Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Gas Alam dari Batubara (Coal Bed Methane)

Dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Teknik Gas Alam
pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya
Oleh

Eduarman Malau (03101002107)
Hadi LP Napitu (03101002067)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2013

Mengenal Gas Alam dari Batubara (Coal Bed Methane)


Di tengah maraknya berita tentang kenaikan harga bahan bakar minyak
(bbm) atau harga minyak mentah dunia (international crude oil) ada beberapa hal
yang seharusnya dicermati dari peristiwa ini. Apa penyebab kenaikan harga
minyak? Pertanyaan itulah yang seharusnya muncul untuk mengatasi problema
kenaikan harga bahan bakar yang selalu menjadi topik panas di media massa
selain mengupas tuntas tentang permodelan ekonomi dan kebijakan kenaikan
harga bahan bakar.
Minyak bumi seperti halnya batu bara dan gas bumi adalah sumber energi
yang tidak mudah diperbaharui, dalam konteks ini digunakan tidak mudah
diperbaharui (uneasily renewable). Dalam konteks umum sering disebut minyak
bumi beserta bahan bakar fosil adalah bahan bakar tidak dapat diperbaharui
namun pada dasarnya minyak bumi dan batu bara bisa diperbaharui karena jika
kita menengok kembali teori munculnya minyak bumi oleh peneliti asal Rusia,
Mikhail Lomonosov pada tahun 1757, menerbitkan paper dengan pernyataan
rock oil and bitumen originates as tiny bodies of animals and botanies buried in
sediments in which under the influence of increased pressure and temperature
acting during a long period then forming into fossil fuel(Dott,1969).
Jika diterjemahkan maka teori tersebut menyatakan bahwa minyak bumi dan
batubara berasal dari bagian hewan dan tanaman yang terpendam dalam kerak
bumi lalu mendapat pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi hingga membentuk
bahan bakar dalam waktu yang sangat lama. Dari kalimat pengaruh tekanan dan
suhu serta waktu yang sangat lama inilah dapat disimpulkan bahwa minyak bumi
dan batu bara masih bisa diproduksi namun tidak dengan cara yang mudah karena
membutuhkan syarat dan kondisi tertentu. Meskipun demikian ada satu hal yang
bisa dicermati bahwa batu bara juga memiliki proses pembentukan yang sama
dengan minyak bumi walau berbeda asal pembentukan, di dalam dunia
perminyakan jika kita mengebor minyak akan juga didapatkan gas alam sebagai
produk ikutan atau biasa disebut associated gas. Gas ikutan ini adalah gas alam
yang muncul sebagai hasil proses pembentukan minyak bumi dan umumnya
memiliki kandungan methana yang cukup besar. Hingga saat ini eksplorasi
sumber energi dunia mulai mengarahkan tujuannya untuk mencari kandungan gas
alam di bumi sebagai sumber alternatif mendampingi minyak bumi.
Jika dalam eksplorasi minyak bumi bisa ditemukan gas alam bagaimana
dengan eksplorasi batu bara? Dalam penambangan batu bara, gas methana juga
sering ditemukan saat dilakukan penggalian. Hal inilah yang mendorong
penelitian dan pengembangan bagaimana menemukan cadangan gas alam dalam
kerak bumi yang juga mengandung batu bara namun tanpa harus menambang batu
bara. Seperti diketahui tidak semua kerak bumi yang mengandung batu bara bisa
ditambang karena alasan ekonomi. Kandungan batu bara muda dan kuantitasnya
yang tidak menguntungkan menjadi penyebab kenapa di beberapa wilayah yang
mengandung cadangan batu bara tidak dilakukan eksplorasi. Batu bara akan
ditambang jika memiliki kandungan yang cukup besar dan cadangannya berisi
lignite yang bagus dalam artian batu bara yang memiliki nilai panas/kalori yang
tinggi. Jika kedua persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka penambangan dinilai
tidak ekonomis, namun demikian dalam kerak bumi yang mengandung batu bara
yang tidak ditambang tersebut masih terkandung cadangan gas alam yang cukup
besar oleh karena itu eksplorasi bisa dialihkan untuk tujuan mendapatkan gas
alam.
Gas alam dari batu bara biasa disebut coal bed methane (CBM), awalnya
gas alam tersebut terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan batu bara
namun karena gas alam tersebut terperangkap dalam kerak bumi dan tidak
mendapat jalan keluar menuju atmosfer hingga terperangkap dalam uap air jenuh
yang mengelilingi batu bara. Dalam penambangan gas alam dari batu bara syarat-
syarat yang dilakukan untuk eksplorasi antara lain adalah:
1. Gas methane yang dikandung oleh lapisan batu bara adalah sejumlah 50-
70 cubic feet per ton batu bara.
2. Lapisan batu bara dalam kerak bumi sebesar 20 feet atau lebih (minimal
60 sentimeter).
3. Gas alam dari batu bara ini umumnya muncul pada daerah yang
kandungan airnya memiliki natrium bikarbonat dan uap airnya cukup
memiki tekanan untuk menahan munculnya gas alam ke udara terbuka.
Dalam teknik pengeboran gas alam dari batu bara ini diperlukan ekstraksi
atau mengeluarkan gas alam dari uap air yang muncul ke permukaan. Ilustrasi
teknik pengeboran bisa dilihat pada gambar 1 dibawah ini


Gambar 1. Teknik Pengeboran CBM
Pada gambar diatas bisa terlihat bagaimana gas alam akan keluar dari
lapisan batu bara di kerak bumi bersamaan dengan keluarnya uap air jenuh yang
mengelilingi lapisan batu bara. Pada proses ini air dipompa keluar menuju lapisan
terluar kerak bumi untuk mengurangi tekanan dalam lapisan batu bara dan
mendorong gas alam keluar dari lapisan batu bara menuju tangki penampung atau
pipa gas alam. Teknologi eksplorasi gas alam dari batu bara muncul pertama kali
pada tahun 1918 dan dilakukan dalam skala kecil di Power River Wyoming,
Amerika Serikat. Seiring akan meningkatnya konsumsi gas alam baik untuk
keperluan pembangkit listrik dan industri termasuk otomotif maka teknologi ini
sekarang makin dikembangkan untuk mendapatkan gas alam dari penambangan
konvensional (Flores et al., 1999).
Apa saja yang menjadi perbedaan antara penambangan gas konvensional
dengan penambangan CBM? Ada beberapa hal yang menjadi perbedaan utama
antara lain lokasi penambangan, teknis penambangan, dan biaya.

Gambar 2. Perbedaan Penambangan CBM dengan Konvensional Gas
Dilihat dari gambar 2 diatas maka penambangan gas alam dari batu bara bisa
dibedakan sebagai berikut:
1. Penambangan CBM bisa dilakukan apabila dalam kerak bumi tersebut terdapat
lapisan batu bara lain dengan penambangan gas konvensional yang bisa dilakukan
apabila dalam kerak bumi mengandung batuan yang dikelilingi oleh gas alam.
2. Penambangan CBM menghasilkan gas alam yang bertambah namun produksi air
semakin berkurang karena dalam sisi teknis air harus dipompa keluar untuk
mendorong keluarnya gas sehingga semakin sedikit air dalam lapisan batu bara
maka semakin besar gas alam yang akan keluar, sedangkan penambangan gas
alam konvensional produksi air akan semakin meningkat seiring dengan
menurunnya kandungan gas.
3. Penambangan CBM umumnya dilakukan di daratan dengan kedalaman sekitar
4000 feet beda dengan penambangan gas konvensional yang kadang harus
dilakukan di lepas pantai (offshore) dengan kedalaman mencapai 6000-9000 feet.
Lokasi yang jauh dari daratan inilah yang kadang membuat harga gas dari
penambangan konvensional lebih tinggi daripada harga gas dari CBM karena
harus menyediakan teknologi pengeboran bawah laut, distribusi gas dengan pipa
bawah laut atau kapal tanker, dan unit pemurnian gas alam diatas laut (Floating
Processing and Storage Unit).
Di Indonesia sendiri proyek pengembangan gas alam dari batu bara ini
sudah mulai dilakukan di propinsi Sumatera Selatan tepatnya di wilayah Tanjung
Enim di dekat penambangan batu bara PT. Bukit Asam. Potensi CBM di
Indonesia sendiri diperkirakan sebesar 453 tcf (trillion cubic feet) yang tersebar di
beberapa wilayah di pulau Sumatera, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi. Potensi
terbesar ada di pulau Sumatera yang mencapai 334 tcf tersebar di propinsi
Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Bengkulu. Penambangan CBM ini mulai
dilakukan untuk memenuhi konsumsi akan gas alam baik di bidang energi listrik
dan industry untuk selanjutnya bisa juga dikembangkan dalam bentuk compressed
natural gas (CNG) untuk kendaraan bermotor.
Kendala yang ditemukan dalam pengelolaan CBM di Indonesia saat ini
adalah masalah infrastruktur berupa distribusi gas alam dan tata kelola
lingkungan. Infrastruktur penyaluran berupa pembangunan pipa gas dan tangki
penyimpan masih cukup minim di Indonesia, banyak pembangunan perpipaan di
Indonesia terbentur masalah pada wilayah yang banyak dihuni oleh penduduk
serta birokrasi yang masih belum efektif. Selain itu hingga saat ini belum ada
peraturan khusus dari pemerintah tentang pengelolaan lingkungan di sekitar
penambangan CBM berbeda dengan UU Migas dan Panas Bumi yang sudah
menjadi pembahasan pemerintah, penambangan CBM masih belum memasuki
tahap perundang-undangan. Diharapkan dengan adanya UU yang mengatur
tentang tata kelola penambangan CBM maka produksi gas alam dari Indonesia
akan bertambah dan masyarakat Indonesia bisa lebih memprioritaskan
penggunaan gas alam untuk kebutuhan energi mengurangi ketergantungan akan
minyak bumi.

Referensi :
Dott, R.H., Hypotheses of An organic Origin, American Association of Geologist
Journal: 1969, 1-42.
Flores, R., Stricker, G., Meyer, J., Norton, P., Livingston, R., Jennings,
M., Impact of Coal Bed Methane Development in River Basin, Wyoming, ICCRC
Paper:1999, 1-26.
http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/5214-potensi-shale-gas-indonesia-
capai-574-tscf.html

Anda mungkin juga menyukai