Anda di halaman 1dari 7

Praaksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan.

Dengan
demikian zaman praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Ada istilah yang
mirip dengan istilah praaksara, yakni istilah nirleka. Nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Jadi zaman
praaksara adalah zaman ketika suatu bangsa belum mengenal tulisan.(
http://sejarahkelasx.blogspot.com/2014/06/indonesia-zaman-praaksara-awal.html)
Kehidupan Sosial Manusia Indonesia pada Zaman
Praaksara : Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan
Makanan

Hai guys,..... sejarah kelas x .blogspot.com akan membahas mengenai Indonesia pada zaman prakasara:
Kehidupan sosial pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Melalui postingan ini, diharapkan kalian
semua dapat terbantu dalam memahami corak kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman praaksara).


Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal, manusia Indonesia saat itu hidup sangat sulit
karena keadaan alam masih belum stabil. Letusan gunung berapi masih sering terjadi, aliran sungai kadang-
kadang berpindah sejalan dengan perubahan bentuk bumi. Karena sulitnya untuk mencari makanan,
pertumbuhan populasi Manusia Indonesia sangat sedikit dan banyak yang meninggal dan akhirnya punah.

Manusia Indonesia pada zaman berburu dan mengumpulkan makanan selalu berpindah-pindah mencari daerah
baru yang dapat memberikan makanan yang cukup. Pada umumnya mereka bergerak tidak terlalu jauh dari
sungai- sungai, danau atau sumber-sumber air yang lain, karena binatang buruan selalu berkumpul di dekat
sumber air. Di tempat-tempat yang demikian itu kelompok manusia praaksara menantikan binatang buruan
mereka. Selain itu, sungai dan danau juga merupakan sumber makanan, karena terdapat banyak ikan di
dalamnya. Lagi pula di sekitar sungai biasanya tanahnya subur dan ditumbuhi tanaman yang buahnya atau
umbinya dapat dimakan. Di danau mencari ikan dan kerang, ada pula yang memilih daerah pedalaman.
Tumpukan bekas makanan berupa kulit kerang banyak ditemukan di pantai atau di tepi sungai. Selain di
sumber-sumber air, ada juga yang memilih gua-gua sebagai tempat sementara berdasarkan penemuan kerangka
manusia yang dikuburkan, rupanya mereka sudah mengenal semacam sistem kepercayaan. Lama kelamaan
kelompok manusia berburu dan mengumpulkan makanan menunjukkan tanda hidup menetap, suatu
perkembangan ke arah masa bercocok tanam.


Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjutan, mereka telah mulai lebih lama tinggal di
suatu tempat. Ada kelompok-kelompok yang bertempat tinggal di daerah pantai, ada pula yang memilih tempat
tinggal di daerah pedalaman. Mereka yang tinggal di daerah pantai makanan utamanya berupa kerang dan ikan
laut. Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dijumpai sejumlah besar kulit-kulit kerang
yang menyerupai bukit kulit kerang serta alat-alat yang mereka gunakan. Sisa-sisa makanan yang berupa
timbunan atau gugusan kulit kerang itu, yang artinya sampah dapur. Ada pun sisa alat-alat yang ditemukan
dalam gugusan kulit kerang antara lain berupa anak panah atau mata tombak yang berbentuk khusus untuk
menangkap ikan.

