Anda di halaman 1dari 22

DISKUSI KASUS

MIGRAIN
















Oleh:
Anung Rizki Putri Utami
G9911112020




KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Migrain adalah suatu penyakit yang sering terjadi dan dikenal masyarakat sebagai sakit
kepala sebelah. Migrain berasal dari bahasa Yunani, hemicrania yang artinya nyeri
sebelah kepala merupakan prototipe nyeri kepala vaskular yang berdenyut yang
melibatkan vasodilatasi dan mungkin peradangan lokal yang menyebabkan arteri-arteri
peka terhadap nyeri.
Penyakit ini hampir sebagian besar dialami oleh wanita.Serangan pertama migrain
biasanya dimulai saat remaja dan dewasa muda, kemudian cenderung berkurang pada usia
dekade ke 5 dan 6. Biasanya terdapat faktor yang memicu timbulnya migrain ini, umumnya
pasien yang sering mengalami migrain memiliki kepribadian yang perfeksionis, kaku, dan
impulsif. Data menunjukkan lebih dari 28 juta penduduk U.S.A kurang lebih 10-12% dari
populasi menderita migrain. Hampir 91% mengalami kelemahan fungsional. Migrain
menyebabkan berkurangnya waktu untuk bekerja dan sekolah, juga kehilangan
kehilangan dalam aktivitas keluarga dan sosial.
Oleh karena itu, usaha pencegahan penularannya merupakan hal terpenting dengan
terlebih dahulu mengetahui gejala klinis hingga pengobatan yang akan dibahas dalam bab
selanjutnya.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan sebagai syarat dalam kepaniteraan klinik Lab/SMF
Ilmu Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Migrain seperti yang ditetapkan oleh panitia ad Hoc mengenai klasifikasi nyeri kepala
(Ad Hoc Committee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala
berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam,
serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan dan kadang-
kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang dengan mual didahului dengan
gangguan sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering ada faktor keturunan (Widjaja, 2003).
B. Etiologi
Penyebab migrain belum diketahui dengan pasti, hanya jarang sekali diakibatkan oleh
suatu penyakit organis seperti tumor otak atau cedera kepala. Namun, sudah dipastikan
bahwa migrain adalah suatu gangguan sirkulasi darah, yamg menimbulkan vasodilatasi
dan penyaluran darah secara berlebihan ke selaput otak (meninges) dengan efek nyeri
hebat di sebelah kepala. Keturunan memegang peranan penting kepekaan seseorang
untuk migrain. Para peneliti di Edinburg (1997) telah menemukan suatu gen yang terlibat
pada kambuhnya migrain. Gen yang dapat diturunkan ini menghambat kemampuan sel-
sel tubuh untuk menggunakan kalsium agar dapat berkomunikasi satu dengan yang lain.
Tetapi faktor keturunan ini tidak selalu menentukan. Ada juga orang-orang yang yang
mempunyai predisposisi demikian, tetapi baru mendapat serangan migrain bila ada
faktor-faktor lain yang memicunya (Tjay dan Rahardja, 2002).
C. Faktor Pencetus
Serangan migrain dapat dicetuskan oleh faktor-faktor, yaitu:
Hormonal
- Fluktuasi hormonal merupakan faktor pemicu pada 60% wanita, 14%
wanita hanya mendapat serangan saat haid. Nyeri kepala migrain dipicu
oleh penurunan 17-b-estradiol menjelang haid.
- Serangan migrain berkurang pada kehamilan karena kadar estrogen yang
relatif tinggi dan konstan.
- Pada minggu pertama postpartum, 40% mengalami serangan hebat.
- Pemakaian pil kontrasepsi juga meningkatkan frekuensi serangan.

