Anda di halaman 1dari 45

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survei bersifat deskriptif analitik dengan rancangan
cross sectional (Notoatmodjo, 2003) yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap ibu dengan pemberian MP-ASI.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelurahan yaitu Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan
Medan Selayang. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah :
1. Banyaknya ibu yang tidak memberi ASI Eksklusif pada anaknya (0-6 bulan) menurut
data yang didapat dari kegiatan survei Tim Kelompok Gizi Masyarakat 2010, hanya
sebesar 29,03% ibu yang memberikan ASI Eksklusif di Kelurahan PB. Selayang II
Kecamatan Medan Selayang.
2. Kurang tepatnya cara pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Kelurahan
PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 Januari 2011.

30
Universitas Sumatera Utara
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi dan sedang
menyusui di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang, sebanyak 112 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel dipilih secara simple random sampling terhadap semua ibu yang memiliki bayi
usia 6 bulan keatas dengan berat badan lahir normal dan sedang menyusui di Kelurahan PB.
Selayang II Kecamatan Medan Selayang.
Adapun sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Tarro Yamane dalam teori
Notoadmojo (2005) maka disimpulkan bahwa besar sampel adalah sebagai berikut :
n = N
1+ N (d
2
)
Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)

Maka : n = 112
1 + 112(0,1)
2

Universitas Sumatera Utara
n = 112
2,12
n = 52,8 53 orang
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapat sampel sebesar 53
orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling.
3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer
a. Pengetahuan ibu mengenai pemberian MP-ASI.
b. Sikap ibu mengenai pemberian MP-ASI.
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden. Pelaksanaan
wawancara berpedoman kepada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data penduduk Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan
Medan Selayang yang diperoleh dari kantor lurah Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan
Medan Selayang.
3.5. Definisi Operasional
1. Umur adalah usia responden dari mulai lahir sampai ulang tahunnya yang terakhir.
2. Umur bayi adalah anak yang berusia 0-1 tahun.
3. Pendidikan adalah pendidikan formal responden yang terakhir.
Universitas Sumatera Utara
4. Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang ditekuni responden dan merupakan sumber
penghasilan bagi responden.
5. Penghasilan keluarga adalah jumlah penghasilan keseluruhan keluarga yang dihitung
dalam sebulan.
6. Suku adalah suku bangsa yang merupakan aspek sosial budaya yang membedakan
manusia.
7. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan disini
menyangkut segala sesuatu yang diketahui ibu tentang pemberian makanan tambahan
pada balita.
8. Sikap merupakan produk dari sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan
rangsangan yang diterimanya. Jadi dapat berupa perilaku yang masih tersembunyi.
Sikap ibu tentang pemberian makanan tambahan pada balita.
9. Tindakan adalah perbuatan yang dilakukan secara konkrit oleh seseorang sebagai
akibat dari pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. Tindakan ibu dalam pemberian
makanan tambahan pada balita.
10. Jumlah anak yang dimaksud di sini adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh
responden baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal.



Universitas Sumatera Utara
3.6. Skala Pengukuran
1. Untuk mengukur tingkat pengetahuan, setiap pertanyaan diberikan bobot nilai 1 jika
benar dan 0 jika jawaban salah, nilai maksimal = 10 dan nilai minimal = 0.
Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden maka dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan responden sebagai berikut : (Arikunto, 1998)
a. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh responden > 8
b. Tingkat pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh responden berkisar
antara 5-7
c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh responden < 4
2. Untuk mengukur tingkat sikap, jenis pertanyaan dibagi kedalam 2 jenis pertanyaan,
yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negatif. Untuk pertanyaan positif sikap Setuju
(S) diberi nilai 3, Netral (N) diberi nilai 2 dan Tidak Setuju diberi nilai 1. Sedangkan
untuk pertanyaan negatif sikap setuju (S) diberi nilai 1, Netral (N) diberi nilai 2 dan
Tidak Setuju (TS) diberi nilai 3. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden
maka dapat dikategorikan tingkat sikap responden sebagai berikut :
a. Tingkat sikap baik, apabila nilai yang diperoleh responden > 24
b. Tingkat sikap sedang, apabila nilai yang diperoleh responden berkisar antara 17-23
c. Tingkat sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh responden < 16.
3. Untuk mengukur tingkat tindakan, setiap pertanyaan diberikan bobot nilai 1 jika benar
dan 0 jika jawaban salah. Untuk pertanyaan nomor 33, 34, 35, 36, 37, 39 dan 41
adalah jenis pertanyaan negatif, yang apabila menjawab Ya mendapat nilai 0 dan bila
Universitas Sumatera Utara
menjawab Tidak mendapat nilai 1. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden
maka dapat dikategorikan tingkat tindakan responden sebagai berikut :
a. Tingkat tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh responden > 8
b. Tingkat tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh responden berkisar antara 5-
7
c. Tingkat tindakan kurang, apabila nilai yang diperoleh responden < 4

3.7. Teknik Analisa Data
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisa dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan selanjutnya diuraikan dalam bentuk narasi sesuai literature yang ada. Jenis
analisis yang dilakukan adalah :
1. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya
proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.
2. Analisa Bivariat
Analisa ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
(Pengetahuan dan sikap Ibu) dengan variabel dependen (ketepatan pemberian MP-
ASI). Dari hasil analisis ini akan diketahui variabel independen yang bermakna secara
statistik dengan variabel dependen. Teknik analisis yang digunakan adalah uji chi-
square dengan tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05). Jika P < 0,05, untuk melihat
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Geografis Kelurahan Padang Bulan Selayang II (PB. Selayang II)
Kelurahan PB. Selayang II yang merupakan ibukota Kecamatan Medan Selayang Kota
Medan mempunyai luas wilayah 2.379 Ha. Kelurahan PB. Selayang II berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Padang Bulan Selayang I
Sebelah selatan : Kelurahan Sempakata
Sebelah Timur : Kelurahan Beringin dan Kecamatan Medan Baru
Sebelah Barat : Kelurahan Tanjung Sari
4.1.2. Demografi Kelurahan Padang Bulan Selayang II (PB. Selayang II)
Kelurahan PB. Selayang II mempunyai jumlah penduduk 25.095 jiwa, dengan jumlah
laki-laki 12.675 jiwa dan jumlah perempuan 12.420 jiwa. Jumlah kepala keluarga 5.736 KK,
jumlah balita sebanyak 730 orang, jumlah ibu hamil sebanyak 80 orang dan jumlah ibu
menyusui sebanyak 112 orang.


Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan PB.
Selayang II Kecamatan Medan Selayang tahun 2010

No. Kelompok Umur
(Tahun)
Jumlah %
1 0-1 48 0,2
2 1-5 730 2,9
3 6-12 5856 23,3
4 13-19 2112 8,4
5 20-27 3145 12,6
6 27-33 3690 14,8
7 34-40 2296 9,1
8 41-47 2382 9,5
9 48-54 2567 10,2
10 > 55 2269 9,0
Jumlah 25.095 100,0
Sumber : Profil Kelurahan PB. Selayang II Tahun 2008
Dari tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa kelompok umur penduduk terbanyak adalah
kelompok umur 6-8 tahun dengan jumlah 5856 orang ( 23,3%) dan kelompok umur penduduk
yang terendah adalah pada umur 0-1 tahun dengan jumlah (0,2 %).



Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Kelurahan PB.
Selayang II di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
No Pendidikan Terakhir Jumlah %
1 Belum Sekolah 778 3,1
2 Tidak Tamat SD 790 3,1
3 Tamat SD 1390 5,5
4 SLTP/Sederajat 9.416 37,6
5 SLTA/Sederajat 11.365 45,3
6 Perguruan Tinggi 1356 5,4
Jumlah 25.095 100,0
Sumber : Profil Kelurahan PB. Selayang II Tahun 2008
Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui bahwa pendidikan terakhir penduduk terbanyak
adalah SLTA/Sederajat dengan jumlah 11.365 orang (45,3%) dan pendidikan terakhir
penduduk yang paling sedikit adalah belum sekolah yakni sebanyak 778 orang (3,1%)
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan PB. Selayang II
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
No Pekerjaan Jumlah %
1 TNI/Polri 7631 26,2
2 PNS 4296 14,8
3 Swasta 1837 9,8
4 Pedagang 4871 16,6
6 Pensiunan 2231 12,8
7 Buruh 1541 8,9
8 Supir 2688 10,9
Universitas Sumatera Utara
Jumlah 25.095 100,0
Sumber : Profil Kelurahan PB. Selayang II Tahun 2008
Berdasarkan pekerjaan, yang ditunjukkan pada tabel 4.3 diatas diketahui bahwa
pekerjaan yang terbanyak adalah TNI/Polri sebanyak 7631 orang (26,2%) sedangkan
pekerjaan penduduk yang terendah adalah Buruh yakni sebanyak 1541 orang (8,9 %).
Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan PB. Selayang II
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
No Agama Jumlah %
1 Islam 20.990 72,1
2 Kristen Protestan 3.469 25,7
3 Budha 0 0
4 Kristen Katolik 579 2,0
5 Hindu 57 0,2
Jumlah 25.095 100,0
Sumber : Profil Kelurahan PB. Selayang II Tahun 2008
Agama yang paling banyak dianut di Kelurahan PB. Selayang II berdasarkan tabel 4.4.
adalah agama Islam yakni sebanyak 20.990 orang (72,1 %) dan yang paling sedikit adalah
agama budha yaitu 0 orang (0 %).



Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku di Kelurahan PB. Selayang II
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
No Suku Jumlah %
1 Jawa 7660 30,5
2 Batak 5119 20,4
3 Mandailing 3589 14,3
4 Karo 4670 18,6
5 Minang 2379 9,5
6 Dll (India, Bali) 1678 6,7
Jumlah 25.095 100,0
Sumber : Profil Kelurahan PB. Selayang II Tahun 2008
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa suku Jawa merupakan suku terbanyak di
Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang dengan jumlah 7660 orang (30,5%)
dan yang paling sedikit adalah suku India, Bali yakni sebanyak 1678 orang (6,7 %).
4.2 Karakteristik Responden
4.2.1. Umur
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh ibu memiliki bayi umur 7-12 di
Kelurahan PB. Selayang II tahun 2010.



Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan PB. Selayang II
Tahun 2010
No Umur Jumlah %
1 20 24 14 26
2 25 29 31 59
3 30 34 8 15
Jumlah 53 100

Berdasarkan hasil penelitian, umur responden yang terlihat pada tabel 4.7
menunjukkan bahwa pada umumnya responden berumur 25-29 tahun 31 orang (59%) menjadi
golongan umur yang paling banyak, dan umur responden paling sedikit adalah 30-34 tahun 8
orang (15%)
4.2.2. Suku
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, suku responden dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Suku di Kelurahan PB. Selayang II
Tahun 2010
No Suku Jumlah %
1 Jawa 25 47,2
2 Batak 6 11,3
3 Minang 4 7,5
4 Mandailing 9 17,0
5 Lain-lain (Bali, India) 9 17,0
Universitas Sumatera Utara
Jumlah 53 100,0

Dari 53 responden yang diteliti, suku paling banyak adalah suku Jawa yakni 25 orang
(47,2 %) dan paling sedikit adalah suku Minang yaitu 4 orang (7,5 %)
4.2.3. Agama
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui agama yang dianut oleh
responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Agama di Kelurahan PB. Selayang II
Tahun 2010
No Agama Jumlah %
1 Islam 45 84,9
2 Kristen 2 3,8
3 Hindu 6 11,3
Jumlah 53 100,0

Tabel 4.8. menunjukkan bahwa umumnya ibu yang menjadi responden beragama
Islam yakni 45 orang (84,9 %) yang beragama Kristen 2 orang (3,8 %)
4.2.4. Pendidikan Terakhir
Untuk mengetahui pendidikan terakhir responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Kelurahan PB.
Selayang II Tahun 2010

No Pendidikan Jumlah %
1 Tamat SMP 8 15,1
2 Tamat SMA 33 62,3
3 Tamat PT 12 22,6
Jumlah 53 100,0

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa pendidikan terakhir responden yang
terbanyak adalah tamat SMA yakni sebanyak 33 orang (62,3 %) dan yang paling sedikit
adalah tamat SMP yaitu sebanyak 8 orang (15,1 %).
4.2.5. Pekerjaan
Berdasarkan data penelitian pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan PB. Selayang II
Tahun 2010
No. Pekerjaan Jumlah %
1 Ibu Rumah Tangga 36 67,9
2 Wiraswasta 13 24,5
3 Guru 3 5,7
4. Pegawai Honor 1 1,2
Jumlah 53 100,0

Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa pekerjaan ibu paling banyak yang menjadi responden
adalah ibu rumah tangga yakni 36 orang (67,9 %) dan yang paling sedikit 1 orang (1,2 %)
yang bekerja sebagai pegawai honor.
4.2.6. Penghasilan Keluarga
Untuk mengetahui pendapatan keluarga responden dapat dilihat pada tabel berikut :
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan PB.
Selayang Tahun 2010
No Pendapatan Keluarga Jumlah %
1 750.000 13 24,5
2 750.00 1.500.00 31 58,5
3 1.500.000 9 17,0
Jumlah 53 100,0