Kelompok yang memilih bertempat tinggal di daerah pedalaman pada umumnya memilih tempat tinggal di
tepian sungai-sungai. Selain dari binatang buruan, mereka juga hidup dari ikan di sungai. Kelompok yang
bergerak lebih ke pedalaman lagi, sisa-sisa budayanya sering ditemukan di dalam gua-gua yag mereka singgahi
dan untuk tempat tinggal sementara dalam pengembaraan mereka. Gua-gua ini letaknya pada lereng-lereng
bukit yang cukup tinggi, sehingga untuk memasuki gua-gua itu diperlukan tangga-tangga yang dapat ditarik ke
dalam gua, jika ada bahaya yang mengancam. Untuk menghadapi berbagai ancaman, manusia itu hidup
berkelompok dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Biasanya mereka berada agak lama di daerah yang
mengandung cukup banyak bahan makanan, terutama umbi- umbian dan dedaunan, dekat sumber air, serta
dekat dengan tempat-tempat mangkal binatang buruan. Mereka kemudian akan melakukan pengembaraan atau
berpindah ke tempat lain. Di tempat sementara ini, kelompok berburu biasanya tersusun dari keluarga kecil
dengan jumlah kurang lebih 20 sampai 50 orang. Tugas berburu binatang dilakukan oleh orang laki-laki
sedangkan orang perempuan bertugas mengumpulkan makanan, mengurus anak, dan mengajari anaknya dalam
meramu makanan. Ikatan kelompok pada masa ini sangat penting untuk mendukung berlangsungnya kegiatan
bersama.

Sumber :
Supriyadi, Marwan. 2009. Sejarah 1 : Untuk SMA/ MA kelas x. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Teknologi Manusia Indonesia pada Zaman Praaksara :
Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Hai guys,..... sejarah kelas x .blogspot.com akan membahas mengenai Indonesia pada zaman prakasara:
Teknologi pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Melalui postingan ini, diharapkan kalian semua
dapat terbantu dalam memahami corak kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman praaksara).


Kapak Genggam
Berburu dan meramu atau mengumpulkan bahan-bahan makanan masih terus berlanjut. Akan tetapi, mereka
sudah mulai bertempat tinggal secara tidak menetap di goa-goa. Mereka akan berpindah ke tempat lain jika
persediaan makanan dan binatang buruan di sekitar goa itu sudah tidak mencukupi lagi atau jika terjadi
bencana alam, misalnya dinding goa runtuh akibat gempa bumi. Sementara itu, juga terdapat sekelompok
manusia yang hidup di goa-goa di tepi pantai dan kehidupannya bergantung pada bahan-bahan makanan yang
tersedia di laut.

Untuk memperoleh bahan-bahan makanan mereka menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu, tulang,
tanduk, dan lain-lain. Alat-alat dari tulang dan tanduk, misalnya digunakan untuk mengorek umbi-umbian dan
melepas kulitnya. Alat dari batu seperti kapak genggam digunakan untuk mencukil tanah, memecah kulit
kerang, memotong daging atau untuk menguliti binatang. Manusia pada masa ini sudah melakukan upaya
menjinakan anjing untuk berburu. Hal itu terlihat dari temuan gigi anjing di goa Cakondo Sulawesi Selatan.


Kapak Perimbas dan Alat Serpih
Alat-alat yang dipakai pada waktu itu adalah kapak perimbas, alat serpih dan alat-alat tulang. Dengan alat-alat
tulang ini mereka mempertahankan hidupnya. Dari temuan yang didapat, ternyata mereka mengumpulkan
mayat di dalam gua. Mereka mengenal pula batu-batuan yang dapat dicairkan untuk dipergunakan sebagai cat.
Pada beberapa gua yang diteliti ditemukan gambar- gambar pada dinding gua dan cat merah. Gambar-gambar
itu adalah gambar jari-jari tangan atau binatang-binatang buruan. Gambar itu bukan semata-mata gambaran
kesenian, melainkan binatang yang digambarkan itu berhubungan dengan ilmu sihir untuk melumpuhkannya.

Perubahan cara hidup dari mengembara menjadi cara hidup menetap sementara di goa-goa membawa pengaruh
ke aspek-aspek kehidupan lainnya. Dari hasil- hasil temuan di beberapa tempat di Jawa dan di Sumatera,
ditemukan alat-alat yang bervariasi dan juga ditemukan kerangka manusia yang telah menunjukkan cara-cara
penguburan. Dari temuan-temuan alat-alat itu diketahui bahwa mereka telah mampu mengembangkan
teknologi yang lebih maju. Adanya kerangka manusia yang telah dikuburkan menunjukkan bahwa mereka
telah mempunyai suatu kepercayaan terhadap adanya arwah. Begitu juga hasil- hasil temuan lukisan yang
dipahatkan di dinding goa-goa di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Irian Jaya. Hal itu telah mengenal simbol dan
makna tertentu. Misalnya, warna merah yang banyak dijumpai dalam lukisan itu menggambarkan warna darah
yang dapat memberikan kekuatan.

