Anda di halaman 1dari 12

Pancasila bukan hanya berfungsi menjadi kompas bagaimana warga negara berprilaku.

Namun juga
bagaimana menyelenggarakan pemerintahan agar segenap rakyat Indonesia sejahtera.

Usai reformasi Pancasila menjadi pembicaraan yang langka. Ia terlupakan. Ketika moralitas bangsa
mengalami penurunan, lalu, anak-anak muda kian menjadi western dan radikalisme Islam dalam wujud
teroris beraksi di Indonesia, barulah semua orang tersadar Indonesia sedang di tubir jurang kehancuran.
Semua sibuk mencari penyembuh, Pancasila kembali digali keberadaannya, untuk menumbuhkan
keasadaran kolektif bangsa mengenai falsafah dan pedoman hidup bangsa.

Pancasila merupakan payung yang sengaja diciptakan oleh para pendiri bangsa ini sebagai pelindung
pembangunan bangsa. Tidak ada yang salah dengan Pancasila, yang salah adalah penerapannya.
Problema bangsa ini hanya akan selesai dengan jalan kultural, pembatinan dengan menghargai sikap-
sikap menghargai perbedaan, ujar Pengajar di Universitas Indonesia Mudji Sutrisno atau Romo Mudji.

Ketika bangsa ini mulai tak tolelir terhadap perbedaan, menurut Romo Mudji, kunci paling penting untuk
menanamkan toleransi adalah menghargai orang lain. Konsep ini sudah ada dalam Pancasila yang
dibuat oleh para pembangun bangsa. Dalam konsep ini semua orang memiliki hak dan kewajiban yang
sama. Setiap warga negara harus dihargai dan dihormati termasuk ketika terdapat perbedaan yang
memang sudah ada dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak dulu.

Bagian tersulit dalam pendidikan toleransi menurut Romo Mudji adalah membuat toleransi mendarah
daging dan menjadi kesadaran setiap anak. Pendidikan toleransi bukan hanya hapalan di luar kepala.
Pendidikan toleransi akan berhasil dengan cara mengajak anak untuk melakukan tolerasni. Semua itu
dimulai dari keluarga, disini kuncinya, kata Romo Mudji.

Di sekolah dasar hingga atas, generasi muda memperoleh pemahaman mendalam mengenai
latar belakang historis, dan konseptual tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bagi setiap
warga negara, merupakan suatu bentuk kewajiban sebelum dapat melaksanakan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ini adalah kesepakatan para pendiri bangsa
dan masyarakat Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara (Filsafat Negara), maka
setiap warga negara wajib loyal (setia) kepada dasar negaranya.

Dalam perjalanan waktu, ketika terbentuk sebuah negara bernama Indonesia, perjalanan hidup bangsa
Indonesia sangat ditentukan oleh efektivitas penyelenggaraan negara. Untuk itu Pancasila difungsikan
sebagai dasar dalam mengatur penyelenggaraan negara, di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-
budaya dan hankam. Bahkan saat globalisasi masuk ke dalam tiap inchi kehidupan bangsa, Pancasila
dijadikan sebagai penyaring dampak negatif yang kemungkinan muncul.

Maka bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, kesetiaan, nasionalisme (cinta tanah air) dan patriotisme
(kerelaan berkorban) kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dalam bentuk kesetiaan (loyalitas)
mereka terhadap filsafat negara (Pancasila) yang secara formal diwujudkan dalam bentuk Peraturan
perundang-undangan (Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan Peraturan
Perundangan lainnya). Kesetiaan warga negara tersebut akan nampak dalam sikap dan tindakan, yakni
menghayati, mengamalkan dan mangamankan. Kesetiaan ini akan semakin mantap jika mengakui dan
meyakini kebenaran, kebaikan dan keunggulan Pancasila sepanjang masa.

Elaborasi Nilai-nilai Lokal
Pancasila telah menjadi kesepakatan bangsa Indonesia sejak berdirinya Negara (Proklamasi) Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1945. Dengan demikian, siapapun yang menjadi warga negara Indonesia
hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang telah dibangun oleh para pendiri negara itu,
dengan berupaya terus untuk menggali, menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pancasila yang sila-silanya diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadi
kesepakatan nasional sejak ditetapkan pada 18 Agustus 1945, dan terus berlanjut sepanjang sejarah
Negara Republik Indonesia. Kesepakatan tersebut merupakan perjanjian luhur atau kontrak sosial
bangsa yang mengikat warga negaranya untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.

