Anda di halaman 1dari 12

STATUS PASIEN

Identitas pasien
Nama : Tn. A
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : lelaki
Alamat : Rancasari
Agama : islam
Bangsa : sunda
Pekerjan : wiraswasta (pedagang beras)
Status menikah : menikah
Masuk rumah sakit : 13/05/2012

Keluhan utama : nyeri dada
Anamnesa khusus
Sejak 13 jam SMRS pasien mengeluhkan nyeri dada. Keluhan dirasakan setelah
minum kopi hitam, dengan lokasi di tengah dada dan seperti ditusuk-tusuk seperti diremas.
Tidak ada penjalaran nyeri ke tempat lain. Nyeri terasa terus menerus sepanjang hari bahkan
saat pasien beristirahat dan tidak dipengaruhi oleh posisi maupun gerakan bernafas. Keluhan
disertai keringat dingin. Tidak ada keluhan berdebar-debar, pingsan, sesak nafas, batuk, panas
badan, mual ataupun muntah.
Riwayat nyeri dada sebelumnya pernah dirasakan pasien 1 minggu yang lalu, tetapi
hanya berlangsung sekitar 2 menit dan sembuh sendiri. Pasien merokok 1 bungkus perhari
sejak 7 tahun yang lalu, dan pasien mengakui gemar mengonsumsi kopi hitam sebanyak 2
gelas tiap hari. Terdapat riwayat penyakit jantung di keluarga, yaitu ayah pasien meninggal
karena sakit jantung pada usia 46 tahun. Pasien mengakui memiliki masalah keluarga dan di
lingkungan pekerjaan yang sering membuat pasien banyak pikiran. Pasien juga mengakui
jarang berolahraga. Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, dan penyakit ginjal
disangkal.
Karena keluhannya, pasien segera berobat ke RS Pamanukan di Subang lalu dirujuk
ke RSHS.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesan sakit : sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital :
o Tekanan darah : 130/90 mmHg
o Nadi : 80x/menit
o Pernafasan : 24x/menit
o Suhu : 36,7 C
BB : 85 Kg
TB : 172 cm
BMI : 28,73 (Overweight)


Status generalis
Kepala
Rambut : tidak kusam dan tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, skelra tidak ikterik
Hidung : PCH (-)
Mulut : POC (-), mukosa hiperemis, pharing tenang, tonsil T1-T1 tenang
Leher : JVP 5+2 cm H2O, hepatojugular reflux (-), KGB tidak teraba
membesar,retraksi sternocleidomastoideus dan supraclavicula (-)
Thorax : bentuk dan gerak simetris, retraksi suprasternal dan interkostal (-),
BPH ICS V kanan, peranjakan 2 cm
Cor : ictus cordis tidak tampak, teraba di ICS V LMCS, tidak kuat angkat
Batas kanan LSD, batas kiri ICS V LMCS, batas atas ICS III kiri
BJ S1 S2 murni reguler, S3 S4(-), murmur (-)
Pulmo : VF normal ki=ka, sonor, VBS normal ka=ki, VR kanan=kiri
Ronkhi (-/-) basah halus, wheezing (-/-)
Abdomen : datar lembut, BU (+) normal , NT (-), PS/PP (-/-)
Hepar dan lien tidak teraba, Ruang Traube kosong
Ekstremitas : akral hangat +/+, CRT < 2, edema (-/-), sianosis (-/-)

Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium
Darah rutin
Hb : 15,3
Ht : 46
Leukosit : 13.400
Trombosit : 322.000
Kimia darah
Ureum : 18
Kreatinin : 0,8
GDS : 115
Natrium : 138
Kalium : 4,3
Pemeriksaan lain
Ca : 4,65
Mg : 2,02
CKMB : 188 (n <25)
Trop T : 0,72 (n = 0 0,03)