Menopause
Frekuensi migrain akan meningkat menjelang menopause. Terapi hormonal dapat
membantu mengurangi serangan migrain.
Makanan
- Alkohol (anggur merah) dan bir menyebabkan vasodilatasi.
- Makanan yang mengandung tiramin yang berasa dari AA tirosin, seperti
keju.
- Makanan yang diawetkan atau diragi, yogurt.
- Coklat (mengandung feniletilamin), telur, kacang, bawang, alpukat,
pemanis buatan, jeruk, pisang, daging babi, teh, dan kopi.
Monosodium glutamate.
Menyebabkan serangan migrain disertai gejala kecemasan, pusing, parestesi leher
dan lengan, nyeri perut, dan dada.
Obat-obatan
Nitrogliserin, nifedipin sublingual, isosorbid dinitrat, tetrasiklin, vitamin A dosis
tinggi, dan fluoksetin
Aspartam (pemanis buatan)
Kafein yang berlebihan (>350mg/hari) atau penghentian mendadak
Lingkungan
Perubahan cuaca, musim, tekanan udara, ketinggian.
Rangsang sensorik
Cahaya yang berkedip, cahaya silau dan terang, bau parfum, zat kimia pembersih,
rokok, bising, dan suhu ekstrim.
Stres fisik dan mental
Aktivitas seksual, trauma kepala, gangguan tidur (kelebihan dan kekurangan).
Keadaan lapar (Mansjoer dkk, 2000).
D. Patofisiologi
Ada sejumlah teori tentang terjadinya migrain :
1. Teori neurovasculer
Pada keadaan tertentu, misalnya stress, terjadi hiperaktivitas saraf adrenergis,
yang melepaskan NA dan 5HT berlebihan dengan daya vasokonstriksi kuat.
Akibatnya ialah kekurangan penyaluran darah setempat di dalam otak (intracranial)
dan timbul kekurangan oksigen. Hipoksia ini menyebabkan fase prodromal dan aura,
juga menolong sel-sel otak untuk mensekresi neurokinin. Zat-zat mediator ini
mengakibatkan vasodilatasi dari arteri extracranial, antara lain arteri leher. Oleh
karena itu penyaluran darah ke otak bertambah dengan terjadinya udem. Membran
dari sel-sel dengan hipoksia menjadi lebih permeabel bagi ion-ion kalsium, yang
kemudian menginvasi sel-sel itu dengan menimbulkan vasospasme. Dengan
demikian, keadaan hipoksia ditunjang terus dan prosesnya menjadi laksana lingkaran
setanm (vicious circle) dengan serangan-serangan yang berlangsung terus pula.
2. Teori agregasi trombosit
Seperti telah dibicarakan sebelumnya bahwa semua serotonin dalam darah
diangkut oleh trombosit. Pelat-pelat darah ini bergumpal di bawah pengaruh induktor
seperti adrenalin (stress) dan tiramin (keju) pada orang-orang yang peka. Pada proses
agregasi ini, serotonin dilepaskan kedalam darah, yang membuat trombosit lain lebih
peka terhadap indikator tersebut. Dengan demikian, pada migrain proses agregasi
mempercepat diridang berlangsung lebih cepat daripada keadaan normal. Oleh karena
itu pada permulaan serangan kadar serotonin (dan NA) dalam darah naik sedikit,
tetapi kemudian menurun; sedangkan dalam urin kadar metabolitnya (5HIAA)
meningkat.
Serotonin menimbulkan vasodilatasi atau konstriksi, tergantung dari tipe
reseptor 5HT yang berada di pembuluh tertentu. Obat-obat anti-agregasi trombosit,
seperti asetosal dan propranolol, ternyata efektif pada penanganan jenis migrain ini.
3. Teori spreading depression untuk migrain klasik
Pada tahun 1955 dilakukan penelitian dengan injeksi Xenon-133 radioaktif di
arterileher penderita migrain klasik pada permulaan serangan dengan menggunakan
alat tomografi canggih untuk membentuk gambar potongan bagian tubuh (PET =
Positron Emission Tomographi). Penelitian ini menunjukkan bahwa semula terdapat
kekurangan penyaluran darah di bagian belakang kepala. Hipoperfusi ini berangsur-
angsur menjalar ke bagian depan kepala selama fasa aura dan jauh sampai fasa nyeri
kepala. Diperkirakan gejala mata diakibatkan hipoperfusi ini, yang kemudian disusul
oleh penyaluran darah berlebihan (hiperperfusi) yang dimulai dari batang otak dan
menjalar ke seluruh selaput otak. Hiperperfusi masih bertahan juga setelah sakit
kepala hilang. Nyeri hebat diperkirakan dimulai dari bagian depan selaput otak, di
mana terdapat saraf nyeri dan tidak dari (batang) otak yang tidak memiliki saraf nyeri.
Pada migrain tanpa aura tidak terjadi hipoperfusi, maka mekanisme ini tidak berlaku
bagi jenismigrain tersebut.
Penelitian ini menunjukkan bahwa migrain klasik mungkin sekali disebabkan
oleh suatu cortical spreading depression, yaitu suatu gelombang-depolarisasi dari
neuron dan sel-sel-glia (jaringan-ikat dari sistem saraf), yang berangsur-angsur
meluas ke seluruh permukaan kulit otak (cortex).
Akan tetapi terdapat indikasi bahwa peradangan neurogen (dari arteri-arteri yang
telah mendilatasi) dan agregasi trombosit turut memegang peranan pada mekanisme
proses yang rumit ini.