Seluruh masyarakat tanpa terkecuali terikat dengan Pancasila, sebagai hasil kesepakatan berdasarkan
justifikasi yuridik (perundangan), filsafat-teoritik, sosiologik-historik (kemasyarakatan dan kesejarahan).

Dari sisi perundangan rumusan Pancasila terdapat dalam undang-undang dasar yang telah berlaku di
Indonesia dan beberapa Ketetapan MPR Republik Indonesia. Simak dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

. dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan itu terdapat pula dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949) dan Undang-undang
Dasar Sementera RI (1950). Juga ada dalam Ketetapan MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia dan Ketetapan MPR RI No.V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional.

Dari sisi filsafat-teoritik, Pancasila mengadopsi nilai-nilai ketuahanan yang diajarkan oleh seluruh agama
di muka bumi bahwa keberadaan Tuhan adalah kebenaran hakiki, maka para pendiri negara memulai
rumusan Pembukaan UUD 1945 pada aline kedua, keempat dan pasal 29:

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. (Alinea
kedua)

, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, ..(Alinea keempat) dan Pasal 29 ayat
1 UUD 45 : Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dari sisi kemasyarakatan dan kesejarahan, menurut Bung Karno, presiden pertama RI dan pendiri
bangsa, bahwa Pancasila digali dari bumi Indonesia dan dikristalisasikan dari nilai-nilai yang berkembang
dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam.

Nilai-nilai tersebut dapat diamati pada kelompok masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia, yang
prakteknya disesuaikan dengan budaya masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, gamblang
bahwa sesungguhnya Pancasila telah menjadi living reality (kehidupan nyata) jauh sebelum berdirinya
negara Republik Indonesia.

Dalam masyarakat Jawa dikenal konsep kemanusiaan dalam bentuk tepo seliro (tenggang rasa), sepi ing
pamrih rame ing gawe (mau bekerja keras tanpa pamrih), gotong royong (berat ringan ditanggung
bersama). Dalam Masyarakat Minangkabau musyawarah dan mufakat berada dalam tataran konsep
kemanusiaan dan kekuasaan tertinggi (sovereinitas), yang tercermin dalam peribahasa bulat air oleh
pembuluh, bulat kata oleh mufakat (sovereinitas) dan penghulu beraja ke mufakat, mufakat beraja pada
kebenaran (konsep kemanusiaan) dan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (konsep
religiusitas).

Soal ketuhanan masyarakat Minahasa memiliki petuah pangilikenta waja si Empung si Rumer reindeng
rojor (Sekalian kita maklum bahwa yang memberikan rahmat yakni Tuhan Yang Maha Esa). Konsep
ketuhanan dikenal dalam masyarakat Madura dalam nasehat bijak abantal sadat, sapoiman, payung
Allah (Iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa)

Di Lampung, untuk menyelesaikan berbagai persoalan dikenak nasehat bijak tebak cotang di serambi,
mupakat dilemsesat (Simpang siur di luar, mufakat di dalam balai). Inilah yang direkam dalam sila
keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Sila mengenai Persatuan Indonesia, diambil dari petuah bijak di Bolaang Mongondow Sulawesi Utara,
nabuah pinayung (Tetap bersatu dan rukun). Hal ini juga dikenal di Maluku, dengan slogan kaulete
mulowang lalang walidase nausavo sotoneisa etolomai kukuramese upasasi netane kwelenetane
ainetane (Mari kita bersatu baik di laut maupun di darat untuk menentang kezaliman).

Tak semua praktek-praktek bijak yang menjadi warisan turun-temurun direkam dalam tulisan ini. Namun,
berbagai suku bangsa yang ada di 33 provinsi itu memiliki nilai-nilai yang diadopsi ke dalam Pancasila
oleh Bung Karno. Rupa-rupanya para pendiri bangsa ini telah memberi bekal, agar bangsa Indonesia
mampu berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Asal tak melupakan Pancasila dan
menanamnya dalam lubuk paling dalam kesadaran kolektif bangsa, lalu menjalankannya dalam
kehidupan sehari-hari. (LC, dari berbagai sumber)

