Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

KULTUR TUNAS TANAMAN










OLEH :
KELOMPOK 8
Risyah (N111 12 349) Nur Islamia Zubaidah (N111 12 357)
Asmawati (N111 12 350) Maghfira M. (N111 12 901)
Yulianti Pattang (N111 12 351) Armala Sahid (N111 12 902)
Muzdhalifah Nur Asri (N111 12 352 ) Dian Adriani Saputri (N111 12 903)
Asnidar (N111 12 353) Afdil Viqar Viqhi (N111 12 904)
Arni Aries (N111 12 355) Ummul Khaer (N111 12 304)
Hana Safira (N111 12 356)




FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Penyakit ini cukup serius dan beresiko tinggi karena dapat menyerang
manusia dan menyebabkan kematian. Lebih dari 600 juta kasus di dunia
terinfeksi penyakit ini, dan menyebabkan 1,7 2,5 juta orang/tahun mengalami
kematian. Empat puluh persen dari jumlah tersebut terdapat di negaranegara antara
lain India, Indonesia, Amerika Latin dan Afrika (WHO, 2004, dalam Gusmaini dan
Nurhayati, 2007).
Menurut WHO (2004); pil kina selama ini menjadi obat yang diandalkan
untuk mengatasi penyakit malaria telah resisten terhadap Plasmodium falciparum,
sehingga diupayakan untuk mencari alternatif tanaman lain yang mampu mengatasi
penyebab penyakit tersebut. Penelitian mengenai hal ini telah dilakukan di luar
negeri, dan merekomendasikan bahwa salah satu tanaman obat yang mampu
mengatasi secara efektif Plasmodium falciparum tersebut yaitu tanaman artemisia.
Artemisia terbukti efektif mengatasi penyakit malaria yang mulai kebal terhadap pil
kina. Artemisia berasal dari daerah sub tropis (iklim temprate), dan dapat tumbuh
baik di daerah tropis. Peluang pengembangan artemisia di Indonesia cukup besar.
Tanaman ini mengandung senyawa terpenoid komplek, antara lain senyawa
seskuiterpen lakton yang dikenal dengan artemisinin (Marco dan Barbara, 1990).
Artemisinin adalah senyawa yang efektif untuk jenis-jenis malaria yang resisten
terhadap kuinin dan klorokuin serta malaria serebral yang disebabkan
oleh Plasmodium falciparum (Paniego dan Giuletti, 1994).
Oleh karena itu, dengan melakukan kultur tunas pada tanaman Artemisia ini,
informasi dasar mengenai hubungan antara karakter anatomi dengan kandungan
artemisinin dapat diketahui sehingga produksi artemisinin secara in vitro dapat
ditingkatkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Kultur Jaringan
Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue
culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai
sifat seperti induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya
bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu
jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya
penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini
untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah,
sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-
bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur
tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari
teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan
jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara
dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. Dengan cara
demikian, sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan
membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan ke dalam medium
diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan
disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu
jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dlama jumlah
yang besar.
Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel seperti
yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai
kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi
adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan
dilingkungan yang sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang
diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai
bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan
yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun
pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian
tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun
muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan
embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah
kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.

II.2 Teori Dasar Kultur Jaringan
a) Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama
dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari
satu sel).
b) Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki
potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan
berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Teori ini mempercayai bahwa
setiap bagian tanaman dapat berkembang biak.karena seluruh bagian tanaman
terdiri atas jaringan jaringan hidup.



