Anda di halaman 1dari 5

Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan
persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani
di Istana Merdeka Jakarta pada tanggal 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah
oleh Indonesia dan Belanda pada 25 Maret 1947.
Perundingan Linggarjati dihadiri oleh:

a. Belanda, diwakili oleh Prof. Schermerhorn, De Boer, dan van Pool.
b. Indonesia, diwakili oleh Sutan Syahrir, dan
c. Inggris diwakili oleh Lord Killearn (sebagai pihak penengah).

Perundingan yang dipimpin oleh Lord Killearn ini menghasilkan suatu persetujuan yang
disebut Persetujuan Linggarjati.

Berikut ini dikutipkan beberapa isi Perjanjian Linggarjati:

1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi, Sumatra, Jawa, dan Madura.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat,
dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik
Indonesia.
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan
Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Setelah perjanjian tersebut ditandatangani timbul sikap pro dan kontra yang mengakibatkan
Kabinet Syahrir jatuh dan Presiden Soekarno membentuk kabinet baru yang dipimpin oleh
Amir Syarifuddin.

Berikut ini beberapa alasan pihak Republik Indonesia menerima hasil Persetujuan
Linggarjati.
a. Cara damai merupakan jalan terbaik, mengingat militer Indonesia masih di bawah
Belanda.
b. Cara damai akan mengundang simpati dunia internasional.
c. Perdamaian dan gencatan senjata memberi peluang bagi Indonesia untuk melakukan
konsolidasi.

Perundingan Linggarjati ternyata berhasil mengundang simpati dunia internasinal. Hal ini
terbukti dengan adanya pengakuan kedaulatan oleh Inggris, Amerika Serikat, Mesir,
lebanon, Suriah, Afganistan, Myanmar, Yaman, Saudi Arabia, dan Uni Soviet. Meskipun
Persetujuan Linggarjati telah ditandatangani, hubungan Indonesia - Belanda tidak
bertambah baik. Perbedaan penafsiran mengenai beberapa pasal persetujuan menjadi
pangkal perselisihan. Pihak Belanda tidak dapat menahan diri dan melanjutkan agresinya
dengan aski militer pada tanggal 21 Juli 1947. Aksi militer yang dilakukan Belanda ini
dinamakan dengan Agresi Militer Belanda 1.

Perjanjian Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani
pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat
netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan
dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN),
Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan
Belgia. Anggota KTN terdiri atas Richard Kirby (wakil dari Australia yang dipilih oleh
Indonesia), Paul van Zeeland (wakil dari Belgia yang dipilih oleh Belanda), dan Dr. Frank B.
Graham (wakil dari Amerika Serikat yang dipilih oleh Belgia dan Australia).
Berikut ini adalah hasil (isi) dari Perundingan Renville:

a. Penghentian tembak-menembak.
b. Daerah-daerah di belakang Garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI.
c. Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya
dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
d. Dalam Uni Indonesia Belanda, Negara Indonesia Serikat akan sederajat dengan Kerajaan
Belanda.

Perundingan Renville yang ditandatangani kedua belah pihak tersebut mengakibatkan posisi
Indonesia semakin sulit dan wilayah Indonesia semakin sempit. Kesulitan itu ditambah lagi
dengan blokade ekonomi yang dilaksanakan Belanda.

Diterimanya kesepakatan Renville ini juga mengakibatkan kabinet Amir Syarifuddin jatuh.
Amir Syarifuddin akhirnya menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal
23 Januari 1948.

Kabinet Amir Syarifuddin kemudian digantikan oleh Kabinet Hatta. Pada masa Kabinet Hatta,
Mohammad Hatta merangkap jabatan yaitu sebagai wakil presiden Republik Indonesia dan
perdana menteri. Kabinet Hatta berusaha menaati hasil perundingan Renville. Tujuannya
adalah agar strategi diplomasi masih dapat dijalankan. Keputusan-keputusan Perundingan
Renville mengalami hal yang sama dengan Persetujuan Linggarjati. Belanda melakukan aksi
militernya yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948.













Perundingan Roem-Royen
Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah
perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan
akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya
diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud
pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan
Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian
ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX
terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, dimana Sultan Hamengku
Buwono IX mengatakan Jogjakarta is de Republiek Indonesie (Yogyakarta adalah Republik
Indonesia).
Kesepakatan
Hasil pertemuan ini adalah:
-Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
-Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
-Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
-Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan
semua tawanan perang
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
-Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai
perjanjian Renville pada 1948
-Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan
persamaan hak
-Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia
Pasca perjanjian
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara
Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen
dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada
Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus)
dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua
masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.
Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah perundingan tindak lanjut dari semua
perundingan yang telah ada. KMB dilaksanakan pada 23 Agustus 1949 sampai 2November
1949 di Den Haag, Belanda. Perundingan ini dilakukan untuk meredam segala bentuk
kekerasan yang dilakukan oleh Belanda yang berujung kegagalan pada pihak Belanda. KMB
adalah sebuah titik terang bagi bangsa Indonesia untuk memperolehpengakuan kedaulatan
dari Belanda, menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda,dan berusaha menjadi
negara yang merdeka dari para penjajah.
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda, da nperwakilan
badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda. Berikut ini para delegasi yang
hadir dalam KMB:
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.

Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.
d. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang
dikepalai Raja Belanda.
e. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet
akan diserahkan kepada RIS.
f. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang TentaraKerajaan Hindia
Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan
akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagibangsa
Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia,sehingga
dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja
Bundar bagi Indonesia:
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum diakuinya
Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha untuk
memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI.

Anda mungkin juga menyukai