, yaitu dengan mengajukan pertanyaan mendasar untuk mencari akar persoalan:
why is it happening? Bagaimana kita menjelaskan ini? Tahapan ini dimaksudkan agar
murid dibiasakan untuk tidak berpikir simplistik, tapi berpikir kritis dan reflektif. Ketiga
acting, yaitu proses pencarian alternatif untuk memecahkan persoalan: what can be done
to change the situation? Ini merupakan tahapan praksis. Refleksi dan aksi merupakan dua
sisi dari satu koin yang sama dalam critical pedagogy.
Filsafat dasar pendidikan kritis didasarkan pada beberapa asumsi berikut ini:
1. Manusia diyakini punya kapasitas untuk berkembang dan berubah, karena punya
potensi untuk belajar, dan dibekali dengan kapasitas berpikir dan self-reflection.
2. Manusia, sebagai makhluk yang tidak sempurna, punya panggilan ontologis dan
historis untuk mejadi manusia yang lebih sempuna
3. Manusia, dalam bahasa Colin Lankshear adalah makhluk praksis yang hidup secara
otentik hanya ketika terlibat dalam transformasi dunia.
ANALISIS:Pendidikan kritis di atas yakni guru bukan semata-mata yang dominan
Karena guru sama dengan murid itu sendri, pendidikan kritis tujuannya memberi
pengetahuan dan memberikan kesadaran agarberfikir kritis agar mereka dapat berpikir ke
arah yang lebih baik serta mereka dapat memahami pentingnya pendidikan bagi
kehdupan.
SUMBER: http://sanaky.staff.uii.ac.id/2012/07/16/khoirunisa-khanifah-mazhab-
pendidikan-kritis/

3. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah kurikulum 2013, sebagaimana yang
dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 bertujuan membangun
landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; sehat, mandiri, dan percaya diri; dan toleran,
peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. (Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar
SD-SMP-SMA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Hal ini berbeda dengan tujuan pendidikan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah, Mutawasithah
dan Tsanawiyah atau SD-SMP-SMU) dalam Negara Khilafah adalah:
Pertama, Membentuk Generasi Berkepribadian Islam. Yaitu membentuk pola tingkah
laku anak didik yang berdasarkan pada akidah Islam, senantiasa tingkah lakunya
mengikuti Al Quran. Dan seorang muslim yang berkepribadian Islam tentu akan merasa
senantiasa diawasi Allah, sehingga mengharuskan dirinya senantiasa bertingkah laku
yang Islami (Syekh Taqiyuddin an Nabhani, Syakhshiyah Islamiyah juz I).
Berkepribadian Islam/bertingkah laku islami merupakan konsekwensi seorang muslim ,
yakni bahwa seorang muslim dia harus memegang erat identitasnya, jati dirinya sebagai
seorang muslim yaitu senantiasa bertingkah laku yang islami dimanapun ,kapanpun dan
dalam aspek apapun dia beraktifitas. Identitas itu menjadi kepribadian yang tampak pada
pola berpikir dan pola bersikapnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Selanjutnya
setelah anak didik mempunyai kepribadian Islam, maka harus dipertahankan, tetap
istiqomah dan berpegang teguh pada Al Quran dan al Hadits.
Penguasaan terhadap Tsaqofah Islam merupakan keniscayaan, karena sebagai pembentuk
kepribadian Islam. Selanjutnya pada tingkat perguruan tinggi kompetensi peserta didik
dikembangkan sampai derajat Negarawan ,Ulama dan Mujtahid
Kedua, Menguasai Ilmu Kehidupan (Keterampilan dan Pengetahuan). Menguasai
Ilmu pengetahuan dan tehnologi untuk mengarungi kehidupan diperlukan, agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan, menggunakan peralatan, mengembangkan pengetahuan
sehingga bisa inovasi dan berbagai bidang terapan yang lain. Ketiga, Mempersiapkan
anak didik memasuki jenjang sekolah berikutnya. Pada perguruan tinggi ilmu yang
didapat tersebut bisa dikembangkan sampai derajat Pakar dan I novator.