Berdasarkan penelitian, pendapatan keluarga yang ditunjukkan pada tabel 4.11 di atas,
diketahui bahwa sebagian besar pendapatan keluarga responden Rp. 750.000 Rp. 1.500.000
sebanyak 31 orang (24,5%) yang berarti lebih atau memenuhi Upah Minimum Regional
(UMR) Kota Medan tahun 2010 (Rp. 1.197.000) dan sebanyak 9 orang (17,0) yang
berpenghasilan Rp. 1.500.000.
4.2.7. Pekerjaan Suami (Ayah Bayi)
Berdasarkan data penelitian pekerjaan suami responden dapat dilihat pada tabel
berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Suami di Kelurahan PB.
Selayang II Tahun 2010
No Pekerjaan Suami Jumlah %
1 PNS 18 34,0
2 Supir 15 28,3
3 Wiraswasta 15 28,3
4 Buruh 5 9,4
Jumlah 53 100,0

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa sebagian besar suami dari responden pekerjaannya
adalah PNS yakni sebanyak 18 orang (34,0 %) dan yang paling sedikit 5 orang (9,4 %) yang
bekerja sebagai buruh.
4.2.8. Jumlah Anak
Berdasarkan data penelitian jumlah anak responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak di Kelurahan PB.
Selayang II
No. Jumlah Anak Jumlah %
1 1 25 47,2
2 2 21 39,6
3 3 7 13,2
Jumlah 53 100,0

Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa jumlah anak dari responden yang paling banyak
adalah 1 orang yakni sebanyak 24 orang (47,2%) dan yang paling sedikit jumlah anak 3 orang
yakni sebanyak 7 orang responden (17,6 %).
4.3. Karakteristik Bayi (7-12)
4.3.1. Umur Bayi
Umur bayi dikelompokkan berdasarkan tata cara pemberian MP-ASI yang disesuaikan
dengan umur bayi. Dari data yang diperoleh umur bayi (7-12) bulan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Bayi di Kelurahan PB. Selayang II
No Umur Bayi (Bulan) Jumlah %
1. 7 9 17,6
2. 8 16 31,4
3. 9 12 23,5
4. 10 14 27,5
Jumlah 53 100,0

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa sebagian umur bayi dari responden adalah 8 bulan
yakni sebanyak 16 orang (31,4 %) dan yang paling sedikit umur bayi 7 bulan yakni sebanyak
9 orang (17,6 %).


Universitas Sumatera Utara
4.4. Pengetahuan Responden Tentang MP-ASI
Pengetahuan responden tentang MP-ASI dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.15. Distibusi Berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang MP-ASI di Kelurahan PB.
Selayang II
No. Pertanyaan Jumlah %
1. Ibu tahu tentang makanan pendamping ASI
a. Benar
b. Salah

46
7

86,8
13,2
2. Pengertian tentang makanan pendamping ASI itu
a. Benar
b. Salah

34
12

73,9
26,1
3. Umur yang paling tepat dalam pemberian makanan
tambahan
a. Benar
b. Salah

47
6

88,7
11,3
4. Jenis makanan yang pertama kali diberikan kepada bayi usia
> 6 bulan
a. Benar
b. Salah

28
25

52,8
47,2
5. Yang merupakan makanan pendamping ASI
a. Benar
b. Salah

39
14

73,6
26,4
6. Berapa kali makanan tambahan itu diberikan dalam sehari
kepada bayi yang berusia 6-8 bulan
a. Benar
b. Salah


33
20


62,3
37,7
7. Bayi perlu diberikan makanan tambahan
Universitas Sumatera Utara
a. Benar
b. Salah
33
20
62,3
37,7
8. Pengaruhnya terhadap pemberian makan bayi sebelum usia 6
bulan terhadap kesehatan bayi
a. Benar
b. Salah

45
8

84,9
15,1
9. Menunda makanan tambahan dapat mengurangi resiko alergi
makanan
a. Benar
b. Salah

50
3

94,3
5,7
10. Usia yang tepat pada proses penyapihan bayi
a. Benar
b. Salah

50
3

94,3
5,7

Berdasarkan penelitian di atas dapat lihat pengetahuan responden tentang MP-ASI
sebanyak 46 orang (86,8%) sudah mengetahui dengan benar. Pengetahuan tentang pengertian
makanan pendamping ASI sebanyak 34 orang (73,9%) menjawab benar. Pengetahuan tentang
umur berapa sebaiknya bayi diberikan makanan tambahan sebanyak 47 orang (88,7%)
menjawab dengan benar. Untuk pengetahuan jenis makanan yang pertama kali diberikan
kepada bayi usia diatas 6 bulan sebanyak 28 orang (52,8%) menjawab dengan benar.
Pengetahuan yang manakah makanan pendamping ASI, sebanyak 39 orang (73,6%) yang
menjawab jawaban yang benar.
Untuk pengetahuan ibu tentang berapa kali diberikan makanan tambahan dalam sehari,
sebanyak 33 orang (62,3%) yang menjawab benar. Pengetahuan tentang mengapa bayi perlu
diberikan makanan tambahan, sebanyak 33 orang (62,3%) yang menjawab benar.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan responden tentang apa pengaruh terhadap pemberian makan bayi sebelum usia 6
bulan, sebanyak 45 orang (84,9%) yang menjawab dengan benar. Responden yang menjawab
benar sebanyak 50 orang (94,3%) menjawab benar dengan menunda makanan tambahan dapat
mengurangi resiko alergi makanan. Dan pengetahuan responden pada usia berapa bayi
sebaiknya disapih, sebanyak 50 orang (94,3%) yang menjawab benar.
Berdasarkan data di atas, maka secara kategori pengetahuan responden dapat
dikelompokkan, dimana masing-masing kategori dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan di Kelurahan PB.
Selayang II

No. Kategori Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
1 Baik 37 69,8
2. Sedang 12 22,6
3. Kurang 4 7,5
Jumlah 53 100,0

Berdasarkan penelitian di atas dapat dilihat bahwa tingkat kategori responden
pengetahuan yang baik sebanyak 37 orang (69,8%), sedangkan yang sedang sebanyak 12
orang (22,6%) responden memiliki pengetahuan pada tingkat sedang dan sebanyak 4 orang
(7,5%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.


Universitas Sumatera Utara
4.5. Sikap Ibu Tentang MP-ASI
Sikap responden tentang MP-ASI dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.17. Distribusi Berdasarkan Sikap Ibu tentang MP-ASI di Kelurahan PB.
Selayang II
No Pertanyaan Jumlah %
1. Bayi berusia 4 bulan memerlukan makanan khusus
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju

41
1
11

77,4
1,9
20,8
2. Pada bayi berusia > 6 bulan baru boleh diberikan makanan
tambahan
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju


0
8
45



0
15,1
84,9
3. Supaya bayi berusia 0-6 bulan lebih gemuk, makanannya
harus ditambah dengan susu formula
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju

25
30
8

47,2
37,7
15,1
4. Pemberian makanan pada bayi yang berusia < 6 bulan
dapat berpengaruh pada pencernaannya
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju


3
13
37


5,7
24,5
69,8

Universitas Sumatera Utara
5. Pemberian makanan selain ASI kepada bayi sebelum bayi
berusia 6 bulan
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju

19
17
17

35,8
32,1
32,1
6. Menunda pemberian makanan padat dapat mengurangi
resiko alergi makanan pada bayi
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju

1
23
29

1,9
43,4
54,7

No. Pertanyaan Jumlah %
7. Pemberian makanan pada bayi sebelum usia 6 bulan dapat
membantu bayi mengatasi rasa lapar dan tidak akan
menangis
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju



3
15
35



5,7
28,3
66,0
8. Memberi makanan lumat seperti bubur susu sebagai
makanan pertama pada bayi berusia > 6 bulan
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju


0
24
29


0
45,3
54,7
9. Pada bayi 7-9 bulan diberikan lebih dari 6 kali makanan
tambahan setiap hari
a. Setuju
b. Netral


24


45,3
Universitas Sumatera Utara
c. Tidak setuju 11
18
20,8
34,0
10. Pemberian makanan pada bayi sebelum usia 6 bulan dapat
menyebabkan anak kelebihan berat badan
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju


1
14
38


1,9
26,4
71,7

Dari hasil penelitian di atas di ketahui sikap responden tentang bayi berusia 4 bulan
memerlukan makanan khusus, sebanyak 41 orang (77,4%) mengatakan sikap setuju. Sikap
responden terhadap bayi yang berumur > 6 bulan baru boleh diberikan makanan tambahan,
responden yang bersikap tidak setuju sebanyak 45 orang (84,9%). Sikap responden pada bayi
berusia 0-6 bulan lebih gemuk, harus ditambah dengan susu formula, sebanyak 30 orang
(37,7%) menjawab netral. Sikap responden terhadap pemberian makanan pada bayi yang
berusia < 6 bulan dapat berpengaruh pada pencernaannya, sebanyak 37 orang (69,8%)
menyatakan tidak setuju. Untuk pertanyaan pemberian makanan selain ASI kepada bayi
sebelum bayi berusia 6 bulan, sebanyak 19 orang (35,8%) menyatakan setuju.
Sikap responden terhadap pemberian makanan padat dapat mengurangi resiko alergi
makanan pada bayi sebanyak 29 orang (54,7 %) menyatakan sikap tidak setuju. Sikap
responden terhadap pemberian makanan pada bayi sebelum usia 6 bulan dapat membantu bayi
mengatasi rasa lapar dan tidak akan menangis, sebanyak 35 orang (66,0%) menyatakan tidak
setuju. Untuk pertanyaan memberi makanan lumat seperti bubur susu sebagai makanan
Universitas Sumatera Utara
pertama pada bayi berusia > 6 bulan yang menyatakan sebanyak 29 orang (54,7 %)
menyatakan sikap tidak setuju.
Untuk pertanyaan pada bayi 7-9 bulan diberikan lebih dari 6 kali makanan tambahan
setiap hari, sebanyak 24 orang (45,3%) menyatakan sikap setuju. Sikap responden untuk
pemberian makanan pada bayi sebelum usia 6 bulan dapat menyebabkan anak kelebihan berat
badan, sebanyak 37 orang (69,8 %) menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan data tentang sikap responden di atas, setelah dilakukan pengelompokan
berdasarkan kategori baik dan buruk maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Ibu di Kelurahan PB.
Selayang II
No Kategori sikap Jumlah Presentase (%)
1. Baik 11 20,8
2. Sedang 34 64,2
3. Kurang 8 15,1
Jumlah 53 100,0

Berdasarkan penelitian di atas dapat dikategorikan sikap responden, sebanyak 11
orang (20,8%) mempunyai sikap kategori yang baik, sedangkan 34 orang (64,2%) mempunyai
sikap kategori sedang dan 8 orang (15,1%) mempunyai kategori kurang.
4.6. Tindakan Ibu Tentang MP-ASI
Tindakan responden tentang MP-ASI dapat dilihat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.19. Distribusi Berdasarkan Tindakan Ibu tentang MP-ASI di Kelurahan PB.
Selayang II

No Pertanyaan Jumlah %
1. Ibu memberikan ASI saja sampai usia 6 bulan
a. Ya
b. Tidak

1
52

1,9
98,1
2. Ibu memberikan makanan tambahan pada bayi saat berumur 4 bulan
a. Ya
b. Tidak


16
37


30,2
69,8
3. Makanan tambahan diberikan pada bayi ketika usia < 6 bulan?
a. Ya
b. Tidak

36
17

67,9
32,1
4.

Ibu memberikan makan bayi berusia < 6 bulan jika bayi rewel atau
menangis
a. Ya
b. Tidak


21
32


39,6
60,4
5. Ibu memberikan susu formula pada anak usia < 6 bulan?
a. Ya
b. Tidak

33
20

62,3
37,7
6. Ibu memberi makan bayi berusia < 6 bulan agar anak lebih gemuk
a. Ya
b. Tidak


34


64,2
Universitas Sumatera Utara
19 35,8
7. Ibu memberi makanan lumat seperti bubur susu sebagai makanan
pertama bayi berusia diatas 6 bulan
a. Ya
b. Tidak


35
18


66,0
34,0






No Pertanyaan Jumlah %
8. Ibu memberikan susu formula sebagai makanan tambahan ketika masih
memberikan ASI
a. Ya
b. Tidak


36
17


67,9
32,1

9. Ibu memberikan makanan tambahan 1-3 kali sehari pada bayi usia > 6
a. Ya
b. Tidak


45
8


84,9
15,1
Universitas Sumatera Utara

10. Ibu memberikan makan bayi dengan kemiri sesaat setelah bayi lahir
a. Ya
b. Tidak


14
39



26,4
73,6

Dari hasil penelitian di atas di ketahui tindakan responden dalam memberi ASI saja,
sebanyak 1 orang (1,9%) menjawab ya dan 52 orang (98,1%) menjawab tidak. Tindakan
responden dalam memberikan makanan tambahan pada bayi saat berumur 4 bulan, sebanyak
16 orang (30,2%) yang menjawab ya dan 37 orang (69,8%) yang menjawab tidak. Tindakan
responden dalam memberikan makanan tambahan pada bayi ketika usia < 6 bulan, sebanyak
36 orang (67,9%) menjawab ya dan 17 orang (32,1%) menjawab tidak. Tindakan responden
memberikan makan bayi berusia < 6 bulan jika bayi rewel atau menangis, sebanyak 32 orang
(60,4%) menjawab ya dan sebanyak 21 orang (39,6%) yang menjawab tidak. Tindakan
responden dlam memberikan susu formula pada anak usia < 6 bulan sebanyak, 33 orang
(62,3%) yang menjawab ya dan sebanyak 20 orang (37,7%) yang menjawab tidak. Tindakan
responden memberi makan bayi berusia < 6 bulan agar anak lebih gemuk, sebanyak 34 orang
(64,2%) yang menjawab ya dan 19 orang (35,8%) yang menjawab tidak. Tindakan responden
dalam memberi makanan lumat seperti bubur susu sebagai makanan tambahan bayi berusia
diatas 6 bulan, sebanyak 35 orang (66,0%) menjawab ya dan sebanyak 18 orang (34,0%)
menjawab tidak. Tindakan responden memberikan susu formula sebagai makanan tambahan
ketika masih memberikan ASI, sebanyak 36 orang (67,9%) menjawab ya dan sebanyak 17
Universitas Sumatera Utara
orang (32,1%) menjawab tidak. Tindakan responden dalam memberikan makanan tambahan
1-3 kali sehari pada bayi usia > 6 bulan, sebanyak 45 orang (84,5%) menjawab ya dan
sebanyak 8 orang (84,9%) menjawab tidak. Tindakan responden memberi makan bayi dengan
kemiri sesaat setelah bayi lahir, sebanyak 14 orang (26,4%) menjawab ya dan sebanyak 39
orang (73,6%) menjawab tidak.
Tabel 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan di Kelurahan PB.
Selayang II
No. Kategori Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
1 Baik 17 32,1
2. Sedang 15 28,3
3. Kurang 21 39,6
Jumlah 53 100,0