Indonesia merupakan negara yang memiliki Ideologi Pancasila. Nilai-nilai luhur yang
tertuang dalam Pancasila merupakan cara atau pandangan hidup yang harus kita
jadikan sebagai patokan dalam menjalankan kehidupan bernegara. Nilai-nilai luhur ini
akan membawa kita pada suatu kehidupan bernegara yang lebih baik. Pancasila
sebagai ideologi Bangsa Indonesia semata-mata dibuat untuk menciptakan masyarakat
yang tertib dan patuh pada hukum tata tertib negara. Nilai-nilai luhur tersebut sejalan
dengan nilai-nilai agama yang tumbuh di Negara Indonesia. Misalnya : Pada sila
pertama, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Agama-agama yang berkembang di
Indonesia mengajarkan kita untuk percaya pada Tuhan yang satu. Selain itu Pada Sila
kedua, sejalan dengan ajaran agama yang mengutamakan musyawarah untuk
mencapai suatu kemufakatan
Pada masa sekarang ini, nilai-nilai luhur pancasila mulai ditinggalkan.
Khususnya pada anak-anak maupun kaum remaja. Indikator dari penurunan nilai-nilai
luhur Pancasila pada anak maupun remaja dapat dilihat dari maraknya tawuran antar
pelajar. Sikap premanisme yang dimiliki oleh pelajar ini, bila terus dibiarkan lama
kelamaan akan terus mengakar dalam diri mereka. Hal ini tentu saja akan berimbas
pada kepribadian mereka pada saat dewasa nanti. Dikhawatirkan, sikap premanisme ini
akan terus terbawa hingga mereka tumbuh menjadi seorang yang terjun dalam
kehidupan bermasyarakat kelak. Indikator lainnya adalah terlihat pada sikap
kebanyakan pelajar yang kurang mematuhi aturan-aturan di sekolah. Seperti : memakai
suatu benda yang tidak seharusnya dipakai di lingkungan sekolah. Mengapa ini
termasuk penurunan nilai luhur pada anak ? Lingkungan sekolah merupakan
lingkungan kecil yang setiap harinya selalu menjadi wadah untuk para siswa
berinteraksi baik dengan guru maupun dengan siswa lainnya. Selain itu, lingkungan
sekolah juga dijadikan alternatif tempat pembentukan kepribadian siswa. Jika dalam
lingkungan kecil saja (dalam hal ini adalah sekolah), siswa tersebut tidak mematuhi
aturan, bagaimana jika mereka sudah berada di lingkungan luar sekolah. Tentu saja
anak-anak tersebut akan bertindak sewenang-wenang. Selain itu, indikator dari
penurunan nilai-nilai luhur dapat dilihat dari mulai merebaknya tindak kriminal yang
dilakukan oleh anak di bawah umur. Misalnya, kasus pencurian. Dalam skala yang lebih
besar, contoh dari penurunan nilai-nilai luhur adalah mulai memudarnya budaya
musyawarah dalam kehidupan masyarakat. Bila dilihat dalam lingkungan masyarakat
sekitar kita, satus sosial seseorang nampaknya sangat berpengaruh dalam menentukan
boleh atau tidaknya seseorang ikut berpartisipasi dalam sebuah forum musyawarah.
Hal ini menyebabkan, seseorang yang ekonominya terbilang rendah kehilangan hak
suaranya untuk mengutarakan sebuah aspirasi.
Nilai-nilai luhur yang mulai ditinggalkan ini hanya akan mengakibatkan dampak
negatif, baik bagi negara, maupun individu itu sendiri. Dampak yang akan diterima oleh
negara akibat penurunan nilai luhur adalah tidak terciptanya kehidupan bernegara
seperti yang seharusnya. Kehidupan bernegara yang dimaksud adalah negara yang
mempunyai tatanan hidup, di mana seluruh masyarakatnya patuh pada hukum tata
tertib negara. Bayangkan saja, bagaimana jadinya negara ini bila seluruh warga
negaranya menjalankan kehidupan bernegara tidak berpedoman pada nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam Pancasila. Negara akan terpecah belah dan akan sangat jauh
dari kata bersatu. Adapun dampak yang akan diterima oleh individu yang menunjukkan
tanda-tanda penurunan nilai-nilai luhur adalah individu tersebut akan dikucilkan oleh
masyarakat. Selanjutnya, ia akan mengalami tekanan batin akibat tidak ada
seorangpun yang mau berinteraksi dengannya.
Nilai-nilai luhur yang berangsur memudar dalam diri Bangsa Indonesia
menyebabkan Bangsa Indonesia kehilangan jati dirinya. Bangsa Indonesia yang
dulunya dikenal sebagai bangsa yang memiliki nilai moral yang tinggi, tampaknya kini
semakin menjauh dari kata tersebut. Lantas sebagai generasi penerus, hal apa yang
harus kita lakukan untuk mengembalikan jati diri Bangsa Indonesia ? TANAMKAN
