0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
112 tayangan15 halaman
Integrasi ekonomi secara internasional akan mendorong akan terciptanya pasar yang lebih luas dan terintegrasi. Hal ini berdampak pada terjadinya perdagangan yang lebih cepat dan meningkatkan jumlah barang yang diperdagangkan. Oleh karenanya diperlukan sebuah kebijakan yang dapat memfasilitasi perdagangan tersebut, dalam rangka menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi yang tidak diperlukan. Organisasi kepabeanan sebagai ujung tombak pemerintah suatu negara memiliki peran penting dalam menjamin terciptanya kelancaran arus barang tersebut, tentunya dengan tetap mengedepankan fungsi pengawasan.
Integrasi ekonomi secara internasional akan mendorong akan terciptanya pasar yang lebih luas dan terintegrasi. Hal ini berdampak pada terjadinya perdagangan yang lebih cepat dan meningkatkan jumlah barang yang diperdagangkan. Oleh karenanya diperlukan sebuah kebijakan yang dapat memfasilitasi perdagangan tersebut, dalam rangka menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi yang tidak diperlukan. Organisasi kepabeanan sebagai ujung tombak pemerintah suatu negara memiliki peran penting dalam menjamin terciptanya kelancaran arus barang tersebut, tentunya dengan tetap mengedepankan fungsi pengawasan.
Integrasi ekonomi secara internasional akan mendorong akan terciptanya pasar yang lebih luas dan terintegrasi. Hal ini berdampak pada terjadinya perdagangan yang lebih cepat dan meningkatkan jumlah barang yang diperdagangkan. Oleh karenanya diperlukan sebuah kebijakan yang dapat memfasilitasi perdagangan tersebut, dalam rangka menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi yang tidak diperlukan. Organisasi kepabeanan sebagai ujung tombak pemerintah suatu negara memiliki peran penting dalam menjamin terciptanya kelancaran arus barang tersebut, tentunya dengan tetap mengedepankan fungsi pengawasan.
INTEGRASI EKONOMI INTERNASIONAL, FASILITASI PERDAGANGAN DAN
PERAN ORGANISASI KEPABEANAN I nternasional Economic I ntegration, Trade Facilitation and The Role of Customs
Yulian Rio Pradika Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan, rioanita.pradika179@gmail.com Makalah diterima : 12 September 2014
Abstrak
Integrasi ekonomi secara internasional akan mendorong akan terciptanya pasar yang lebih luas dan terintegrasi. Hal ini berdampak pada terjadinya perdagangan yang lebih cepat dan meningkatkan jumlah barang yang diperdagangkan. Oleh karenanya diperlukan sebuah kebijakan yang dapat memfasilitasi perdagangan tersebut, dalam rangka menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi yang tidak diperlukan. Organisasi kepabeanan sebagai ujung tombak pemerintah suatu negara memiliki peran penting dalam menjamin terciptanya kelancaran arus barang tersebut, tentunya dengan tetap mengedepankan fungsi pengawasan.
Kata Kunci : fasilitasi perdagangan, integrasi ekonomi, kepabeanan
Abstract
International economic integration would encourage the creation of broader and integrated market. This has an impact on the faster trade transaction and increase the number of traded goods. Therefore we need a policy that can facilitate such trade, in order to ensure the expedite flow of goods and reduce the unnecesarry transaction costs. Customs Organisation as the spearhead of a country's government has an important role in ensuring the expedite flow of goods, of course, by promoting the function of supervision.