Tentu tujuan kurikulum Khilafah ini berbeda dengan dengan tujuan yang telah ditetapkan
dalam kurikulum 2013 tersebut diatas. Bahkan kalau dilihat dari sudut pandang Islam,
bisa bertentangan. Misalnya Islam menetapkan yang berhak membuat hukum/legislasi
adalah Allah. Hal ini tentu akan dinilai tidak demokratis atau tidak sesuai dengan tujuan
kurikulum 2013.
ANALISIS: Pendidikan di atas yakni memberikan penetahuan terhadap ilmu penetahuan
agar dapat membentuk kepridadian yang religius serta pendidikan yang dapat menguasai
ilmu kehidpan agar pendidikan yang di peroleh bermanfaat dan seimbang.
SUMBER:http://hizbut-tahrir.or.id/2013/08/02/studi-kritis-kurikulum-2013-perspektif-
kurikulum-khilafah/

4. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, bahkan paling penting dalam
mengembangkan peradapan. Seperti halnya dengan perkembangan peradaban Islam dan
dalam mencapai kejayaan umat Islam. Pendidikan Islam tidak akan sempurna meresap
dalam sanubari jika tidak disertakan didikan yang baik pada seluruh generasi. Oleh sebab
itu di dalam Al Quran telah ditetapkan proses awal pendidikan dan menentukan beberapa
tokoh pendidikan Islam yang harus diikuti sebagai dasar dalam membentuk dan membina
kepribadian ummah.
Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana pemecahan problem-problem pendidikan
Islam tersebut, maka usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam lewat pemikiran yang
mendalam perlu dilakukan dan menjadi sangat penting.
Menurut Soekarno dan Ahmad Supardi, pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad
diangkat menjadi Rasul Allah di Mekkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Pendidikan
masa ini merupakan proto type yang terus menerus dikembangkan oleh umat Islam untuk
kepentingan pendidikan pada zamannya. Pendidikan Islam mulai dilaksanakan
Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah agar beliau menyeru kepada Allah,
sebagaimana termaktub dalam Al-Quran surat Al-Mudatstsir (74) ayat 1-7. Menyeru
berarti mengajak, dan mengajak berarti mendidik. Di dalam khazanah pemikiran
pendidikan Islam, terutama karya-karya ilmiah berbahasa arab, terdapat berbagai istilah
yang dipergunakan oleh ulama dalam memberikan pengertian tentang pendidikan Islam
dan sekaligus diterapkan dalm konteks yang berbeda-beda. Pendiidikan Islam menurut
Langgulung, setidak-tidaknya tercakup dalam delapan pengertian, yaitu al-tarbiyah al-
diniyah (pendidikan keagamaan), talim al-din (pengajaran agama), al-talim al-diny
(pengajaran keagamaan), al-talim al-islamy (pengajaran keislaman), tarbiyah al-
muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah fi al- islam (pendidikan dalam
Islam), al-tarbiyah inda al-muslimin (pendidikan di kalangan orang-orang Islam), dan
al-tarbiyah al-islamiyah (pendidikan Islami.Bagi An-Nahlawi Istilah tarbiyah lebih
cocok untuk pendidikan Islam. Berbeda halnya dengan Jalal, yang dari hasil kajiannya
berkesimpulan bahwa istilah talim lebih luas jangkaunnya dan lebih umum sifatnya
daripada tarbiyah. Di kalangan penulis Indonesia, istilah pendidikan biasanya lebih
diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadian, atau lebih mengarah
pada afektif, sementara pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan
atau menonjolkan dimensi kognitif dan psikomotor. Kajian lainnya berusaha
membandingkan dua istilah di atas dengan istilah tadib, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Syed Naquib Al-Attas, dari hasil kajiannya ditemukan bahwa istilah tadib lebih
tepat untuk digunakan dalam konteks pendidikan Islam. dan kurang setuju terhadap
penggunaan istilah tarbiyah dan talim. Secara garis besar, dapat disimpulkan pendapat
beberapa tokoh Muslim tentang pengertian pendidikan Islam sebagai berikut:
1. Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain sering kali beliau mengatakan
kepribadian uatama tersebut dengan istilah kepribadian muslim, yakni kepribadian yang
memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan
nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2. Menurut Abdur Rahman An-Nahlawi, pendidikan Islam adalah pengaturan pribadi
dan masyarakat sehingga dapat memeluk Islam secara logis dan sesuai secara
keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.
