Anda di halaman 1dari 9

1

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR FISIKA POKOK BAHASAN


KALOR SISWA KELAS X-D MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 MALANG


Lusi Mirawati
1
, Asim, dan Kadim Masjkur.
Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Malang (UM)
1
e-mail:lusi.mirawati@ymail.com

ABSTRAK: Dalam mencapi tujuan mata pelajaran fisika, tentu akan ditemukan
kesulitan belajar siswa. Kesulitan ini harus segera diatasi karena akan
mempengaruhi pemahaman siswa pada materi selanjutnya. Oleh karena itu,
sangat penting bagi guru untuk melakukan diagnosis kesulitan belajar. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi letak dan penyebab kesulitan belajar siswa
dalam mempelajari pokok bahasan Kalor.

Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif noneksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-D
MAN 3 Malang tahun ajaran 2012-2013 sebanyak 27 siswa. Instrumen penelitian
yang digunakan berupa tes diagnostik. Teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis statistik sederhana dan teknik diagnosis analitis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan belajar siswa terletak pada
submateri pemuaian gas, kalor, perubahan wujud dan kalor laten, Asas Black,
dan radiasi. Kesulitan belajar siswa pada submateri tersebut disebabkan oleh
kurangnya (1) penguasaan konsep, (2) kemampuan matematis, (3) kemampuan
dalam mengkonversi satuan, dan (4) kemampuan dalam pengetahuan terstruktur
meliputi kemampuan verbal, membuat skema, membuat strategi pemecahan
masalah, dan membuat algoritma.

Kata kunci: diagnosis, kesulitan belajar, kalor

Pendidikan dan peranannya merupakan kebutuhan mutlak untuk
menunjang kehidupan manusia. Fisika sebagai cabang ilmu pengetahuan alam
mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan teknologi di masa
depan (Wirtha dan Rapi, 2008). Namun, fisika selalu dianggap sulit oleh siswa,
sehingga prestasi siswa pada mata pelajaran fisika banyak yang rendah (Suryani
dan Fatkhulloh, 2012).
Berdasarkan pengalaman peneliti saat melakukan Program Praktik
Lapangan (PPL) di Madrasah Aliyah Negeri 3 Malang, ditemukan bahwa siswa
kelas X-D memiliki nilai fisika yang kurang memuaskan. Hal ini terlihat dari nilai
hasil ujian akhir semester gasal yang menunjukkan bahwa lebih dari 50% siswa
mencapai nilai dibawah KKM. Berdasarkan hasil observasi, ditemukan rendahnya
partisipasi siswa dalam pembelajaran di kelas. Siswa kurang berani bertanya
kepada guru, kurang berani dalam menyampaikan pendapat, dan kurangnya
kemampuan dalam memecahkan masalah. Hal-hal di atas sebenarnya
2

menunjukkan gejala kesulitan belajar pada siswa sesuai dengan pendapat Maas
(2004), kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang dapat dilihat dalam
berbagai jenis ciri tingkah laku siswa diantaranya: (1) menunjukkan hasil belajar
yang rendah; (2) hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan;
(3) lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar; dan (4) menunjukkan
sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh.
Sementara itu, dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, guru dituntut
untuk selalu meningkatkan diri baik dalam pengetahuan maupun pengelolaan
proses belajar mengajar. Dalam hal kesulitan yang dihadapi siswa, guru perlu
menemukan dan memastikan sumber permasalahan, serta menanganinya dengan
harapan dapat memecahkan masalah tersebut (Depdiknas, 2008). Guru sebagai
orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar juga harus berperan
untuk dapat memahami gejala-gejala kesulitan belajar. Bagi guru, memahami
kesulitan belajar siswa merupakan dasar dalam usaha memberi bantuan kepada
siswa. Oleh karena itu sangat penting bagi guru untuk melakukan diagnosis
kesulitan belajar siswa (Maas, 2004). Diagnosis kesulitan belajar merupakan
upaya mengumpulkan fakta-fakta untuk menentukan jenis dan penyebab kesulitan
belajar siswa (Wahyuningsih dkk, 2013).
Menurut Depdiknas (2008), kata letak berarti tempat beradanya
sesuatu. Sementara itu kata penyebab berasal dari kata sebab yang berarti
hal yang menjadikan timbulnya sesuatu, lantaran, karena, (asal) mula,
mengapa, apa lantarannya, apa mulanya. Penyebab adalah yang
menyebabkan. Dalam penelitian ini, yang dimaksud letak kesulitan belajar
merupakan submateri pokok bahasan Kalor yang belum dikuasai siswa.
Sedangkan penyebab kesulitan belajar merupakan hal yang menyebabkan
timbulnya kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan Kalor.
Guru pada dasarnya harus bertanggung jawab terhadap proses
pembelajaran. Selain bertanggung jawab membantu dan membimbing siswa
untuk memperoleh hasil belajar maksimal, salah satu kegiatan yang harus
dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugas dan peranannya adalah
kegiatan diagnosis kesulitan belajar. Seorang guru yang profesional harus dapat
mendiagnosis kesulitan belajar siswanya (Wardhani dan Rinaningsih, 2012).
3