Gambar skema patogenesis migrain menurut teori neurovaskulaer dengan titik-titik
kerja berbagai obat pencegahan
(Tjay dan Rahardja, 2002)
E. Gejala Klinik
Gejala migrain umum berupa nyeri kepala berdenyut, unilateral, timbul secara
mendadak dan rekuren, disertai rasa mual atau muntah dan gangguan saraf otonom
lainnya. Diantara serangan tidak ada gejala/keluhan. Kadang-kadang nyeri kepala
tersebut didahului oleh gangguan visual, motorik atau sensorik selama beberapa menit,
migrain demikian disebut migrain klasik.
Gejala migrain sangat bervariasi, bergantung pada penderita dan lingkungannya.
Muntah tidak banyak dijumpai pada penderita-penderita Indonesia, demikian pula
gangguan gastrointestinal lain yang menyertai. Penderita merasa lemah, mengurung diri
dalam kamar gelap karena tidak tahan suara dan cahaya kuat. Biasanya penderita
asetosal
Agregasi
trombosit
Hiperaktiv
adrenergik
sterss
klonidin
5-HT
NA
Vaso <
tiramin
diet
Ischemia
hipoksia
Invasi Ca
neurokinin
ergotamin
serangan
Vaso >
Pizotefen
propranolol
flunarizin
berusaha untuk dapat tidur, karena pengalaman menunjukkan bahwa gejalanya akan
hilang setelah penderita dapat tidur. Gejala-gejala demikian dapat berlangsung dari
beberapa jam sampai sehari, kadang-kadang lebih. Nyeri kepala pada migrain umum
mempunyai intensitas yang lebih hebat dibandingkan dengan nyeri kepala pada migrain
klasik.
Penderita yang mempunyai serangan sekali dalam beberapa bulan biasanya tidak
datang berobat, tetapi bila serangan ini berlangsung beberapa kali sebulan, maka barulah
penderita datang berobat.
F. Diagnosis
Tabel.1. Kriteria Diagnosis Sefalgia Primer menurut IHS (International Headache Society)
1. Migrain
1.1. Migrain tanpa aura
a. Setidaknya terdapat 5 kali serangan yang memenuhi kriteria B-D.
b. Serangan sakit kepala berlangsung 4-72 jam jika tidak diobati atau diobati namun
tidak membaik.
c. Sakit kepala setidaknya memiliki 2 dari 4 karakteristik di bawah ini.
1. Lokasinya unilateral.
2. Sifatnya berdenyut.
3. Intensitasnya ringan sampai berat.
4. Memberat dengan naik tangga atau aktivitas rutin sejenisnya.
d. Selama terjadinya sakit kepala, setidaknya terdapat satu dari hal-hal di bawah ini:
1. Mual dan atau muntah.
2. Fotofobia dan fonofobia.
1.2. Migrain dengan aura.
a. Setidaknya terdapat 2 serangan yang memenuhi kriteria B.
b. Setidaknya terdapat 3 dari 4 karakteristik berikut ini:
1) Satu atau lebih gejala aura yang reversibel yang menandakan adanya disfungsi
korteks serebral fokal dan atau batang otak.
2) Setidaknya terdapat satu gejala aura yang terjadi bertahap dalam 4 menit, atau
2 atau lebih gejala yang terjadi berurutan.
3) Tidak terdapat gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit. Jika terdapat
lebih dari satu gejala, durasi terjadinya aura akan meningkat secara
proporsional.
4) Sakit kepala yang terjadi sertelah gejala aura dengan interval bebas sakit
kepala kurang dari 60 menit. (sakit kepala dapat terjadi sebelum atau
bersamaan dengan munculnya aura).
Pada setiap kasus, minimal terdapat satu dari hal-hal di bawah ini:
a. Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis tidak menunjukkan
adanya kelainan struktural.
b. Anamnesis dan atau pemeriksaan fisik umum dan atau pemeriksaan neurologis
menunjukkan adanya kelainan, namun dapat dieksklusi melalui investigasi
yang sesuai.
c. Kelainan dapat nyata, namun migrain, sakit kepala tipe tension, dan sakit
kepala kluster tidak terjadi untuk pertama kalinya dalam hubungan waktu
yang sebentar saat terjadinya kelainan.
G. Pemeriksaan Penunjang
Electroencephalography
EEG tidak selalu membantu dalam menegakkan diagnosis maupun dalam
penatalaksanaan migrain. Perubahan gelombang-lambat fokal didapatkan pada pasien