ANALISIS: Pendidkan islam merupakan hal terpenting bagi kehidpan manusia agar
manusia dapat befikir secara benar dan tidak melakukan tindakan yang menyimpang
terhadap lingkungan sekirar, dan tidak ada penindasan yang di lkukan oleh orang lain.
SUMBER: http://aaxu.wordpress.com/2011/08/11/pembaharuan-pendidikan-islam/
5. Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada siswa, peserta didik atau
manusia lainnya, dengan harapan agar dengan pendidikan ini mereka kelak menjadi
manusia yang shaleh yang berbuat sebagaimana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi
dengan apa yang tidak patut dilakukannya.
Dengan pendidikan, maka manusia dapat menjadi makhluk Allah SWT yang istimewa.
Walaupun saat dilahirkan dari kandungan ibunya belum tahu apa-apa, namun ia dibekali
potensi berupa pendengaran, penglihatan serta akal, dan hati. Sebagaimana firman Allah
dalam surat An-Nahl ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian
dalam keadaan tidak mengetahui sedikit apapun, dan Dia memberi kamu, pendengaran,
penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.
Dengan potensi yang diberikan oleh Allah SWT itu manusia diberikan kemampuan untuk
melakukan kegiatan pendidikan, tentunya pendidikan itu harus berdasar atas kehendak
yang penuh dengan tanggung jawab, karena hal ini menyangkut masa depan anak didik,
masa depan masyarakat, masa depan suatu bangsa.
Islam adalah agama yang begitu memperhatikan tentang penggunaan akal dan
pendalaman dunia pendidikan. Islam mengajak kepada setiap individu untuk merasakan
betapa beratnya tanggung jawab dalam pendidikan akal seorang anak manusia. Mengajak
setiap manusia untuk turut serta berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebu-
dayaan.
Dari dasar inilah maka kita diajak untuk sadar, bahwa pendidikan itu menempati posisi
yang sangat dominan dalam kegiatan dan aktivitas manusia. Sebab pendidikan
merupakan bagian yang tak akan terpisahkan dari kehidupan manusia.
Pendidikan dalam prinsip Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam kerangka
meningkatkan kepribadian siswa, dengan jalan membina potensi-potensi yang ada
padanya, baik itu potensi mental (rohani) maupun potensi fisik (jasmani). Sebagaimana
yang diungkapkan oleh M. Noor Syam dkk., bahwa pendidikan adalah aktivitas dan
usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-
potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budhi nurani) dan jasmani
(panca indra serta keterampilan).
Apabila pendidikan itu berjalan dengan baik dan lancar serta sesuai dengan apa yang ada
dalam al-Quran, maka hasil yang dicapainyapun akan sesuai dengan yang dicita-citakan.
Sebaliknya apabila pendidikan itu dilaksanakan dengan tanpa adanya program dan
keseriusan, maka hasilnyapun akan kita rasakan. Melalui pendidikan para pendidik Islam
menghasilkan pribadi-pribadi yang nanti menjadi pendidik pula, menyebarkan Islam
kepada generasi yang akan datang.
Pendidikan yang baik merupakan modal utama dalam kemajuan peradaban manusia,
terutama dalam hal pengembangan nilai-nilai yang normatif, sehingga pendidikan tidak
hanya menciptakan manusia-manusia yang pintar akan tetapi juga menciptakan manusia
yang tahu akan tanggungjawabnya sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial.