II.3 Unsur yang Dibutuhkan Tanaman
Sebelum menguraikan cara-cara membuat medium kultur jaringan, maka
terlebih dahulu kita harus mengetahui unsur-unsur yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur yang dibuthkan tanaman dikelompokkan
menjadi:
Garam-Garam Anorganik
Setiap tanaman membutuhkan paling sedikit 16 unsur untuk pertumbuhannya
yang normal. Tiga unsur di antaranya adalah C,H,O yang di ambil dari udara,
sedangkan 13 unsur yang lain berupa pupuk yang dapat diberikan melalui akar atau
melalui daun. Pada perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Semua unsur
tersebut dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Ada unsur yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang disebut unsur makro, ada pula yang
dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit tetapi harus tersedia yang disebut
unsur mikro.Zat-Zat Organik. Zat-zat organik yang biasanya ditambahkan dalam
medium kultur jaringan adalah sukrosa, mio inositol, asam amino, dan zat pengatur
tumbuh. Sedangkan sebagai tambahan biasanya diberi zat organik lain seperti air
kelapa, ekstrak ragi, pisang, tomat, toge dan lain-lain.
Kegunaan Setiap Unsur Bagi Tanaman
Setelah kita mengetahui unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, maka
sebelum kita menentukan unsur-unsur yang akan digunakan untuk meramu medium
kultur jaringan perlu mengetahui terlebih dahulu kegunaan unsur-unsur tersebut bagi
pertumbuhan tanaman atau jaringan tanaman.
1. Unsur Nitrogen (N)
Kegunaan unsur Nitrogen bagi tanaman adalah untuk menyuburkan
tanaman, sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai
persenyawaan organik yang lain.
2. Unsur Fospor (P)
Dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk karbohidrat. Maka, unsur P
ini dibutuhkan secara besar-besaran pada waktu pertumbuhan benih.
3. Unsur Kalium (K)
Memperkuat untuk tubuh tanaman, karena unsur ini dapat digunakan
untuk memperkuat serabut-serabut akar, sehingga daun, bunga dan buah tidak
mudah gugur.
4. Unsur Sulpur (S)
Unsur ini digunakan untuk proses pembentukan anakan sehingga
pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin.
5. Unsur Kalsium (Ca)
Digunakan untuk merangsang pembentukkan bulu-bulu akar,
mengeraskan batang dan merangsang pembentukkan biji.
6. Unsur Magnesium (Mg)
Digunakan tanaman sebagai bahan mentah untuk ppembentukkan
sejumlah protein.
7. Unsur Besi (Fe)
Unsur ini digunakan sebagai penyangga (chelati agint) yang sangat
penting untuk menyagga kestabilan pH media selama digunakan untuk
menumbuhkan jaringan tanaman.
8. Unsur Sukrosa
Unsur ini sering ditambahkan pada medium kultur jaringan sebagai
sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus.
9. Unsur Glukosa atau Fruktosa
Unsur ini dapat digunakan sebagai unsur pengganti sukrosa karena dapat
merangsang beberapa jaringan.
10. Unsur Mio-inositol
Penambahan unsur ini pada medium bertujuan untuk
membantu diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan.
11. Unsur Vitamin
Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam medium klutur jaringan
antara lain adalah Thiamin. Thiamin adalah vitamin esensial yang digunakan
untuk medium kultur jaringan.
12. Unsur Asam Amino
Unsur ini diunakan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan
dan diferensiasi sel. Kebutuhan unsur asam amino oleh tanaman berbeda.
13. Unsur Zat Pengatur Tumbuh.
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senywa organik bukan hara,
yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah
proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdir dari lima
kelompok yaitu, Auksin, Sitokinin, Giberelin, Etilen dan Inhibitor dengan ciri
khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis.

II.4 Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik
kultur jaringan
1. Pembuatan media
2. Inisiasi
3. SterilisasI
4. Multiplikasi
5. Pengakaran
6. Aklimatisasi
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.
Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya
maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf.
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan.
Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di
tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan
kultur jaringan juga harus steril.
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan
pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya
kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang
telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril
dengan suhu kamar.
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan
akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan
dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih
atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke
bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan
memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan
serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap
serangan hama penyakit dan udara luar.