Ro Thorax
Foto asimetris dan kurang inspirasi
Cor membesar ke lateral kiri dengan apeks tertanam dalam diafragma
Sinus kanan tumpul, sinus kiri dan diafragma normal
Pulmo : Hili normal, corakan bronkovaskular bertambah
Penebalan fisura minor positif
Kranialisasi sulit dinilai
Kesan : Kardiomegali tanpa bendungan paru
Suspek efusi pleura kanan





EKG
Kesan : Irama sinus, QRS axis normal, QRS rate 70x/menit, gelombang P
0,08, o,1 mv, PR interval 0,16, QRS duration 0,08, Q patologis V1-V4, ST segmen elevasi
V2-V6, I, aVL, T inversi (-), R/S di V1<1, S1/2+RV5/6 <35



Diagnosa Kerja : CAD STEMI anterolateral dan high lateral killip 1
OMI anteroseptal


Penatalaksanaan :
Non farmakologi : 1. Bedrest
2. O2 3l/mnt
3. Diet lunak rendah garam 1500 kkal/hari
4. Infus D5 % 500 cc /24 jam

Farmakologi : 1. Aspilet 1x81 mg
2. Clopidogrel 1x75 mg
3. Arixtra 1x2,5 mg SC
4. Simvastatin 0-0.20 mg
5. Bisoprolol 1x 1,25 mg
6. Diazepam
7. Captopril 3x 6,25 mg

Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam

Quo ad Sanationam : dubia ad malam

PEMBAHASAN
Bagaimana mendiagnosis pasien ini?
Pasien, pria dewasa datang dengan keluhan utama nyeri dada. Nyeri dada paling umum terjadi akibat
angina pektoris atau infark miokardium.
Angina pektoris adalah sensasi tidak nyaman di dada dan struktur anatomis sekitar yang diakibatkan
oleh iskemia miokardium. Merupakan tanda khas dari stable angina. Ciri-cirinya yaitu :
- Durasi 2-10 menit
- Lokasi : Retrosternal, radiasi ke bahu dan tangan
- Sensasi : tertekan, terbakar, seperti diremas
- Hilang dengan nitrogliserin atau beristirahat
- Diperparah oleh aktivitas fisik dan stress
- Tidak ada kerusakan miokardium permanen
Sementara itu, pada pasien ini karakter nyeri dada yaitu :
- Durasi : sepanjang hari dan berat
- Lokasi : Retrosternal
- Sensasi : seperti ditusuk dan diremas
- Tidak hilang dengan beristirahat
- Keluhan disertai keringat dingin (gejala simpatis)

Melihat dari karakter nyeri dada yang dialami pasien, sepertinya lebih mengarah ke infark
miokardium karena durasi nyeri dada yang lama dan tidak hilang dengan beristirahat yang dapat
mengakibatkan kerusakan otot ireversibel atau nekrosis.

Infark miokardium merupakan bagian dari Sindrom koroner akut (SKA), yaitu gabungan gejala klinik
yang menandakan iskemia miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
(ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
(non ST segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil
(unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, berbeda hanya dalam
derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokard yang mengalami nekrosis.

Membedakan Ciri Utama Sindroma Koroner Akut
Ciri Utama Unstable Angina Myocardial Infarction
NSTEMI STEMI
Gejala Khas Kresendo, istirahat,
atau merupakan onset
angina parah yang baru
Prolong crushing chest pain, lebih parah dan
meluas penjalarannya dibanding dengan angina
Serum Biomarker No Yes Yes
Elektrokardiogram
initial finding
ST depresi dan/atau T
wave inversion
ST depresi dan/atau T
wave inversion
ST elevasi (dan Q
waves later)

Pemeriksaan yang menunjang kepada STEMI yaitu:


EKG pk. 19.52

EKG pk 00.30

GAMBARAN EKG :
Q Patologis pada V1-V3 OMI Anteroseptal
ST Segmen Elevasi V2-V6, Lead I, aVL STEMI anterolateral high lateral
Untuk menentukan lokasi kerusakan jantung yaitu :
Anterior : V1-V6
Anteroseptal : V1-V4
Anteroapikal : V3-V5
Anterolateral : V4-V6
Inferior : Lead II,III, aVF
High Lateral : Lead I, aVL
Adanya penurunan ST Elevasi setelah beberapa jam dibandingkan EKG pertama.