Pendidikan harus tetap berjalan, berkembang dan maju sesuai dengan perkembangan
zaman, namun tetap tak terbawa arus oleh gejolak-gejolak zaman, sebab perkembangan
zaman manusia tidak selamanya membawa kebaikan, namun juga terkadang membawa
kepada kejelekan. Untuk itulah maka diperlukan pengontrol dan pengantisipasi, yaitu
yang disebut dengan pendidikan.
Pendalaman tentang pendidikan Islam yang dipelajari oleh para siswa, memerlukan
adanya pemahaman dan pengamatan yang mendalam pula, dengan demikian pendidikan
tidak hanya menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan aspek kognitif saja,
melainkan juga menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan aspek afektif dan
psikomotor. Walaupun untuk hal ini memang diperlukan usaha-usaha yang besar dan
serius. Ilmu memang tidak mudah didapat tapi bila sudah dapat melaksanakannya,
banyak manfaat yang kita peroleh.
Dalam pengembangan tentang pendidikan agama Islam yang kita harapkan bersama,
yaitu pendidikan yang mampu memberi nilai yang baik dan mulia, maka memang
perlu diperhatikan segala hal yang bersangkut paut dengan apa yang ada dalam al-
Quran. Dalam hal ini pendidikan disempurnakan dan dipenuhi dengan hal-hal yang
sifatnya nyata dalam bentuk pengalaman.
Dalam melaksanakannya, pendidikan merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa
komponen, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan saling komplementer atau
saling pengaruh mempengaruhi kepada tujuan.
ANALISIS: Pendidikan merupan hal perpenting bagi umat manusia karena pendidikan
menjadikan manusia istimewa di hadapan Allah swt, dengan pendidikan ini kita dapat
berfikir kritis agar kita tidak di tindak oleh kaum yang tidak bertanggung jawab,
pendidikan ini sanagat penting walaupun tidak duduk dibangku sekolah karena ilmu bisa
kita dapatkan di mana saja.
SUMBER: http://aweygaul.wordpress.com/2012/08/09/percikan-pemikiran-imam-al-
ghazali-dalam-pengembangan-pendidikan-islam-studi-kritis-atas-kitab-ayyuh-al-walad/

6. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan-latihan
sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam. Hakikat pendidikan merupakan rangkaian
usaha membimbing dan mengarahkan potensi hidup manusia. Potensi hidup manusia itu
berupa kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan belajar yang memungkinkan
terjadinya perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar tempat ia hidup. Proses
tersebut senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai ideal Islam yang melahirkan norma-norma
dan akhlakul karimah untuk mempersiapkan kehidupan dunia dan akherat yang khasanah.
Dengan kata lain, pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh
proses hidup dan kehidupan adalah proses pendidikan, maka pendidikan Islam pada
dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami yang diharapkan tercermin
dari sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islami sehingga akan membawa
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara sempurna lahir dan batin, material,
spiritual, dan moral, sebagai cerminan dari nilai-nilai ajaran Islam.
ANALISIS: Pendidikan merupakan proses mendewasakan diri karena pendidikan yang
kritis kita dapat memberikan pengaruh yang tinggi bagi manusia agar tercermin sikap
yang baik dan di harapkan oleh Negara dan menjadikan manusia yang memiliki budi
pekerti yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam.
SUMBER: http://oman123kusheri.blogspot.com/2014/08/pendidikan-masa-kini.html

7. Pendidikan kritis lahir seiring dengan perkembangan pemikiran dan praktik kehidupan
manusia, khususnya setelah Perang Dunia II. Ada dua kekuatan pemikiran
yangmelatarbelakangi lahirnya pendidikan kritis, yaitu pemikiran dalam bidang filsafat
dan pemikiran dalam bidang pendidikan itu sendiri.