dengan serangan yang berat dan memanjang, akan tetapi pada banyak penelitian, tidak
banyak perubahan-perubahan pada EEG pada pasien migrain.
Visual Evoked Potentials (VEPs)
VEPs dilakukan pada saat serangan migrain yang disertai dengan gejala visual.
Terjadi peningkatan amplitudo terhadap respons primer rangsang cahaya pada korteks
visual menandakan sensitifitas pasien migrain terhadap cahaya.
Brain Imaging and Cerebral Angiography
Computerized Tomography (CT) Scan dapat memperlihatkan adanya edema, infark
kortikal dan area korteks yang atrofi pada pasien migrain.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilaporkan menunjukkan adanya kelainan
berupa punktata pada substansia alba pada 7 dari 17 pasien dengan migrain.
Cerebral angiography diindikasikan hanya apabila terdapat keraguan tentang
diagnosis, dan aneurisme atau kelainan vaskuler harus disingkirkan. MR
angiography merupakan alternatif non invasif dan seringkali bermanfaat
SPECT Scanning
Single-photon Emission Tomograph (SPECT) Images, menggunakan molekul pelacak
yang terfiksasi pada jaringan selama beberapa jam, lebih murah untuk diproduksi dan
memberikan resolusi spasial yang lebih baik daripada menggunakan
133
Xe. Kuantitas
dari aliran darah tidak dapat dinilai, dan tidak ada perubahan yang signifikan pada
migrain tanpa aura, atau pada akhir serangan pada migrain dengan aura, akan tetapi ada
uptake molekul pelacak tersebut pada otot temporalis superfisial.
Positron Emission Tomography (PET) Scan
Jarang digunakan karena sulitnya untuk menentukan waktu scanning yang tepat pada
saat serangan. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan terjadinya pengurangan aliran darah
dan gangguan keseimbangan oksigen pada pasien dengan migrain.
H. Penatalaksanaan
Tidur atau istirahat sejenak pada waktu serangan merupakan tindakan yang cukup
ampuh untuk menghentikan serangan migrain. Sebaiknya istirahat atau tidur di tempat
yang tenang dan agak gelap karena penderita migrain pada waktu serangan mengalami
fotofobia dan fonofobia.
1. Terapi simtomatik
Aspirin atau parasetamol, beberapa pasien menunjukkan hasil lebih baik bila
ditambahkan fenobarbital dosis kecil.
Nyeri kepala hebat diobati dengan Kodein 30-60 mg
Nausea dan vomitus diobati dengan Methoklopramid 10 mg atau domperidon 20
mg.
Bila pasien tidak bisa tidur, diberikan nitrazepam 5-10 mg sebelum tidur.
Penggunaan berlebihan obat-obat mengandung barbiturate, kafein dan opiate harus
dihindari karena bisa menimbulkan eksaserbasi nyeri kepala bila obat tersebut
dihentikan.
Migrain yang disertai kelainan saraf (migrain komplikata) diberikan propanolol
HCL 3-4x40 mg sehari.
Migrain menstrual diberikan NSAID sebelum menstruasi sampai menstruasi
berhenti, misalnya natrium naproksen, asam mefenamat atau ketoprofen.
2. Terapi abortif
Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya pada saat mulai timbul nyeri kepala.
Obat yang dapat digunakan:
Ergotamine tartrat, dapat diberikan sendiri atau dengan obat antiemetik, analgesik
atau sedatif. Dosis oral 1 mg pada saat serangan, diikuti 1 mg setiap 30 menit,
sampai dosis maksimum 4 mg/serangan atau 8 mg/minggu.
Dihdroergotamin. Dosis 1 mg selama 2-3 menit dan didahului dengan 5-10 mg
metoklopramid untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap 1 jam sampai
3 mg.
Sumatriptan suksinat. Dosis lazim 6 mg subkutan, dapat diulang dalam waktu 1 jam
bila diperlukan (jangan melampaui 12 mg/24 jam).
Stadium Diagnosis Terapi
Migrain ringan Sakit kepala berdenyut
kadang-kadang.
NSAID
Tidak ada gangguan
fungsi berat.
Kombinasi analgetik.
Agonis 5 HT 1 oral
Migrain moderat Sakit kepala moderat
sampai berat.
Agonis 5 HT 1 oral,
nasal, atau subkutan.
Mual (umum terjadi) Antagonis dopamin
oral.
Terdapat beberapa
gangguan fungsi.

