Anda di halaman 1dari 3

Deteksi Awal Kanker Paru-Paru

Para peneliti dari Universitas Northwestern dan Universitas North Shore mengembangkan metode
untuk mendeteksi gejala-gejala awal kanker paru-paru dengan memeriksa sel-sel pipi manusia
dengan menggunakan teknologi biofotonik.



"Dengan memeriksa lapisan pipi dengan teknologi optik ini, kita memiliki kemungkinan untuk mendeteksi
awal para pasien yang memiliki resiko tinggi terkena kanker paru-paru seperti para perokok, dan
mengidentifikasi orang-orang yang memerlukan uji yang lebih mahal dan mendalam dibandingkan
dengan mereka yang tidak memerlukan uji tambahan," kata Hemant K. Roy, M.D. yang merupakan
direktur penelitian gastroenterologi di NorthShore.

Teknik optik itu disebut spektroskopi gelombang parsial (SGP) mikroskopi dan dikembangan oleh Vadim
Backman yang merupakan seorang profesor teknik biomedis di Sekolah Teknik dan Sains Terapan
McCormick Northwestern. Sebelumnya Backman dan Roy menggunakan SGP untuk menilai resiko
kanker usus besar dan kanker pankreas dengan hasil yang menjanjikan juga.

Penemuan mengenai kanker paru-paru tersebut dipublikasikan lewat internet pada tanggal 5 Oktober
kemarin di jurnal Penelitian Kanker. Makalahnya akan dicetak pada edisi 15 Oktober.

Kanker paru-paru merupakan penyebab utama kematian karena kanker di Amerika Serikat. Tingkat
kelangsungan hidup menjadi tinggi dengan bedah reseksi (pengangkatan tumor), tapi hanya jika
terdeteksi pada tahap awal. Saat ini tak ada tes-tes yang disarankan bagi masyarakat untuk mendeteksi
kanker paru-paru dini. Penyakit ini sudah pada tahap yang lebih tinggi ketika kebanyakan pasien kanker
paru-paru menunjukkan gejala-gejala. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun untuk pasien kanker paru
hanya 15 persen.

SGP bisa mendeteksi fitur sel yang berukuran hingga 20 nanometer yang mengungkap perbedaan dalam
sel-sel yang tampak normal dengan menggunakan teknik mikroskopi standar. Uji berbasis SGP
memanfaatkan "efek medan" yang merupakan fenomena biologis di mana sel-sel yang terletak pada
jarak tertentu dari tumor ganas atau pra-ganas mengalami perubahan molekular dan lainnya.

"Terlepas dari fakta bahwa sel-sel ini terlihat normal dengan mikroskop standar yang menggambarkan
arsitektur sel pada skala mikro, sebenarnya ada perubahan besar dalam arsitektur berskala nano sel
tersebut," ujar Backman. "SGP mengukur kekuatan gangguan organisasi skala nano sel tersebut yang
telah kita tetapkan menjadi salah satu dari tanda-tanda awal karsinogenesis dan merupakan penanda
kuat bagi keberadaan kanker dalam organ tubuh."

"SGP merupakan suatu perubahan paradigma yang dalam hal ini kita tidak perlu memeriksa tumor itu
untuk menentukan keberadaan kanker," tambah Hariharan Subramanian yang merupakan rekan peneliti
di laboratorium Backman yang memiliki peran penting dalam pengembangan teknologi tersebut.

Setelah menguji teknologi itu dalam percobaan skala kecil, Roy dan Backman memfokuskan studi
tersebut pada para perokok karena merokok merupakan faktor resiko utama yang berhubungan dengan
90 persen para pasien kanker paru-paru. "Gagasan dasarnya ialah bahwa merokok tak hanya
berdampak pada paru-paru tapi saluran nafas keseluruhan," kata Roy.

Penelitian tersebut mengikutsertakan 135 partisipan termasuk kelompok 63 perokok yang menderita
kanker paru-paru dan 37 perokok yang menderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), 13 perokok
yang tidak terkena PPOK serta kelompok 22 orang yang bukan perokok. Penelitian ini tidak dibaurkan
dengan faktor-faktor demografi seperti tingkat merokok, umur atau jenis kelamin. Yang penting tes
tersebut rata-rata sensitif terhadap kanker pada semua tahap termasuk kanker awal yang bisa
disembuhkan.

Para peneliti menyeka bagian dalam mulut para pasien dan kemudian sel-sel pipi ditempatkan ke dalam
kaca mikroskop, diperbaiki dengan etanol lalu dipindai dengan SGP untuk mengukur kekuatan gangguan
arsitektur nano sel. Hasilnya nyata meningkat (lebih dari 50 persen) pada pasien yang menderita kanker
paru-paru ketimbang para perokok yang tidak menderita kanker.

Penilaian lebih jauh karakteristik-karakteristik performa "kekuatan gangguan" tersebut (sebaga penanda
biologis) menunjukkan lebih dari 80 persen ketepatan dalam membedakan pasien-pasien kanker dalam
ketiga kelompok tersebut.

"Hasil tersebut mirip dengan teknik skrining kanker yang sukses lainnya, seperti pap smear," ujar
Backman. "Tujuan kita ialah untuk mengembangkan suatu teknik yang bisa meningkatkan pendeteksian
kanker-kanker lainnya dalam rangka menyediakan perawatan dini sama seperti pap smear yang secara
drastis meningkatkan rasio kelangsungan hidup bagi para penderita kanker servik."

SGP memerlukan pengujian validasi berskala besar. Jika SGP tetap terbukti efektif dalam uji klinis
pendeteksian dini kanker, Backman dan Roy yakin bahwa SGP berpotensi untuk digunakan sebagai
metode pra-skrining yang mengidentifikasi pasien-pasien dengan resiko tinggi yang mungkin
membutuhkan uji yang lebih komprehensif seperti bronkoskopi atau CT scan kecil.

Anda mungkin juga menyukai