Dalam bidang filsafat, ide-ide pendidikan kritis bersumber dari gagasan Karl Marx di
masa mudanya yang sering disebut Hegelian Muda, mengenai isu praxis-emansipatoris,
yang di antaranya
tercermin dalam pemikiran filsafat Teori Kritis Mazhab Frankfurt dan Jurgen Habermas.
Jadi, dalam ranah pendidikan, pendidikan kritis kemunculannya banyak berhutang budi
pada Freire yang dipandang sebagai pelopor dan pengukuh pendidikan kritis.
Pendidikan kritis dimaknai para pendukungnya sebagai sebuah bentuk pemikiran
pendidikan yang tidak memisahkan antara teori dan praksis yang tujuan utamanya adalah
memberdayakan kaum tertindas agar memiliki kesadaran untuk bertindak melalui praksis
emansipatoris.
Pendidikan dalam pendidikan kritis mengandung visi politik, yang melalui analisis
ideologi dan hegemoni dapat ditelusuri unsur-unsur kepentingan di dalam setiap sistem
pendidikan. Pendidikan menurut pendidikan kritis merupakan institusi yang tidak netral,
tetapi mempunyai komitmen untuk memberdayakan kaum tertindas dan kelompok-
kelompok yang disubordinasikan. Pendidikan kritis karenanya berarti pendidikan
transformatif yang bertujuan untuk mengubah proses pendidikan yang melanggengkan
status quo, menjadi proses pendidikan yang memberikan kesadaran akan kebebasan
manusia dari segala penindasan.
Dilihat dari akar-akar historis kelahiran pendidikan kritis seperti itu, orang lebih
menduga kuat bahwa pendidikan kritis bersumber dan lahir dari pemikiran Marxisme
dan atau Neo-Marxisme.
Oleh karena itu, untuk konteks Indonesia, jarang sekali ditemukan lembaga-lembaga
pendidikan yang mengikuti konsep dan teori pendidikan kritis dalam pelaksanaan
pendidikannya, mengingat pendidikan kritis ini lahir dan berakar pada pemikiran
Marxisme dan atau Neo-Marxisme. Pengecualian dapat ditemukan pada lembaga-
lembaga pendidikan Indonesia yang afiliasi ideologisnya adalah pembebasan, seperti
Sekolah Dasar Kanisius Ekseperimental (SDKE) di Sleman rintisan Romo
Mangunwijaya,Pendidikan Islam lebih banyak berkutat pada wilayah normatif, sedikit
banyak mengabaikan wilayah empiris-kontekstual. Jika ini yang terjadi, maka pendidikan
Islam disangsikan memiliki peran yang signfikan dalam membentuk kehidupan publik,
politik dan kultural, serta menyiapkan bentuk-bentuk tertentu bagi kehidupan sosial.
Untuk itu, bagi Nuryatno, pendidikan Islam perlu diinkorporasikan
ANALISIS: Pendidikan kritis merupakan pendidikan dimana memanusiakan manusia
yakni memerdekakan mausia dari penindasan yakni dengan cara memberikan
pengetahuan kepada manusia agar idak mudah di tindas oleh orang lain dan m,
engembalikan fitra manusia sebagai subjek dan bukan objek.
SUMBER:http://www.didaktikaunj.com/2012/02/pendidikan-dan-manusia-2/
2. HUMANISASI DAN DEHUMANISASI SERTA AYAT YANG MENJADI
LANDASAN.
1.HUMANISASI
Hakikat pendidikan sebagai proses pemanusiawian manusia (humanisasi) sering tidak
terwujud karena terjebak pada penghancuran nilai kemanusiaan (dehumnisasi). Hal ini
merupakan akibat adanya perbedaan antara konsep dengan pelaksanaan dalam lembaga
pendidikan. Kesenjangan ini mengakibatkan kegagalan pendidikan dalam mencapai misi
sucinya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Pendidikan belum berhasil
memanusiawikan peserta didik.
