Anda di halaman 1dari 14

Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi adalah keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan
kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan
pembuluh darah). Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai
memakan obat antihipertensi.

Klasifikasi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi emergensi / emergency hipertension (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang bersifat progresif yang disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi akut. Tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam),
keterlambatan pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. Penderita perlu dirawat
di ruangan intensive care unit. [1,2]
2. Hipertensi urgensi / urgency hipertension (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran, sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan
lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan Krisis hipertensi antara lain :
1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg, walaupun telah
diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW
III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 130 mmHg dan kelainan
funduskopi KW IV disertai papiledema,peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular,
gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna,
biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada
penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.(2,4,3)
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat,
perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi
juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita
hipertensi kronis dapat mentolerir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai
contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan
kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita
normotensi ataupun pada penderita Hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul
Hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun
TD160/110 mmHg.
PATOFISIOLOGI
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu :
1. Teori Over Autoregulation
Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole mengurangi aliran darah ke otak
(CDF) dan iskemi. Meningginya permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, udema
di otak, petekhie,pendarahan dan mikro infark.
2. Teori Breakthrough of Cerebral Autoregulation bila TD mencapai threshold tertentu dapat
mengakibtakan transudasi, mikoinfark dan oedema otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.
Aliran darah ke otak pada penderita Hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial
Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP
diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas
tertinggi 125 mmHg,sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan
mempercepat timbulnya oedema otak.
Tekanan darah yang sangat tinggi, terutama yang meningkat dalam waktu singkat, menyebabkan
gangguan/kerusakan gawat pada target organ.
Jantung
a. Kenaikan tekanan darah menyebabkan peningkatan preload pada ventrikel kiri, sehingga terjadi payah
jantung sering dalam bentuk edema paru.
b. Pada penderita yang sebelumnya sudah mempunyai gangguan sirkulasi koroner, maka peningkatan
tekanan darah dapat menyebakan insufisiensi koroner akut. Hal ini disebabkan karena meningkatnya
preload menyebabkan kebutuhan oksigen oleh miokard meningkat, sehingga terjadi iskemia miokard akut.
Pembuluh darah
a. Pada arteri kecil dan arteriol terjadi nekrosis fibrinoid, yang berperan penting dalam timbulnya
kerusakan target organ.
b. Penyulit berbahaya yang terjadi pada aorta adalah diseksi aorta. Di sini terjadi robekan pada intima aorta
yang disertai masuknya darah ke dalam dinding aorta sehingga intima terlepas dari dindingnya.
Retina
Kelainan retina merupakan penyulit penting pada krisis hipertensi. Pada umumnya terjadi eksudat,
perdarahan, dan papil bentung yang bisa menyebabkan kebutaan.
Ginjal
Pada ginjal bisa terjadi kerusakan progresif karena atrofi iskemik daeri nefron. Hal ini disebabkan karena
nekrosis fibrinoid arteriol dan proliferasi sel-sel intima pada arteri interlobular. Akibatnya ialah
menurunnya GFR dan aliran darah ginjal.
Otak
a) Ensefalopati hipertensi
Biasanya ensefalopati hipertensi disertai kelainan retina yang berat. Gejala-gejala ensefalopati seperti nyeri
kepala hebat, muntah, konvulsi, stupor, dan koma disebabkan karena spasme pembuluh darah otak dan
edema otak. Terdapat pula dilatasi arteri-arteri otak dan nekrosis fibrinoid dari arteriol yang luas. Dilatasi
arteri ini disebabkan gagalnya sistem autoregulasi sirkulasi otak, sehingga aliran darah otak meningkat dan
menyebabkan edema otak.
b) Perdarahan otak
Perdarahan otak biasanya disebabkan oleh karena tekanan darah yang tinggi dan disertai adanya
mikroaneurisma pembuluh darah otak.

Diagnosa Krisis Hipertensi
Diagnosa Krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada
tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun
dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat.
Krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak
napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur pada edema papila mata; sakit kepala hebat,
gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di
samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikkan tekanan darah pada umumnya. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan tanda keterlibatan organ target.[1]
Hal yang penting ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 60 tahun.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).
Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedemparu, nyeri dada ).
Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari kerusakan organ sasaran (
retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi krisis
hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan penunjang :
Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan perencanaan. Urin dapat
menunjukkan proteinuria, hematuri dan silinder. Hal ini terjadi karena tingginya tekanan darah juga
menandakan keterlibatan ginjal apalagi bila ureum dan kreatinin meningkat. Gangguan elektrolit bisa
terjadi pada hipertensi sekunder dan berpotensi menimbulkan aritmia.
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. darah : darah rutin, BUN, creatinine, elektrolit, KGD.
b. urine : Urinalisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan
koroner
d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana ).
2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) :
a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald ( kasus tertentu ).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (
VMA ).
d. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
Faktor presipitasi pada krisis hipertensi
Dari anamnese dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan hipertensi emergensi
urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi. Keadaan-keadaan klinis yang sering
mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi, antara lain :
o Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial (tersering) Hipertensi renovaskular.
o Glomerulonefritis akut.
o Sindroma withdrawal anti hipertensi.
o Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
o Renin-secretin tumors.
o Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO Inhibitors.
o Penyakit parenkhim ginjal.
o Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor, simpatomimetik ( pil diet,
sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID, ergotalk.
o Luka bakar.
o Progresif sistematik sklerosis, SLE.

Difrensial diagnosa
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :
Hipertensi berat
Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
Ansietas dengan hipertensi labil.
Oedema paru dengan payah jantung kiri.

Pengobatan Krisis Hipertensi
Dasar-dasar penanggulangan krisis HT :
Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk
penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif
juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan
ginjal. Sampai sejauh mana tekanan darah diturunkan?. Untuk menurunkan TD sampai ke tingkat yang
diharapkan perlu diperhatikan berbagai faktor antara lain keadaan hipertensi sendiri ( TD segera
diturunkan atau bertahap, pengamatan problema yang menyertai krisis hipertensi perubahan dari aliran
darah dan autoregulasi TD pada organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang efektif untuk
hipertensi dan monitoring efek samping obat.
AUTOREGULASI
Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan
darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan
perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi
organ vital dengan tidak terjadi iskemi.Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan. Bila TD
turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak
masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP ) 60 70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas
autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran
darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik
seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.
Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang disebabkan oleh stretch
receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos dkk. Mengganggap bahwa hipoksia
mempunyai peranan dalam perubahan metabolisme di otak. Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan
TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan
berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih
tinggi.Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita hipertensi
tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang normotensi.
Penderita hipertensi denga pengobatan mempunyai nilai diantar group normotensi dan hipertensi tanpa
pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser autoregulasi kearah normal. Dari
penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa batas
terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam
pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 2025% dalam beberapa menit/jam, tergantung
dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru
akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan
hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 23 jam. Untuk
pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih
lambat (6 12 jam) dan harusdijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 180/100 mmHg.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI EMERGENSI :
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan. Langkah-langkah
yang perlu diambil adalah :
Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk
menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler.
Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
tentukan penyebab krisis hipertensi
singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi
tentukan adanya kerusakan organ sasaran
Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan
keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun
MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :
disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan
berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan,kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.TD secara bertahap
diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi
Obat anti hipetensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari apakah
pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi.Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan
organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat
anti hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i. V
mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis1 6 ug / kg / menit. Efek samping : mual,
muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerin : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai
vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit, duration of action 3 5 menit. Dosis : 5 100 ug
/ menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i.V bolus. Onset of action 1
2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action 4 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus,
dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan
shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam, i.v : 10 20 menit
duration of action : 6 12 jam. Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan
alpha agonist central ataupun Beta Blockeruntuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk
mengurangi volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor.Onsep on action15 60 menit. Dosis 0,625
1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk mengatasi
kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 2
menit, duration of action 3 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan
parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 5 menit. Duration of action : 10
menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 80 mg secara i.v. bolus setiap
10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.Onset of action 5 10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik,
somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2
jam, duration ofaction 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih
sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis. Dosis : 250
500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek
samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of
actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc
dekstrose 5% atau i.m.150 ug, dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 10 menit dan
mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut
kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang cara pemberiannya
lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside,
Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan
dengan cara mengatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik
kembali dalam beberapa menit.
Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus intermitten intravena dapat
menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik
kembali. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD
yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.
Hal yang kurang menguntungkan dengan obat parenteral adalah perlu pengawasan yang tepat bagi pasien
di ICU. Yang menjadi adalah kebanyakan obat-obat parenteral tidak dapat diperoleh secara komersil di
Indonesia. Obat parenteral yang tersedia adalah clonidine. Pengguna clonidone untuk krisis hipertensi lebih
banyak dipakai di Eropa, sedangkan di Amerika bentuk injeksi clonidine tidak tersedia. Van Der Hem (
Belanda, 1973 ) menggunakan clonidine intra vena 0,15 mg dan bagi pasien yang tidak respons dengan satu
kali injeksi, digunakan clonidine 0,9 1,05mg dalam 500 ml Dekstrose dan disis ditittrasi. Hasil yang
diperoleh cukup baik dan efek samping yang minimal.
Penelitian lain di Australia ( 1974 ) menggunakan clonidine intra vena 150 mg atau 300 mg dalam 10ml
NaCl 0,9% secara i.v 5 menit dan mendapat respons yang baik dan efek samping maksimum dalam 30-60
menit.
Di bagian penyakit Dalam FK USU Medan ( 1989 ), telah diteliti pemakaian clonidine Pada krisis hipertensi
dengan cara : Dosis yang digunakan adalah 150mcg ( 1 ampul ) dalam 1000ml deksmenit 5% didalam
mikrodrid dan dimulai dengan 12 tetes/menit. Setiap 15 menit dosis dititrasi dengan menaikkan tetesan
dengan 4 tetes setiap kalinya sampai TD yang diingini diperoleh. Bila TD ini telah dicapai diawasi selama 4
jam dan selanjutnya dengan obat per oral. Dengan tetesan berkisar 12-104 tetes/menit dapat dicapai TD
yang diingini dan penderita tidak mengalami penurunan TD yang berlebihan. Hasil yang diperoleh yaitu TD
diastolik dapat diturunkan <120mmHg dalam 1 jam dan respons yang baik pada 90,5% kasus.
Kerugian obat ini adalah efek samping yang sering timbul seperti mulut kering, mengantuk dan depresi.
Pada hipertensi dengan tand iskemi cerebral ataupun stroke, obat ini akan memperberat gejala.
Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi:
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang sebaiknya dihindari
adalah sebagai berikut :
1.Hipertensi ensefalopati :
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark :
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intracerebral, perdarahan subarakhnoid :
Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol,.
Hindarkan : B-antagonist, Methyldopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan loopdiuretuk.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran :Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-antagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :
Anjuran : Hydralazine, Diazoxxide, labetalol,cantagonist, sodium nitroprusside.
Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV :
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :
Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
Hindarkan : B-antagonist.
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium nitroprusside merupakan drug
of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan
intravena dan harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan
hipotensi berat. Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah Labetalol, Diazoxide yang dapat memberikan
bolus intravena.Phentolamine, Nitroglycerine Hidralazine diindikasikan pada kondisi tertentu.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diperukan secara intravena, telah
diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang
baik.
Obat oral untuk hipertensi emergensi :
Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat oral seperti
Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam penanganan hipertensi emergensi.