SIKAP NASIONALISME DAN PATRIOTISME DALAM DIRI KITA ! Sebelum
menanamkan kedua hal tersebut dalam diri masing-masing, terlebih dahulu kita harus
mengetahui apa itu sikap Nasionalisme dan sikap Patriotisme. Sikap Nasionalisme
adalah sikap yang menjunjung tinggi kesetiaan tertinggi seseorang harus diberikan
kepada Negaranya. Sedangkan sikap Patriotisme adalah sikap rela berkorban demi
Bangsa dan Negara. Contoh dari sikap Nasionalisme dan Patriotisme yang bisa kita
lakukan baik sebagai anak-anak maupun orang dewasa adalah:
1. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan tidak melakukan aksi premanisme
atau merusak fasilitas-fasilitas umum yang ada;
2. Mempertahankan Budaya Indonesia dan menjaga peninggalan bersejarah. Dalam hal
ini, kita harus menjaga dan melestarikan budaya serta peninggalan bersejarah agar
tidak ada Bangsa lain yang mengaku memiliki budaya maupun peninggalan-
peninggalan tersebut.
3. Tidak malu menjadi Bangsa Indonesia. Kita harus membuktikan pada Dunia bahwa
Indonesia adalah negera yang hebat. Memiliki kekeyaan bahari yang berlimpah,
sumber daya alam yang berlebih dengan berjuta spesies tumbuhan dan hewan serta
memiliki beribu pulau lengkap dengan budayanya masing-masing. Sebisa mungkin kita
harus mengolah kelebihan-kelebihan tersebut supaya tak lekang dimakan zaman.
4. Berprestasi dalam bidang apapun. Dengan berprestasi, maka kita telah ikut serta untuk
mengharumkan nama Indonesia. Dimulai dari tingkat yang kecil, jika sudah bersakala
internasional, maka bngsa Indonesia akan menjadi salah satu bangsa yang namanya
ikut diperhutungkan di mata dunia.
5. Setia memakai produk yang berasal dari Negeri sendiri. Jangan melulu mengonsumsi
produk luar. Ini bukan berarti produk luar tidak baik untuk digunakan, tetapi lebih baik
kita menggunakan produk dalam negeri sebagai bentuk penghargaan tertinggi kita atas
karya anak bangsa.
Hal tersebut di atas, bisa dilakukan secara bersama-sama dan secara individu.
Tetapi akan lebih baik jika dilakukan secara bersama-sama demi mencapai
pengembalian jati diri negara serta dapat membuat nama Indonesia diperhitungkan di
mata dunia.
Lalu apakah penanaman sikap nasionalisme dan patriotisme dalam diri
generasi penerus merupakan cara yang efektif untuk mengembalikan jati diri bangsa
Indonesia ? Jawabannya adalah ya. Mengapa demikian ? Jika kita setia dan rela
berkorban untuk negara kita, kita tidak akan membiarkan hal apapun yang dapat
menghancurkan kesatuan Negara Indonesia. Kita akan terus menjaga Negara ini agar
tidak terpecah belah. Selain itu kita juga akan terus menjaga nama baik Negara
Indonesia di mata dunia. Jadi, secara tidak langsung kita juga turut andil dalam
mengembalaikan jati diri negara yang mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Dewasa ini, penanaman nilai-nilai luhur baik bagi orang dewasa maupun anak-
anak sangat dibutuhkan. Khususnya anak yang notabene merupakan generasi
penerus. Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa orang tua lakukan dalam
mendidik anaknya sebagai bentuk pengembalian jati diri Negara :
1. Dalam lingkungan keluarga, kita sebaiknya mengajarkan anak tentang hal yang
sederhana yang berhubungan dengan Indonesia. Misalnya mengajarkan dan
mengenalkan lagu daerah, tarian daerah, permainan tradisional dan lain-lain.
2. Mendidik anak agar tumbuh menjadi seorang peace generation. Berdasarkan seminar
yang pernah saya ikuti dengan motivator Ifran Amalee tentang Peace Generation, ada
beberapa konsep dasar yang harus kita miliki untuk menjadi generasi yang mencintai
kedamaian antara lain : menerima diri sendiri, menghapus prasangka, menerima
adanya keberagaman (etnis, agama, gender, status sosial, kelompok eksklusif),
merayakan keberagaman, memahami konflik, menolak kekerasan, mengalami
kesalahan dan memaafkan.
3. Mengajarkan anak untuk bertanggung jawab. Hal ini bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya menjaga lingkungan sekitar. Jika anak telah diajarkan
bertanggung jawab, maka akan tertanam di alam bawah sadar mereka tentang
pentingnya menjadi seorang yang bertanggung jawab.