II.5 Faktor Lingkungan
Keasaman (pH)
Keasaman pH adalah nilai derajat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam
air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di
dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titk
netral adalah pH pada 7. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur
jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH
5,0-6,0. Bila eksplan mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan tanaman
umumnya akan naik apabila nutrein habis terpakai. Pengukuran pH dapat dilakukan
dengan menggunakan pH meter, atau bila menginginkan yang lebih praktis dan
murah dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata pH medium masih kurang normal,
maka dapat ditambah KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui batas normal
dinetralkan dengan penambahan HCl.
Kelembapan
Kelembapan relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH
sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH pada
keadaan tertentu memerlukan suatu bentuk diferensiasi Khusus.
Cahaya
Cahaya ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan pembentukan tunas
dari kalus tembakau pada intesitas yang rendah. Intensitas cahaya yang rendah dapat
mempertinggi embriogenesis danorganogenesis.
Temperatur
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang optimum
umumnya adalah berkisar di antara 20
0
-30
0
C. Sedangkan temperatur yang optimum
untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitas 25
0
C.

II.6 Manfaat Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman telah dikenal banyak orang sebagai usaha
mendapatkan varietas baru (unggul) dari suatu jenis tanaman dalam waktu yang
relatif lebih singkat dari pada dengan cara pemuliaan tanaman yang harus dilakukan
penanaman secara berulang-ulang sampai beberapa generasi. Untuk mendapatkan
varietas baru melalui kultur jaringan dapat dilakukan dengan cara isolasi protoplas
dari 2 macam varietas yang difusikan. Atau dengan cara isolasi khloroplas suatu jenis
tanaman yang dimasukkan kedalam protoplas jenis tanaman yang lain, sehingga
terjadi penggabungan sifat-sifat yang baik dari kedua jenis tanaman tersebut hingga
terjadi hibrid somatik. Cara yang lain adalah dengan menyuntikkan protoplas dari
suatu tanaman ketanaman lain. Contohnya transfer khloroplas dari tanaman tembakau
berwarna hijau ke dalam protoplas tanaman tembakau yang albino, hasilnya sangat
memuaskan karena tanaman tembakau menjadi hijau pula. Contoh lain adalah
keberhasilan mentrasnfer khloroplas dari tanaman jagung ke dalam protoplas tanaman
tebu hasilnya memuaskan.

















BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Perbanyakan Tanaman Artemisia annua Secara In Vitro
Menurut Aryanti (2011), semenjak klorokuin tidak lagi efektif mengobati
malaria, maka pencarian obat baru pengganti klorokuin telah diupayakan. Obat baru
tersebut adalah obat malaria berbasis artemisinin yang dikenal dengan Artemisinin
Combine Theraphy (ACT). Artemisinin termasuk kelompok sesquiterpen lakton,
senyawa ini hanya terdapat di dalam tanaman Artemisia sp. dan kandungannya sangat
rendah.
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Artemisia
Spesies : Artemisia annua
Tanaman Artemisia annua L. merupakan tanaman yang tergolong dalam suku
Asteraceae. Daunnya berbentuk oval, lonjong, panjang sekitar 10-18 cm dan lebar 5-
15 cm, ujung runcing, pangkal tumpul. Daun atau seluruh bagian tanaman
mengandung saponin, flavonoid, polyfenol, dan minyak atsiri. Menurut
Simon et al. (1990), Artemisia merupakan penghasil artemisinin dan minyak esensial.
Artemisinin merupakan produk metabolit sekunder yang mempunyai keunggulan
antara lain cepat menghilangkan gejala klinis dan cepat mengeliminasi parasit dalam
darah.
Artemisinin telah lama digunakan sebagai obat anti malaria di Cina dan
Vietnam karena tidak memberikan efek samping. Penggunaan artemisinin sebagai
obat anti malaria merupakan suatu langkah pengobatan yang efektif karena dianggap
tidak menimbulkan efek samping yang berat seperti kina atau klorokuin yang selama
ini digunakan.
Artemisinin adalah senyawa yang efektif untuk jenis-jenis malaria yang
resisten terhadap kuinin dan klorokuin serta malaria serebral yang disebabkan
oleh Plasmodium falciparum. Turunan dari artemisinin juga dapat berfungsi sebagai
pestisida. Menurut van Geldre et al. (1997) artemisinin yang dihasilkan oleh A.
annua disintesis di akar dan diakumulasikan di daun dan bagian tanaman lainnya.
Kandungan artemisinin daun mencapai 89% dari kandungan total yang terdapat pada
tanaman. Daun A. annua tertutup oleh trikoma kelenjar dan trikoma non-kelenjar
pada ruang subkutikular trikoma kelenjar tersebut artemisinin diakumulasikan.
Produksi artemisinin dari A. annua dipengaruhi oleh iklim, kondisi tanah, umur
tanaman dan variasi genetic Untuk keperluan ekstraksi, 1 ton daun A. annua kering
dapat menghasilkan 5-6 kg artemisinin, keperluan ini dapat dipenuhi dengan
menanami lebih dari 40 ha lahan
Teknik kultur jaringan khususnya kultur tunas adalah salah satu alternatif
untuk penyediaan bibit A. annua dengan kualitas dan kuantitas yang dapat dijaga.
Pemanfaatan kultur jaringan untuk perbanyakan dan produksi metabolit sekunder
telah dilakukan terhadap beberapa spesies Artemisia di antaranya pada A. judaica,
menggunakan media MS cair dan bioreaktor untuk multiplikasi tunas. Liuet
al. (2003) melakukan multiplikasi pada A. annua untuk produksi metabolit sekunder
pada media MS yang diperkaya dengan BA 0,5 mg/l+ NAA 0,05 mg/l.
Menurut George dan Sherrington (1984) perbanyakan tanaman secara in vitro
memiliki banyak keuntungan di antaranya (1) bahan tanaman yang digunakan lebih
kecil sehingga tidak merusak pohon induk, (2) lingkungan tumbuh dalam kultur in
vitro aseptik dan terkendali, (3) kecepatan perbanyakannya tinggi, (4) dapat
menghasilkan bibit bebas penyakit dari induk yang sudah mengandung patogen
internal, dan (5) membutuhkan tempat yang relatif kecil untuk menghasilkan bibit
dalam jumlah besar.
Penelitian perbanyakan secara in vitro yang dilakukan oleh Yunita dan Lestari
(2008) ini terdiri beberapa tahap yang berurutan, yaitu perkecambahan biji,
multiplikasi tunas, perakaran, dan aklimatisasi planlet. Inkubasi biakan dilakukan
pada 25+2oC, intensitas cahaya 1.000 lux selama 16 jam. Biji dikecambahkan pada
media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962) dan MS ditambah vitamin grup B
(asam nikotinat 0,5 mg/l, thiamin HCl 0,1 mg/l, piridoksin 0,5 mg/l, glisin 2 mg/l),
mio-inositol 100 mg/l, sukrosa 3%, dan phytagel 0,2%. Kecambah yang telah tumbuh
dipilih yang mempunyai ukuran seragam kemudian disubkultur ke dalam media MS
yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh benzil amino purin (BAP) pada
konsentrasi 0, 0,1, 0,3, dan 0,5 ppm. Masing-masing perlakuan diulang 5 kali. Setelah
7 minggu masa tanam dilakukan pengamatan terhadap jumlah tunas, tinggi tunas, dan
jumlah buku. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji lanjut BNJ.
Pada percobaan multiplikasi tunas, eksplan yang digunakan adalah tunas in
vitrodari percobaan pertama. Batang dipotong sepanjang +1 cm (memiliki 2 buku)
kemudian ditanam pada media dasar MS dengan penambahan BAP 0, 0,1, 0,3, dan
0,5 ppm. Masing-masing perlakuan diulang 5 kali. Peubah yang diamati adalah
jumlah tunas, tinggi, dan jumlah buku tanaman. Data yang diperoleh dianalisis secara
statistik dengan uji lanjut BNJ.
Pada percobaan induksi perakaran, tunas dengan tinggi lebih dari 5 cm
diisolasi pucuknya kemudian ditanam ke media perakaran, yaitu media dasar MS
dengan penambahan IBA 0,5, 1,0, 1,5, dan 2,0 ppm. Peubah yang diamati adalah
persentase eksplan berakar, jumlah, panjang, dan visualisasi akar. Data yang
diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji lanjut BNJ.
Pada tahap selanjutnya, planlet yang dihasilkan diaklimatisasi di rumah kaca.
Sebanyak 30 planlet ditanam dalam polibag yang berisi tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1 : 1. Agar bibit dapat beradaptasi maka bibit disungkup
terlebih dahulu selama 1-2 minggu, dan setelah bibit menunjukkan pertumbuhan yang
baik maka sungkup dibuka.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yunita dan Lestari (2008)
ini, dapat disimpulkan bahwa media terbaik untuk memacu multiplikasi tunas dari
eksplan kecambah adalah MS dengan penambahan BAP 0,3 ppm, demikian pula
untuk eksplan tunas in vitro. Media yang terbaik untuk perakaran, yaitu pada media
MS dengan penambahan IBA 1 ppm.