Key words : customs, economic integration, trade facilitation
2
Pendahuluan Globalisasi merupakan keniscayaan yang saat ini tengah terjadi dan memberikan dampak yang besar terhadap kehidupan baik dalam lingkup lokal suatu negara maupun internasional. Adanya globalisasi seolah-olah menghilangkan batasan-batasan yang selama ini dimiliki oleh sebuah negara, khususnya dalam rangka menjalin hubungan kerja sama dengan negara lain sebagaimana terlihat dari meningkatnya arus pergerakan barang, manusia, modal bahkan teknologi informasi. Hal tersebut tentunya menjadi peluang tersendiri bagi suatu negara dalam rangka mengembangkan dan mempercepat pertumbuhan ekonominya melalui perdagangan internasional, dimana negara- negara yang ada di dunia akan membentuk sebuah pasar yang lebih luas dan terintegrasi, yang selanjutnya akan mengarah kepada terwujudnya integrasi ekonomi secara internasioanl (international economic integration). Pasar yang luas dan terintegrasi antar negara-negara di dunia akan mendorong terciptanya perdagangan yang lebih bebas yang memungkinkan masyarakat dari berbagai negara membeli (mengimpor) lebih banyak barang dari luar negeri. Hal tersebut tentunya memberikan keuntungan tersendiri bagi konsumen, yakni tersedianya pilihan barang yang lebih banyak dengan kualitas dan harga yang kompetitif. Senada dengan hal tersebut, perdagangan yang lebih bebas berarti meluasnya pasar bagi produk- produk dalam negeri, yakni tidak hanya sebatas pada konsumen dalam negeri, akan tetapi juga terbukanya peluang yang lebih besar untuk menjual kepada konsumen- konsumen di negara lain (melalui mekanisme ekspor). Namun terdapat hal-hal yang harus diperhatikan oleh suatu negara sebagai dampak dari globalisasi ekonomi. Terwujudnya integrasi ekonomi internasional akan meningkatkan arus keluar masuk produk dari dan menuju suatu negara, sehingga tentunya diperlukan perhatian lebih dari pemerintah untuk menjamin dan menjaga kelancaran arus barang tersebut. Dampak lainnya, dengan semakin terbukanya keran impor di suatu negara, maka jumlah dan jenis barang yang masuk ke negara tersebut akan meningkat, oleh karenanya diperlukan pengawasan lebih atas masuknya produk- produk tersebut untuk memastikan bahwa hanya barang-barang dengan jumlah dan jenis yang sesuailah yang dapat masuk ke suatu negara. Peran penting pemerintah tidak hanya pada kebijakan dan penyediaan sarana-prasarana, akan tetapi juga pada proses pengawasan dan kelancaran arus keluar masuk barang. Disinilah peran organisasi kepabeanan suatu negara, yang 3
memiliki fungsi sebagai trade facilitator, community protector, industrial assistance dan revenue collector. Pada banyak negara, organisasi kepabeanan lebih difungsikan sebagai salah satu lumbung pengumpul pendapatan bagi negara (revenue collector) melalui pemungutan bea impor, ekspor dan pajak lain yang terkait.
GAMBAR 1 : Kontribusi Bea Masuk terhadap Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
Sumber : Dit. Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai DJBC (2014)
Seiring dengan terwujudnya integrasi ekonomi secara internasioanl (international economic integration), peran organisasi kepabeanan perlahan akan cenderung bergeser kepada organisasi kepabeanan sebagai trade facilitator dan community protector. Joao Bento menyebutkan bahwa integrasi ekonomi akan mengurangi atau bahkan menghilangkan batasan-batasan ekonomi antar negara (2009, p 3). Hal tersebut akan berdampak terhadap berkurangnya atau dihapuskannya hambatan tarif, berkurangnya penerimaan dari customs duty, dan meningkatnya arus pergerakan barang antar negara. Oleh karenanya, organisasi kepabeanan berperan penting dalam memfasilitasi kelancaran dan mengawasi pergerakan arus barang.
Tinjauan Pustaka Kajian mengenai permasalahan fasilitasi perdagangan dan peran organisasi kepabeanan di dalamnya sangatlah menarik. Terdapat banyak karya yang membahas akan permasalahan tersebut. Berikut adalah beberapa karya yang penulis gunakan sebagai referensi dalam tinjauan pustaka: 4
Tinjauan pertama melalui karya Pravin Gordhan (2007) yang berjudul Customs in the 21st Century. Dalam jurnal tersebut Pravin membahas mengenai kondisi globalisasi saat ini, dimana perdagangan baik secara legal maupun ilegal terus meningkat, administrator kepabeanan harus dapat memahami area- area kunci permasalahan baik internasional maupun lokal agar dapat merespon dengan tepat. Administrator kepabeanan harus menyadari bahwa peran mereka mereka perlahan akan berubah dan menjadi lebih luas. Tinjauan kedua melalui tulisan karya Andrew Gringer (2008) yang berjudul Customs and Trade Facilitation : From Concept to Implementation. Pada jurnal tersebut Andrew Gringer (2008) menyatakan bahwa konsep fasilitasi perdagangan merupakan pusat perhatian dan menjadi pendorong munculnya berbagai inisiatif dalam dunia kepabeanan. Fasilitasi perdagangan menjadi salah satu pokok bahasan dalam diskusi perdagangan yang diadakan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Permasalahan dikaitkan dengan pembaharuan dalam pengamanan rantai pasokan dan pada program modernisasi organisasi kepabeanan. Dalam sudut pandang pelaku usaha, fasilitasi perdagangan dipandang sebagai konsep yang dapat membantu untuk mengurangi beban-beban yang pada dasarnya tidak diperlukan dalam perdagangan. Tinjauan ketiga mengenai jurnal karya Md Almas Uzzaman and Mohammad Abu Yusuf (2011) yang berjudul The Role of Customs and Other Agencies in Trade Facilitation in Bangladesh: Hindrances and Ways Forward. Mereka berpendapat bahwa fasilitasi perdagangan sangatlah penting karena berperan untuk mengurangi waktu yang diperlukan dalam mekanisme perdagangan internasional. Selain itu, fasilitasi perdagangan merupakan dasar bagi sebuah pemerintahan suatu negara untuk mereformasi kepabeanan, otoritas pelabuhan dan departemen terkait lainnya. Fasilitasi perdagangan melalui perbaikan kinerja otoritas pelabuhan dan kepabenan akan mendorong terciptanya iklim perdagangan internasional yang kompetitif.