4. Melatih anak untuk aktif dalam berorganisasi. Dengan Berorganisasi seorang dapat
melatih kepemimpinannya juga melatih kepekaan diri terhadap masalah-masalah
disekitarnya sehingga memunculkan inisiatif untuk menyelesaikan masalah-masalh
tersebut. Selain itu seorang anak juga dapat melatih emosionalnya dengan
menghormati perbedaan pendapat dalam organisasinya.
Jika masing-masing orang telah menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya
mengembalikan jati diri negara, maka Indonesia akan menjadi negeri yang hebat, yang
memiliki anak-anak bangsa yang cerdas serta bijaksana dalam bertindak. Dengan
adanya generasi-generasi yang cemerlang ini, secara tidak langsung Indonesia dapat
menjadi negara yang diperhitungkan namanya di kanca Internasional. Dan yang
terpenting adalah, generasi-generasi penerus ini akan mengubah cara pandang remaja
pada umunya yang saat meyelesaikan masalah harus dengan cara kekerasan. Kelak,
musyawarah akan menjadi suatu budaya yang akan terus mengakar dalam diri Bangsa
Indonesia dan dijalankan secara optimal.
Dalam menjalankan kehidupan ini, seseorang mempunyai kewajiban yang harus
mereka lakukan dan sebagai timbal baliknya, seseorang akan mendapatkan haknya
setelah melaksanakan kewajiban. Penerapan kewajiban anak yang selaras dengan
nilai-nilai luhur di Indonesia antara lain : mempertahankan nilai-nilai luhur dengan cara
menjadi generasi yang cerdas, baik cerdas secara spiritual, intelektual maupun
emosional. Dalam hal ini mereka juga harus mempertahankan nama baik Indonesia
dengan berprestasi di bidang apapun. Bukan malah merusak nama baik negaranya
sendiri. Sedangkan penerapan hak anak yang selaras dengan nilai-nilai luhur di
Indonesia adalah memperoleh hak untuk hidup, memperoleh hak untuk mendapatkan
pendidikan, hak memperoleh kasih saying dari kedua orang tuanya serta hak untuk
mengembangkan potensinya. Dalam hal ini, baik orang tua maupun negara harus dapat
memfasilitasi seorang anak untuk mendapatkan hak-haknya tersebut
Di manakah kini Pancasila berada? Pancasila telah hilang? Maraknya radikalisme dan
kekerasan atas nama suku, agama, ras, budaya dan kian kronisnya korupsi diyakini oleh sebagian
orang diakibatkan oleh kian dilupakannya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara .
Orde reformasi, memunculkan euforia pada saat itu, dan simbol-simbol orde baru
dianggap sebagai bahaya laten yang mesti dikubur dalam-dalam, dan Pancasila ikut dipinggirkan
dalam dialektika kehidupan berbangsa. Pancasila pun dalam pendidikan nasional dikikis
keberadaannya. Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sebagai sebuah mata pelajaran berubah
nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) tanpa ada embel-embel Pancasila-nya.
Namun, saat reformasi tak mampu memenuhi obsesi sebagian besar masyarakat berupa
kesejahteraan dan keamanan, kini banyak orang merindukan masa-masa ketika masa orde baru.
Masyarakat semakin muak dengan tontonan kekerasan di media massa berbalut ras, suku, agama,
dan budaya. Degradasi nilai-nilai karakter bangsa telah demikian tajam menggejala di sebagian
besar masyarakat kita. Tengok saja tayangan televisi, bentrok antar kampung, peperangan antar
suku, tawuran antar pelajar, tawuran antar mahasiswa, pengeboman tempat ibadah, saling hujat
antar elit politik, dan kasus korupsi menjadi menu yang tak pernah sepi di layar kaca.
Lalu kemanakah karakter asli bangsa ini? Karakter penduduk Indonesia yang berbudi
pekerti luhur, suka menolong, ramah-tamah, sopan-santun, toleransi, dan agamis telah ditelan
bumi? Membiarkan negeri ini terus-menerus dalam kondisi kehilangan karakter aslinya ini akan
membuat negeri ini kian terpuruk, bahkan bisa jadi negeri ini akan tercerai-berai. Harus ada
gerakan massif untuk menumbuhkan kembali karakter asli bangsa ini yang mulai hilang tergerus
oleh pusaran arus zaman.
Dalam kurikulum pendidikan saat ini gencar disosialisasikan penyisipan (integrasi)
karakter bangsa pada seluruh mata pelajaran di sekolah. Dunia pendidikan masih dipandang
sebagai medium paling efektif untuk menumbuhkan kembali karakter bangsa yang perlahan tapi
pasti mulai hilang dalam relung hati penduduk negeri ini. Lalu, apakah cara reaktualisasi