Agar kegiatan ini dapat dilakukan, maka seorang guru juga dituntut untuk
memiliki kompetensi melakukan diagnosis kesulitan belajar siswa.
Kesulitan belajar yang dialami siswa hendaknya harus segera diatasi
karena akan berpengaruh terhadap pemahaman siswa pada pokok bahasan fisika
selanjutnya. Sebagaimana diungkapkan Khusairi (2012), konsep fisika bersifat
hirarki atau berjenjang, artinya untuk mempelajari suatu materi diperlukan
penguasaan terhadap materi-materi sebelumnya. Oleh karena itu, bila siswa
mengalami kesulitan belajar pada salah satu materi atau pokok bahasan, sangat
besar kemungkinan siswa akan mengalami kesulitan saat mempelajari materi
berikutnya. Selain itu, jika kesulitan yang dialami tidak segera ditangani,
dikhawatirkan siswa akan terus mengalami kegagalan dalam belajar. Kegagalan
tersebut akan menimbulkan kekecewaan, malas belajar, rendah diri atau bahkan
mungkin dapat mempengaruhi jiwanya (Maas, 2004).
Salah satu pokok bahasan fisika yang berpotensi menimbulkan kesulitan
belajar adalah Kalor. Dalam pokok bahasan Kalor, terdapat unsur-unsur fisika
yang sangat kompleks, mulai dari konsep pemuaian, konsep kalor, konsep
perubahan wujud zat, konsep kalor laten, asas Black, dan konsep perambatan
kalor (konduksi, konveksi, radiasi). Selain itu, siswa juga dituntut penggunaan
simbol-simbol yang bervariasi dan rumus-rumus yang beraneka macam dalam
pokok bahasan tersebut.
Dalam penelitian ini, letak kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan
Kalor diidentifikasi dengan menggunakan pendekatan profil materi sesuai dengan
ketetapan Depdiknas (2008), yakni dengan meninjau penguasaan (kompetensi)
siswa pada sub materi yang satu dibandingkan dengan penguasaan siswa pada sub
materi Kalor yang lain. Penguasaan (kompetensi) siswa pada pokok bahasan
Kalor diukur melalui tes diagnostik. Sedangkan penyebab kesulitan belajar siswa
pada pokok bahasan Kalor dianalisis meninjau kesalahan (1) pemahaman konsep
atau prinsip, (2) perhitungan matematis, dan (3) mengkonversi satuan, dan (4)
kesalahan dalam pengetahuan terstruktur. Penyebab kesulitan belajar juga
dianalisis secara mendalam terhadap pengetahuan terstruktur berdasarkan
ketetapan Depdiknas (2008), yaitu dengan meninjau kemampuan verbal,
kemampuan menggunakan skema, kemampuan membuat strategi pemecahan
4

masalah, dan kemampuan membuat algoritma. Kemampuan bahasa diartikan
sebagai kemampuan menerjemahkan soal dan memberi makna pertanyaan yang
diajukan dalam soal. Kemampuan menggunakan skema diartikan sebagai
kemampuan memahami konsep, prinsip, atau aturan yang dapat digunakan untuk
menyelesaian soal. Kemampuan membuat strategi diartikan sebagai kemampuan
membuat langkah-langkah atau cara yang harus digunakan untuk menyelesaikan
soal. Kemampuan membuat strategi diartikan sebagai kemampuan merencanakan
pemecahan masalah. Kemampuan membuat algoritma diartikan sebagai
kemampuan yang menekankan pada penyelesaian atau pengerjaan soal
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, penulis merasa
perlu melakukan diagnosis kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari
pokok bahasan Kalor dengan tujuan mengidentifikasi letak kesulitan belajar siswa
dan mengidentifikasi penyebab kesulitan belajar siswa dalam mempelajari pokok
bahasan Kalor.