Islam sebagai ajaran suci sangat memperhatikan kearifan kemanusiaan sepanjang zaman.
Ajaran Islam memberikan perlindungan dan jaminan nilai-nilai kemanusiaan kepada
semua umat. Setiap muslim dituntut mengakui, memelihara, dan menetapkan kehormatan
diri orang lain. Tuntutan ini merupakan cara mewujudkan sisi kemanusiaan manusia yang
menjadi tugas pokok dalam membentuk dan melangsungkan hidup umat manusia.
Pendidikan sebagai proses pemanusiawian manusia (humanisasi) bersumber dari
pemikiran humanisme. Hal ini sejalan dengan makna dasar humanisme sebagai
pendidikan manusia. Sistem pendidikan dalam Islam yang dibangun atas dasar nilai-nilai
humanistik sejak awal kemunculannya sesuai dengan esensinya sebagai agama
kemanusiaan. Islam menjadikan dimensi kemanusiaan sebagai orientasi pendidikannya.
Sangatlah naif kalau dikatakan bahwa konsep pendidikan humanistik-Islami merupakan
konsep pendidikan Barat yang diberi label Islam.
Dalam Islam, pemikiran pendidikan humanistik bersumber dari misi utama kerasulan
Muhammad, yaitu memberikan rahmat dan kebaikan kepada seluruh umat manusia dan
alam semesta (Q.S. Saba>/34: 28 dan al-Anbiya>/21: 107). Spirit ayat inilah yang
mengilhami pemikiran pendidikan yang dikembangkan menjadi pendidikan humanistik
yang juga disebut pendidikan humanistik-Islami.
Istilah pendidikan humanistik-Islami mencakup dua konsep pendidikan yang ingin
diintegrasikan, yakni pendidikan humanistik dan pendidikan Islam. Dalam
pengintegrasian dua konsep pendidikan ini dimaksudkan juga untuk mengurangi
kelemahannya. Pendidikan humanistik yang menekankan kemerdekaan individu
diintegrasikan dengan pendidikan religius (Islam) agar dapat membangun kehidupan
sosial yang menjamin kemerdekaan dengan tidak meninggalkan nilai ajaran agama.
Kemerdekaan individu dalam pendidikan humanistik-Islami dibatasi oleh nilai ajaran
Islam. Nilai-nilai agama diharapkan menjadi pendorong perwujudan nilai-nilai
kemanusiaan. Pemisahan antara kedua konsep tersebut akan menyebabkan tidak
terwujudnya nilai-nilai humanisme Islam dalam sistem pendidikan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abbagnano, Nicola, Humanism, terj. Nino Langiulli, dalam Paul Edward (ed.), The
Encyclopedia of Philosophy, Jilid III (New York: MacMillan, 1972).
Alattas, Seyyed Naquib Aims Objectives of Islamic Education (Jeddah: King Abdul Aziz
University, 1977).
al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib, The Concept of Education in Islam: A Framework for an
Islamic Philosophy of Education (Kuala Lumpur: ISTAC-International Institute of Islamic
Thought and Civilization, 1991).
al-H{anafiy,Mus}t}afa> ibn Abdullah al-Qust}anti>niy al-Rumiy, Kasyf al-Z{unu>n, dalam al-
Maktabah al-Alfiyah li al-Sunnah al-Nabawiyyah, CD Program Versi 1.5 (Urdun: al-Khat}i>b:
1999), Juz 2.
al-Nah}lawi, Abd al-Rah}ma>n, Us}ul al-Tarbiyah al-Isla>miyyah wa Asa>libuha> fi> al-Bait
wa al-Marasah wa al-Mujtama (Damsyiq: Da>r al-Fikr, 1996).
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Moderasi menuju Milenium Baru (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999).
Bigge, Morris L., Learning Theories for Teachers (New York: Harper & Row, 1982).
Brubacher, John S., Modern Philosophy of Education, New York: McGraws-Hill, 1981.