Bertel dkk 1983 mengemukakan hal yang baik pada 25 penderita dengan dengan pemakaian dosis 10mg
yang dapat ditambah 10mg lagi menit. Yang menarik adalah bahwa 4 dari 5 penderita yang diperiksa, aliran
darah cerebral meningkat, sedang dengan clonidine yang diselidiki menurun, walaupun tidak mencapai
tahap bermakna secara statistik.
Di Medan dibagian penyakit dalam FK USU pada 1991, telah diteliti efek akut obat oral anti hipertensi
terhada hipertensi sedang dan berat pada 60 penderita. Efek akut nifedipine dalam waktu 5-15 menit.
Demikian juga dengan clonidine dalam waktu 5-35 menit. Dari hasil ini diharapkan kemungkinan
penggunaan obat oral anti hipertensi untuk krisis hipertens
Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan captoprial pada penderit
krisis hipertensi memberikan hasil yang cukup memuaskan setelah menit ke 20. Captoprial dan Nifedipine
sublingual tidak berbeda bermakna dam Menurunkan TD.
Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada pasien. TD dan tanda
Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul.
Pasien digolongkan nonrespons bila penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat.
Respons bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP 120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi
jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.
Pengobatan hipertensi darurat memerlukan obat yang segera menurunkan tekanan darah dalam menit-jam
sehingga umumnya bersifat parenteral. Di Indonesia banyak dipakai seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Obat hipertensi parenteral yang dipakai di Indonesia
Obat Dosis Efek Lama kerja Perhatian khusus
Klonidin IV 150 ug 6 amp per 250 cc glukosa 5% mikrodrip 30-60 menit 24 jam ensefalopati dengan
gangguan koroner
Nitrogliserin IV 10-50 ug 100 ug/cc per 500 cc 2-5 menit 5-10 menit
Nikardipin IV 0.5 6 ug/kg/menit 1-5 menit 15-30 menit
Diltiazem IV 5-15 ug/kg/menit lalu sama 1-5 ug/kg/menit Sama bronkokonstriksi, blok jantung
Nitroprusid IV 0.25 ug/kg/menit Langsung 2-3 menit selang infus lapis perak
Penaggulangan hipertensi urgensi :
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita
ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap
masih sangat meningkat,maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti
hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan antara lain :
Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset 5 10 menit),oral (onset
15-20 menit),duration 5 15 menit secara sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi,
hipotensi, flushing, hoyong.
Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit Duration of Action 8-12 jam. Dosis : 0,1-
0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d0,7mg. Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian
pada 2nd degree atau 3rd degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati
dengan tolazoline.
Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai
kebutuhan. Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal
arteri sinosis.
Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.Efek samping : first
dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak 20 % ataupun TD
180/110 >180/110 > 220/140
Gejala tidak ada, kadang-kadang sakit kepala, gelisah sakit kepala hebat, sesak napas sesak napas, nyeri
dada, kacau, gangguan kesadaran
pem. Fisik organ target t.a.a gangguan organ target ensefalopati, edema paru, gangguan fungsi ginjal, CVA,
iskemia jantung
Pengobatan awasi 1-3 jam, mulai/teruskan obat oral, naikkan dosis awasi 3-6 jam, obat oral berjangka kerja
pendek pasang jalur IV, periksa laboratorium standar, terapi obat standar
Rencana periksa ulang dalam 3 hari periksa ulang dalam 24 jam rawat ruangan/ICU
Data-data dari krisis hipertensi ini berasal dari pengalaman klinik berbagai pusat rujukan dan bukan
evidence based karena sedikitnya jumlah kasus dan sulit melaksanakan suatu studi tersamar ganda,
sehingga kepustakaan umumnya merupakan pendapat para ahli berdasarkan pengalamannya masing-
masing.
Prognosa
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20% dalam 1
tahun.Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident
(20%),payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Mio Card (1%), diseksi aorta (1%).