METODE
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian noneksperimental, yaitu penelitian deskriptif. Menurut Sudjana
(2009:64), penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu
kejadian yang terjadi pada saat sekarang sebagaimana adanya pada saat
penelitian dilaksanakan.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-D di MAN 3 Malang tahun
ajaran 2012-2013 sebanyak 27 siswa. Teknik pengambilan subjek pada
penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive sampling, yakni teknik
pengambilan subjek penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2011:218). Guru memberikan pertimbangan mengenai kelas yang akan
digunakan penelitian berdasarkan data nilai raport semester ganjil yang
menyatakan lebih dari 50% siswa mendapatkan nilai di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM).
Instrumen penelitian yang digunkan dalam penelitian ini adalah tes
diagnostik. Tes diagnosik merupakan tes yang diarahkan untuk menetapkan apa
yang belum dikuasai siswa dan apa penyebabnya (Rinaningsih dan Saidah, 2012).
5

Dalam penelitian ini, tes diagnosis terdiri atas soal yang berbentuk pilihan ganda
terstruktur yang menyertakan cara siswa dalam menyelesaikan permasalahan
dalam soal.
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis statistik sederhana
dan teknik diagnostik analitik. Teknik analisis statistik sederhana yang dimaksud
berupa analisis persentase (Arikunto, 2010:344). Teknik analisis ini digunakan
peneliti untuk menghitung persentase skor pencapaian siswa dan untuk
menghitung persentase kesalahan yang dilakukan siswa dalam menjawab tes
diagnostik Kalor. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase tersebut
adalah sebagai berikut.


Keterangan:
P = persentase skor pencapaian siswa atau persentase kesalahan siswa
F = jumlah siswa yang memilih alternatif jawaban
N = jumlah seluruh siswa

Sementara itu teknik diagnosis analisis digunakan untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan siswa pada submateri Kalor. Menurut Rusilowati (2006),
profil kekuatan dan kelemahan siswa dapat dilihat dari rata-rata persentase
pencapaian skor hasil tes diagnostik. Siswa dikatakan kuat apabila rata-rata
persentase skor yang dicapai untuk setiap submateri sebesar 65% atau lebih. Bila
rata-rata skor yang dicapai kurang dari 65% maka siswa dikatakan lemah pada
submaeri tersebut.

HASIL
Letak Kesulitan Siswa pada Pokok Bahasan Kalor
Letak kesulitan siswa pada pokok bahasan Kalor dapat diidentifikasi
dengan meninjau penguasaan (kompetensi) siswa pada sub materi yang satu
dibandingkan dengan penguasaan siswa pada sub materi Kalor yang lain.
Submateri Kalor yang sudah dikuasai dan belum dikuasai siswa ditentukan
berdasarkan kekuatan dan kelemahan pada setiap submateri tesebut. Hasil analisis
terhadap jawaban tes diagnostik menunjukkan bahwa kesulitan siswa dalam
mempelajari pokok bahasan Kalor terletak pada submateri pemuaian gas, kalor,
perubahan wujud dan kalor laten, Asas Black, dan radiasi.
6


Penyebab Kesulitan Siswa pada Pokok Bahasan Kalor
Kesulitan belajar siswa dapat dianalisis dari pola jawaban salah yang
dilakukan oleh siswa dan pengetahuan terstruktur siswa (Rusilowati, 2006). Pada
soal tes diagnostik Kalor, penentuan jawaban salah telah dirancang sedemikian
rupa sehingga dapat digunakan untuk mengungkap kesalahan siswa. Hasil analisis
terhadap pola jawaban siswa menunjukkan bahwa kesulitan siswa pada submateri
pemuaian gas, kalor, perubahan wujud dan kalor laten, Asas Black, dan radiasi
secara umum disebabkan oleh (1) kesalahan pemahaman konsep dengan
persentase sebesar 89,67%, (2) kesalahan perhitungan matematis dengan
persentase sebesar 5,5%, dan (3) kesalahan mengkonversi satuan dengan
persentase sebesar 2,78%.
Sementara itu, hasil analisis terhadap pengetahuan terstruktur siswa
menunjukkan bahwa kesulitan siswa pada submateri-submateri di atas disebabkan
oleh (1) kesalahan membuat algoritma sebesar 18,76%; (2) kesalahan membuat
strategi dan algoritma sebesar 17,64%; (3) kesalahan membuat skema, strategi,
dan alogitma sebesar 15,07%; dan (4) kesalahan pada seluruh komponen
pengetahuan tertruktur sebesar 45,6%.

