Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

DISKUSI TOPIK



Pembimbing :
dr. Susi Harini, Sp.S



Disusun oleh:
Nida Khofia
1110103000087




KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
BAB 1
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. DK. Ploso Rt/Rw 00/00 Kelurahan Bojongsari
Kecamatan Sawangan, Depok
Pendidikan : Tamat SLTP
Masuk RS : 6 September 2014
Pengambilan Data : 9 September 2014
II. ANAMNESIS (Dilakukan auto-allo anamnesis tanggal 9 September 2014)
a. KELUHAN UTAMA
Nyeri kepala Post Kecelakaan lalu lintas sejak 5 jam SMRS
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien mengeluhkan Nyeri kepala setelah kecelakaan lalu lintas 5
jam SMRS. Nyeri kepala dirasakan seperti berdenyut pada seluruh
bagian kepala. Pasien juga merasakan kepala seperti berputar, tidak
dipengeruhi perubahan posisi dan aktivitas. Kecelakaan terjadi pada saat
pasien turun dari mobil pasien untuk menyebrang jalan, pasien ditabrak
dengan motor dari arah depan sampai berputar dan jatuh. Kepala pasien
membentur aspal. Pasien sedang tidak menggunakan helm. Menurut
istrinya pasien sempat pingsan kurang lebih satu jam setelah itu pasien
dapat sadar kembali. Pasien masih dapat mengingat semua kejadian
sebelum kecelakaan. Pasien muntah darah 1x sebanyak 1 gelas. Pada
dahi kanan dan bibir atas pasien terdapat luka terbuka yang
mengeluarkan darah, pada hidung keluar darah, tidak keluar cairan dari
telinga, kelemahan anggota badan, baal, mulut mencong, cadel,
gangguan penghidu, gangguan lapang pandang dan penglihatan double
disangkal oleh paisen.
Pasien di bawa ke RSUD Depok. Di RSUD pasien diberikan
terapi cairan dan beberapa obat (ketorolac, ranitidin, ondansentron,
citilcholin), karena tidak ada pemeriksaan CT-scan pasien dirujuk ke RS
Fatmawati. Saat di UGD fatmawati pasien di pasangkan O2 nasal kanul,
mendapatkan terapi cairan dan di lakukan pemeriksaan lab darah dan
CT-scan kepala. Lalu pasien di rawat inap. Saat ini pasien masih merasa
sakit kepala berdenyut dibagian belakang.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat trauma sebelumnya tidak ada. Riwayat darah tinggi, stroke,
kencing manis, dan alergi pasien disangkal.
d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Diabetes mellitus, hipertensi, stroke, penyakit paru, penyakit jantung ,
alergi disangkal.
d. RIWAYAT KEBIASAAN
Merokok 1 bungkus/hari sejak SMP
Minum alkohol dan konsumsi obat-obatan disangkal
Pasien tidak pernah berolahraga
III. PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 9 September 2014)
Keadaan Umum: tampak sakit sedang
a. Kesadaran: compos mentis/ GCS:E
4
M
6
V
5
= 15
b. Sikap : berbaring, duduk dan berdiri
c. Koperasi: kooperatif
d. Keadaan gizi: BB = 60 kg TB = 165, BMI = 22 (N)
e. Tekanan darah: kanan 130/80 mmHg
f. Nadi: 86 x/menit
g. Suhu: 36,8
o
C
h. Pernapasan: 22 x/menit

Pemeriksaan Lokal
Trauma Stigmata : Luka (+) berbentuk U yang sudah di jahit dan
diperban pada bagian frontal kanan kepala dan
supralabia yang berukuran 4x0,5 cm, hematom
dan edema pada palpebra kanan.
Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan=kiri, regular, equal
Pembuluh Darah Perifer : Capillary refiil time < 2 detik
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Columna Vertebralis : Lurus ditengah
Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata
Mata: Konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-,
pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+,
racoon eye (-)
Telinga : Normotia +/+, battle sign (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-
Mulut : Pucat (-), sianosis (-)
Lidah : kotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak
teraba pembesaran KGB dan kelenjar tiroid.
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 1 jari medial linea
midclavikula sinistra
Perkusi : batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dextra,
batas kiri ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakan dada simetris kanan kiri saat statis dan
dinamis
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut datar
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal, NTE (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat +/+, edema -/-
Bawah : akral hangat +/+, edema -/-

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. GCS : E4M6V5 = 15 (COMPOS MENTIS)
B. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : > 70 > 70
Kernig : > 135 > 135
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : Normosmia kanan dan kiri