Penelitian pada alat-alat masa berburu dan mengumpulkan makanan mula-mula dilakukan oleh Von
Koenigswald di Punung (kabupaten Pacitan, Jawa Timur). Alat-alat itu berupa kapak perimbas, yaitu kapak
batu yang tidak bertangkai dan menggunakannya dengan menggenggam dalam tangan. Karena alat-alat
semacam ini banyak ditemukan di Pacitan, maka disebut budaya Pacitan. Oleh Von Koenigswald alat-alat batu
semacam itu digolongkan seagai alata-alat palaeolithik. Daerah Punung adalah tempat yang terkaya akan
kapak-kapak perimbas dan hingga sekarang merupakan tempat penemuan yang terpenting di Indonesia.

Di samping alat-alat dari batu juga ditemukan alat-alat dari tulang yang dipergunakan sebagai alat penusuk,
pisau atau belati. Kecuali itu tulang-tulang yang diruncingkan juga dapat digunakan sebagai mata tombak
untuk berburu binatang buruan dengan cara melemparnya kepada binatang buruan tersebut. Alat tulang
semacam itu banyak ditemukan di Ngandong (Kabupaten Madiun). Kecuali alat-alat dari tulang juga
ditemukan alat-alat dari tulang menjangan yang memperlihatkan bagian yang diruncingkan. Alat dari duri ikan
pari yang juga ditemukan, mungkin sebagai mata tombak.


Bambar Mata Panah Bambar Mata Panah
Mata panah merupakan alat yang digunakan pada masa berburu untuk menangkap ikan. Ada dua tempat
penemuan yang penting yaitu Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tempat-tempat penemuan mata panah di
Jawa Timur terutama di gua-gua yaitu Sampung (Gua Lawa), daerah Tuban (Gua Gede dan Kandang) dan gua-
gua kecil di bukit-bukit dekat Tuban, di Besuki, Bojonegoro (gua Kramat dan Lawang), Punung dan lain-lain.
Selain untuk berburu, mata panah juga digunakan untuk menangkap ikan. Bahan untuk membuat mata panah
ada yang dari batu gamping di bagian ujungnya diasah. Mata panah untuk menangkap ikan umumnya terbuat
dari tulang dan bergerigi seperti gergaji. Mata panah yang ditemukan kebanyakan secara kebetulan terdapat di
dalam gua-gua tempat tinggal untuk sementara atau menetap.

Selain mata panah, juga ditemukan alat-alat obsidan yaitu alat-alat yang khusus terbuat dari batu kecubung.
Alat-alat ini berkembang sangat terbatas di beberapa tempat saja seperti di Jambi, dekat danau Kerinci, di
sekitar bekas danau Bandung, di sekitar danau Bangkuang dekat Garut, di Leuwiliang (Bogor) dan sedikit
sekali di Flores Barat. Von Heine Geldern menduga bahwa alat- alat obsidium berasal dari masa berburu dan
mengumpulkan makanan. Pendapat para ahli yang lain seperti van Stein Callenfels, von Koenigswal dan van
der Hoop mengaggap alat-alat dari Bandung itu sebagai alat mikrolit (batu kecil) dan menduga asalnya dari
masa bercocok tanam, karena alat-alat tersebut ditemukan bersama-sama dengan pecahan gerabah, fragmen-
fragmen beliung persegi.