Hasil Pemeriksaan serum biomarker : CK-MB dan Troponin T: naik
Serum Biomarker adalah makromolekul intrasel yang bocor ke darah saat terjadi nekrosis sel
1. Troponin
Lebih sensitif daripada CK-MB, Sangat sensitif dan spesifik untuk kerusakan miokardium
jantung
Kadar serum cardiac Troponin mulai meningkat 3-4 jam setelah infark miokardium,
puncaknya pada 18-36 jam, lalu menurun perlahan dan masih dapat terdeteksi setelah 10-14
hari
2. Creatinine Kinase
CK ditemukan di jantung (CK-MB), otak (CK-BB), otot rangka (CK-MM)
Jika rasio CK-MB / Total CK > 2,5% Infark Miokardium
Kadar serum CK-MB mulai meningkat 3-8 jam setelah infark, puncak : 24 jam, kembali
normal setelah 2-3 hari.
STEMI biasanya berkaitan erat dengan gagal jantung. Derajat gagal jantung ini dikategorikan
berdasarkan klasifikasi Killip, yaitu:
- Kelas I : tidak ada rales atau S3 (tidak ada tanda-tanda gagal jantung)
- Kelas II : Kongesti paru dengan rales < 50% dari seluruh lapang paru atau S3
- Kelas III : Edema paru dengan rales > 50% dari seluruh lapang paru
- Kelas IV : Syok (Syok kardiogenik atau hipotensi (sistol < 90mmHg) dan ada tanga
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis)
Pasien ini termasuk kategori Killip kelas 1.
Diagnosis Banding
Kondisi yang Hampir Sama Dengan Sindrom Koroner Akut
Kondisi Pembeda
Kardiak
Sindrom Koroner Akut Tekanan retrosternal, menyebar ke daerah leher, dagu,
atau bahu sebelah kiri dan lengan. Lebih parah dan
lama dibanding dengan serangan angina sebelumnya.
EKG : ST elevasi terlokalisasi atau depresi
Pericarditis Sakit pleuritik yang tajam (semakin parah ketika
inspirasi)
Sakit bervariasi tergantung pada posisi ( lebih baik
ketika duduk)
Pada saat auskultasi terdengar Friction rub di daerah
pericordium.
EKG: difus ST elevasi.
Diseksi Aorta Tearing, ripping pain yang berpindah dari waktu ke
waktu ( dari dada ke bagian belakang).
Asimetris tekanan darah lengan.
Terlihat pelebaran mediastinum pada radiografi
Pulmo
Emboli pulmo Sakit saat bernafas yang terlokalisasi, disertai dengan
dyspnea
Pleural friction rub mungkin ada
Kondisi predisposisi untuk trombosis vena
Pneumonia Sakit dada saat bernafas
Batuk dan produksi sputum
Auskultasi dan perkusi paru yang abnormal
(konsolidasi).
Terdapat infiltrat pada radiografi.
Pneumotoraks Sakit dada yang bersifat tajam dan tiba2 saat bernafas
biasanya unilateral.
Penurunan suara nafasdan hiperresonansi pada bagian
yang terkena
Radiografi : terlihat lusen dan tidak ada pulmonari
marking.
Gastrointestinal
Spasme Esofagus Sakit retrosternal, lebih parah ketika menelan.
Riwayat dysphagia

Kolecistitits Akut Nyeri tekan di RUQ
Sering disertai dengan mual
Riwayat intolerans makanan berlemak

