Anda di halaman 1dari 4

AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian


Edisi 16-22 Nopember 2011 No.3431 Tahun XLII
Beberapa tahun terakhir ini Indonesia menjadi negara yang sudah sangat akrab
dengan bencana baik dari alam maupun karena human error. Masih segar di benak
kita dahsyatnya gempa tektonik yang mengakibatkan tsunami dan menyapu serta
meluluhlantakkan sepanjang garis pantai Pulau Sumatera yang berbatasan dengan
Samudera Hindia pada tahun 2004 lalu. Bahkan baru-baru ini beberapa gunung
berapi di wilayah Indonesia bagian timur dalam status siaga dan waspada. Tak ada
pilihan bagi para korban bencana selain mengungsi ke tempat yang lebih aman
demi bertahan hidup.
Dalam kondisi serba darurat, salah satu bantuan yang sangat dibutuhkan korban
bencana adalah makanan. Selama ini makanan yang menjadi menu utama para
korban bencana adalah mie instan dan produk makanan padat sejenis biskuit dengan
kandungan karbohidrat tinggi tetapi rendah serat, padahal serat sangat penting
untuk pencernaan. Kekurangan serat dapat menyebabkan gangguan pencernaan
seperti konstipasi bahkan dalam kurun waktu tertentu kekurangan serat berakibat
fatal karena dapat menyebabkan kanker usus.
Sayuran merupakan bahan pangan yang kaya akan serat tetapi seringkali luput
dari perhatian tim penanggulangan bencana dalam penyediaan bahan pangan
untuk korban bencana karena selain mudah rusak juga sulit dalam pendistribusian.
Oleh karena itu diperlukan teknologi untuk mengatasi masalah tersebut.
Penanganan pascapanen sayuran untuk memperpanjang umur simpan salah
satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi pengeringan. Beberapa
teknologi pengeringan yang sudah dilakukan untuk pengeringan sayuran adalah
pengeringan konveksi dan konduksi antara lain melalui vakum, microwave dan
konveksi panas lainnya (Rahmat, R., 2005). Mengingat sifat sayuran yang mudah
rusak proses pengeringan yang dilakukan harus memiliki kemampuan dalam
mempertahankan atau meminimalkan perubahan kandungan nutrisi, vitamin,
aroma, rasa dan sifat rehidrasinya dari bahan.
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian pada tahun 2003 telah merintis
pengembangan sayuran kering dengan mengaplikasikan teknologi pengeringan far
infra red (FIR). Pengeringan dengan teknologi FIR ini sangat efisien karena panas
radiasi langsung menembus bagian dalam molekul dan memutus ikatan molekul
air pada molekul bahan tanpa melalui media perantara (udara) seperti halnya pada
proses konveksi dan konduksi. Selain itu, teknologi FIR juga sangat bermanfaat
untuk pengamanan karakteristik bahan kering karena perubahan karakteristik fisik
dan kimia yang terjadi cukup minimal serta memiliki daya simpan lama. Penelitian
lebih lanjut dilakukan pada tahun 2009 dengan menformulasikan sayuran kering
sebagai komponen dalam sup instan. Sup instan merupakan varian produk instan
yang terdiri dari sayuran kering, bumbu dan bahan pelengkap lainnya (baso,
POTENSI SUP INSTAN
SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT

AgroinovasI
Badan Litbang Pertanian
Edisi 16-22 Nopember 2011 No.3431 Tahun XLII
sosis atau daging giling) yang siap disajikan dalam waktu 5 menit dengan hanya
menambahkan air panas (suhu di atas 70C). Diagram alir teknologi pengolahan
sup instan sebagaimana terlihat pada Gambar 1, produk kering pada Gambar 2 dan
untuk produk sup instan ditunjukkan pada Gambar 3.
Untuk mengetahui tingkat preferensi konsumen terhadap produk sup instan
dilakukan uji cita rasa terhadap beberapa parameter uji hedonik seperti rasa, warna,
tingkat kematangan dan penampilan produk secara umum. Panelis berjumlah 100
orang yang terdiri dari pelajar, karyawan, ibu rumah tangga, petani dan kalangan
umum lainnya. Dari hasil uji diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis rata-rata
berada pada kisaran 2,48 sampai 2,95 (agak suka sampai suka). Meskipun uji ini
belum dapat mewakili market acceptance, tetapi setidaknya dapat memberikan
gambaran bahwa produk sup instan layak dikembangkan.
Dalam setiap kemasan produk sup instan dengan netto 20 gram mengandung
nutrisi 66,6% karbohidrat, 4,74% lemak, 10,48% protein dan 8,22% serat pangan.
Kadar air produk berada pada kisaran 7 - 8% sehingga cukup aman untuk
penyimpanan jangka lama. Berdasarkan pendugaan umur simpan menggunakan
metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan pendekatan persamaan
Arrhenius, produk sup instan dengan kemasan alumunium foil ketebalan 1,2 mm
memiliki daya simpan hingga 1 tahun. Dengan nilai nutrisi yang cukup tinggi serta
AgroinovasI
Badan Litbang Pertanian Edisi 16-22 Nopember 2011 No.3431 Tahun XLII
Gambar 2. Produk kering komponen sup instan
umur simpan yang cukup lama, sup instan berpotensi untuk dijadikan sebagai
pangan darurat.
Menurut Elvira Syamsir, Staf Pengajar Departemen Ilmu & Teknologi Pangan,
Fateta, Institut Pertanian Bogor, secara umum, pangan darurat dapat didefinisikan
sebagai produk pangan olahan yang dirancang khusus untuk dikonsumsi pada
situasi yang tidak normal seperti banjir, longsor, gempa bumi, musim kelaparan,
kebakaran, peperangan dan kejadian lain yang mengakibatkan manusia tidak
dapat hidup secara normal. Pangan darurat sendiri dapat dikelompokkan dalam
dua bagian yaitu produk pangan yang dirancang untuk kondisi di mana air
bersih dan bahan bakar untuk memasak masih tersedia, dan produk pangan yang
dirancang untuk menghadapi situasi di mana air bersih tidak tersedia dan tidak
bisa memasak. Mengacu pada pendapat tersebut produk sup instan termasuk
pangan darurat pada daerah terkena bencana yang masih memiliki ketersediaan
air bersih dan bahan bakar setidaknya untuk memasak air panas.
Resa Setia Adiandri, Ridwan Rahmat dan Eka Rahayu
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor. Telp. (0251) 8321762
email : setia_resa17@yahoo.com

AgroinovasI
Badan Litbang Pertanian
Edisi 16-22 Nopember 2011 No.3431 Tahun XLII
5. Potong bagian bawah
buku sehingga
menjadi sebuah buku
C
over
Cover
Cover
Cover
Cover
Petunjuk Cara Melipat:
1. Ambil dua Lembar halaman
tengah tabloid
2. Lipat sehingga cover buku
(halaman warna) ada di depan.
3. Lipat lagi sehingga dua
melintang ke dalam
kembali
4. Lipat dua membujur ke dalam
sehingga cover buku ada
di depan
Gambar 8. Histogram hubungan antara parameter mutu hedonik dengan skor penilaian panelis
Gambar 3. (a) Produk kering sebelum penambahan air panas (rehidrasi)
(b) Produk setelah penambahan air panas
b a

Anda mungkin juga menyukai