Anda di halaman 1dari 16

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesaria

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
a. Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
b. Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan
janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)

2. Etiologi
Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I .B, 2001)
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara yang terbaik dalam
melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada
perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara
lain.

2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit,
primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak lintang atau
presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin
dan sebagainya.
e. Partus lama
f. Partus tidak maju
g. Pre-eklamsia dan hipertensi
h. Distosia serviks
3. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan
mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada
plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat
mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah
mati.
4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak
membuka kavum abdominalis.


b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih memanjang
2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC
profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,
sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC
jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya
adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.




d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga
perineum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri
uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau
dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi
apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor -
faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka
atau karena atonia uteri

c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru - paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6. Prognosis
1) Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang
cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
2) Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000.
Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang
menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
3) Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan
pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%
(Mochtar, 1998)
7. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis
dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama,
partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal
ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.


8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
9. Penatalaksanaan Medis Post SC

a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi
pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien
bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan
diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.(Manuaba, 1999)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif
pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinalepidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih ,
efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi


3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
I ntervensi Rasional
Nyeri akut
berhubungan
dengan pelepasan
mediator nyeri
(histamin,
prostaglandin)
akibat trauma
jaringan dalam
pembedahan
(section caesarea)
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama x 24 jam
diharapkan nyeri
klien berkurang /
terkontrol dengan
kriteria hasil :
1 Klien
melaporkan nyeri
berkurang / terkontrol
2 Wajah tidak
tampak meringis
3 Klien tampak
rileks, dapat
berisitirahat, dan
beraktivitas sesuai
kemampuan

1. Lakukan pengkajian
secara komprehensif
tentang nyeri meliputi
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
2. Observasi respon
nonverbal dari
ketidaknyamanan
(misalnya wajah
meringis) terutama
ketidakmampuan untuk
berkomunikasi secara
efektif.
3. Kaji efek pengalaman
nyeri terhadap kualitas
hidup (ex: beraktivitas,
tidur, istirahat, rileks,
kognisi, perasaan, dan
hubungan sosial)

4. Ajarkan menggunakan
teknik nonanalgetik
(relaksasi progresif,
latihan napas dalam,
imajinasi, sentuhan
1. Mempengaruhi
pilihan / pengawasan
keefektifan intervensi.



2. Tingkat ansietas dapat
mempengaruhi persepsi /
reaksi terhadap nyeri.



3. Mengetahui sejauh
mana pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
pasien.




4. Memfokuskan
kembali perhatian,
meningkatkan kontrol
dan meningkatkan harga
diri dan kemampuan
koping

terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor
lingkungan yang yang
dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya,
dan suara)
6. Kolaborasi untuk
penggunaan kontrol
analgetik, jika perlu.
5. Memberikan
ketenangan kepada
pasien sehingga nyeri
tidak bertambah


6. Analgetik dapat
mengurangi pengikatan
mediator kimiawi nyeri
pada reseptor nyeri
sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri
Risiko tinggi
terhadap infeksi
berhubungan
dengan trauma
jaringan / luka
bekas operasi (SC)
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama x 24 jam
diharapkan klien tidak
mengalami infeksi
dengan kriteria hasil :
1 Tidak terjadi
tanda - tanda infeksi
(kalor, rubor, dolor,
tumor, fungsio laesea)
2 Suhu dan nadi
dalam batas normal (
suhu = 36,5 -37,5
0
C,
frekuensi nadi = 60 -
100x/ menit)
3 WBC dalam
batas normal (4,10-
10,9 10^3 / uL)
1. Tinjau ulang kondisi
dasar / faktor risiko yang
ada sebelumnya. Catat
waktu pecah ketuban.