Metodologi Menurut Sprinz dan Wolinsky- Nahmias metode penelitian dalam studi Hubungan Internasional, dibagi menjadi tiga jenis yaitu: studi kasus, kuantitatif, dan formal model. Studi kasus adalah analisis suatu kasus atau unit tertentu secara historis yang dipilih oleh peneliti. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka metodologi penelitian yang penulis gunakan adalah studi kasus dengan metode 5
pengumpulan data berupa literature review. Datadata yang penulis pergunakan merupakan data-data sekunder yang diperoleh dari hasil paparan, jurnal, artikel, buku serta situs-situs organisasi atau lembaga terkait.
Pembahasan A. I nternational Economic I ntegration Integrasi ekonomi secara internasional, sebagai imbas dari globalisasi, merupakan fenomena global yang telah mempengaruhi banyak negara di dunia ini. Joao Paulo Cerdeira Bento (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa fenomena tersebut dipengaruhi oleh adanya liberalisasi perdagangan dan intensifikasi investasi langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment), serta karena adanya dorongan dari perusahaan- perusahaan dan organisasi-organisasi internasional seperti World Trade Organization (WTO).
Berbagai negara melakukan kerja sama ekonomi dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan batasan-batasan ekonomi yang mereka miliki melalui skema integrasi ekonomi tertentu. Balassa (1962) sebagaimana dikutip oleh Joao Bento (2009, p 3) membagi integrasi ekonomi antar negara menjadi beberapa tingkatan, yakni the free trade area, the customs union, the common market, the economic union dan complete economic integration. Dalam perjanjian free trade area, masing-masing negara anggota akan menghapus batasan jumlah dan tarif dalam perdagangan antar negara. Akan tetapi, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi negara lain yang tidak tergabung dalam perjanjian free trade area. Hal tersebut akan memunculkan risiko, dimana produk- produk dari negara di luar free trade area akan dimasukkan melalui negara anggota guna memperoleh tarif yang rendah.
6
Risiko tersebut dimitigasi melalui penerapan ketentuan rules of origin yang membatasi penerapan tariff free treatment hanya terhadap produk-produk yang secara keseluruhan atau sebagian besar diproduksi di negara-negara anggota free trade area. Custom Union merupakan satu perjanjian yang mirip dengan free trade area dimana sejumlah negara memberlakukan perdagangan bebas di antara mereka, namun dengan menerapkan kebijaksanaan perdagangan luar negeri bersama. Negara anggota menerapkan serangkaian tarif bersama terhadap barang dari negara lain, tetapi dalam kasus tertentu mereka menerapkan kuota impor yang berbeda. Sementara common market merupakan bentuk lain dari sebuah custom union dengan integrasi yang lebih luas dikarenakan dihapuskannya batasan- batasan antara negara anggota, sehingga faktor-faktor produksi dapat bergerak secara bebas di antara negara anggota. Economic union merupakan satu blok dagang menyerupai common market, namun dengan kesatuan moneter diantara negara anggota. Bentuk ini tidak hanya dengan menerapkan mata uang tunggal, lebih jauh lagi kerjasama ini diikuti dengan adanya pasar tunggal. Kesatuan ekonomi dan moneter dilaksanakan melalui pakta dagang dari semua sistem moneter yang berlaku di negara anggota. Contohnya adalah Uni Eropa, ada pasar tunggalnya dan memakai satu kesatuan moneter (Euro). Dalam kerja sama ini, setiap negara anggota akan memiliki kebijakan fiskal dan moneter serupa yang diatur oleh sebuah otoritas pusat. Sementara complete economic integration merupakan tahapan tertinggi atas sebuah integrasi ekonomi secara internasional dimana seluruh negara anggota akan menjadi sebuah kesatuan. Terdapat sebuah pusat otoritas yang keputusannya mengikat setiap negara anggota dan mengatur kebijakan-kebijakan yang harus dipatuhi oleh setiap negara anggota.