Talaksana Umum
1. Oksigen (2-4/Lmin
2. Nitrogliserin (0.4mg) sampai 3 dosis dengan interval 5 menit
3. Morfin (4-8mg) dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit dengan dosis
tambahan 2mg
4. Terapi Reperfusi
a) Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dilakukan kurang dari 2 jam pertama
IMA.
b) Antiplatelet co-therapies
(i) Aspirin orally (150-325mg) or iv (250-500mg)
(ii) Clopidogrel orally (300mg) atau (600mg)
c) Antithrombin terapi
(i) Heparin iv (100 unit/kg)
5. Fibrinolisis Terapi
a) Antiplatelet co-therapies
(i) Aspirin orally (150-325mg) diikuti dengan (75-100mg) setiap hari or iv
(250-500mg)
(ii) Clopidogrel orally (300mg) atau (600mg) jika pasien kurang dari 75 tahun
d) Antithrombin co-terapi
Dengan alteplase, reteplase, and tenecteplase:
(i) Pasien <75 tahun: Enoxaparin iv bolus (30mg) diikuti (1mg/kg) selepas
15menit setiap 12jam untuk maximal 8haru
(ii) Pasien >75 tahun: Enoxaparin (0.75mg/kg) dengan maximal 75mg untuk 2
dosis pertama.

Prophylactic Terapi
1. Antithrombotik:
(i) Aspirin maintenance (75-100mg)
(ii) Clopidogrel maintenance (75mg)
2. Oral beta-blocker:
(i) Metoprolol (2.5-5mg)
(ii) Atenolol (5-10mg)
3. ACE-inhibitor:
(i) Captropil (12.5mg)
(ii) Ramipril (5mg)

1. Oksigen
Oksigen dengan dosis (2-4 L/min) mengunakan masker atau nasal progs
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
NTG sublingual dengan dosis 0.4mg dan dapat diberikan samapai 3 dosis dngan interval 5
menit. Jika nyeri dada terus berlansung dapat diberikan NTG intravena (iv).
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien
yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan.
3. Morfin
Diberikan dengan dosis 4-8mg dan dapat diulangi dengan interal 5-15 menit dengan dosis
tambahan 2mg sampai dosis total 320mg.
Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg
setiap 1-5menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60x/menit, tekanan
darah sistolik >100 mmHg, interval PR<0.24detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari
diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan oral dengan dosis
50mg tiap 6 jam selama 48jam, dan dilanjutkan 100mg setiap 12 jam.
4. Terapi reperfusi
Indikasi Terapi reperfusi adalah untuk semua pasien yang dengan riwayat nyeri dada yang
kurang dari 12 jam dengan elevasi ST-segment atau (diduga) new left bundle-branch block.
a. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Biasanya angioplasty dan atau stenting (CABG) tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. Akan efektif pada STEMI jika dilakukan
kurang dari 2 jam pertama IMA.
Diindikasikan untuk pasien syok dan mereka yang memiliki kontraindikasi
terhadap terapi fibrinolitik.
b. Fibrinolisis
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam
30 menit sejak masuk. Tujuan utama adalah restorasi cepat patensi arteri
koroner. Antara obat fibrinolitik yang digunakan yaitu:
- Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan
dengan SK tidak boleh dinerikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat
mencakup harganya yang murah dan insidens pendarahan intracranial
yang rendah.
- tissue plasmibnogen Activator (tPA, alteplase)
Keuntungannya Menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar
15% pada pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA
harganya lebih mahal daripada SK dan resiko pendarahan intracranial
lebih tinggi.
- Reteplase ( Retavasemencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan
resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1)

D. Terapi Farmakologis
1. Antitrombotik
Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan
bukti klinis dan laboratories bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis.
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri
koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tedensi pasien menjadi
trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractinated
heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat
trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis dan
memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.

2. Penyekat beta
Manfaat penyekat beta pada STEMI dapat dibagi menjadi : yang terjadi segera jika
obat diberikan secara akut dan yang diberkan jangka panjang jika obat diberikan untuk
pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian secara iv membaiki kebutuhan suplai serta
kebutuhan oksigen moikard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan
risiko kejadian aritmia ventrikel yang khusus.


3. ACE inhibitor
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Inhibitor ACE harus diberikan
dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa
batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan imaging
menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas
gerakan dinding global atau pasien hipertensif.

Anda mungkin juga menyukai