Migrain berat Sakit kepala berat. 3
kali per bulan.
Agonis 5 HT1 SC, IM,
atau IV.
Terdapat gangguan
fungsi yang signifikan.
Antagonis dopamin IM
atau IV.
Mual dan muntah. Medikasi profilaksis.

I. Pencegahan
1. Non medikamentosa
Tata cara hidup. Siklus kehidupan yang terlalu ketat, kurang istirahat, terlambat
makan, kurang rekreasi dsb dapat merupakan pencetus serangan migrain. Pembagian
waktu kerja, istirahat, rekreasi, olah raga perlu diatur dengan baik. Sebaliknya juga dapat
dijumpai weekend migraine karena penderita migrain terlalu banyak tidur pada akhir
minggu.
Faktor makanan. Apabila ada jenis makanan tertentu yang dapat mencetuskan
serangan migrain, maka jenis makanan ini perlu dihindari
Faktor obat. Pasien juga perlu mengenali obat-obat yang bisa menjadi pencetus
serangan migrain, seperti nitrogliserin, nifedipin sublingual, tetrasiklin dsb, sehingga
perlu dihindari.
2. Medikamentosa
Hanya diberikan pada pasien dengan serangan yang sering berulang atau parah dan
tidak berhasil dengan terapi abortif. Obat yang digunakan:
a. Beta blocker
Propranolol, dengan dosis 80-160 mg per hari dibagi dalam 2-3 kali
pemberian
Nadolol, 40-240 mg/hari
Atenolol, 50-200mg/hari
b. Anti depresan trisiklik, yaitu amitriptilin atau imipramin dengan dosis 50-75
mg/hari sebelum tidur atau dengan dosis terbagi.
c. Ca channel blocker, verapamil 3-4 kali 80 mg/ hari, sebagai alternatif kedua bila a
& b tidak efektif.
d. Antihistamin-antiserotonin
Siproheptadin dengan dosis 8-16 mg/hari dalam dosis terbagi.
Pizotifen, dengan dosis 0,25-0,5 mg sekali, diberikan 1-3 x/hari.
e. Metisergid (antagonis serotonin), 2mg/hari dinaikkan sampai 8 mg/hari dibagi
dalam beberapa dosis. Dosis dinaikkan bila pasien bebas efek samping seperti
mengantuk, ataksia dan mual.
f. Antikonvulsan, bermanfaat pada pasien dengan epilepsy migrainosa.
Fenitoin 200-400 mg/hari.
Asam valproat 250-500 mg 2 kali sehari.
J. Prognosis
Migrain tidak akan menyebabkan kematian walaupun akan mengganggu aktivitas
sehari-hari pasien, tergantung dari reaksi penderita terhadap nyeri kepala yang
dialaminya. Sebagian besar penderita migrain anak dan remaja berhasil baik dengan
pengobatan dan pendidikan keluarga. Migrain dapat dihindari asalkan faktor pencetusnya
dihindari.