N.II
AVOS : AVOD : 4/60 AVOS 5/60
Funduskopi : Tidak dilakukan


N. III, IV, VI Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : Baik Baik
Ke Temporal : Baik Baik
Ke Nasal Atas : Baik Baik
Ke Nasal Bawah : Baik Baik
Ke Temporal Atas : Baik Baik
Ke Temporal Bawah : Baik Baik
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokhor Isokhor
Bentuk : Bulat, 3mm Bulat, 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya tak Langsung: (+) (+)
Akomodasi : Baik Baik

N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : Baik Baik
Cabang Sensorik
Optahalmika : Baik Baik
Maxilla : Baik Baik
Mandibularis : Baik Baik
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : Baik Baik
Motorik Orbicularis : Baik Baik
Pengecap Lidah : Baik Baik
N. VIII
Kesan baik (pasien masih mendengar detik arloji dari jarak 1 meter)
Vestibular : Tidak dilakukan pemeriksaan untuk vertigo
Cochlear : Kesan tidak ada tuli pada pasien
N. IX, X
Motorik : Arcus faring simetris, uvula di tengah
Sensorik : Baik

N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : Baik Baik
Menoleh : Baik Baik

N. XII
Pergerakan Lidah : Deviasi (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)

D. Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 5 5 5 5 5 5 5 5
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5 5 5 5 5 5 5 5
E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
F. Trofik : Eutrofi
G. Tonus : Normotonus
H. Sistem Sensorik
Proprioseptif : Baik
Eksteroseptif : Baik
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : (-)
Tes Rhomberg : (-)
Disdiadokinesia : (-)
Jari-Jari : (-)
Jari-Hidung : (-)
Tumit-Lutut : (-)
Hipotoni : (-)
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)

K. Fungsi Otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik

L. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Bisep : (+3) (+3)
Trisep : (+2) (+2)
Radius : (+2) (+2)
Dinding Perut : (+) (+)
Otot Perut : (+) (+)
Patela : (+2) (+2)
Aciles : (+2) (+2)

M. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)

N. Keadaan Psikis
Intelegensia : Baik
Tanda regresi : (-)
Demensi : (-)


I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi
Hemoglobin 13,7 g/dl 11,7 15,5 g/dl DBN
Hematokrit 43% 33 45 % DBN
Lekosit 14.400/ul 5.000 10.000 Meningkat
Trombosit 239.000/ul 150 440 ribu/ul DBN
VER 74.0 80.0-100.0 fl Menurun
HER 23.7 26.0-34.0 pg Menurun
KHER 32.0 32.0-36.0 g/dl DBN
RDW 14.4 11.5-14.5 % DBN
SGOT 48 U/l 0 34 U/l Meningkat
SGPT 38 U/l 0 40 U/l DBN
Ureum 30 mg/dl 20 40 mg/dl DBN
Kreatinin 0,8 mg/dl 0,6 1,5 mg/dl DBN
GDS 137 mg/dl 70 140 mg/dl DBN
Na 139 mmol/L 135 147 mmol/L DBN
K 2.97 mmol/L 3,10 5,10 mmol/L DBN
Cl 101 mmol/L 95 108 mmol/L DBN


II. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
CT-Scan kepala potongan axial


Kesan :
Tidak tampak hematom epidural/subdural maupun perdarahan subaracnoid dan
intercerebri saat ini.
Fraktur pada os frontal kanan, os nasal, dinding anterior sinus maksila kanan.
Hematosinus di sinus frontal kanan, sphemoid, ethmoid kanan kiri, dan sinus
maksila kanan dan kiri
Radiologi Schedel AP/ Lateral

Kesan:
Straight cervical
Spondylosis cervical

III. RESUME
Seorang pasien, laki-laki, 49 tahun, datang ke UGD Fatmawati dengan riwayat
tertabrak motor 5 jam SMRS. Pasien tidak menggunakan helm. Setelah itu pasien
pingsan lalu di bawa ke RSUD Depok. Pasien tidak sadar selama beberapa kurang lebih
1 jam. sakit kepala berdenyut pada seluruh bagian kepala, berputar (+), muntah (+)
darah 1x sebanyak 1 gelas, kejang (-), kelemahan atau baal di anggota tubuh (-).
Tidak ada gangguan penglihatan, gangguan penghidu, pendengaran dan gangguan
bicara.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ; GCS I : E
4
M
6
V
5
= 15, ditemukan Luka (+)
berbentuk U yang sudah di jahit dan diperban pada bagian frontal kanan kepala dan
supralabia yang berukuran 4x0,5 cm, hematom dan edema pada palpebra kanan. Pada
pemeriksan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit dan SGOT