Prognose menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan penderita gagal
ginjal dengan analysis dan transplanta ginjal. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980,
survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan
diantara retionopati KWIII dan IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan
dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil
yang baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %























PENANGANAN PERTAMA PADA PASIEN WANITA
USIA 50 TAHUN DENGAN STROKE HEMORAGIK
Dibuat oleh: Ika Midiasari,Modifikasi terakhir pada Tue 05 of Oct, 2010 [10:22]
ABSTRAK
Stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan
gajala dan tanda sesuai dengan bagian otak yang terkena disebabkan karena pecahnya pembuluh
darah di otak. Didapatkan pasien seorang wanita berusia 50 tahun dengan keluhan dengan keluhan
tidak sadar secara tiba-tiba. Sebelumnya pasien mengeluh sering pusing cekot- cekot dan mual
serta berat untuk berbicara. Tekanan Darah pasien saat datang ke RS: 230/140 mmHg. Pasien
memiliki riwayat Hipertensi sebelumnya. Pada kasus ini pasien diterapi dengan: analgesik :
meloksikam 7,5 mg 3X1 Neuroprotektor/ Roboransia saraf berupa: Piracetam Injeksi 3X3 gram,
Citicholin 150- 200 mg/hari, i.v, terbagi dalam 2-3 hari selama 2-14 hari. Anti udem otak dipilih
pada kasus ini adalah: Manitol 2X100 cc perinfus Nimodipin 30 mg 3X1 tab, Pemberian terapi
roboransia pemberian vitamin neurotropik, Neurodek 3X1.Profilaksis untuk pasien ini adalah
Profilaksi stress ulcer : H2 Bloker, Cimetidine 3X1 tab, Profilaksis Infeksi : Antibiotik karena
terpasang DC dipilih Ciprofloksasin 500 mg 3X1 tab. Untuk mencegah perdarahan ulang pasien
diberi Antifibrinolisis: Asam Treneksamat 500 mg 3X1 ampul. Juga dilakukan Fisioterapi.
Kata kunci: Stroke Hemoragik, Hipertensi, Terapi
ISI
Dari anamnesa didapatkan pasien seorang wanita berusia 50 tahun dengan keluhan dengan
keluhan tidak sadar, pasien dua hari sebelumnya mengeluh sering pusing cekot- cekot dan mual.
Lalu 1 hari sebelumnya pasien mengeluh berat untuk berbicara. Pada hari berikutnya pasien tiba-
tiba tidak sadarkan diri dikamarnya setelah sarapan pagi. Lalu oleh keluarga dibawa ke RS.
Tekanan Darah pasien saat datang ke RS: 230/140 mmHg. Pada pemeriksaan nervi Cranialis
didapatkan: Nervus Okulomotorius: refleks cahaya (+), bentuk pupil bulat, ukuran 3 mm, isokor.
Nervus fasialis didapatkan: Lipatan nasolabial jelas pada sebelah kiri, Nervus Hipoglosus: sikap
lidah tertarik ke kiri, Pada ekstremitas sulit dinilai karena pasien dalam keadaan koma, Trofi:
eutrofi, tonus meningkat, sensibilitas menurun, drop hand(-), Pitcher hand (-), claw hand (-
).Refleks Patologis Babinski dan Chaddock positif pada ekstremitas kiri. Hal ini mengindikasikan
adanya lesi N VII sinister perifer, N XII dekster sentral pada subkortek sampai batang otak
hemisfer kiri. Dari hasil lab, Cholesterol: 210 Trigliserid: 149 Asam urat: 4,50 dimungkinkan pasien
mengalami perdarahan intraserebral karena selain itu pasien memiliki riwayat Hipertensi
sebelumnya.

DIAGNOSIS
Diagnosa Klinik : Koma, hemiparesis dekstra spastic, sephalgia
Diagnosa Topik: Lesi N VII sinister perifer, N XII dekster sentral pada subkortek sampai batang
otak hemisfer kiri.