B. Trade Facilitation Organisasi Perdagangan Dunia (WTO 1998) mendefinisikan fasilitasi perdagangan sebagai penyederhanaan dan harmonisasi prosedur perdagangan internasional. Lebih lanjut, organisasi ini mendefinisikan prosedur perdagangan sebagai aktivitas, praktik dan tata cara resmi terkait pengumpulan, penyajian, pengkomunikasian dan pemrosesan data yang diperlukan terkait pergerakan barang- barang dalam perdagangan internasional. Sederhananya, fasilitasi perdagangan merupakan penyederhanaan, harmonisasi, standardisasi dan modernisasi prosedur perdagangan. Senada dengan definisi tersebut, , the United Nations Centre for Trade 7
Facilitation and Electronic Business (UN/CEFACT) mendefinisikan fasilitasi perdagangan sebagai penyederhanaan, standardisasi dan harmonisasi prosedur serta arus informasi terkait yang diperlukan dalam rangka memindahkan barang dari penjual kepada pembeli dan dalam rangka melakukan pembayaran (OECD 2001). Penyederhanaan yang dimaksud dalam kedua definisi tersebut bertujuan untuk membenahi lingkungan perdagangan dan mengurangi atau bahkan menghapuskan biaya transaksi yang mungkin terjadi di antara pihak swasta dengan pemerintah. UN/CEFACT dalam Recommendation No. 4 (1974) menyebutkan bahwa penyederhanaan, harmonisasi dan standardisasi bertujuan agar transaksi perdagangan menjadi lebih mudah, lebih cepat dan lebih ekonomis. Penyederhanaan (simplification) adalah proses menghilangkan elemen- elemen yang berulang dan tidak diperlukan dalam prosedur dan proses terkait. Harmonisasi (harmonization) adalah penyelarasan prosedur, operasi dan dokumen yang diperlukan dengan standar, praktik dan kesepakatan internasional. Sementara standardisasi (standardization) merupakan proses pengembangan informasi, dokumen praktik dan prosedur yang telah disepakati secara internasional (UN/CEFACT). Biaya transaksi pada umumnya terjadi ketika terdapat interaksi di antara pihak swasta dengan pemerintah dalam rangka pengurusan barang. Biaya ini dapat bersifat langsung maupun biaya secara tidak langsung. Biaya langsung sangat bermacam-macam, terkait pemenuhan kewajiban kepada pihak pemerintah dan juga biaya yang mungkin diperlukan dalam rangka pemeriksaan dan pengujian barang. Biaya langsung juga banyak dipungut oleh pihak lain yang terkait, sebagai contoh biaya pemindahan barang di pelabuhan dan biaya yang harus dibayarkan apabila para pengusaha menggunakan perantara pihak ketiga dalam rangka pengurusan pemenuhan kewajiban kepada pemerintah. Sementara biaya tidak langsung dapat terjadi dikarenakan adanya penundaan pengiriman barang, ketidakpastian prosedur, dan hilangnya kesempatan usaha (Grainger 2007). Disinilah perlunya fasilitasi perdagangan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, yakni untuk mengurangi atau bahkan menghindari timbulnya biaya transaksi. Hal tersebut penting dikarenakan biaya transaksi merupakan pemborosan yang pada umumnya dihindari baik oleh pelaku usaha. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh OECD pada tahun 2005, biaya transaksi ini berkisar antara 2%-15% dari nilai barang yang diperdagangkan. Oleh 8
karenanya banyak pihak yang berpendapat bahwa fasilitasi perdagangan, dengan mengeliminasi biaya transaksi yang tidak diperlukan, dapat meningkatkan iklim kompetitif di dunia usaha. Sedangkan bagi pemerintah, fasilitasi perdagangan merupakan pendorong untuk menciptakan pengendalian dan sistem efisien. Sistem dan prosedur yang tidak efisien akan merugikan pemerintah, yakni hilangnya potensi penerimaan, penyelundupan dan kesulitan dalam implementasi kebijakan perdagangan, yang disebabkan oleh kegagalan dalam menentukan asal dari barang atau dalam memperoleh data yang akurat. Sistem dan prosedur yang tidak efisien juga akan menyebabkan iklim usaha (ekspor) yang tidak kompetitif dan berkurangnya minat investor (OECD 2005). Pembahasan mengenai fasilitasi perdagangan sendiri mulai diungkapkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 