Berdasarkan penelitian di atas dapat dikategorikan tindakan responden sebanyak 17
orang (32,1%) mempunyai tindakan kategori yang baik, sedangkan 15 orang (28,3%)
mempunyai tindakan kategori sedang dan 21 orang (39,6%) mempunyai tindakan kategori
kurang.
4.7. Hasil Analisa Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak hubungan yang bermakna
antara variabel independen pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian makanan
pendamping ASI. Pengujian analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Square.
Alasan pemilihan analisis menggunakan Uji Chi Square, disebabkan variabel independennya
Universitas Sumatera Utara
kategorik dan variabel dependennya juga kategorik. Analisis ini dikatakan bermakna
(signifikan) bila hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik
antara variabel, yaitu dengan nilai p < 0,05. Variabel yang dianalisis adalah pengetahuan dan
sikap responden seperti tertera pada Tabel 4.20 berikut ini:
Tabel 4.21. Hasil Uji Chi Square Hubungan Variabel Independen (Pengetahuan dan
Sikap) Terhadap Tindakan Ibu Dalam Pemberian MP-ASI di Kelurahan
PB. Selayang II Tahun 2010

Tindakan Responden Terhadap
Pemberian MP-ASI
Baik Sedang Kurang
Total
Variabel
n % n % n % n %
P
Pengetahuan
a. Baik
b. Sedang
c. Kurang
17
0
0

45,9
0
0
12
3
0
32,4
25
0
8
9
4
21,6
75
100
37
12
4
100
100
100


0,001
Sikap
a. Baik
b. Sedang
c. Kurang
4
13
0
36,3
38,2
0
2
13
0
18,2
38,2
0
5
8
8
45,6
23,6
100
11
34
8
100
100
100


0,002

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas, hasil uji statistik Chi Square (Pearson Chi Square)
dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI), diperoleh nilai p value = 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
secara statistik bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang
pemberian MP-ASI terhadap tindakan ibu terhadap pemberian MP-ASI
Berdasarkan hasil analisis Chi Square (Pearson Chi Square) dilakukan untuk
mengetahui hubungan sikap tentang pemberian MP-ASI terhadap tindakan ibu terhadap
pemberian MP-ASI, diperoleh nilai p value = 0,002 (p<0,05). Hal ini menunjukkan secara
statistik bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap ibu tentang pemberian MP-
ASI terhadap tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI.