karakter bangsa cukup efektif lewat integrasi pada seluruh mata pelajaran yang diajarkan mulai
pendidikan dasar hingga menengah atas?
Kenapa tidak memilih cara menghidupkan kembali nilai-nilai budaya bangsa lewat
mengembalikan format pendidikan kewarganegaraan ke pendidikan moral Pancasila? Menurut
survey Biro Pusat Statistik (BPS) sekitar 80 persen masyarakat melihat Pancasila sebagai sesuatu
yang dibutuhkan dan masyarakat menyadari Pancasila merupakan pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara. Mantan Presiden BJ. Habibie, dalam pidato Peringatan Hari Pancasila di Jakarta, (1
Juni 2011) sepakat jika akhirnya pemerintah mengembalikan Pancasila ke sekolah.
Bagaimana format yang pas mengembalikan Pancasila ke sekolah terserah Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Bisa mengembalikan pelajaran kewarganegaraan menjadi
PMP, bisa juga diintegrasikan kepada mata pelajaran yang ada, atau dalam bentuk muatan lokal.
Harus ada kajian yang betul-betul dalam mengenai format penyajian pendidikan pancasila dalam
semua jenjang pendidikan. Karena jika tidak, penanaman nilai-nilai pancasila hanya akan
menjadi teori-teori verbal yang tidak pernah bersemayam dalam jiwa peserta didik.
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila), tereleminasi dalam konten pendidikan nasional di era reformasi karena
dipandang sebagai bagian simbol orde baru. Untung saja setiap upacara bendera hari senin, teks
Pancasila masih dikumandangkan, sehingga anak-anak kita masih mendengar kata Pancasila dan
sila-silanya. Saat orde reformasi tak mampu mewujudkan mimpi banyak rakyat akan
kesejahteraan dan keamanan, banyak orang merindukan masa-masa orde baru, termasuk
sebagian orang menginginkan agar Pancasila kembali diajarkan di sekolah. Keinginan itu
didasarkan pada fakta kian hilangnya karakter asli bangsa ini tergerus pusaran waktu dan
gempuran budaya asing.
Saat bangsa ini mulai kehilangan karakter aslinya Kemendiknas secara gencar
mensosialisasi pengintegrasian nilai-nilai karakter bangsa dalam semua mata pelajaran di semua
jenjang pendidikan. Kurikulum pendidikan kita sering diwarnai munculnya
program dadakan yang tidak terkonsep secara matang dan instan. Beberapa tahun silam pernah
ada program integrasi imtaq dalam semua mata pelajaran, kini program itu nyaris tak berbekas.
Jika program integrasi nilai-nilai karakter bangsa dalam semua mata pelajaran dilakukan tanpa
konsep yang jelas dan terencana nasibnya akan sama dengan program-program sebelumnya yang
hilang tak berbekas.
Kurikulum pendidikan dasar hingga menengah menurut banyak pengamat dipandang
terlalu padat. Memasukkan pelajaran nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum yang sudah ada
rasanya mustahil, kasihan anak-anak kita yang terlalu banyak pelajaran yang harus dipelajari.
Mengintegrasikan dengan pelajaran kewarganegaraan seperti jaman PMP adalah alternatif yang
mungkin bisa dipilih. Atau menyempurnakan integrasi karakter bangsa menjadi integrasi nilai-
nilai Pancasila dalam pelajaran yang sudah ada rasanya lebih realistis.
Kunci keberhasilan penanaman nilai-nilai termasuk nilai-nilai Pancasila di sekolah adalah
pembelajaran kontekstual dan pengalaman nyata. Peserta didik perlu contoh tindakan nyata,
bukan teori-teori verbal yang tidak ada faktanya. Sekolah adalah miniatur masyarakat nyata yang
mesti konsisten dengan dunia di luar sekolah. Saat peserta didik di sekolah diajarkan budaya
antri melalui pengalaman langsung, namun saat di luar sekolah mereka tidak menyaksikan
budaya tersebut diterapkan oleh sebagian besar masyarakat, maka penilaian nilai-nilai di sekolah
akan menjadi sia-sia.
Akhirnya, penulis berharap keinginan untuk mengembalikan pendidikan Pancasila di
sekolah oleh sebagian masyarakat, dikaji secara dalam oleh Kemendiknas. Jangan sampai saat
program itu diluncurkan ada kontroversi yang berkembang di masyarakat sehingga program itu
tidak efektif dan ujung-ujungnya dihentikan. Kita semua masih berharap negeri ini tetap tegak
kokoh dengan karakter aslinya, jika itu bisa diwujudkan dengan mengembalikan Pancasila ke
sekolah, mengapa tidak? Semoga.