Daud, Wan Mohd Nor Wan, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas, terj.
Hamid Fahmy, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel, ed. Abd. Syukur Dj. (Bandung: Mizan,
2003).
Dewey, John, Democracy and Education (New York: The Free Press, 1966).
Freire, Paulo, Pedagogy of the Oppressed, terj. Myra Bergman Ramos (New York: Penguin
Books, 1972).
Freire,Paulo, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, terj. Agung
Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar & READ, 2002.
Goble, Frank G., Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow, terj. A. Supratinya
(Yogyakarta: Kanisius, 1997).
Ibn Manz}u>r, Ibn Jama>l al-Di>n Muh}ammad ibn Mukram, Lisa>n al-Arab, Juz 1, dalam
CD Maktabah al-Tafsi>r wa Ulu>m al-Qura>n, Versi 1.5 (Urdun: al-Khat}i>b, 1999).
John D. McNeil, Curriculum: A Comprehensive Introduction (London: Scott, Forseman-Little,
Brown Higher Education, 1972).
Knight, George R., Issues and Alternatives in Educational Philosophy (Michigan: Andews
University Press, 1982).
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, ed. A.E. Priyono (Bandung: Mizan,
1998).
Levine, Nietzche dan Krisis Manusia Modern, terj. Ahmad Sahidah, (Yogyakarta: Ircisod, 2002).
Mah}ju>b, Abba>s, Us}u>l al-Fikr al-Tarbawi>y fi> al-Isla>m (Beirut: Da>r al-Fikr, 1987).
Masud, Abdurrahman, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme Religius
sebagai Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Gama Media, 2002).

2.DEHUMANISASI
Apakah dehumanisasi itu?, dehumanisasi adalah penghilangan harkat manusia. Yaitu suatu proses
yang menjadikan manusia tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, melainkan hanya bisa
menirukan atau melaksanakan sesuatu yang diukur dengan apa yang dimilikinya dalam bentuk
tertentu.
Apakah dehumanisasi bisa terjadi pada suatu ruang kerja yang terhormat, dan mengapa
masyarakat mengalami dehumanisasi. Bersumber dari krisis multidimensi dan krisis moral, yang
terjadi adalah bahwa proses dehumanisasi orang lain ini juga mempunyai cara dehumanisasi
individu itu sendiri. Saat kita menolak martabat dan rasa hormat terhadap orang lain, kita juga
mulai kehilangan kemanusiaan dan rasa hormat diri sendiri (julius, 2001:46). Kesalahan
pandang adalah karena manusia sebagai pribadi sering dijadikan objek, padahal manusia
mempunyai martabat sedangkan barang material tidak. Jadi institusi manapun yang memandang
manusia sebagai objek semata yang harus tunduk dengan mengabaikan proses perkembangan
kepribadiannya sama sedang melakukan proses menuju dehumanisasi.
Kemudian cahaya Islam pun terbit menerangi kegelapan itu dengan risalah yang dibawa oleh
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, memerangi segala bentuk kezaliman dan
menjamin setiap hak manusia tanpa terkecuali. Perhatikan Allah berfirman tentang bagaimana
seharusnya memperlakukan kaum perempuan dalam ayat berikut:


Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian
dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji
yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An Nisa [4]: 19)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga sering mengingatkan dengan sabda-sabdanya agar
umat Islam menghargai dan memuliakan kaum perempuan. Di antara sabdanya:


Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para perempuan. (HR Muslim: 3729)

Sebagaimana laki-laki, hak-hak perempuan juga terjamin dalam Islam. Pada dasarnya, segala
yang menjadi hak laki-laki, ia pun menjadi hak perempuan. Agamanya, hartanya, kehormatannya,
akalnya dan jiwanya terjamin dan dilindungi oleh syariat Islam sebagaimana kaum laki-laki.