Diagnosa Etiologik : Suspect perdarahan intraserebral

TERAPI
Pada kasus ini pasien diterapi dengan: analgesik : meloksikam 7,5 mg 3X1 Neuroprotektor/
Roboransia saraf berupa: Piracetam Injeksi 3X3 gram, Citicholin 150- 200 mg/hari, i.v, terbagi
dalam 2-3 hari selama 2-14 hari. Anti udem otak dipilih pada kasus ini adalah: Manitol 2X100 cc
perinfus Nimodipin 30 mg 3X1 tab, Pemberian terapi roboransia pemberian vitamin neurotropik,
Neurodek 3X1.Profilaksis untuk pasien ini adalah Profilaksi stress ulcer : H2 Bloker, Cimetidine 3X1
tab, Profilaksis Infeksi : Antibiotik karena terpasang DC dipilih Ciprofloksasin 500 mg 3X1 tab.
Untuk mencegah perdarahan ulang pasien diberi Antifibrinolisis: Asam Treneksamat 500 mg 3X1
ampul. Juga dilakukan Fisioterapi.
DISKUSI
Menurut Junaidi (2004) stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak fokal
maupun global dengan gajala dan tanda sesuai dengan bagian otak yang terkena disebabkan
karena pecahnya pembuluh darah di otak.Chandra (1994) mengungkapkan bahwa stroke
hemoragik merupakan suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah sehingga mengganggu peredaran darah ke otak, timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal di otak yang terganggu. Di AS, stroke mrp penyebab kematian ke-3 setelah jantung
dan kanker, diderita oleh 500.000 orang per tahunnya Di Indonesia, menurut SKRT th 1995, stroke
termasuk penyebab kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke dan
jantung iskemik. Di dunia, menurut SEAMIC Health Statistic 2000, penyakit serbiovaskuler seperti
jantung koroner dan stroke berada di urutan kedua penyebab kematian tertinggi di dunia. Secara
umum, 85% kejadian stroke adalah stroke oklusif, 15 % adalah stroke hemoragik. Mekanisme
Srroke hemoragik adalah apabila terdapat perdarahan intrakranial: Perdarahan suatu arteri
serebralis maka darah yang keluar dari pembuluh darah masuk kedalam jaringan otak
menyebabkan adanya hematom sehingga Tinggi Intrakranial (TTIK) meningkat. Pada hemoragik
darah arteri dari sistem pembuluh darah dapat masuk kedalam rongga subarakhnoid, yang disebut
perdarahan subarakhnoid sekunder. Perdarahan dapat disebabkan aneurisma arteri besar (berry),
malformasi arteri vena, lesi arterosklerosis, infeksi (mikosis), hipertensi (aneurisma arteri kecil atau
arteriod), angioma atau tumor otak, dan trauma kepala.Karena rongga kranium tertutup rapat,
keluarnya darah arteri segera menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, akibatnya terjadi
iskemia serebri global (Junaidi, 2004).
stroke hemoragik memiliki dua jenis utama sesuai dengan bagian otak dipengaruhi oleh
pendarahan:
a. perdarahan subarachnoid
mengacu pada pendarahan yang terjadi dalam ruang antara permukaan otak dan tengkorak.
Penyebab umum stroke hemoragik subarachnoid adalah aneurisma yang pecah (suatu "abnormal
menonjol" dari pembuluh darah di otak.
b. perdarahan intraserebral
mengacu pada pendarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. perdarahan intraserebral Banyak
disebabkan oleh perubahan dalam arteri akibat hipertensi lama.
Untuk menegakkan diagnosis stroke dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa: computed
tomography (CT) scan dan magnetic resonance, imaging (MRI). CT atau MRI dapat menunjukkan
adanya infark (> 2mm) atau perdarahan untuk membedakan jenis
stroke.
Penatalaksanaan:
Singkirkan kemungkinan koagulopati: Pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin
parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku segar(FFP) 4-8n
unit intravene setiap 4jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat
10-50mg bolus lambat(1mg mengoreksi 100 unit heparin).