1996 dalam pertemuan para menteri negara-negara anggota (Ministerial Conference) di Singapura. Selanjutnya, mengingat pentingnya fasilitasi perdagangan dalam rangka menciptakan lingkungan bisnis yang terintegrasi di antara negara-negara di dunia, fasilitasi perdagangan menjadi salah satu pokok pembahasan dalam pertemuan menteri negara-negara anggota WTO di Doha, Qatar pada November 2001 (Doha Development Agenda). Pada akhirnya fasilitasi perdagangan diresmikan dalam sebuah kesepakatan fasilitasi perdagangan yang dikenal dengan Trade Facilitation Agreement pada Bali Ministerial Conference tahun 2013. Kesepakatan fasilitasi perdagangan atau TFA sendiri memiliki tiga sendi. Pertama, terkait dengan percepatan pemindahan, pembebasan dan perijinan barang, termasuk di dalamnya barang dalam perjalanan (goods in transit). Kedua, efektifitas kerja sama di antara organisasi kepabeanan dan otoritas lain yang terkait dalam fasilitasi perdagangan, serta permasalahan terkait kepatuhan terhadap kewajiban kepabeanan. Ketiga, perlunya bantuan dan asistensi teknis dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia (WCO News 74, p 13). Pada tingkat regional, fasilitasi perdagangan merupakan sebuah permasalahan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencatat bahwa telah terdapat 183 perjanjian perdagangan regional yang terdaftar (WTO 2005). Sebagai contoh adalah Uni Eropa yang telah meminimalisasi batasan internal di antara ke 29 negara anggotanya (Albania merupakan anggota terakhir yang bergabung pada bulan Juni 2014). Sebagai 9
sebuah customs union, negara-negara tersebut memberlakukan tarif dan peraturan perundangan kepabeanan yang sama. Dengan pemberlakuan peraturan tersebut, kebijakan yang mendukung terciptanya trade facilitation tentunya mutlak diperlukan guna memperlancar arus perpindahan barang dan meminimalisasi munculnya biaya transaksi yang tidak diperlukan. Pada tingkat nasional, Artikel 13.2 pada Trade Facilitation Agreement menyebutkan bahwa setiap negara anggota WTO harus membentuk komite nasional yang bertanggung jawab atas fasilitasi perdagangan atau menyusun mekanisme yang dapat memfasilitasi baik koordinasi maupun implementasi ketentuan-ketentuan dalam Trade Facilitation Agreement. Kunio Mikuriya (2014), Sekretasis Jenderal WCO (Organisasi Kepabeanan Dunia), berpendapat bahwa organisasi kepabeanan sebagai petugas utama perbatasan yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya transaksi perdagangan internasional serta memegang peranan penting dalam fasilitasi perdagangan, tentunya harus turut terlibat dalam komite tersebut (WCO News 74, p 10). Kunio Mikuriya (2014) juga berpendapat bahwa keuntungan yang akan diperoleh dari penerapan kesepakatan fasilitasi perdagangan ini sangatlah besar, terutama bagi negara-negara yang belum menerapkan kebijakan tersebut, baik negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan beberapa penelitian, penerapan fasilitasi perdagangan akan meningkatkan kesejahteraan dengan mengurangi beban administratif dan biaya- biaya transaksi yang tidak perlu. Negara berkembang diperkirakan akan menghemat 325 miliar dollar Amerika dalam satu tahun. Sementara menurut OECD, negara- negara maju berpotensi memangkas 10% biaya transaksinya melalui penerapan kebijakan tersebut, ditambah dengan terciptanya arus perdagangan yang lebih lancar. Pada dasarnya, setiap pihak akan memperoleh keuntungan ketika perdagangan menjadi lebih mudah. Pemerintah akan memperoleh keuntungan dikarenakan sistem dan prosedur yang efisien memungkinkan terciptanya arus barang yang lebih lancar tanpa mengesampingkan berjalannya fungsi pengawasan, yang tentunya akan meningkatkan penerimaan negara. Sementara sektor swasta akan memperoleh keuntungan apabila dapat mengantarkan barang lebih cepat, yakni mereka menjadi lebih kompetitif. Begitu juga dengan konsumen dikarenakan dapat memperoleh barang dengan harga yang lebih murah (OECD 2005).