III.2 Karakter Anatomi Daun dari Kultur Tunas Artemisia annua
Berdasarkan penelitian karakter anatomi daun dari kultur tunas Artemisia
annua L. yang telah dilakukan oleh Juliarni, Dewanto, dan Ermayanti (2007), A.
annua memiliki tipe daun bifasial yaitu daun yang memiliki jaringan palisade hanya
pada salah satu sisi. Walaupun ukuran dan bentuk jaringan penyusun daun agak
berbeda, secara umum daun dari kelima klon tunas A. annua tersusun atas jaringan
yang sama yaitu terdiri atas lapisan epidermis atas dan bawah, jaringan mesofil yang
terdiferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang. Trikoma merupakan
penjuluran dari epidermis. Terdapat dua macam trikoma pada daun tumbuhan yaitu
trikoma kelenjar dan trikoma non-kelenjar.
Masing-masing trikoma mempunyai fungsi yang berbeda, trikoma non-
kelenjar antara lain berfungsi sebagai penghalang masuknya patogen melalui stomata,
sedangkan trikoma kelenjar berfungsi mengeluarkan metabolit sekunder. Trikoma
kelenjarnya terdiri atas sepuluh sel (multiseriat) meliputi dua sel basal, dua sel
tangkai dan enam sel sekretori yang tersebar merata pada helai daun. Trikoma non
kelenjar juga merupakan trikoma multiseriat dengan kepala bercabang dua
menyerupai huruf T.
Menurut Duke et al. (1994) senyawa artemisinin diakumulasikan di ruang
subkutikular trikoma kelenjar daun, selanjutnya menurut Ferreira dan Janick (1995)
kutikula yang menutupi tiga pasang sel teratas dari sel sekretori (sel apikal) akan
terpisah dari dinding sel selama perkembangan trikoma kelenjar dan akan membentuk
suatu kantung yang terisi oleh artemisinin dan zat bioaktif lainnya. Setelah
menggelembung maksimal, kantung tersebut pecah dan mengeluarkan isinya.
III.3 Peningkatan Kandungan Artemisinin Melalui Mutasi Tunas In Vitro
Tanaman Obat Artemisia cina
Mutasi induksi menggunakan sinar gamma telah berhasil memperbaiki sifat
tanaman padi dan tanaman obat tapak dara dengan sifat lebih baik daripada tanaman
induknya. Sinar gamma adalah gelombang elekromagnetik dan akan mengalami
eksitasi dan ionisasi, energi dari proses eksitasi akan mengenai molekul air pada
tanaman saat diiradiasi. Molekul air akan mengalami hidrolisis dan menghasilkan
spur tidak stabil berupa oksidator dan reduktor yang akan menyerang DNA dan
kromosom sehingga menimbulkan perubahan sifat pada tanaman yang dikenainya.
Perubahan sifat yang diharapkan adalah tanaman dengan sifat lebih baik daripada
tanaman induknya.
Hal ini melatarbelakangi Aryanti (2011) melakukan penelitian untuk
meningkatkan kandungan artemisinin melalui mutasi tunas in vitro tanaman
obat Artemisia cina. Pada penelitian ini telah dilakukan iradiasi terhadap tunas in
vitro tanaman obat Artemisia cina dengan tujuan mendapatkan tanaman baru dengan
morfologi lebih baik, berbunga lebih awal, dan mengandung artemisinin lebih tinggi
daripada tanaman induknya. Galur mutan terpilih telah dilakukan penanaman pada
daerah dengan ketinggian dibawah 500 m di atas permukaan laut (dpl).
Artemisia cina merupakan tanaman semak menahun dengan ketinggian hanya
sampai 15 cm dan berdaun menjari berwarna hijau, daun beraroma khas, bunga
berwarna keputihan dan muncul umumnya pada umur 4 bulan pada daerah dengan
ketinggian 1000 m dpl.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tunas in vitro Artemisia
cina yang dikultur pada media Murashige & Skoog (MS) tanpa penambahan
hormon. Iradiasi dilakukan di Iradiator Gamma Chamber dengan dosis 10 Gy.
Iradiasi dilakukan terhadap tunas in vitro berumur 2 minggu, setiapbotol terdiri dari 5
tanaman dan diperlukan 40 botol untuk mendapatkan 200 eksplan iradiasi.
Penanaman di Lahan Percobaan Eksplan iradiasi selanjutnya diamati dan di
sub kultur pada media MS tanpa hormon dan diseleksi sampai akhirnya di
aklimatisasi dan ditanam pada lahan percobaan. Tanaman selama di lahan percobaan
diamati berupa jumlah cabang, luas daun, tinggi tanaman, persentase tanaman
berbunga dan kandungan artemisinin dari tanaman umur 4 bulan. Penanaman
dilakukan pada lahan ukuran 4 x 5 m dengan jarak tanam 0,5 x 1 m dengan 3 kali
ulangan untuk setiap galur. Lokasi tanam di daerah Bogor dengan ketinggian sekitar
300 m dpl.
Penetapan Kadar artemisinin ditetapkan mengikuti metode Sohly yang
dimodifikasi yaitu penetapan kadar pada fraksi etil asetat menggunakan alat KCKT
dengan kolom Bondapak dan pelarut asetonitril/air (7/3). Artemisinin murni
digunakan sebagai baku pembanding untuk menetapkan kadar artemisinin pada setiap
galur mutan.
Dari hasil penelitian Aryanti (2011) ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
perbaikan sifat tanaman pada tunas A.cina yang diiradiasi dengan dosis 10 Gy dengan
tinggi tanaman, luas daun dan persentase tanaman berbunga bervariasi. Telah terjadi
peningkatan kadar artemisinin pada galur mutan yaitu lebih tinggi daripada tanaman
induknya, kadar tertinggi dicapai 21,03 mg/g pada galur mutan A32a2 dibanding
tanaman induknya hanya 0,40 mg/g.