2. Kaji adanya tanda
infeksi (kalor, rubor,
dolor, tumor, fungsio
laesa)


3. Lakukan perawatan
luka dengan teknik
1. Kondisi dasar seperti
diabetes / hemoragi
menimbulkan potensial
risiko infeksi /
penyembuhan luka yang
buruk. Pecah ketuban
yang terjadi 24 jam
sebelum pembedahan
dapat menimbulkan
koriamnionitis sebelum
intervensi bedah dan
dapat mempengaruhi
proses penyembuhan
luka
2. Mengetahui secara dini
terjadinya infeksi
sehingga dapat dilakukan
pemilihan intervensi
secara tepat dan cepat
aseptik

4. Inspeksi balutan
abdominal terhadap
eksudat / rembesan.
Lepaskan balutan sesuai
indikasi



5. Anjurkan klien dan
keluarga untuk mencuci
tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka
6. Pantau peningkatan
suhu, nadi, dan
pemeriksaan laboratorium
jumlah WBC / sel darah
putih









7. Kolaborasi untuk
pemeriksaan Hb dan Ht.
Catat perkiraan
3. Meminimalisir adanya
kontaminasi pada luka
yang dapat menimbulkan
infeksi

4. Balutan steril
menutupi luka dan
melindungi luka dari
cedera / kontaminasi.
Rembesan dapat
menandakan terjadinya
hematoma yang
memerlukan intervensi
lanjut
5. Cuci tangan
menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial

6. Peningkatan suhu,
nadi, dan WBC
merupakan salah satu
data penunjang yang
dapat mengidentifikasi
adanya bakteri di dalam
darah. Proses tubuh
untuk melawan bakteri
akan meningkatkan
produksi panas dan
frekuensi nadi. Sel darah
putih akan meningkat
kehilangan darah selama
prosedur pembedahan

8. Anjurkan intake
nutrisi yang cukup






9. Kolaborasi
penggunaan antibiotik
sesuai indikasi
sebagai kompensasi
untuk melawan bakteri
yang menginvasi tubuh.
7. Risiko infeksi pasca
melahirkan dan proses
penyembuhan akan buruk
bila kadar Hb rendah dan
terjadi kehilangan darah
berlebihan.

8. Mempertahankan
keseimbangan nutrisi
untuk mendukung
perpusi jaringan dan
memberikan nutrisi yang
perlu untuk regenerasi
selular dan penyembuhan
jaringan

9. Antibiotik dapat
menghambat proses
infeksi
Ansietas
berhubungan
dengan kurangnya
informasi tentang
prosedur
pembedahan,
penyembuhan, dan
perawatan post
operasi
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama x 6 jam
diharapkan ansietas
klien berkurang
dengan kriteria hasil :
1 Klien terlihat
lebih tenang dan tidak
gelisah
1. Kaji respon
psikologis terhadap
kejadian dan ketersediaan
sistem pendukung




2. Tetap bersama klien,
1. Keberadaan sistem
pendukung klien
(misalnya pasangan)
dapat memberikan
dukungan secara
psikologis dan membantu
klien dalam
mengungkapkan
masalahnya
2 Klien
mengungkapkan
bahwa ansietasnya
berkurang
bersikap tenang dan
menunjukkan rasa empati



3. Observasi respon
nonverbal klien
(misalnya: gelisah)
berkaitan dengan ansietas
yang dirasakan

4. Dukung dan
arahkan kembali
mekanisme koping



5. Berikan informasi
yang benar mengenai
prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan
perawatan post operasi



6. Diskusikan
pengalaman / harapan
kelahiran anak pada masa
lalu


2. Keberadaan
perawat dapat
memberikan dukungan
dan perhatian pada klien
sehingga klien merasa
nyaman dan mengurangi
ansietas yang
dirasakannya
3. Ansietas
seringkali tidak
dilaporkan secara verbal
namun tampak pada pola
perilaku klien secara
nonverbal

4. Mendukung
mekanisme koping dasar,
meningkatkan rasa
percaya diri klien
sehingga menurunkan
ansietas
5. Kurangnya
informasi dan
misinterpretasi klien
terhadap informasi yang
dimiliki sebelumnya
dapat mempengaruhi
ansietas yang dirasakan

6. Klien dapat
mengalami




7. Evaluasi
perubahan ansietas yang
dialami klien secara
verbal
penyimpangan memori
dari melahirkan. Masa
lalu / persepsi yang tidak
realistis dan abnormalitas
mengenai proses
persalinan SC akan
meningkatkan ansietas.
7. Identifikasi
keefektifan intervensi
yang telah diberikan








DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta
: EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Anda mungkin juga menyukai