10
TABLE : Skenario Pengaruh Penurunan Biaya Transaksi (1%) terhadap Income (Juta USD)
Sumber : OECD, The Cost and Benefit of Trade Facilitation (2005)
Penelitian yang dilakukan oleh OECD (2005) menunjukkan bahwa sekecil apapun penurunan biaya transaksi, akan berdampak signifikan terhadap proses perdagangan. Hal tersebut berlaku baik bagi negara kaya maupun negara miskin. Namun negara berkembang akan memperoleh keuntungan yang relatif lebih besar dengan adanya kemudahan fasilitasi perdagangan dan penerapan sistem dan prosedur yang efisien oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena industri negara tersebut, yang sebagian besar merupakan industri kecil dan menengah, sangat rentan dan bergantung pada efisiensi sistem dan prosedur. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa negara berkembang memperoleh dua pertiga dari total keuntungan yang diperoleh dengan adanya fasilitasi perdagangan.
Namun, apabila fasilitasi perdagangan hanya dilakukan di antara negara-negara anggota OECD, maka negara-negara berkembang akan mengalami kerugian. Fasilitasi perdagangan dapat dicapai dengan adanya prosedur dan peraturan yang jelas serta transparan, anti- diskriminasi dan konsisten. Ditambah perlunya penyederhanaan prosedur yang diharapkan dapat menekan waktu dan biaya yang diperlukan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Manajemen risiko juga penting unrtuk diterapkan dalam rangka menilai dan mengelola risiko terkait kemungkinan adanya pelanggaran di perbatasan. Penerapan manajemen risiko memungkinkan organisasi kepabeanan untuk meminimalisasi pengawasan serta 11
pemeriksaan terhadap pengiriman barang dan pelintas batas dengan kategori risiko rendah, dan lebih berfokus kepada penanggung risiko yang lebih tinggi. Sistem ini akan mengurangi beban-beban yang tidak diperlukan melalui pengawasan yang lebih terfokus dan juga mengurangi kemacetan (bottleneck) dengan adanya proses yang lebih cepat.
C. Peran Organisasi Kepabeanan Administrator kepabeanan di seluruh dunia bertanggung jawab untuk mengelola berbagai jenis risiko dalam rangka menjalankan perannya, yakni sebagai pemungut pendapatan negara (revenue collector), administrator kebijakan perdagangan dan pengawas perbatasan (administration on trade policies and border control), pelindung masyarakat (community protector), serta fasilitator perdagangan (trade facilitator). Selain peran tersebut, organisasi kepabeanan pada umumnya juga bertanggung jawab untuk mengelola risiko yang berkaitan dengan kebijakan organisasi atau departemen lain, seperti kesehatan, perdagangan, pertanian dan lain sebagainya. David Widdowson (2005) menyatakan bahwa hal ini dikarenakan organisasi kepabeanan memiliki kewenangan dalam bidang administrasi dan penegakan peraturan terkait ketentuan impor dan ekspor. Integrasi ekonomi sedikit banyak merubah pola perdagangan internasional, baik tata cara perdagangan dan pengangkutan barang, transaksi yang menjadi lebih cepat dan juga peningkatan volume barang yang diperdagangkan di seluruh dunia. Pelaku perdagangan menuntut organisasi kepabeanan untuk dapat menjalankan perannya selaku fasilitator perdagangan (trade facilitator) dengan baik dalam rangka menjaga kelancaran arus barang. Namun, di sisi lain organisasi kepabenan tidak dapat melepaskan fungsi pengawasan yang diembannya. Perbedaan pandangan tersebut harus disikapi dengan bijak. Perbedaan tersebut muncul dikarenakan adanya perbedaan kepentingan dan harapan dari masing-masih pihak. Pelaku usaha berharap agar kegiatan perdagangan, yakni impor dan ekspor, dapat dilakukan dengan lebih mudah, cepat, murah serta aman sehingga bisnis menjadi lebih efektif. Sementara, organisasi kepabeanan berusaha menjalankan tugasnya untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya tindak penyelundupan, serta memastikan kepatuhan atas setiap peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, pelaku usaha menggunakan sudut pandang pendekatan komersial sementara organisasi 12