BAB III
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Z
Umur : 28 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama
Status
Pekerjaan
: Islam
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
Alamat : Karanganyar
Tanggal Pemeriksaan : 26 Juli 2012
No. RM : 90 58 85

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Nyeri kepala sebelah

B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita mengeluhkan nyeri kepala sebelah sebelah sejak 2 minggu yang
lalu. Nyeri kepala sebelah timbul perlahan semakin lama semakin memberat.
Penderita merasakan semakin memberat jika saat beraktivitas dan saat stres. Penderita
merasa keluhan berkurang dengan istirahat. Nyeri kepala sebelah ini dirasakan hilang
timbul. Saat bangun tidur di pagi hari, penderita tidak merasakan gejala tersebut.
Sebelumnya penderita pernah mengalami gejala tersebut sejak 1 bulan yang lalu.
Penderita sering cek tekanan darah di puskesmas dekat rumahnya, dan biasanya
normal. Penderita sudah minum obat warung, keluhan berkurang, tetapi kambuh lagi .
Mual (+), muntah (+), batuk (-), nyeri kepala berdenyut (+), telinga berdenging (-),
sesak nafas (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat sakit jantung : disangkal
b. Riwayat stroke : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat batuk lama : disangkal
e. Riwayat sakit liver : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat mondok : disangkal

D. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat minum jamu : disangkal
c. Riwayat minum obat pegal linu : disangkal
d. Riwayat minum minuman keras : disangkal
e. Riwayat makan goreng-gorengan : disangkal
f. Riwayat olah raga teratur : disangkal

E. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
a. Riwayat sakit gula : disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
c. Riwayat sakit serupa : (+) pada ibu pasien
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat batuk lama : disangkal

F. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan dengan satu orang suami dan satu orang
anak. Pasien makan tiga kali sehari, porsi sedang dengan lauk pauk tempe, tahu,
kadang-kadang telur, daging ayam atau ikan, yang sebagian besar disajikan dengan
digoreng.

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
1. Keadaan Umum Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital


Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 74 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Heart rate : 74 x/ menit, irama reguler


3. Status Gizi
Frekuensi Re x/menitS Suhu : 36.5
0
C
Respiratory rate : 18x/menit
BB=53 kg
TB=155 cm
BMI=22,06
4. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban
(-), mudah rontok (-), luka (-)
5. Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-
/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek
cahaya (+/+)


6. Thorax Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =
kiri, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan
torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB
axilla (-/-)
7. Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm medial linea
medioclavicularis
Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi HR : 74 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni,
intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-).
8. Pulmo :
Inspeksi Normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri,
sela iga melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi Simetris. Pergerakan dada ka = ki, peranjakan dada ka = ki,
fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Sonor / Sonor
Auskultasi Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan (-
/-)
9. Abdomen :
Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding thorak
Auskultasi Peristaltik (+) normal
Perkusi Timpani, pekak alih (-)
Palpasi Supel, nyeri tekan (-). Hepar tidak teraba. Lien tidak teraba.
10. Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
B. Status Neurologis
a. Kesan Umum dan Fungsi Luhur
1. Kesadaran : GCS E4V6M5
2. Cara Berbicara : dbn
3. Fungsi Psikosensorik : dbn
4. Fungsi motorik
Kekuatan : dbn
Tonus : dbn
Klonus : (-/-)
Reflek Fisiologis : dbn
Reflek Patologis : tangan (- / -) kaki (- / -)
b. Tanda-tanda Perangsangan Selaput Otak
1. Kaku Kuduk : (-)
2. Tanda Brudzinki I : (-)
3. Tanda Brudzinki II : (-)
4. Tanda Brudzinki III : (-)
5. Tanda Brudzinki IV : (-)
6. Lasseque : (-)
7. Tanda Kernig : (-)
c. Kolumna Vertebralis
1. Kelainan Bentuk : tidak ditemukan
2. Nyeri tekan lokal : tidak ada
3. Tanda Patrick : (-)
4. Tanda Anti Patrick : (-)
5. Tanda Nafzinger : (-)
d. Saraf Otak
1. Nervus Olfaktorius
Kanan Kiri
Anosmia sde sde
Parosmia sde sde
Halusinasi sde sde
2. Nervus Optikus
Kanan Kiri
Visus dbn dbn
Kacamata (-) (-)
Lapang Pandang dbn dbn
Warna dbn dbn
3. Nervus III, IV, VI
Kanan Kiri
Celah mata dbn dbn
Posisi bola mata di tengah di tengah
Gerak bola mata dbn dbn
Pupil : Ukuran 3 mm 3 mm
Bentuk bulat bulat
R. Cahaya langsung (+) (+)
R. Cahaya tak langsung(+) (+)
Konvergensi dbn dbn
Akomodasi dbn dbn
Rangsang Nyeri dbn dbn
4. Nervus V
Kanan Kiri
Sensorik I sde sde
Sensorik II sde sde
Sensorik III sde sde
Otot kunyah dbn dbn
Reflek Masseter dbn dbn
Reflek Kornea dbn dbn
Sensorik Lidah dbn dbn
5. Nervus VII
Saat Diam Saat Gerak
Kanan Kiri Kanan Kiri
Otot dahi Simetris Simetris
Tinggi alis Simetris Simetris
Sudut mata Simetris Simetris
Sudut mulut Simetris Simetris
Nasolabial Simetris Simetris
Pejam mata dbn
Meringis dbn
Pengecap lidah manis dbn asam dbn
Asin dbn pahit dbn
6. Nervus VIII
Kanan Kiri
Pendengaran dbn dbn
Hiperakusis dbn dbn
Vertigo dbn
7. Nervus IX dan X
Kanan Kiri
Reflek muntah dbn dbn
Pengecapan dbn dbn
Posisi Uvula ditengah
Arkus Faring simetris
Menelan dbn
Bersuara dbn
8. Nervus XI
Kanan Kiri
Bentuk Otot kesan normal kesan normal
Angkat bahu dbn dbn
Berpaling dbn dbn
9. Nervus XII
Kanan Kiri
Atrofi Lidah (-) (-)
Kekuatan dbn dbn
Posisi diam di tengah
Posisi dijulurkan dbn
e. Reflek Patologis
Lengan Tungkai
Reflek Patella +2 +2
Reflek Achiles +2 +2
Reflek Babinski (-) (-)
Reflek Chaddok (-) (-)
Reflek Openheim (-) (-)
Reflek Gordon (-) (-)
Reflek Schaefer (-) (-)
Reflek Mendel B (-) (-)
Reflek Rosolimo (-) (-)
d. Reflek Primitip
Reflek Memegang (-)
Reflek Snout (-)
Reflek Menghisap (-)
Reflek Palmo Mental (-)
IV. DIAGNOSIS
Migrain