BAB IV
PENUTUP

IV.1 Simpulan
Artemisinin termasuk kelompok sesquiterpen lakton, senyawa ini hanya
terdapat di dalam tanaman Artemisia sp. dan kandungannya sangat rendah.
Artemisinin merupakan produk metabolit sekunder yang mempunyai keunggulan
antara lain cepat menghilangkan gejala klinis dan cepat mengeliminasi parasit dalam
darah.
Artemisinin adalah senyawa yang efektif untuk jenis-jenis malaria yang
resisten terhadap kuinin dan klorokuin serta malaria serebral yang disebabkan
olehPlasmodium falciparum. Kandungan artemisinin pada daun mencapai 89% dari
kandungan total yang terdapat pada tanaman. Senyawa artemisinin diakumulasikan di
ruang subkutikular trikoma kelenjar daun. Penggunaan artemisinin sebagai obat anti
malaria merupakan suatu langkah pengobatan yang efektif karena dianggap tidak
menimbulkan efek samping yang berat seperti kina atau klorokuin yang selama ini
digunakan.
Media terbaik untuk memacu multiplikasi tunas dari eksplan
kecambah Artemisia annua adalah MS dengan penambahan BAP 0,3 ppm, demikian
pula untuk eksplan tunas in vitro. Media yang terbaik untuk perakaran, yaitu pada
media MS dengan penambahan IBA 1 ppm.

IV.2 Saran
Perlu dikembangkannya kultur jaringan tanaman Artemisia sp. dimana
senyawa artemisinin-nya sangat efektif sebagai obat anti malaria pengganti kina atau
klorokuin.



DAFTAR PUSTAKA

Aryanti, 2011, Peningkatan Kandungan Artemisinin Melalui Mutasi Tunas In Vitro
Tanaman Obat Artemisia Cina, Majalah Farmasi Indonesia, Vol. 22, No. 1,Hal 60
64.

Duke, S.O., R.N. Paul. 1993. Development and Fine Structure of the Glandular
Trichomes of Artemisia annua L. Int. J.Plant Sci. 154:107-118.
Duke. 1994. Localization of Artemisinin and Artemisitene in Foliar Tissues of
Glanded and Glandless Biotypes of Artemisia annua L. Int. J. Plant Sci. 155: 365-
372.

Fahn, A. 1979. Secretory Tissues in Plants. Academic Press Inc. London.
Fahn, A. 1990. Plant Anatomy. 4th Ed. Butterworth- Heinemann. London.
Ferreira, J.F.S, J. Janick. 1995. Floral morphology of Artemisia annua With Special
Reference to Trichomes. Int. J. Plant Sci. 156: 807-815.

Gusmaini dan Nurhayati, H., 2007, Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia
annua L. di Indonesia, Perspektif , Vol. 6 No. 2. Hal 57 67.

Juliarni, Dewanto, H.A., dan Ermayanti, T.M., 2007, Karakter Anatomi Daun dari
Kultur Tunas Artemisia annua L., Bul. Agron. (35) (3), Hal 225 232.

Klayman, D.L. 1985. Quinghaosu (artemisinin): An Antimalarial Drug from China.
Sci. 228:1049-1055.

Marco, J.A., O. Barbera. 1990. Natural Products from the Genus Artemisia. In : Atta-
ur-Rahman (ed). Studies in Natural Products Chemistry. Elsevier. Amsterdam. p.
201- 264.

Mariska, I., 2002, Perkembangan Penelitian Kultur In Vitro pada Tanaman
Industri, Pangan, dan Hortikultura, Buletin AgroBio 5(2):45-50.

Paniego, N.B, A.M Giuletti. 1994. Artemisia annua L. : Dedifferentiated and
Differentiated Cultures. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 36: 163-168.

Simon, J.E., D. Charles, E. Cebert, L. Grant, J. Janick, and A. Whipkey.
1990. Artemisia annua L. Promising Aromatic and Medicinal. In Janick, J. and J.E.

Simon (Eds.). Advances in New Crops. Timber press, Portland, OR. p. 522-526.
Sobrizal dan Ismachin, M., 2006. Peluang Mutasi Induksi Pada Upaya Pemecahan
Hambatan Peningkatan Produksi Padi. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi.
2(1), 50-64.

Syukur, S., 2000. Efek Iradiasi Gamma Pada Pembentukan Variasi Klon
dari Chataranthus roseus. Prosiding APISORA, BATAN Jakarta, 33-37.

WHO. 2004. More than 600 Million People Need Effective Malaria Treatment to
Prevent Unacceptably High Death Rates. Press Release WHO

Yunita, R dan Lestari, E.G., 2008, Perbanyakan Tanaman Artemisia annua Secara In
Vitro, Jurnal AgroBiogen, Vol. 4, No. 1, Hal: 41-44.









LAMPIRAN
PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang
mempunyai sifat seperti induknya DISEBUT..
a. Kultur jaringan c. Kulturasi e. Kloning
b. Kultur budaya d. Kultur Hewan
Jawaban : A
2. Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara..
a. Vegetatf c. Alami e. Benar semua
b. Generatif d. Nonvegetatif
Jawaban : A
3. Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan
jaringan tanaman yang sering disebut...
a. Eksplan c. Kalus e. Isolat
b. Planlet d. Inokulat
Jawaban : A
4. Apabila kalus terbentuk dan dipindahkan ke dalam medium diferensiasi yang
cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut..
a. Planlet c. Kalus e. Isolat
b. Eksplan d. Inokulat
Jawaban : A
5. Berikut tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik
kultur jaringan.
1) Pembuatan media
2) Inisiasi
3) SterilisasI
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
Urutan yang sesuai adalah..
a. 1,2,3,4,5,6 c. 3,4,5,6,1,2 e. 5,6,1,2,3,4
b. 2,3,4,5,6,1 d. 4,5,6,1,2,3
Jawaban : A
6. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai
toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara..
a. 3,05,0 c. 7,0 e. 14,0
b. 5,0-6,0 d. 8,0
Jawaban : B
7. Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang optimum
umumnya adalah berkisar di antara..
a. 35
0
-55
0
C c. 50
0
-60
0
C e. -100
0
C
b. 20
0
-30
0
C d. 100
0
C
Jawaban : B
8. Dengan melakukan kultur tunas pada tanaman Artemisia, informasi dasar
mengenai kandungan tanaman ini dapat diketahui, yaitu mengandung senyawa..
a. Curcumin c. Fenilalanin e. Tildenafil
b. Artemisinin d. Digoxin
Jawaban : B
9. Senyawa biologis tersebut dapt digunakan untuk mengobati..
a. Kanker c. Luka e. Benar semua
b. Malaria d. Diare
Jawaban : B
10. Teknik kultur jaringan sebagai alternatif untuk penyediaan bibit Artemisia
annua dengan kualitas dan kuantitas yang dapat dijaga adalah dengan cara..
a. Kultur akar c. Kultur daun e. Benar semua
b. Kultur tunas d. Kultur embrio
Jawaban : B
11. Media yang digunakan dalam pengkulturan tanaman Artemisia annua
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yunita dan Lestari (2008)
disimpulkan bahwa media terbaik untuk memacu multiplikasi tunas dari eksplan
kecambah adalah..
a. Media NB c. Media MS e. Benar semua
b. Media LB d. Media NA
Jawaban : C
12. Berdasarkan penelitian karakter anatomi daun dari kultur tunas Artemisia
annua L. yang telah dilakukan oleh Juliarni, Dewanto, dan Ermayanti
(2007), Artemisiaannua memiliki tipe daun yang..
a. Majemuk c. Bifasial e. Salah semua
b. Tunggal d. Trifasial
Jawaban : C
13. Daun yang memiliki jaringan palisade hanya pada salah satu sisi disebut tipe
daun..
a. Majemuk c. Bifasial e. Salah semua
b. Tunggal d. Trifasial
Jawaban : C
14. Peningkatan kandungan artemisinin melalui mutasi tunas in vitro tanaman
obat Artemisia cina dengan cara mutasi induksi menggunakan sinar..
a. Alfa c. Gamma e. Teta
b. Beta d. Delta
Jawaban : C
15. Dari hasil penelitian Aryanti (2011) dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
perbaikan sifat tanaman pada tunas Artemisia cina, peningkatan kadar
artemisinin pada galur mutan lebih tinggi daripada tanaman induknya, kadar
tertinggi dicapai......mg/g pada galur mutan A32a2 dibanding tanaman induknya
hanya 0,40 mg/g.
a. 0,21 c. 21,03 e. 0,39
b. 0,30 d. 0,32
Jawaban : C

Anda mungkin juga menyukai