kepabeanan menggunakan sudut pandang sebagai penegak hukum. Banyak pihak berpendapat bahwa organisasi kepabenan harus menempatkan fungsi fasilitasi perdagangan dan fungsi pengawasan secara seimbang. Sebagaimana disampaikan oleh Sun Yibiao (2004), Director-General of Shanghai Customs District, bahwa dalam aktivitas perdagangan internasional, keamanan (pengawasan) merupakan dasar pelaksanaan fasilitasi perdagangan. Tanpa adanya pengawasan, fasilitasi perdagangan tidak akan berjalan dengan baik. Begitu juga sebaliknya, tanpa adanya fasilitasi perdagangan pengawasan akan sia-sia. Dengan kata lain fungsi pengawasan dan fungsi fasilitasi perdagangan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan. Oleh karenanya, fungsi pengawasan dan fasilitasi perdagangan harus dijalankan dengan seimbang. Pada bulan Juni 1999, WCO yang merupakan organisasi kepabeanan internasional telah menyetujui Konvensi Kyoto yang mengatur mengenai penyederhanaan dan harmonisasi prosedur kepabeanan. Kesepakatan ini disusun dalam rangka menghadapi tekanan dari komunitas perdagangan internasional yang menuntut pengurangan peran kepabenanan dalam pergerakan barang dan peningkatan peran dalam memfasilitasi perdagangan. Namun tentunya dengan tetap memperhatikan aspek pengawasan. Pada dasarnya, Konvensi Kyoto dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya lingkungan perdagangan internasional yang terfasilitasi dengan baik, namun dengan tetap disertai pengawasan yang cukup. Kesepakatan tersebut disusun sebagai dasar bagi organisasi kepabeanan agar menjadi administrator kepabeanan yang modern dan berkontribusi dalam memfasilitasi perdagangan internasional dengan: 1. Menghilangkan perbedaaan- perbedaan pemahaman mengenai prosedur kepabeanan yang dapat menghambat proses perdagangan internasional. 2. Melakukan fasilitasi perdagangan, serta penyederhanan dan harmonisasi prosedur kepabeanan dengan tetap memperhatikan kepentingan adminstrator kepabenan dan pelaku usaha. 3. Memastikan adanya standar pengawasan kepabeanan yang mencukupi. 4. Memungkinkan otoritas kepabeanan untuk melakukan perubahan proses bisnis dan metode yang digunakan apabila diperlukan. 5. Memastikan bahwa penyederhanaan dan harmonisasi wajib dilaksanakan semua pihak terkait. 13
6. Menyediakan prosedur yang efisien bagi otoritas kepabeanan, serta didukung dengan metode pengawasan yang cukup dan efektif. Pada perkembangan selanjutnya, Konvensi Kyoto telah mengadopsi konsep- konsep manajemen kepatuhan yang modern, seperti penerapan teknologi yang lebih terkini, penerapan cara pandang baru dalam melakukan pengawasan serta kemauan untuk melibatkan pihak swasta dalam suatu pola kerja sama yang saling menguntungkan dengan otoritas kepabeanan. Sebagai tambahan, otoritas kepabeanan diharapkan agar dapat memaksimalkan penerapan manajemen risiko, meningkatkan kerja sama dengan departemen lain yang terkait dan komunitas perdagangan, meningkatkan penggunaaan teknologi informasi serta menerapkan standar-standar yang telah disepakati secara internasional.