Pancasila adalah dasar negara yang hanya dimiliki oleh Indonesia, tidak ada
negara yang punya dasar dengan butiran-butiran cantik mengenai hak dan
kewajiban, rasa persatuan kesatuan, kerakyatan dan keadilan selain
Indonesia. Kelima sila yang ada dalam Pancasila bukan hanya dijadikan
dasar negara tapi juga dasar untuk membangun masyarakat Indonesia yang
beragam membentuk diri menjadi satu kesatuan yang kuat dan kokoh
melawan segala Ancaman Gangguan Hambatan Tantangan (AGHT) baik dari
dalam maupun luar negeri.
Sayangnya, saat ini masyarakat Indonesia khususnya para pemimpin kita
sepertinya hanya menjadikan Pancasila sebagai pajangan yang hanya
diucapkan setahun sekali ketika hari Kemerdekaan tanpa memiliki ikatan batin
dengan Pancasila itu sendiri. Bahkan ada beberapa dari mereka yang tidak
hapal Pancasila, sehingga wajar saja bilamana masyarakat umumnya juga
tidak memiliki rasa cinta kepada Pancasila. Bagaimana Indonesia ingin maju,
jika dasar negaranya saja dibiarkan dipajang tanpa diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Namun, saya sebagai mahasiswa ingin mengakui bahwa Pancasila menjadi
kitab ketiga setelah Al Quran dan Hadits buat diri saya. Mengapa begitu?
Karena Pancasila bagi saya bukan hanya ungkapan semata yang diucapkan
ketika upacara bendera tetapi ada magnet tersendiri yang diberikan Pancasila
terhadap saya. Pancasila membangun rasa percaya diri dan keyakinan diri
saya bahwasanya saya adalah salah satu generasi muda yang akan
meneruskan perjuangan pahlawan Indonesia dan saya tidak ingin membentuk
diri menjadi seorang pecundang yang mengkamuflasekan Pancasila sebagai
dasar negara namun mengaplikasikannya saja tidak pernah.
Pancasila dengan lima silanya membuat saya lebih mencintai Indonesia,
banyak hal yang tersirat dalam Pancasila dan saya secara subjektif
menganggap itu sebuah anugerah karena ternyata Indonesia bukan hanya
memiliki rasa toleransi terhadap sesama tapi juga selalu menghormati
kebebasan agama yang ada, Indonesia menjadi bagian dari masyarakatnya
saling berbagi dan bekerjasama, memiliki rasa persatuan atas dasar
Bhinneka Tunggal Ika, selalu mengutamakan musyawarah mufakat dan
menjunjung tinggi keadilan dimana ada keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Sehingga itu membuat Pancasila bukan hanya terlihat tapi juga
menjadi bangunan yang kokoh dalam citra diri untuk membangun Indonesia
sebagai tanah air kita dan kitab yang wajib diamalkan di Indonesia.
Seandainya pemimpin kita saat ini lebih memahami makna Pancasila yang
telah dirancangan sedemikian rupa oleh para pemimpin kita terdahulu
mungkin Indonesia bisa menjadi negara yang berkualitas baik dalam
berbagai bidang bukannya berkualitas dalam peliknya masalah yang tidak
berarti. Wahai para pemimpin saat ini, kembalikan Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia yang sesungguhnya bukan hanya untuk saya tapi juga
untuk membangun masyarakat yang sesuai dengan Pancasila.