Sumber :
Supriyadi, Marwan. 2009. Sejarah 1 : Untuk SMA/ MA kelas x. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Jenis jenis manusia Pra aksara
Beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di
Indonesia sebagai berikut:
a. Megantropus paleojavanicus (manusia raksasa
dari Jawa)
Fosil Megantropus paleojavanicus merupakan jenis fosil
paling tua di Indonesia. Fosil ini ditemukan di Sangiran.
Jawa Tengah antara tahun 1936 1941. Penemunya
adalah seorang peneliti Belanda yang bernama G.H.R
Von Koenigswald.
Ciri ciri Megantropus paleojavanicus adalah:
1) Bebadan tegap dengan tonjolan tajam di belakang
kepala.
2) Bertulang pipi tebal dengan tonjolan kening yang
mencolok.
3) Tidak berdagu.
4) Otot kunyah, gigi, dan rahang besar dan kuat.
5) Makananya jenis tumbuh tumbuhan.

b. Pithecanthropus
Ciri ciri Pithecanthropus adalah:
1) Tinggi tubuhnya kira kira 165 180 cm.
2) Bdan tegap, namun tidak setegap Meganthropus.
3) Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis.
4) Otot kunyah tidak sekuat Meganthropus.
5) Volume otaknya sekitar 900 cc.
6) Hidaung lebar dan tidak berdagu.
7) Makanannya bervariasi.
Fosil Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia
dikelompokan menjadi berbagai jenis:
a. Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus Erectus artinya manusia kera yang
berjalan tegak. Fosil ini ditemukan oleh Eugene Dubois
pada tahun 1891 di Trinil, Lembah sungai Begawan Solo
(Jawa Tengah). Fosil yang ditemukan berupa tulang
rahang bagian atas tengkorak, geraham dan tulang kaki.
b. Pithecanthropus Soloensis
Pithecanthropus Soloensis artinya manusia kera dari
Solo. Fosil ini ditemukan oleh G.H.R Von Koenigswald dan
Oppernoorth di Ngandong dan Sangiran, tepi sungai
Begawan Solo pada tahun antara 1931 1933. Fosil
yang ditemukan berupa tulang tengkorak dan tulang
kening.
c. Pithecanthropus Mojokertensis
Pithecanthropus Mojokertensis artinya manusia kera dari
Mojokerto, fosil ini ditemukan oleh duyfjes, G.H.R Von
Koenigswald dan Cokro Handoyo di Perning, Mojokerto,
Jawa Timurpada tahun 1936. Fosil ini sering disebut juga
Pithecanthropus Robustus artinya manusia kera yang
besar dan kuat tubuhnya.

c. Homo
Fosil jenis Homo merupakan jenis fosil yang paling muda
dibandingkan fosil fosil manusia purba jenis lain. Para
ahli sering menyebut fosil fosil jenis Homo ini dengan
Homo Erectus (manusia berjalan tegak) atau Homo
sapiens (manusia cerdas atau bijaksana).

Ciri ciri jenis Homo antara lain :
1) Tinggi tubuh 130 210 cm.
2) Volume otak lebih berkembang disbanding
Meganthropus dan Pithecanthropus.
3) Otot kunyah, gigi dan ranhang sudah menyusut.
4) Tonjolan kening sudah berkurang dan sudah berdagu.
5) Mempunyai ciri ciri ras Mongoloid dan
Austramelanesoid.

Jenis jenis fosil Homo adalah :
a). Homo Soloensis
Homo Soloensis artinya manusia purba dari Solo. Fosil ini
ditemukan oleh G.H.R Von Koenigswald dan Weidenrich
pada tahun 1931 1934 di lembah Sungai Bengawan
Solo. Fosil ini ditemukan berupa tulang tengkorak. Dilihat
dari volume otaknya dapat diketahui bahwa jenis ini
sudah merupakan manusia bukan manusia kera.
b). Homo Wajakensis
Fosil jenis ini ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun
1889 di daerah Wajak dekat Tulungagung (Jawa Timur).
Diperkirakan telah padai membuat alat alat dari batu
maupun tulang mereka juga diperkirakan telah mengenal
cara memasak makanan.
http://muchlis-7a.blogspot.com/2012/01/manusia-pra-aksara.html

Anda mungkin juga menyukai