PEMBAHASAN
Letak Kesulitan Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Kalor
Dari hasil analisis kekuatan dan kelemahan siswa berdasarkan
pendekatan profil materi, diperoleh bahwa siswa kelas X-D belum menguasai
materi pemuaian gas, kalor, perubahan wujud dan kalor laten, Asas Black, dan
radiasi. Hal ini disebabkan nilai rata-rata persentase skor yang dicapai siswa
kelas X-D pada setiap materi tergolong rendah, yakni kurang dari 65%. Hasil
belajar (skor) yang rendah ini menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan
dalam mempelajari pokok bahasan Kalor. Hal ini sesuai dengan pendapat Maas
(2004), bahwa kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang dapat dilihat dalam
berbagai jenis ciri, salah satunya yaitu hasil belajar yang rendah.

Penyebab Kesulitan Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Kalor
7

Hasil analisis terhadap pola jawaban siswa menunjukkan kesalahan
pemahaman konsep mendominasi penyebab kesulitan belajar pada seluruh
submateri Kalor. Dari hasil tes diagnostik, diketahui bahwa sebanyak delapan dari
27 siswa menganggap zat yang mengalami perubahan wujud suhunya akan
berubah naik. Hal tersebut mengindikasikan adanya kesalahan konsep yang
dialami siswa, seharusnya pada saat mengalami perubahan wujud, besarnya suhu
zat adalah tetap. Hal ini sesuai dengan pendapat Noviati (2011) dan Priyandani
(2005), kesalahan konsep merupakan kesalahan siswa dalam memahami,
menafsirkan, atau menggunakan konsep, istilah, dan prinsip untuk menyelesaikan
permasalahan.
Di sisi lain, dari hasil tes diagnostik, juga diketahui bahwa salah satu siswa
melakukan kesalahan dalam menghitung hasil dari ( V
2
. 4) sama dengan 8/2 V
2
,
padahal hasil perhitungan yang benar adalah 4/2 V
2
atau 2 V
2
. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab kesulitan siswa dalam mempelajari
pokok bahasan Kalor adalah kesalahan dalam perhitungan matematis. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sugiharti (2005), siswa yang memiliki kemampuan
matematis yang lemah secara otomatis akan mengalami kesulitan dalam
memahami fisika karena sebagian besar penyelesaian soal-soal fisika dilakukan
melalui pendekatan secara matematis.
Berdasarkan hasil tes diagnostik terlihat bahwa salah satu siwa tidak
mengonversi satuan kalor (Q) dari kalori menjadi kilokalori, tetapi langsung
menuliskan hasil akhir perhitungan dalam satuan kilokalori. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa siswa melakukan kesalahan mengonversi satuan pada
soal tentang perubahan wujud dan kalor laten. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rusilowati (2006) bahwa kesulitan belajar siswa dapat diungkap dari kesalahan
matematis yang dilakukan siswa.
Penyebab kesulitan belajar siswa kelas X-D juga dapat diidentifikasi
dengan menggunakan pendekatan pengetahuan terstruktur dengan menganalisis
kesalahan siswa dalam kemampuan bahasa (verbal), kemampuan membuat
skema, kemampuan membuat strategi, dan kemampuan membuat algoritma.
Hal ini sesuai dengan pernyataaan Depdiknas (2008), kesulitan belajar siswa
dapat diungkap dengan menganalisis pengetahuan terstruktur siswa.
8


KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian pada Bab IV serta
pembahasan pada Bab V, maka dapat kesimpulan bahwa kesulitan belajar siswa
kelas X-D dalam mempelajari pokok bahasan Kalor terletak pada submateri
pemuaian gas, kalor, perubahan wujud dan kalor laten, Asas Black, dan radiasi.
Kesulitan belajar siswa kelas X-D dalam mempelajari pokok bahasan Kalor
disebabkan oleh kurangnya (1) penguasaan konsep, (2) kemampuan matematis,
(3) kemampuan dalam mengkonversi satuan, dan (4) kemampuan dalam
pengetahuan terstruktur meliputi kemampuan verbal, menggunakan skema,
membuat strategi pemecahan masalah, dan membuat algoritma.
Setelah diketahui letak dan penyebab kesulitan yang dialami siswa pada
pokok bahasan Kalor, guru sebaiknya melaksanakan pembelajaran remidial pada
siswa dengan memberikan pembetulan kesalahan konsep atau prinsip, kesalahan
perhitungan matematis, kesalahan mengkonversi satuan, dan kesalahan dalam
pengetahuan terstruktur siswa pada submateri pemuaian gas, kalor, perubahan
wujud dan kalor laten, Asas Black, dan radiasi. Peneliti berikutnya diharapkan
mampu mendiagnosis kesulitan belajar siswa pada submateri Kalor secara
menyeluruh sampai dengan memberikan pemilihan alternatif tindakan,
memberikan layanan bimbingan belajar (pengajaran remidial), dan mengukur
kembali hasil belajar (re-evaluasi). Selain itu, peneliti berikutnya juga diharapkan
mampu menggali penyebab kesulitan belajar siswa selain kesalahan-kesalahan di
atas, misalnya kesulitan konsep prasyarat, kesulitan dalam asosiasi, dan kesulitan
dalam membuat skema atau grafik.

DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar
Matematika SMP dan Alternatif Proses Remidinya. Yogyakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa.
Khusairi, S. 2010. Analisis Asesmen Formatif Fisika SMA Berbantuan
Komputer. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, (Online), Edisi
9

Dies Natalies ke-48 UNY, hal 68-87, (http://journal.uny.ac.id), diakses 25
Februari 2013.
Maas, M. 2004. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Akuntansi Siswa IPS SMAK
BPK Penabur Sukabumi. Jurnal Pendidikan Penabur, (Online) Th.III (3):
22-49, (http://www.bpkpenabur.or.id/files/hal%20022-049%20Faktor-
faktor%20Kesulitan%20Belajar%20Akuntansi%20Siswa
%20IPS%20SMAK%20BPK%20PENABUR%20Sukabumi.pdf), diakses
25 Februari 2013.
Nurmavia, A. 2011. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidinya
Materi Bangun Ruang Datar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Kepanjen
Kabupaten Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan
Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. (Online), (http://litbang.kemdikbud.go.id), diakses 4
Desember 2012.
Priyandani, C. D. 2005. Analisis Kesalahan Penyelesaian Sooal-Soal logika
Matematika pada Siswa Kelas X Semester II SMA Negeri 4 Malang.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Malang.
Rusilowati, A. 2006. Profil Kesulitan Belajar Fisika Pokok Bahasan Kelistrikan
Siswa SMA di Kota Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,
(Online), 4 (2): 100-106, (http://journal.unnes.ac.id), diakses 23 Februari
2013.
Sudjana, N., & Ibrahim. 2009. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Sugiharti, P. 2005. Penerapan Teori Muliple Intelligence dalam Pembelajaran
Fisika. Jurnal Pendidikan Penabur, (Online), Th.VI (5): 29-42, (http://
http://202.147.254.252/files/29-42-Penerapan%20Teori% 20Multiple%
20Intelligence%20dalam%20Pembelajaran%20Fisika.pdf), diakses 23
Februari 2013.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suryani, F. & Fatkhulloh. 2012. Peningkatan Kreativitas Siswa dalam Proses
Belajar Fisika pada Konsep Gelombang Elektromagnet Melalui
Pembelajaran Think, Write, and Talk. Makalah disajikan dalam Prosiding
Pertemuan Ilmiah XXVI Himpunan Fisika Indonesia Jateng & DIY,
Purworejo, 14 April 2012.
Wardhani, A.A & Rinaningsih. 2012. Pengembangan Tes Diagnostik Berbasis
Komputer Menggunakan Program PHP MySQL pada Materi Pokok
Kesetimbangan Kimia SMA Kelas XI. Jurnal Pendidikan Kimia Unesa
(Unesa Journal of Chemical Education), (online), 1(1): 25-32, (http://
ejournal.unesa.ac.id/article/194/36/article.pdf ), diakses 10 Maret 2013.
Wirtha, I. M. & Rapi, N. K. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran dan Penalaran
Formal terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa
Negeri 4 Singaraja. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan,
(online), 1 (2): 15-19, (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/
21081529.pdf), diakses 25 Februari 2013.

Anda mungkin juga menyukai