Jati diri bangsa Indonesia adalah jiwa dan semangat sumpah pemuda
Indonesia 28 Oktober 1928. Sumpah pemuda sebagai jati diri bangsa
diloengkapi dengan tiga komponen lain yaitu Proklamasi, Pancasila, dan
UUD 1945.
Sumpah pemuda sebagai karya agung pertama the founding father, yang
merupakan hasil jiwa dan semangat yang menyatu menjadi roh sumpah
pemuda.
Dengan kepekaan yang tinggi para the founding father dengan cerdas dan
cermat mendeteksi adanya nilai-nilai budi luhur budaya bangsa yang
tumbuh di segenap nusantara. Ini telah menggugah generasi mudanya
memiliki jiwa semangat dan karakter yang mendapat pancaran nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia. Sehingga mendorong mereka berbondong
bondong dating ke Jakarta menghadiri Kongres Pemuda tahun 1928
dengan menyatakan diri sebagai Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong
Celebes, dan Jong Java, serta lainnya. Padahal bisa kita bayangkan
sulitnya transportasi dan komunikasi masa itu.
Ini yang kemudian oleh founding fathers dirumuskan sebagai apa yang kita
kenal sekarang sebagai Pancasila. Berarti Pancasila merupakan nilai-nilai
karakter yang menjiwai dan menyemangati para pemuda Indonesia untuk
mendeklarasikan Sumpah Pemuda. Hebatnya Sumpah Pemuda mampu
melahirkan Bangsa Indonesia di zaman penjajahan, bahkan sebelum
mendirikan suatu Negara Indonesia.
Keampuhan dan kedasyatan Pancasila mampu menyemangati dan
menjiwai karakter pemuda Indonesia yang sekarang menjadi Bangsa
Indonesia. Dengan modal semangat dan karakter yang dijiwai Pancasila,
mulai ditumbuhykembangkan patriotism dan nasdionalisme, the foundin
father mempersembahkan karya agung kedua, yaitu Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan kita mampu mendirikan Negara
Kesatuian Republik Indonesia (NKRI), serta UUD 1945, juga Bhinneka
Tunggal Ikka yang menjadi sendi-sendi atau pilar kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jati diri bangsa adalah tampilan
yang utuh, menyeluruh dan tepat tentang kehidupan berbangsa dan
bernegara yang kesemuanya dicerminkan dalam tiga fungsi. Pertama,
penanda ke3beradaan; kedua, kedewasaan jiwa, daya juang dan kekuatan
yang ditampilkan secara utuh sebagai ketahanan nasional suatu bangsa;
dan ketiga fungsi pembeda dengan bangsa lain di dunia. Dengan demikian
maka jati diri bangsa adalah tampilan hasil pancaran karakter bangsa yang
mengandung nilai-nilai Pancasila.
Sehingga jati diri bangsa, tidak lain dan tidak bukan adalah Pancasila. Kini
dalamn mengatasi carut marut bangsa yang semaki meresahkan, kita
sebagai yang mencintai NKRI, harus berbuat sesuatu. Carut marut
kehidupan berbangsa dan bernegara kita adalah redupnya Pancasila.
Ujungnya adalah sikap dan perilaku banyak anak bangsa yang sudah
seperti tidak tahusiapa dirinya. Sudah tidak ada tata nilai yang menuntun
hidupnya, baik secara individu, bermasyarakat, dan berorganisasi.
Redupnya Pancasila tentu disebabkan redupnya karakter bangsa. Tetapi
sebenarnya membangun karakter bangsa hanya bis aterjadi bila ada
sekelompoik individu anak bangsa yang bersepaham untuk mengelompok
menjadi satu bangsa. Mereka membangun karakter dirinya sendiri,
sehingga secara akumulatif akan membangun karakter bangsa. Dengan
demikia, apa yang didambakan kita semua un tuk kembali ke jati diri
bangsa adalah dengan cara mari kita bangun karakter individu anak
bangsa. Dalam upaya membangun karakter dan jati diri bangsa yang tidak
lain adalah Pancasila. Itulah sebabnya mengapa pendidikan karakter harus
dapat membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan keseharian.
Knowledge is power, character is more. Di sinilah peran penting serta
tanggung jawab kita sebagai anak bangsa.

Anda mungkin juga menyukai