V. TUJUAN PENGOBATAN
Menghilangkan nyeri kepala
Vasokonstriktor dan agonis reseptor 5-HT1 (serotonin)
- Ergotamin
Bentuk : Oral, rektal, parenteral
Dosis : oral/rektal 3-4 dd tab 1-2 mg, maksimal 4 mg per serangan atau
8 mg/minggu. Parenteral injeksi IM atau SC O,25-0,5 mg.
- Dihidroergotamin
Bentuk : Oral
Dosis : permulaan 1-2 mg, bila perlu setelah 30-60 menit diulang,
maksimal 3 mg.
- Sumatriptan
Bentuk : Oral, parenteral
Dosis : oral 1 dd tab 100 mg, maksimal 300 mg/hari. Parenteral injeksi
SC 6 mg, maksimal 12 mg/hari
Menghilangkan mual
Antagonis Dopamin
- Metoklopramid
Bentuk : Oral, parenteral
Dosis : oral 1-3 dd tab 10-20 mg, parenteral 50-100 mg
- Domperidon
Bentuk : Oral
Dosis : oral 3-4 dd tab 10-20 mg ac, anak 3-4 dd 0,3 mg/kgBB
Antagonis Serotonin
- Ondansetron
Bentuk : Oral, parenteral
Dosis : oral 1-2 dd tab 4-8 mg, parenteral 4-8 mg

VI. TERAPI
a. Non medikamentosa
1) Memperbaiki pola hidup dengan menghindari stres yang berlebihan
2) Menjaga pola makan serta menghindari makanan tertentu tang menjadi faktor
pencetus terjadinya migrain
b. Medikamentosa
R/ Ericaf tab No IX
3 dd tab I
R/ Primperan tab mg 10 No. IX
prn (1-3) dd tab I ac
Pro : Ny. Z (28 tahun)