Universitas Sumatera Utara
BAB V
PEMBAHASAN


5.1. Pengetahuan Ibu Tentang MP-ASI
Berdasarkan tabel 4.16 diketahui bahwa sebagian besar ibu sudah mengetahui tentang
makanan pendamping ASI yaitu sebesar 86,8% yang tahu dan 13,2% yang tidak tahu.
Sebagian ibu juga dapat menjelaskan dengan baik pengertian dari MP-ASI yaitu sebanyak
73,9% yang menjawab MP-ASI itu adalah makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga
dan sebanyak 26,1% yang menjawab makanan pengganti ASI, makanan selain ASI dan yang
menjawab tidak tahu. Menurut pendapat Krisnatuti (2006) masa pertumbuhan bayi tidak
hanya cukup dari ASI saja, bayi harus mendapat makanan pendamping selain ASI (MP-ASI).
Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan ibu dimana pendidikan ibu yang paling
tinggi tamat SLTA sebesar 62,3 %. Dalam hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
yang dimiliki seseorang sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap sesuatu hal. Orang
yang berpendidikan SD sudah tentu perilakunya tidak lebih baik dari orang pendidikan SLTP,
dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo (1986) bahwa tingkat pendidikan
turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami masalah
pertumbuhan bayi yang diperoleh. Pendidikan formal ibu akan mempengaruhi pertumbuhan
bayi. Semakin tinggi pendidikan ibu semakin tinggi kemampuan ibu menyerap pengetahuan
praktis dan pendidikan non formal terutama melalui televisi, surat kabar, radio, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan penelitian pendapat Sudiyanto dan Sekartini (2005) bahwa
status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh status pendidikannya untuk menentukan kualitas
pengasuhannya. Pendidikan ibu yang rendah serta corak asuh yang miskin akan stimulasi
mental juga masih sering dijumpai. Semua hal tersebut menyebabkan penyimpangan tumbuh
kembang anak, terutama pada usia balita.
Sebagian ibu juga mengetahui dari umur berapa bayi boleh diberikan makanan
tambahan, sebanyak 88,7% yang menjawab diatas 6 bulan dan sebanyak 11,3% yang
menjawab dibawah 6 bulan dan yang tidak tahu. Ini menunjukkan pengetahuan ibu sebagian
baik. Hal ini sesuai menurut pendapat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI
(2000), Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi
diberikan pada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan pendamping ASI
diberikan dari umur 6 bulan sampai dengan 24 bulan. Semakin meningkatnya umur bayi/anak,
kebutuhan zat gizi semakin bertambah untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang
dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi.
Ibu juga mengetahui jenis makanan yang pertama kali diberikan kepada bayi usia
diatas 6 bulan sebanyak 52,8% menjawab makanan lunak dan sebanyak 47,2% yang
menjawab makanan padat, mie dan kemiri. Sebagian ibu juga dapat dengan baik menjawab
bahwa bubur susu yang merupakan makanan pendamping ASI sebanyak 73,6% menjawab
benar dan 26,4 % yang menjawab gula, makanan yang dilepeh dan nasi. Hal ini sesuai
menurut pendapat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI (2006). Hasil
penelitian ini sesuai dengan pendapat Krisnatuti (2006) menyatakan pengetahuan masyarakat
yang rendah tentang jenis dan cara mengolah makanan bayi akan mengakibatkan terjadinya
Universitas Sumatera Utara
kekurangan gizi pada bayi karena asupan gizi yang masuk ke tubuh bayi tidak seimbang
dengan kebutuhan tubuh bayi maka menyebabkan pertumbuhan menjadi tidak normal.
Sebagian ibu juga sudah mengetahui berapa kali makanan tambahan diberiakan dalam
sehari kepada bayi yang berusia 6-8 bulan yaitu sebanyak 62,3% menjawab 1-3 kali
sedangkan sebanyak 37,7% yang menjawab 4-6 kali, 7-10 kali bahkan ada yang tidak tentu,
tergantung bayi menangis atau tidak. Hal ini sesuai menurut UNICEF (2009), frekuensi
makanan untuk anak usia 6-8 bulan terdiri dari makanan utama 1-2 kali/hari dan camilan 1
kali/hari. Menurut hasil dari penelitian Sulastri (2002) bahwa pertumbuhan bayi yang
tergolong tidak normal lebih banyak pada frekuensi makan yang tergolong tidak baik
dibandingkan dengan frekuensi makan baik.
Ibu juga mengetahui tujuan mengapa bayi perlu diberikan makanan tambahan,
sebanyak 63,3% menjawab karena kebutuhan bayi akan zat-zat gizi bertambah sesuai dengan
pertambahan umurnya, sedangkan 37,7% ibu lagi menjawab agar anak tidak rewel dan
canggung, agar anak terhindar dari penyakit dan ada yang menjawab tidak tahu. Hal ini sesuai
menurut Soraya (2006), ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan bayi dikarenakan pertambahan
umur bayi yang diiringi pertumbuhan dan aktivitas yang bertambah.
Ibu juga mengetahui dengan baik pengaruh apabila memberikan makanan tambahan
sebelum bayi berusia 6 bulan, sebanyak 84,9% menjawab anak jadi sering mencret dan
pencernaannya terganggu, dan sebanyak 15,1% menjawab tidak ada pengaruhnya, anak jadi
sering nangis dan tidak tahu. Dan juga alasan penundaan memberi bayi makan untuk
mengurangi resiko alergi makanan, sebanyak 45 orang 84,9% menjawab ya sedangkan 15,1%
Universitas Sumatera Utara
lagi menjawab tidak, mungkin dan tidak tahu. Menurut Soraya (2006), saat bayi berumur 6
bulan keatas, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI.
Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim amilase dan
sebagainya baru akan diproduksi sempurna pada saat ia berumur 6 bulan. Dan menunda
pemberian makanan padat mengurangi resiko alergi makanan pada bayi (anak).
Hal ini sesuai menurut Krisnatuiti (2006) yang mengutip pendapat Brinch menyatakan
bayi memerlukan makanan tambahan setelah menginjak umur lebih dari 4-6 bulan. Apabila
dibawah umur 4 bulan, seorang bayi telah diberikan makanan tambahan maka bayi akan sulit
tidur pada malam hari. Selain itu, bayi pun akan mengalami gangguan-gangguan yang
lainnya seperti sakit perut, mencret atau sembelit (susah buang air besar), infeksi dan alergi.
Dengan demikian akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Pengetahuan ibu tentang usia yang tepat bagi seorang bayi untuk proses penyapihan,
sebanyak 94,3% menjawab lebih dari 24 bulan sedangkan 5,7% menjawab kurang dari 24
bulan, kurang dari 12 bulan dan lebih dari 12 bulan. Hal ini sesuai menurut Widodo (2006)
yaitu menyapih sebaiknya di mulai pada masa anak berusia di atas 2 tahun. Menyapih adalah
proses berhentinya masa menyusui secara berangsur angsur atau sekaligus. Proses itu dapat
disebabkan oleh si anak itu sendiri untuk berhenti menyusu atau bisa juga dari sang ibu untuk
berhenti menyusui anaknya (NN, 2007). Menurut Carnain (2007), menyapih adalah proses
bertahap yaitu mula-mula dengan mengurangi frekuensi pemberian ASI, sampai dengan
berhentinya proses pemberian ASI.
5.3. Sikap Ibu Tentang MP-ASI
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa sikap ibu tentang bayi yang berusia 4
bulan memerlukan makanan khusus, sebanyak (77,4%) menjawab setuju ini menunjukkan
bahwa pemahaman ibu tentang diusia berapa bayi boleh diberikan makan belum mengerti.
Menurut pendapat Guslihan (2004), ASI adalah makanan dan minuman terbaik dan alamiah
untuk bayi. Jadi, jangan diberi makanan tambahan terlebih dahulu sebelum ASI keluar dan
beri ASI saja dari umur 0-6 bulan.
Menurut Linkages (2002) pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya
tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberi semua energi dan gizi
(nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif
mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa
anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan
membantu menjarangkan kelahiran.
Sikap ibu terhadap bayi usia diatas 6 bulan baru boleh diberikan makanan tambahan,
sebanyak 84,9% menyatakan sikap tidak setuju, hal ini menunjukkan masih ada masyarakat
yang memberikan makanan tambahan hal ini terlihat dari hasil distribusi, tidak ada sikap yang
menyatakan setuju 0%, dan sebanyak menyatakan sikap netral 15,1%. Hal ini sesuai pendapat
Departemen Kesehatan RI (2005) yang menyatakan bahwa gangguan pertumbuhan pada awal
masa kehidupan bayi antara lain disebabkan karena kekurangan gizi sejak bayi, pemberian
MP-ASI terlalu dini atau terlalu lambat, MP-ASI tidak cukup gizinya sesuai kebutuhan bayi
dan perawatan bayi yang kurang memadai.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini berkaitan dengan jumlah anak dalam keluarga. Banyaknya anak dalam
keluarga mengakibatkan beratnya beban tanggung keluarga baik secara sosial (pola
pengasuhan anak) maupun ekonomi yang selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan
anak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Zeitlin, dkk (1990) bahwa banyak
bayi yang mempunyai saudara kandung dengan jumlah yang sedikit, status gizinya dan
pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan bayi yang mempunyai saudara kandung dalam
jumlah yang lebih banyak. Ibu bukan saja hanya mengurus bayinya melainkan ia juga harus
mengurus anaknya yang lain dan juga mengerjakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga maka
bebannya akan bertambah sehingga perhatian ibu untuk bayinya semakin berkurang
menyebabkan pertumbuhan bayi tidak optimal.
Sikap ibu pada bayi berusia 0-6 bulan supaya lebih semuk, makanannya harus
ditambah dengan susu formula, sebanyak 47,2% menyatakan sikap setuju, hal ini
menunjukkan bahwa sebagian masyarakat masih banyak yang memberikan susu formula
sebagai makanan tambahannya pada bayi dibawah usia 6 bulan. Dan sebanyak 15,1% tidak
setuju dan 37,7% bersikap netral. Memberi makanan pada bayi yang berusia kurang dari 6
bulan dapat berpengaruh pada pencernaannya, sebanyak 69,8% menyatakan sikap tidak
setuju, sebanyak 3 orang 5,7 % menyatakan sikap setuju dan 24,5% bersikap netral.
Menurut Linkages (2002) memberi cairan sebelum usia 6 bulan beresiko
membahayakan kesehatan bayi. Mengganti ASI dengan cairan yang sedikit atau tidak bergizi,
berdampak buruk pada kondisi gizi bayi, daya tahan hidupnya, pertumbuhan dan
perkembangannya. Konsumsi air putih atau cairan lain meskipun dalam jumlah yang sedikit,
akan membuat bayi merasa kenyang sehingga tidak mau menyusu, padahal ASI kaya dengan
Universitas Sumatera Utara
gizi yang sempurna untuk bayi. Penelitian menunjukkan bahwa memberi air putih sebagai
tambahan cairan sebelum bayi berusia enam bulan dapat mengurangi asupan ASI hingga 11%.
Pemberian air manis dalam minggu pertama usia bayi berhubungan dengan turunnya berat
badan bayi yang lebih banyak dan tinggal di rumah sakit lebih lama.
Pemberian makanan selain ASI kepada bayi sebelum bayi berusia 6 bulan, sebanyak
35,8% menyatakan sikap setuju 32,1% bersikap netral dan lagi 32,1% bersikap tidak setuju.
Sikap ibu terhadap penundaan pemberian makanan padat dapat mengurangi resiko alergi
makanan pada bayi, sebanyak 54,7% tidak setuju, 43,4% bersikap netral dan 1,9%
menyatakan sikap setuju. Menurut Dadang yang dikutip dari Kompas (2007), bahwa
memberikan makanan tambahan sebelum menyusui adalah hal yang tidak benar, karena
dengan memberikan makanan tambahan atau cairan pralaktal apapun dapat meningkatkan
resiko bayi terkena infeksi, menurunkan keberhasilan pemberian kolostrum dan ASI eksklusif
serta memperpendek lamanya menyusui.
Sikap ibu terhadap pemberian makanan pada bayi sebelum usia 6 bulan dapat
membantu mengurangi rasa lapar dan tidak akan menangis, sebanyak 5,7% menjawab setuju,
28,3% bersikap netral dan sebanyak 66,0% bersikap tidak setuju. Hal ini sesuai menurut
Depatemen Kesehatan RI (2006) bahwa makanan yang tepat untuk bayi usia 6-7 bulan adalah
makanan lumat halus, yaitu makanan yang dihancurkan dari tepung dan tampak homogen
(sama/rata). Contoh: bubur susu, bubur sumsum, biskuit ditambah air panas, pepaya saring,
pisang saring. Menurut Nakita (2007) Pengenalan MP-ASI pada bayi 6 bulan hendaknya
dilakukan sedikit demi sedikit dengan cara yang menyenangkan agar bayi dapat beradaptsi
Universitas Sumatera Utara
dengan baik. Pemberian MP-ASI yang tepat dengan gizi yang seimbang sangat
mempengaruhi tumbuh kembang bayi dan pola makannya ketika sudah besar.
Pada bayi umur 7-9 bulan diberikan lebih dari 6 kali makanan tambahan setiap hari,
sebanyak 34,8% tidak setuju, 20,8% bersikap netral dan 45,3% setuju. Hal ini sesuai menurut
WHO, Information for Health Professionals on Infant Feeding (2003) dengan menunda
pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari resiko terjadinya obesitas di masa
datang. Sikap ibu terhadap pemberian MP-ASI kepada bayi setelah bayi berumur 6 bulan
keatas, sebanyak 71,7%, bersikap netral 26,4% dan yang setuju hanya 1,9%. Berdasarkan data
UNICEF yang dikutip di koran Kompas, hanya 18 persen ibu yang memberikan ASI ekslusif
selama empat hingga lima bulan. Presentasi itu jauh dari target nasional 80 persen. 18 persen
itu merupakan hasil survei demografi dan kesehatan pada tahun 2007. Presentase itu
meningkat dibanding tahun 2002-2003 sebesar 14 persen.
Menurut Azwar (2007), sikap yang positif terhadap sesuatu mencerminkan perilaku
yang positif. Ada beberapa alasan yang menyebabkan untuk berperilaku negatif contohnya
membuang sampah dalam selokan atau sungai. Sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2005),
mengemukakan sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu,
sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar,
membenci, tidak menyukai objek tertentu.