Pemeriksaan fisik:
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E
4
M
6
V
5
= 15
Tanda Vital : TD: 130/80 mmHg, N: 86x/menit, Suhu: 36,8
0
C,
P:22x/menit
Pada dahi kiri terdapat luka dengan 6 jahitan
Jantung, paru, abdomen dalam batas normal

Pemeriksaan neurologis:
TRM : - , L: >70
0
/>70
0
, K: >135
0
/>135
0

Pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL: +/+, RCTL: +/+
Motorik:
Ekstremitas atas proksimal-distal : 5555/5555
Ekstremitas bawah proksimal-distal : 5555/5555
Refleks Fisiologis : +++/+++
++/++
Refleks Patologis : -/-
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Intelegensia : Baik

Pemeriksaan Laboratorium:
pemeriksan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit dan SGOT

Pemeriksaan Radiologi
CT scan kepala:
Tidak tampak hematom epidural/subdural maupun perdarahan subaracnoid dan
intercerebri saat ini.
Fraktur pada os frontal kanan, os nasal, dinding anterior sinus maksila kanan.
Hematosinus di sinus frontal kanan, sphemoid, ethmoid kanan kiri, dan sinus
maksila kanan dan kiri
IV. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : Riw. penurunan kesadaran, Fraktur multiple pada os
frontal kanan, os nasal, dinding anterior sinus maksila kanan, cephalgia
sekunder, Hematosinus di sinus frontal kanan, sphemoid, ethmoid kanan kiri,
dan sinus maksila kanan dan kiri.
Diagnosis etiologis : Contusio Serebri
Diagnosis topis : -

V. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
- Observasi ABC (airway,breathing,circulation)
- Elevasi kepala 30
- GV maksimal 2 hari sekali
- Rawat inap
2. Medikamentosa
- IVFD NaCl 0,9% 500 ml/12 jam
- Mannitol 20% dosis awal 300 cc dalam 30 menit 4 x 150 mg iv
- Antibiotik: cefixime 2x 200 mg
- Neuroprotektor : Citicolin 2 x 500 mg iv
- Antiemetik : Ondancentron 3 x 8 mg iv
- Analgetik : asam mefenamat 3x500 mg iv
- Betahistin 2x24 mg
- Multivitamin : AF 2 x 1 tab po
VI. PROGNOSA
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam





















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA KAPITIS
2.1 Definisi
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan
fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Trauma kapitis atau
cedera kepala adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat
disfungsi cerebral sementara.Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu lintas.
Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan
kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius sehingga pertolongan pertama pada
penderita harus cepat dilakukan. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan
terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat penting
untuk keberhasilan kesembuhan penderita.











1. Anatomi Kepala
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang
disebut sebagai SCALP yaitu:
Skin atau kulit
Connective tissue atau jaringan
penyambung
Aponeuris atau galea aponeurotika
yaitu jaringan ikat yang
berhbungan langsung dengan
tengkorak
Loose areolar tissue atau jaringan
penunjang longgar.
Perikranium atau jaringan penunjang longgar memisahkan galea
aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya
perdarahan subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah
sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala
akanmenyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau
penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan
waktu lama untuk mengeluarkannya.

b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis,
fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah
batang otak dan serebelum.

c. Meninges
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1) Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh
spatiumsubarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub
arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

d. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.


Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus
oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada
medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam
fungsi koordinasi dan keseimbangan.

e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro
menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke
dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial. Angka rata-
rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500
ml CSS per hari.

f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior)

g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena
otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis.

2. Aspek Fisiologis cedera kepala
a. Tekanan intracranial
Berbagai proses pataologi pada otak dapat meningkatkan tekanan intracranial yang
selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap
penderita. Tekanan intracranial yang tinggi dapat menimbulkaan konsekwensi yang
mengganggu fungsi otak. TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi
dari 20mmHg dianggap tidak normal. Semakin tinggi TIK seteelah cedera kepala,
semakin buruk prognosisnya.
b. Hukum Monroe-Kellie
Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar dari
tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan
jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br),
volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).
Vic = V br+ V csf + V bl
c. Tekanan Perfusi otak
Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata (mean arterial
presure) dengan tekanan inttrakranial. Apabila nilai TPO kurang dari 70mmHg akan
memberikan prognosa yang buruk bagi penderita.
d. Aliran darah otak (ADO)
ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO menurun
sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan menghilang. Apabila ADO
sebesar 5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak akan mengalami kematian dan kerusakan
yang menetap. Pada penderita trauma, fenomena autoregulasi akan mempertahankan
ADO pada tingkat konstan apabila MAP 50-160 mmHg. Bila MAP < 50mmHg ADO
menurun curam, dan bila MAP >160mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh darah otak
dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada
penderita cedera kepala. Akibatnya penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera
otak sekunder karena iskemi sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba.
Bila mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial
TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami
hipotensi. Maka dari itu, bila terdapat TTIK, harus dikeluarkan sedini mungkin dan
tekanan darah yang adekuat tetap harus dipertahankan.