VII. PEMBAHASAN OBAT
Pasien mengeluhkan nyeri kepala sebelah yang berlangsung 2 minggu. Pasien
juga mengeluh nyeri kepala yang berdenyut disertai mual dan muntah. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis menderita migrain. Pengobatan
lini pertama untuk migrain serangan akut itu sendiri adalah dengan kombinasi antara
antiemetik dengan analgetik. Contoh obatnya bisa diberikan domperidon (20 mg) atau
metoklopramid (10 mg) sebagai antiemetik nya dan paracetamol sebagai
analgetiknya. Berdasarkan anamnesis, pasien mengaku sebelumnya pernah
mengkonsumsi obat warung untuk mengatasi keluhan nyeri kepala sebelahnya, dan
keluhannya berkurang, tetapi kambuh lagi. Obat warung tersebut diduga merupakan
analgetik sehingga harus dipilihkan obat lain yang mampu mengatasi serangan
migrain tersebut.
Ericaf merupakan obat paten dengan komposisi ergotamin tatrat 1 mg dan
kofein 100 mg. Ergotamin memiliki efek sebagai agonis serotonin yang menstimulir
reseptor 5 HT 1D yang menyebabkan konstriksi kuat arteri otak yang telah mendilatasi,
mengurangi peradangan neurogen sekitarnya, dan meningkatkan ambang nyeri di
SSP. Ergotamin ini merupakan terapi spesifik untuk mengatasi serangan migrain.
Obat ini lebih efektif tetapi memiliki efek samping yang tidak sedikit pula, seperti
mual, muntah, dan rawan terjadi kumulasi obat yang dapat mengakibatkan efek toksik
(kejang otot kaki, kelumpuhan, vasospasme dengan jari tangan yang dingin, hingga
akhirnya bisa terjadi gangren). Pada pasien ini, ergotamin diberikan secara oral
dengan dosis 1 mg dalam bentuk sediaan tablet. Kombinasi dengan kofein bermanfaat
untuk meningkatkan resorpsi (oral dan rektal) dan memperkuat efeknya. Obat lain
untuk terapi migrain adalah sumatriptan. Namun, dalam penelitian didapatkan 40%
pasien migrain yang minum obat ini, mengalami kekambuhan dalam 24-48 jam.
Primeran merupakan obat paten dengan komposisi metoklopramide HCL.
Metoklopramid merupakan antagonis dopamin yang melawan mual berdasarkan
perintangan neurotransmitter misi dari CTZ ke pusat muntah dengan jalan blokade
reseptor dopamin. Selain itu, obat ini juga mengurangi motilitas lambung-usus
sehingga memperkuat efek antiemetiknya. Metoklopramid digunakan untuk semua
jenis muntah. Pada pasien ini, metoklopramid diberikan secara oral dengan dosis 10
mg dalam bentuk sediaan tablet. Obat antiemetik lain, golongan antagonis serotonin
bekerja memblokade serotonin yang memicu terjadinya reflek muntah dari usus halus
dan rangsangan terhadap CTZ. Obat ini biasanya lebih digunakan untuk mual dan
muntah karena efek samping obat sitostatika yang bersifat emetogen kuat dan juga
pada radioterapi.

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam





BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan:
Migrain adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan serangan nyeri kepala
berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam,
serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan dan kadang-kadang
dengan mual dan muntah. Penanganan yang paling dini adalah menghindari faktor pencetus
dari migrain itu sendiri. Jika obat dibutuhkan, first line yang paling tepat adalah antiemetik
dan analgetik, dan apabila tidak berespon bisa digunakan terapi spesifik untuk mengatasi
serangan migrain, seperti vasokonstriktor dan agonis serotonin.

Saran:
Setiap obat memiliki keunggulan dengan mekanisme kerja masing-masing. Selain itu,
pasti memiliki efek samping yang tidak sedikit pula sehingga dalam pemilihan obat
sebaiknya dipertimbangkan keunggulan dan kekurangan dari setiap obat. Menghindari faktor
pencetus dan memperbaiki pola hidup merupakan penceghan terbaik untuk kasus migrain ini.

















DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, 2001. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Cetakan Ulang. Bagian Farmakologi FK
UI. Jakarta. Hal : 49, 212
Mansjoer, A dkk, 200. Nyeri Kepala. Dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid II.
Jakarta. Media Aesculapius. Pp : 34-40
Tjay, T.H dan Rahardja, K . 2002. Obat-obat Migrain. Dalam Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi Kelima Cetakan Kedua. Jakarta.
Elex Media Komputindo. Pp :780-791
Weiner, H.L., and Levitt, L. P. 2001. Buku Saku Neurologi. Edisi Kelima. Jakarta. EGC. Pp :
74-76

Anda mungkin juga menyukai