Kendalikan HT, takanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan perihematom. Tekanan darah
sisitolik > 180mmHg dengan labetalol(20 mg intravena dalam2menit ulangi 40-80mg intravena
dalam interval 10menit sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2mg/menit dan dirasi atau
penghambat ACE 12,5mg-25mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium(nifedipin oral 4x 10 mg).
Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volum
lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada hidroefalus obstruktif akut atau kliping
aneurisma.
Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma atau malformasi arteriovenosa.
Berikan manitol 20%(1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak terbukti efektif
pada perdarahan intraserebral.
Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya anti
konvulsan diberikan bila terdapat kejang.
Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme
Untuk mengatasi perdarahan intracerebral: obati penyebabnya, turunkan TIK, beri
neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan pada pasien dengan
: perdarahan serebelum > 3cm, Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
perdarahan lobar diatas 60cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.
Pada TIK yang meninggi:
1. Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30menit lanjutkan dengan 0,25-0,5g/kgBB tiap 6 jam
smpai maksimal 48 jam.
2. Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena 10 ml/kgBB
dalam 3-4 jam(untuk edema serebri ringan-sedang).
3. Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
4. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2= 29-35 mmHg
5. Penggunaan steroid masih controversial.
6. Kraniotomi dekompresif.
Perdarahan subaraknoid
1. Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme
2. Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat
pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.
KESIMPULAN
Pada pasien ini didapatkan penurunan kesadaran (GCS : E1 M1 V1), yaitu koma. Lalu didapatkan
refleks Babinsky positif. Didapatkan keluhan nyeri kepala sebelumnya dan beberapa hari
sebelumnya ada gejala berat untuk berbicara. Dari data diatas, pasien ini termasuk stroke
hemoragik menurut Algoritma Stroke Gajah Mada. Dari hasil pemeriksaan fisik dan hasil
laboratorium, didapatkan tekanan darah yang tinggi meskipun kadar trigliserid yang masih normal.
Adanya gangguan atau defisit neurologist yang terjadi secara mendadak, disertai adanya
lateralisasi, dan faktor resiko tekanan darah yang tinggi merupakan tanda dari stroke. Berdasarkan
Algoritma Stroke Gadjah Mada, adanya sakit kepala dan atau penurunan kesadaran dengan atau
tanpa adanya reflek patologik yang positif maka dapat digolongkan kedalam stroke hemoragik.
Pada kasus ini terdapat sakit kepala, penurunan kesadaran dan adanya reflek patologis maka dapat
masuk dalam stroke hemoragik. Kami menyimpulkan pasien ini cenderung merupakan stroke
hemoragik. Untuk menegakkan diagnosis kami mengusulkan dilakukannya pemeriksaan head CT
scan. Untuk Penanganannya kami berikan analgesik : meloksikam 7,5 mg 3X1 Neuroprotektor/
Roboransia saraf berupa: Piracetam Injeksi 3X3 gram, Citicholin 150- 200 mg/hari, i.v, terbagi
dalam 2-3 hari selama 2-14 hari. Anti udem otak dipilih pada kasus ini adalah: Manitol 2X100 cc
perinfus Nimodipin 30 mg 3X1 tab, Pemberian terapi roboransia pemberian vitamin neurotropik,
Neurodek 3X1.Profilaksis untuk pasien ini adalah Profilaksi stress ulcer: H2 Bloker, Cimetidine 3X1
tab, Profilaksis Infeksi : Antibiotik karena terpasang DC dipilih Ciprofloksasin 500 mg 3X1 tab.
Untuk mencegah perdarahan ulang pasien diberi Antifibrinolisis: Asam Treneksamat 500 mg 3X1
ampul. Juga dilakukan Fisioterapi.
REFERENSI
Sidharta, Priguna, Prof. Dr, MD, Ph.D. 2004. Neurologi Klinis Dalam Praktek
Umum. Jakarta: Dian Rakyat.
Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Jakarta: Media Aeuskulapius.

Anda mungkin juga menyukai