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan:
1. Patologi
a. Komosio serebri
Komosio cerebri adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu
namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai
derajat. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingguung
dan disorientasi tanpa amnesia.
b. Kontusio serebri
Pada kontusio serebri terjadi kerusakan jaringan otak berupa terputusnya
kontinuitas jaringan. Kriteria untuk mendiagnosis kontusio serebri adalah adanya
riwayat benturan kepala diserta pingsan yang cukup lama (> dari 10 menit), selain
itu dapat ditemukan adanya defisit neurologis, dapat pula terjadi kejang dan
penurunan kesadaran.
c. Laserasio serebri
Gangguan fungsi neurologic disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur
tengkorak terbuka.
2. Lokasi lesi
a. Lesi difus
Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkim otak,
disertai edema. Keadaan pasien umumnya parah.
b. Lesi kerusakan vaskuler otak
c. Lesi fokal
- Kontusio dan laserasi serebri
- Hematoma intrakranial
Hematoma epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang
potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk
bikonvek atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio
temporal atau temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh
meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal dari arterial, namun
mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-
kadang, hematoma epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio
parietal-oksipital atau fossa posterior.
Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya lucid
interval yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-
tiba meninggal (talk and die).
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak
selalu homogeny, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada
tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space
occupying lesion).

Hematoma subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara
duramater dan arakhnoid. Terjadi paling sering akibat robeknya vena
bridging antara korteks serebral dan sinus draining.

Hematoma intraparenkimal
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio
jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada
di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus
frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan
(coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang
didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas
perdarahan.


3. Derajat kesadaran berdasarkan GCS

Kategori GCS Gambaran Klinik CT Scan otak
Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologik (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan < 10 menit, defisit neurologik (-) Normal
Sedang 9-12 Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal
Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal

Glasgow Coma Scale nilai ai
Respon membuka mata (E)
- Buka mata spontan 4
- Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3
- Buka mata bila dirangsang nyeri 2
- Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon verbal (V)
- Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
- Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4
- Kata-kata tidak teratur 3
- Suara tidak jelas 2
- Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon motorik (M)
- Mengikuti perintah 6
- Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan5
- Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4
- Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3
- Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2
- Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1

2.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos Kepala
b. CT Scan Kepala. CT scan kepala meruakan standar baku untuk mendeteksi perdarahan
intracranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT scan,
sedangkan pada pasien dengn GCS = 15, CT scan dilakukan hanya dengan indikasi
tertentu seperti:
- Nyeri kepala hebat
- Adanya tanda- tanda fraktur basis kranii
- Adanya riwayat cedera yang berat
- Muntah lebih dari kali
- Penderita lansia (usia >65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau amnesia.
- Kejang
- Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat- obat antikoagulan
- Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis.
- Rasa baal pada tubuh.
- Gangguan keseimbangan atau berjalan.

c. MRI Kepala
MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitive dibandingkan dengan CT scan.
Dibutuhkan waktu lebih lama dibandingkan CT Scan sehingga tidak sesuai dalam situasi
gawat darurat.

d. PET dan SPECT
Positron Emission Tomogrphy (SPECT) dapat memperlihatka abnormalitas pada fase
akut dan kronis meskipun CT Scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak
memperlihatkan kerusakan.