Kesimpulan Globalisasi telah membawa dampak yang besar bagi negara-negara di dunia. Berkurangnya batasan-batasan antar negara akan mempermudah arus pergerakan barang dan faktor-faktor produksi. Hal tersebut akan menciptakan sebuah pasar yang sangat luas dan terintegrasi, yang akan mendorong terjalinnya integrasi ekonomi secara internasional di antara negara-negara di dunia. Integrasi ekonomi akan merubah lingkungan perdagangan internasional, dimana arus perdagangan menjadi lebih cepat dan jumlah barang yang diperdagangkan pun akan meningkat. Apabila tidak terfasilitasi dengan baik, peningkatan arus pergerakan barang dan faktor produksi ini akan berpotensi menimbulkan kemacetan yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya transaksi bagi semua pihak. Disinilah peran pemerintah setiap negara untuk memfasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan, harmonisasi, standardisasi dan modernisasi prosedur perdagangan. Organisasi kepabeanan sebagai ujung tombak pemerintah di perbatasan memiliki peran penting dalam menjamin kelancaran proses perdagangan internasional. Organisasi ini perlahan harus mulai mengubah cara pandangnya. Organisasi kepabeanan tidak lagi hanya berperan sebagai penegak hukum dan pemungut pendapatan negara, namun juga berperan besar dalam memfasilitasi perdagangan.
14
Daftar Pustaka Advance Rulings. (2014). A Key Element Of Trade Facilitation. WCO News. 74. 18-19. Andrew Granger. (2008). Customs and Trade Facilitation : From Concept to Implementation. World Customs Journal. Volume 2 Number 1. 17- 30. Carlos G. Enriquez Montes. (2014). WTO Trade Facilitation Agreement: A Potential Catalyst For Equality Of Opportunity. WCO News. 74. 12- 15. David Widdowson. (2005). International Trade Facilitation: The Customsimperative. Paper dipresentasikan pada APEC Workshop di WTO Trade Facilitation Negotiations, Kuala Lumpur. Direktorat Peraturan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai. (2014). Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi Asean Economic Community 2015. Dominick Salvatore. (2013). International Economics 11th Edition. United States of America Joao Paulo Cerdeiro Bento. (2009). Economic Integration, International Trade, and The Role of Foreign Direct Investment. Jerman : Transaction Publisher Karen Lobdell. (2009). Anticipating the Role of Customs Agencies in Trade Facilitation. Kunio Mikuriya. (2014). Ready to implement the WTO Trade Facilitation Agreement!. WCO News. 74. 10-11. Md Almas Uzzaman and Mohammad Abu Yusuf. (2011). The Role Of Customs And Other Agencies In Trade Facilitation In Bangladesh: Hindrances And Ways Forward. World Customs Journal Volume 5 Number 1. 29-42. OECD. (2005). The Costs and Benefits of Trade Facilitation. Parthasarathi Shome. (2012). Role of Customs in International Relations. Paper dipresentasikan pada First B.N. Banerji Memorial Lecture. Pravin Gordhan. (2007). Customs in the 21st Century. World Customs Journal. Volume 1 Number 1.
Situs Internet Ari K. Integrasi Ekonomi. Diakses pada 7 September 2014 dari http://zetzu.blogspot.com/2010/10/in tegrasi-ekonomi.html Eddy Cahyono. Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan. Diakses pada 6 September 2014 dari http://setkab.go.id/artikel-12243- 15
globalisasi-ekonomi-dan- perdagangan.html UNECE. The WTO Agreement on Trade Facilitation. Diakses pada 7 September 2014 dari http://tfig.unece.org/contents/wto- trade-facilitation-negotiations.html Wikipedia. Uni Eropa. Diakses pada 7 September 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Uni_Erop a WCO. What is Securing and Facilitating Legitimate Global Trade. Diakses pada 5 September 2014 dari http://www.wcoomd.org/en/topics/fa cilitation/overview/customs- procedures-and-facilitation.aspx WTO. Summary Table: Some Figures on Regional Trade Agreements notified to the GATT/WTO and in force. Diakses pada 10 September 2014 dari http://rtais.wto.org/UI/publicsummar ytable.aspx WTO. The Doha Agenda. Diakses pada 10 September 2014 dari http://www.wto.org/english/thewto_ e/whatis_e/tif_e/doha1_e.htm WTO. Trade Facilitation. Diakses pada 11 September 2014 dari http://www.wto.org/english/tratop_e /tradfa_e/tradfa_e.htm WTO. Uruguay Round Agreement. General agreement on Trade in Services. Diakses pada 9 September 2014 dari http://www.wto.org/english/docs_e/l egal_e/26-gats_01_e.htm#articleV WTO. WTO Analytical Index: Gneral agreement on Tariffs and Trade 1994. Diakses pada 9 September 2014 dari http://www.wto.org/english/res_e/bo oksp_e/analytic_index_e/gatt1994_0 9_e.htm