Anda di halaman 1dari 3

84

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya suatu objek
wisata satwa yang berlokasi di Jalan Stail No.1 Surabaya tersebut merupakan
kebanggaan Bangsa Indonesia karena tercatat sebagai kebun binatang terbesar se-
Asia Tenggara. Di dalamnya dihuni 300 spesies satwa yang berbeda-beda, terdiri
dari 4300-an jenis binatang. Lahan KBS yang luasnya sekitar 15 hektar dengan
luas taman 85.000 per meter persegi. Oleh Kementerian Kehutanan Republik
Indonesia (Kemenhut RI), pengelolaan KBS sepenuhnya diserahkan Pemerintah
Kota (Pemkot) Surabaya melalui surat keputusan bernomor S.387/Menhut-
IV/2013 yang ditandatangani Menteri Zulkifli Hasan pada 3 Juli 2013.
Berdasakan Land Development Analysis (LDA) dengan pengembangan mixed use
(perkantoran, perhotelan dan pusat perbelanjaan) potensi pendapatan yang dapat
diperoleh oleh Pemerintah Daerah Kota Surabaya yaitu sebesar
Rp797.422.254.263,00 jika lahan KBS menjadi kawasan komersial, potensi
pendapatan ini disebut juga sebagai opportunity cost.
Potensi pendapatan ini, menggambarkan betapa tinggi potensi pendapatan
yang dapat diperoleh oleh KBS jika lahan tersebut dimanfaatkan sebagai tempat
komersial. Proyeksi pendapatan PDTS KBS yaitu sebesar Rp179.960.233.522,00
maka dapat disimpulkan opportunity lost-nya sebesar Rp617.462.020.740,00.
Opportunity cost dan opportunity lost ini merupakan social cost dan social benefit
yang tidak dapat diukur dengan angka atau nominal saja. Keberadaan KBS
85



sangat dibutuhkan untuk tetap dipertahankan keberadaannya dengan harapan
dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Kota Surabaya.
Manfaat dari keberadaan KBS sebagai hutan kota yaitu: sebagai penyerap karbon
dioksida (CO
2
), pelestarian air tanah, dan pemulihan iklim. Ketiga manfaat ini
sangat penting bagi masa depan kehidupan masyarakat kota yang identik dengan
polusi udara akibat peningkatan karbon dioksida (CO
2
), krisis air akibat
menipisnya lahan basah dan suhu panas.
4.2 Saran
Pengembangan PDTS KBS merupakan suatu keharusan bagi pengelola hari
ini, untuk menciptakan suatu kondisi yang kondusif dan memberikan nilai positif
kepada para wisatawan dalam kunjungannya, maka peneliti memberikan saran
sebagai berikut.
1. Opportunity cost dan opportunity lost pada PDTS KBS yang sulit untuk
menyamakan dengan hasil pendapatan KBS sekarang, dengan hasil penelitian
ini pemerintah diharapkan mampu memperbaiki secara total dalam
pengelolalaan KBS ke depan, sebagai upaya untuk mendekati nilai dari lahan
sebagai komersial.
2. Saran untuk pemerintah dalam mengurangi tingkat oportunity cost dan
oportunity lost dari penggunaan saat ini, dapat dilihat pada simulasi lampiran
16, dalam simulasi pengembangan pertokoan sesuai dengan regulasi (KDB 20
persen), maka diperoleh 30,000 meter persegi dengan area komersial 40 persen
dan fasilitas penunjang PDTS KBS sebesar 60 persen. Berdasarkan simulasi
pengembangan tersebut, maka peneliti memperoleh indikasi pendapatan yaitu
86



sebesar Rp245.858.542.550,00 dengan asumsi harga tiket dan pengunjung
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Maka dari hasil proyeksi
pengembangan pertokoan dan harga tiket maka dapat dijelaskan bahwa
opportunity lost pemerintah berkurang sebesar 12 persen, selisih tersebut
merupakan biaya dan manfaat sosial sebesar Rp551.563.711.712,00. Hal
tersebut, merupakan pengorbanan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat yang tidak dapat diukur dengan angka rupiah yang disebut dengan
social cost dan social benefit.
3. Berdasarkan fakta fisik PDTS KBS dalam hal ini, pengelola baru diharuskan
segera melakukan perbaikan birokrasi (organisasi) untuk meningkatkan
efektivitas kinerja KBS itu sendiri, dan melakukan rencana strategis untuk
pengembangan PDTS KBS yang terprogram.
4. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan upaya pengembangan
potensi secara maksimal untuk mendapatkan pendapatan PDTS KBS yang
lebih optimal dengan penambahan fasilitas penunjang.
5. Perlu adanya penataan ulang, akan penggunaan saat ini, untuk mendapatkan
penggunaan tertinggi dan terbaik. Perlu adanya lahan tersendiri untuk
menampung satwa yang ada yang dijakan sebagai lahan pengembangbiakan
satwa.
Pengembangan objek wisata merupakan bentuk usaha atau cara untuk
menjadi lebih baik. Untuk semua hal yang ditawarkan oleh pengelola, dengan
tujuan penikmat mendapatkan perasaan senang, bahagia terpuaskan dan lain-lain,
dengan demikian akan menarik wisatawan untuk datang berkunjung kembali ke
tempat wisata tersebut.

Anda mungkin juga menyukai