Diantara contoh yang terdapat dalam al Qur`an adalah: perempuan memiliki hak yang sama
dengan laki-laki dalam beribadah dan mendapat pahala. Perempuan adalah partner laki-laki dalam
peran beramar makruf nahi munkar dan ibadat yang lainnya.
Perempuan berhak mengadukan permasalahannya kepada hakim:


Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengajukan gugatan kepada
kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal
jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al
Mujdilah [58]: 1)

Allah juga berfirman tentang hak perempuan:

Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
maruf. Akan tetapi laki-laki, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Baqarah [2]: 228)
Dalam masalah dehumanisasi, Islam tidak memandang perempuan sebagai komoditi ekonomi,
tetapi justru harus dilindungi kerabat laki-laki maupun Negara. Peran strategis perempuan adalah
sebagai ummu warobbatul bait (ibu pengatur rumah tangga), dan ummu ayjal (ibu generasi).
Islam meminta perempuan berpartisipasi penuh dalam membangun peradabannya dengan
memberdayakan seluruh potensi strategisnya dalam koridor perintah dan larangan Allah dan
kemaslahatan umat, semata mencari Rahmat dan RidhoNya. Dialah perempuan penyelamat
kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsanya dunia dan akhirat.
Setiap institusi yang ada yang mempekerjakan perempuan berkewajiban menjaga fitrah dan
akidahnya yang suci, tidak meninggalkan amar maruf nahi munkar.Termasuk dalam perintah
menutup aurat (berjilbab).
Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya. (Hadits
shahih. Riwayat Tirmidzi (no. 1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani dalam Mujamul
Kabiir (no. 10115), dari Shahabat Abdullah bin Masud radhiyallahu anhuma)
Islam dan syariatnya akan mampu mengembalikan posisi individu-individu yang sakit dalam
tatanan kapitalistik yang sakit, sehingga dehumanisasi, ekspolitasi dan kerusakan moral lainnya
akan hilang dan diganti dengan Rahmat Allah.Wallhu aalam bish-shawb wa shallallhu al
nabiyyin Muhammad.
DAFTAR PUSTAKA
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21 (Yogyakarta:
Safiria Insani Press-Magiter Studi Islam UII, 2003).
Moussa, Muhammad Youseef, Islam and Humanitys Need of It (Cairo: The Supreme Council for
Islamic Affairs, 1379 H).
Mulkhan, Abdul Munir, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam,
ed. Romiyatun (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002).
Noddings, Nel, Philosophy of Education (Oxford: Westview, 1998).
Nuryatno, M. Agus, Mazhab Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan
Kekuasaan (Yogyakart: Resist Book, 2008).
Olafson, Frederick A., Humanism and Education, dalam Lee C. Deighton (ed. in chief), The
Encyclopedia of Education, Vol. 4 (USA: The MacMillan Company & The Fee Press, 1986),
hlm. 519.
Qut}b, Sayyid, Tafsi>r fi> Z{ila>l al-Qura>n, Juz 15 (Beirut: Da>r al-Ih}ya>, t.t.).
Russell, Bertrand, History of Western Philosphy (London: Unwin University Press, t.t.)
Scruton, Roger, Sejarah Singkat Filsafat Modern: dari Descartes sampai Wittgenstein, terj.
Zainal Arifin Tandjung, Jakarta: Pantja Simpati, 1984.
Syariati, Ali, Humanisme: antara Islam dan Mazhab Barat, terj. Afif Muhammad (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1996).
Y.B. Mangunwijaya, Mencari Visi Dasar Pendidikan, Sindhunata (ed.), Pendidikan:
Kegelisahan Sepanjang Zaman (Yogyakarta: Kanisius, 2001).
Yelon, Stephen L. dan Grace W. Weinstein, A Teachers World: Psychology in the Classroom
(London: McGraw-Hill International Book Company, 1977).
Zamroni, Pendidikan untuk Demokrasi: Tantangan menuju Civil Society (Yogyakarta: Bigraf,
2001), hlm.24.

Anda mungkin juga menyukai