Universitas Sumatera Utara
5.4. Tindakan Ibu Tentang MP-ASI
Berdasarkan tabel 4.18 diketahui bahwa ibu yang memberikan ASI saja (eksklusif)
sampai usia 6 bulan hanya 1,9% dan yang tidak memberikan sebanyak 98,1%. Menurut
Roesli Utami (2005) pemberian ASI yaitu memberikan nutrisi pada bayi berupa Air Susu Ibu
tanpa memberikan makanan tambahan, cairan atau tambahan makanan lain sampai berumur 6
bulan (ASI Eksklusif). Menurut Suradi (1989) bahwa kegagalan dalam pemberian ASI
disebabkan antara lain terbatasnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan tentang cara
pemberian informasi dan nasehat mengenai pemberian ASI yang baik dan benar.
Tindakan ibu dalam memberikan makanan tambahan pada bayi saat berumur 4 bulan
sebanyak 30,2% menjawab ya dan sebanyak 69,8% menjawab tidak. Menurut Lingkages
meneruskan pemberian ASI sangat penting bagi nutrisi dan pertumbuhan anak setelah 6 bulan
pertama. ASI tetap menjadi makanan ideal untuk bayi dan balita berusia lebih dari 6 bulan.
ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna. ASI memiliki
kandungan yang dapat membantu penyerapan nutrisi secara rata-rata, bayi berusia 6-8 bulan
yang diberikan ASI mendapatkan 70% energi dari ASI. Jumlah ini berkurang menjadi sekitar
55 % pada usia 9-11 bulan, dan 40 % pada usia 12-23 bulan. ASI juga merupakan penyedia
utama protein, mineral, asam lemak essensial dan faktor-faktor pelindung makanan lainnya,
dan jauh lebih lembut dari pada sereal, beras bayi ataupun puree (makanan yang dihaluskan)
saluran yang biasanya menjadi makanan padat pertama untuk bayi yang lebih besar.
Tindakan ibu dalam memberikan makanan tambahan kepada bayi ketika bayi berusia
kurang dari 6 bulan, sebanyak 67,9% menjawab ya dan sebanyak 32,1% menjawab tidak. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Serang oleh Budiharjo (1993) yang
mengungkapkan bahwa meskipun sikap masayarakat positif terhadap pemberian ASI, namun
belum menunjukkan perilaku positif terhadap pemberian ASI yang baik.
Tindakan ibu dalam memberikan makanan pada bayi berusia kurang dari 6 bulan jika
bayi rewel atau menangis, sebanyak 60,4% menjawab ya dan sebanyak 39,6% menjawab
tidak. Menurut Soraya (2005) karena belum sempurna, sistem pencernaannya harus bekerja
lebih keras untuk mengolah dan memecah makanan. Kadang anak yang menangis terus
dianggap sebagai anak tidak kenyang. Padahal menangis bukan semata-mata tanda ia lapar.
Hampir setengah dari pekerjaan ibu adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 67,9%.
Ini menunjukkan bahwa pekerjaan responden tentunya bervariasi, dan pada umumnya sebagai
Ibu Rumah Tangga. Sebagai IRT tentunya lebih memperhatikan/merawat bayinya, dan setiap
saat bertanggung jawab atas apapun yang dimakan oleh bayinya. Menurut pendapat Yuneita
(2005) bahwa jumlah ibu pekerja yang ASInya masih cukup pada usia bayi 6 bulan, lebih
sedikit dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja dengan demikian pertumbuhan bayi lebih
banyak gizi kurang dibandingkan gizi baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Nadesul (1996)
yaitu seorang wanita telah memasuki lapangan kerja, mereka dengan sendirinya mengurangi
waktunya untuk mengurus rumah, anak, bahkan suaminya.
Tindakan ibu dalam memberikan susu formula pada anak usia kurang dari 6 bulan,
sebanyak 62,3% menjawab ya dan sebanyak 37,7% menjawab tidak. Hal ini menurut Soraya
(2005) karena gencarnya promosi produsen susu formula yang belum mengindahkan ASI
eksklusif 6 bulan.
Universitas Sumatera Utara
Tindakan ibu memberi makan bayi berusia kurang dari 6 bulan agar anak lebih gemuk,
sebanyak 64,2% yang menjawab ya dan sebanyak 35,8% menjawab tidak. Sebanyak 66,0%
menjawab ya dan 34,0% menjawab tidak. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
dari Suradi (1993) dan Utomo (1996) yang menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap positif
tidak selamanya akan diikuti dengan bentuk yang sesuai pula.
Tindakan ibu dalam memberikan susu formula sebagai makanan tambahan ketika
memberikan ASI, sebanyak 36 orang 67,9% menjawab ya dan sebanyak 32,1% menjawab
tidak. Hal ini disebabkan karena pemikiran dari ibunya sendiri yang sangat takut bayinya akan
kekurangan makanan jika hanya diberi ASI saja (eksklusif).
Tindakan ibu dengan memberi makanan tambahan 1-3 kali sehari pada bayi usia diatas
6 bulan, sebanyak 84,9% menjawab ya dan 15,1% menjawab tidak. Menurut UNICEF (2009)
bayi yang berumur 6-7 bulan diberi makan 1-3 kali dalam sehari. Karena pada umur segitu
bayi sudah mulai bisa mengunyah dengan frekuensi dua kali makanan utama dan sekali
makanan cemilan.
Tindakan ibu memberi makan bayi dengan kemiri sesaat setelah lahir, sebanyak 26,4%
menjawab ya dan sebanyak 73,6% menjawab tidak. Hal ini bertentangan dengan pendapat
Departemen Kesehatan RI (2006) yaitu saat anak baru lahir harus diberi kolostrum.
Kolostrum (susu awal) adalah ASI yang keluar pada hari pertama setelah kelahiran bayi,
berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental.
Hal ini juga berkaitan dengan tradisi ataupun kebiasaan turun temurun dari keluarga
besar. Karena begitu bayi lahir yang pertama akan mengasuhnya adalah neneknya dan
Universitas Sumatera Utara
memberi makan kemiri untuk melancarkan buang air besar pertamanya. Hal ini bertentangan
dengan program ASI Eksklusif dan MP-ASI yang bergizi untuk bayi.