2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan
umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.
Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala
ringan, sedang, atau berat
Penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder:
Survei Primer ( Primary Survey)
o Jalan Napas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilsi. Daerah tulang servikal harus
dimobilisasi dalam posisi netral menggunakan stiffneck collar pada kecurigaan fraktur
servikal.
o Pernapasan
o Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat atau
Normal Salin (20 ml/kgBB) jika pasien syok, transfusi darah 10-15 ml/kgBB harus
dipertimbangkan.
o Defisit Neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil. Tingkat kesadaan dapat diklasifikasikan menggunakan GCS. Anak
dengan kelainan neurologis yang berat, seperti anak dengan nilai GCS< 8 harus
diintubasi.
o Kontrol pemaparan/lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga semua luka dapat
terlihat. Anak- anak sering datag dengan keadaan hipotermi ringan karena permukaan
tubuh mereka lebih luas. Pasien dapat dihagatkan engan alat pemancar panas, selimut
hangat, maupun pemberian cairan intravena (yang telh dianatkan sampai 39
o
C.
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat
antara lain:
Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
Penurunan tingkat kesadaran
Nyeri kepala sedang hingga berat
Intoksikasi alkohol atau obat
Fraktura tengkorak
Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
Cedera penyerta yang jelas
Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan
CT scan abnormal

Survei Sekunder
Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila telah
dipastikan penderit CKR tidak memiliki masal dengan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi
darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang dialami akibat cedera disertai
obervasi tanda vital dan defisit neurologis.
Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa:
Penurunan kesadaran dari observasi awal
Gangguan daya ingat
Nyeri kepala hebat
Mual dan muntah
Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor; refleks patologis)
Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan
Abnormalitas anatomi
Maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan perawatannya di
rumah. Namun, bila tanda- tanda di atas ditemukan pada observasi 24 jam pertama, penderita
harus dirawat di rumah sakit dan observasi ketat.
Tujuan yang paling utama dari tata laksana trauma kapitis tertutup harus maksimal
terhadap proses fisiologis dari perbaikan otak itu sendiri.
A. Kritikal- GCS 3-4
Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU)/ICU.
B. Trauma Kapitis Sedang dan Berat GCS 5-12
1. Lanjutkan penanganan ABC
2. Pantau tanda vital (suhu, pernafasan, tekanan darah), pupil, GCS, gerakan
ekstremitas
3. Cegah kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, dengan cara:
- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
- Bila perlu dapat diberikan Manitol 20%. Dosis awal 1 gr/kgBB, berikan dalam
waktu -1 jam, drip cepat, dilanjutkan pemberian dengan dosis 0,5 gr/kgBB
drip cepat, -1 jam, setelah 6 jam dari pemberian pertama dan 0,25 gr/kgBB
drip cepat, -1 jam setelah 12 jam dan 24 jam pemberian pertama
- Berikan analgetika, dan bila perlu dapat diberikan sedasi jangka pendek
4. Atasi komplikasi
- Kejang: profilaksis OAE selama 7 hari untuk mencegah immediate dan
early seizure pada kasus resiko tinggi
- Infeksi akibat fraktur basis kranii/fraktur terbuka: profilaksis antibiotik
selama 10-14 hari
- Demam
5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat
6. Neuroprotektan (citicolin)

C. Trauma Kapitis Ringan (Komosio Serebri)
1. Rawat 2 x 24 jam
2. Tidur dengan posisi kepala ditinggikan 30 derajat
3. Obat- obat simptomatis seperti analgesik, antiemetic sesuai indikasi dan
kebutuhan.

2.5 Indikasi Operasi Penderita Trauma Kapitis
1. Epidural Hematom
a. Lebih dari 40 cc dengan midline shifting pada daerah temporal/ frontal/ parietal
dengan fungsi batang otak masih baik
b. Lebih dari 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda- tanda penekanan batang
otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik
c. Epidural hematom progresif
2. Subdural Hematom (SDH)
a. SDH luas (>40 cc/ 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik.
b. SDH dengan edema serebri/ kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi
batang otak masih baik.
3. Perdarahan intraserebral pasca trauma
a. Penurunan kesadaran progresif
b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda- tanda gangguan nafas
c. Perburukan defisit neurologi fokal
4. Fraktur impresi melebihi 1 diploe
5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri
6. Fraktur kranii terbuka
7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK

























DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Perdossi.2006
2. Mardjono mahar, Sidharta priguna. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke 9. Dian
Rakyat.2003.Bab.VIII Mekanisme trauma susunan saraf. Hal 248-63.
3. Bernath David, 2009, Head Injury, www.e-medicine.com
4. Proceeding Updates In Neuroemergencies II. Hotel Aston Atrium. 28 Februari. FKUI.
Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranio serebral. Hal 51-72.
5. Japardi iskandar, 2004, Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif. Sumatra Utara:
USU Press.
6. Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC
7. Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press of Yogyakarta
8. American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport. United States of
America: Firs Impression
9. Bernath David, 2009, Head Injury, www.e-medicine.com
10. Kluwer wolters, 2009, Trauma and acute care surgery, Philadelphia: Lippicott Williams
and Wilkins

Anda mungkin juga menyukai