5.5. Hubungan Pengetahuan Dengan Tindakan Responden Terhadap Pemberian MP-
ASI

Berdasarkan hasil penelitian ini, pengetahuan ibu di kelurahan PB. Selayang II adalah
baik, dimana 66,8% memiliki pengetahuan yang baik dan 22,6% yang memiliki pengetahuan
yang sedang dan 7,5% memiliki pengetahuan yang kurang..
Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi square menunjukkan variabel
pengetahuan berhubungan (p<0,05) terhadap tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI.
Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam masyarakat
antara lain sosial ekonomi, kultur (budaya dan agama), pendidikan dan pengalaman.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang
dilakukan oleh Suraatmadja (1989) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara pengetahuan pola pemberian ASI. Penelitian lain juga mengatakan hal yang sama yaitu
oleh Asmijati (2001) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI.



Universitas Sumatera Utara
5.6. Hubungan Sikap Dengan Tindakan Responden Terhadap Pemberian MP-ASI

Berdasarkan hasil penelitian ini, sikap ibu di kelurahan PB. Selayang II adalah sedang,
dimana dimana 20,8% memiliki sikap yang baik dan 64,2% yang memiliki sikap yang sedang
dan yang memiliki sikap kurang sebanyak 15,1%.
Hasil analisis bivariat dengan uji chi square menunjukkan variabel sikap berhubungan
(p<0,05) terhadap tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI. Menurut pendapat Sunaryo (2004),
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat
intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara realitas
menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu.








Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Umumnya responden berumur 25-29 tahun yaitu sebanyak 59 %.
2. Pendidikan responden pada umumnya adalah tamat SMA yaitu sebanyak 62,3%.
3. Sebagian besar pekerjaan responden adalah sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu
sebanyak 67,9 %.
4. Sebagian besar agama responden adalah agama Islam yaitu sebanyak 84,9 %.
5. Sebagian besar suku responden adalah suku Jawa yaitu sebanyak 47,2 %.
6. Sebagian besar pekerjaan suami responden adalah sebagai PNS yaitu sebanyak 34,0
%.
7. Sebagian besar jumlah anak responden sebanyak 1 orang berjumlah 47,2 %.
8. Sebagian besar penghasilan responden dalam sebulan adalah berkisar Rp. 750.000
Rp.1.500.000 yaitu sebanyak 8,5 %.
9. Sebagian besar umur bayi responden adalah 8 bulan yaitu sebanyak 31,4 %.
10. Pengetahuan responden tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI) sebagian besar
pada kategori baik yaitu sebanyak 69,8 %.
11. Sikap responden tentang makanan pendamping ASI MP-ASI sebagian besar pada
kategori sedang yaitu sebanyak 64,2 %.
12. Tindakan responden tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI) sebagian besar pada
kategori buruk yaitu sebanyak 39,6 %.

Universitas Sumatera Utara
6.2. Saran
1. Diharapkan kepada petugas kesehatan di Kelurahan PB. Selayang II lebih rutin
melakukan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai bayi mengenai pola
pemberian makanan pada bayi secara personal ataupun kegiatan lain seperti posyandu.
2. Diharapkan kepada petugas kesehatan agar melakukan pendekatan terhadap tokoh
masyarakat setempat agar membantu petugas dalam melakukan penyuluhan terhadap
masyarakat.











Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai