Anda di halaman 1dari 35

Skenario 6:

Urusan Belakang

Pasien wanita, umur 42 tahun ,datang ke praktek dokter umum dengan keluhan buang
air besar disertai bercak darah sejak sepuluh hari yang lalu. Pasien juga sering
merasakan nyeri kram pada perut bagian bawah, diare bercampur darah, kadang pula
tinja berbentuk bulat bulat seperti kotoran kambing, nyeri saat defekasi, dan urgensi
sejak enam bulan yang lalu. Pasien merasakan badannya makin lemah, napsu makan
berkurang dan berat badannya turun. Pasien sudah berobat tapi keluhan tidak
berkurang, padahal setahun yang lalu ia mengalami irritable bowel syndrome, tapi
sembuh setelah diobati. Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan bahwa pasien tidak
mau makan sayur. Dokter melakukan pemeriksaan colok dubur, ditemukan benjolan
yang lunak dan berwarna merah pada saat inspeksi luar. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan permukaan rektum yang berdungkul-dungkul dan mudah berdarah. Lalu
dokter memberikan terapi awal dan merujuk wanita tersebut.


















STEP 1

1. IBS : Ganguan fungsi dari GastroIntestinal yang ditandai rasas nyeri, tidak
disertai kelainan organic namun terdapat gangguan pola defekasi


2. Urgensi : tampak terburu buru pada defekasi, rasa tidak bisa menunda untuk
defekasi


























STEP 2

1. penyebab feses seperti kotoran kambing?
2. Mekanisme nyeri kram perut baguan bawah, keluar darah dari anus,, nyrei saat
defekasi, dan urgensi
3. Hubungan IBS dengan gejala sekarang
4. Hubungan kurang serat dengan gejala
5. Pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut
6. Diagnosis dan diagnosis banding pada kasus tersebut
7. Terapi awal dan indikasi rujukan
8. Interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus
9. Komplikasi






















STEP 3

1. Penyebab gejala pada kasus :

- Feses seperti kotoran kambing: dikarenakan kurangnya serat atau selulosa
, gangguan penyerapan makanan dan intoleransi makanan
- Nyeri kram bagian bawah : kelainan pada kolon distal dan perut bagian
bawah seperti kaku otot perut bagian bawah seperti peritonitis
- Keluar darah dari anus : bisa dikarenakan iritasi serta gangguan dan
trauma sehingga terjadi oekebaran pada vena hemoroidalis
- Nyeri defekasi : dikarenakan adanya tegangan yang menekan saraf
- Urgensi : dikarenakan terdapatnya riwayat IBS pada pasien tersebut


2. Hubungan IBS dengan gejala sekarang:
IBS akan mempengaruhi gejala tersebut dari factor lingkungannya sehingga
nanti nya akan berubah menjadi keganasan

3. Hubunga kurang serat dengan gejala:
Kurangnya serat atau selulosa akan mempengaruhi feses karena feses akan
tampak padat sehingga terjadi kesulitan pada proses defekasi, sulitnya
defekasi akan meyebabkan konstipasi sehingga akan terasa nyeri saat defekasi.

4. Diagnosis banding pada kasus:
- Kanker : rectum berdempul dempul
- Hemoroid : benjolan lunak berwarna merah
- Penyakit diverticular
Penegakan diagnosis dengan cara : - rectal toucher dan kolonoskopi
Pemeriksaan darah samar : Benzedine test
Progtosigmopiskopi : intuk melihat radang

5. Terapi awal
- Hemoroid : dengan perubahan pola hidup .
Namun tergantung juga dengan grade nya:
Grade 1 dan 2 dengan edukasi dan medikamentosa, sedangkan grade 3
dan 4 dengan rujukan

6. Komplikasi
-




























STEP 4
1. Mekanisme Gejala pada pasien
Konstipasi: penurunan gerakan peristaltic
Diare : peningkatan gerakan peristaltic

Kekurangan serat: karena kurangnya serat sehinggal zat selulosa hanya
dalam jumlah.

IBS alternating yaitu perubahan pola defekasi yaitu diare dan konstipasi
sehingga pembentukan feses terganggu

Nyeri kram: dikarenakan adanya infeksi sehingga memyebabkan
terjadinya proses inflamasi yang menyebabkan nyeri dank ram pada perut.


Keluar darah dari anus dikarenakan adanya perdarahan pada pembuluh
darah vena yang pecah.
Adanya pembengkakan yang bersifat iritatif juga dapat menyebabkan:
-Hemoroid interna: perdarahan menetes
-Hemoroid interna: perdarahan banyak
adanya fekal leding yang memepengaruhi struktur mukosa sehingga akan
menyebabkan cancer dan keluarnya darah dari anus

Nyeri defekasi dikarenakan terjadi distensi sehingga m.levatorani
berkontraksi ketika mengejan pada keadaan feses yang memadat sehingga
sulit keluar dari anus. Anus dipaksa untuk mengeluarkan feses namun
karena feses memadat juga dapat rejadi robekan kecil pada anus sehingga
anus akan lecet baik perianal atau lateral di kanala anal.
Akibat penggesekan feses pada benjolan karena hemoroid dan proses
mengejan juga dapat menyebabkan nyeri saat defekasi.

2. Hubungan terjadinya IBS dengan gejala gejala tetrsebut adalah:
Pada kasus IBS dengan konstipasi bisa menyebabkan hemoroid
Sedangan pada kasus IBS yang menyebabkan cancer dikarenakan terjadi
inflamasi kronik yang menhasilkan zzat radikal bebas sehingga akan
meruksak DNA pada sel tubuh yang nntinya akan berproliferasi tanpa
apoptosis sehimgga akan meyebabkan suatu cancer.

3. Hubunga kurang serat dengan gejala:
Kurangnya serat atau selulosa akan mempengaruhi feses karena feses akan
tampak padat sehingga terjadi kesulitan pada proses defekasi, sulitnya
defekasi akan meyebabkan konstipasi sehingga akan terasa nyeri saat
defekasi.

4. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan penunjang dan
diagnosis banding:
Penyakit peradangan: Inflamatory Bowel Disease (IBS) yang terdiri atas
crohn disease dan kolitis ulseratif. Irritable Bowel Syndrome (IBS).

I rritable bowel syndrome merupakan suatu gangguan fungsional dari
gatrointestinal yang ditandai oleh rasa tidak nyaman atau nyeri pada perut dan
perubahan kebiasaan defekasi tanpa penyebab organik. Walaupun setelah
dilakukan test darah, X- ray dan colonoscopy tidak akan ditemukan kelainan
yang dapat menjelaskan timbulnya gejala-gejala tersebut diatas. Penyakit ini
diderita pada semua jenis usia dan juga pada kedua jenis kelamin. Namun
lebih sering terjadi pada orang dewasa yang berusia 30-40 tahun, jarang terjadi
pada usia lebih dari 50 tahun. Wanita lebih sering menderita IBS dibandingkan
dengan pria dengan ratio wanita banding pria yaitu 2:1. Walaupun belum
dapat dibuktikan namum IBS cenderung menurun dalam keluarga.
Patofisiologi terjadinya IBS merupakan kombinasi dari beberapa faktor yaitu
hipersensitivitas viseral, gangguan motilitas usus, ketidakseimbangan
neurotransmitter, infeksi dan faktor psikososial. Disfungsi motorik juga
berperan dalam terjadinya beberapa gejala dari IBS seperti nyeri abdomen,
Keinginan defekasi yang segera, pergerakan usus postprandial. Pengosongan
kolon dan usus kecil yang cepat dilaporkan terjadi pada beberapa pasien yang
gejala utamanya adalah diare. Pasien yang gejala utamanya adalah konstipasi
dapat terjadi gangguan defekasi.

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk IBS, pengobatan yang diberikan
semata mata bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala yang timbul, mencegah
bertambah beratnya gejala dan mengurangi frekuensi timbulnya gejala-gejala.
agar tidak menggangu kualitas hidup sehari-hari. Terapi meliputi:
1. Terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup, konseling,
stress manajemen dan perubahan pola makan.
2. Terapi farmakologis yaitu terapi dengan menggunakan obat-obatan.
I nflammatory Bowel Disease (IBD) adalah perdarangan pada dinding mukosa
usus. Hal ini dibagi dua yakni UC (ulcerative colitis) dan chron disease.
Perdarangan yang terlibat dapat mulai dari dinding mukosa mulut hingga ke
anus (pada UC) dan bisa hanya pada usus besar saja (chron disease). Penyakit
muncul dengan gejala diare yang lama (diare kronik) yang disertai dengan
perdarahan buang air besarnya dan rasa sakit perut (mules) yang mengganggu.
Hal yang mendasari untuk terjadinya penyakit ini terdiri dari berbagai macam
sebab yakni genetik, lingkungan dan imunologi. Untuk mendiagnosis
diperlukan pemeriksaan kolonoskopi dan dilakukan biopsi mukosa usus yang
meradang. Pengobatan pada penyakit ini juga terdiri dari berbagai macam
modalitas yakni, obat untuk pengaturan imunologi badan, kortikosteroid dan
obat anti diare. Lama pengobatan ini cukup memakan waktu antara 6 - 12
bulan. Nama penyakit ini perlu dibedakan dengan nama IBS (iritable bowel
syndrome) yan mana pada penyakit ini justru tidak ditemukan kelainan apapun
pada pemeriksaan kolonoskopi maupun biopsinya. Hal yang mendasarinya
adalah psikologi.

Tumor: polip kolorektal dan karsinoma kolorektal.

Polip adalah pertumbuhan jaringan dari dinding usus yang menonjol ke dalam
usus dan biasanya tidak ganas. Kebanyakan polip tidak menyebabkan gejala,
tapi gejala paling sering terjadi adalah perdarahan dari rektum. Pada
pemeriksaan colok dubur akan dapat dirasakan oleh jari tangan adanya polip di
rektum. Selain itu, polip biasanya ditemukan pada pemeriksaan rutin
sigmoidoskopi.

Karsinoma kolorektal adalah tumor ganas epithelial dari mukosa usus besar
(kolon) dan atau rektum. Pada populasi umum, resiko terjadinya karsinoma
kolorektal secara nyata meningkat pada usia lebih dari 50 tahun dan menjadi
dua kali lipat lebih besar pada setiap dekade berikutnya. Karsinoma rektal
lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding perempuan, namun pada
karsinoma kolon tidak ada perbedaan yang mencolok antara laki-laki dan
perempuan. Kenyataan ini dan berdasarkan pengamatan yang lain
mengisyaratkan suatu kemungkinan bahwa karsinoma kolon dan karsinoma
rektal mungkin merupakan penyakit yang berbeda dengan penyebab yang
berbeda pula. Secara umum dinyatakan bahwa perkembangan karsinoma
kolorektal merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek
yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolorektal. Gejala yang di
timbulkan antara lain adalah nyeri di perut bagian bawah, darah pada tinja,
diare, konstipasi, atau perubahan kebiasaan buang air besar, obstruksi usus,
anemia dengan penyebab tidak di ketahui dan berat badan tanpa alasan yang
diketahui. Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah.
Tujuan utama tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna baik bersifat
kuratif maupun non kuratif dengan mengangkat karsinoma dan kemudian
memulihkan kesinambungan usus. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan
tidak memberikan manfaat kuratif. Tindakan bedah terdiri dari reseksi luas
karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah terjadi metastase
jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi,
perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.

Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidales. Secara kasar hemoroid biasanya dibagi dalam 2 jenis, hemoroid
interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena
hemoroidalis superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna merupakan
varises vena hemoroidalis inferior. Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi
empat derajat yaitu :
Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita
adalah perdarahan
Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri
setelah selesai defekasi.
Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah
defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi
























STEP 5

LO:
1. Penyakit Divertikular
2. Tumor kolorektal
3. IBD
4. Abses perianal
5. Instususepsi / invaginasi


























STEP 6:
Belajar mandiri
Sudoyo, W. Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

Price, A. Sylvia & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC.

Sabiston. Buku ajar bedah(Essentials of surgry). Bagian 2, cetakan I : Jakarta,
penerbit buku kedokteran EGC. 1994.

Schwartz. et al. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Ed. 6. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC, 2000.

http://medicastore.com/penyakit_subkategori/7/polip.html

Error! Hyperlink reference not valid.
















STEP 7

1. INFLAMMATORY BOWEL DISEASE

Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit peradangan menahun pada
usus yang tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan melibatkan reaksi sistem imun
tubuh terhadap saluran pencernaan. Inflammatory bowel disease terdiri atas dua tipe,
yaitu kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Sesuai dengan namanya, kolitis ulseratif
hanya mengenai kolon sedangkan penyakit Crohn dapat mengenai semua segmen
saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus.

Penyakit Crohn adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini
mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah
dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari
saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus.

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami
peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam.
Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh
ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya
dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya
menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar.

Epidemiologi

Insiden inflammatory bowel disease dianggap tinggi di negara maju dan rendah di
negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit putih.
Rasio terjadinya penyakit ini pada laki-laki dan perempuan hampir sama. Penyakit ini
lebih umum ditemukan pada orang dewasa muda hingga umur tiga puluhan.

Etiologi

Usus merupakan bagian tubuh yang selalu berhubungan dengan lingkungan
pencernaan yang berbahaya. Hal-hal yang bisa membahayakan usus, yaitu pH yang
ekstrim, trauma mekanik, infeksi bakteri dan virus pathogen serta toksin. Penyebab
inflammatory bowel disease belum diketahui. Penyakit ini mungkin terjadi akibat satu
atau lebih faktor lingkungan yang dipicu oleh predisposisi genetic. Penyakit Crohn
pada ileum teminalis dihubungkan secara genetic dengan mutasi gen NOD2, yang
mungkin merupakan reseptor intraseluler terhadap komponen dinding sel bakteri,
diperlihatkan pada monosit dan sel Paneth.

Patogenesis

Patogenesis terjadinya inflammatory bowel disease masih diteliti. Akibat akhir yang
umum terjadi adalah inflamasi mukosa, yang menyebabkan ulserasi, edema,
perdarahan, serta kehilangan cairan dan elektrolit. Penelitian terbaru yang dilakukan
menemukan bahwa pada kromosom 16 (gen IBD1) yang memastikan identifikasi gen
NOD2 (sekarang disebut CARD 15) sebagai gen pertama yang benar-benar
berhubungan dengan IBD (sebagai gen yang rentan pada penyakit Crohn). Penelitian
ini juga memberikan perhatian besar dengan gen yang rentan terhadap IBD pada
kromosom 5 (5q31) dan 6 (6p21 dan 19p). NOD2 atau CARD 15 merupakan gen
polimorfik yang berperan pada system imun bawaan. Gen ini memiliki lebih dari 60
variasi. Tiga dari variasi gen tersebut berperan pada 27 % penderita penyakit Crohn,
terutama pada penyakit ileum.

Gejala

1. Kolitis ulseratif
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam
tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan,
penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya
dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar
yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan
berlendir. Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja
mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu
buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah
merah dan sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau
malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak
dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari. Penderita sering
mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri,
disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun
gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah
dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya
berisi darah dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan
berat badannya berkurang.

2. Penyakit Crohn
Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram
perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian
bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari
peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal
(fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua
bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan
kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar
anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan
komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi
perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus
besar meningkat. Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah
di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir
anus. Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh
lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan
amiloid (amiloidosis).

Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4
pola yang umum terjadi, yaitu :
Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan
Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan
nyeri hebat di dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan
muntah-muntah
Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang
menyebabkan kurang gizi dan kelemahan menahun
Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi
nanah (abses), yang sering menyebabkan demam, adanya massa dalam
perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.

Diagnosis

1. Kolitis ulseratif
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan darah menunjukan adanya : anemia, peningkatan jumlah sel
darah putih, dan peningkatan laju endap darah. Sigmoidoskopi (pemeriksaan
sigmoid) akan memperkuat diagnosis dan memungkinkan dokter untuk secara
langsung mengamati beratnya peradangan. Bahkan selama masa bebas
gejalapun, usus jarang terlihat normal. Contoh jaringan yang diambil untuk
pemeriksaan mikroskopik menunjukan suatu peradangan menahun. Rontgen
perut bisa menunjukan berat dan penyebaran penyakit. Barium enema dan
kolonoskopi biasanya tidak dikerjakan sebelum pengobatan dimulai, karena
adanya resiko perforasi (pembentukan lubang) jika dilakukan pada stadium
aktif penyakit. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran
penyakit dan untuk meyakinkan tidak adanya kanker. Peradangan usus besar
memiliki banyak penyebab selain kolitis ulserativa. Karena itu, dokter
menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit.
Contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa
dibawah mikroskop dan dibiakkan. Contoh darah dianalisa untuk menentukan
apakah terdapat infeksi parasit. Contoh jaringan diambil dari lapisan rektum
dan diperiksa dibawah mikroskop. Diperiksa apakah terdapat penyakit
menular seksual pada rektum (seperti gonore, virus herpes atau infeksi
klamidia), terutama pada pria homoseksual. Pada orang tua dengan
aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan oleh aliran darah yang buruk ke
usus besar. Kanker usus besar jarang menyebabkan demam atau keluarnya
nanah dari rektum, namun harus dipikirkan kanker sebagai kemungkinan
penyebab diare berdarah.

2. Penyakit Crohn
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan
diare berulang, terutama pada penderita yang juga memiliki peradangan pada
sendi, mata dan kulit. Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi
penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya: anemia,
peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih, kadar albumin yang rendah,
dan tanda-tanda peradangan lainnya. Barium enema bisa menunjukkan
gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar. Jika masih belum
pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan
biopsi untuk memperkuat diagnosis. CT scan bisa memperlihatkan perubahan
di dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan secara
rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.

Komplikasi

Inflammatory bowel disease dapat menyebabkan timbulnya gejala-gejala di luar
saluran pencernaan, seperti : peradangan sendi (artritis), peradangan bagian putih
mata (episkleritis), luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa), nodul kulit yang
meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan luka biru-merah di kulit yang
bernanah (pioderma gangrenosum). Jika Inflammatory bowel disease tidak
menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita masih bisa
mengalami : peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa), peradangan pada
sendi panggul (sakroiliitis), peradangan di dalam mata (uveitis) dan peradangan pada
saluran empedu (kolangitis sklerosis primer). Komplikasi penyakit ini, yaitu :
perdarahan yang menimbulkan anemia, kolitis toksik, dan kanker kolon.


Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan
gejalanya. Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat,
loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan
per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan. Kortikosteroid
(misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare,
menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan
enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang
serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan
gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.

2. KANKER KOLOREKTAL
Kanker usus besar (kolon) dan daerah antara usus besar dan anus (rektum) memiliki
banyak persamaan, dan oleh sebab itu seringkali secara bersama-sama disebut dengan
kanker kolorektal. Usus besar dan rektum adalah bagian dari sistem pencernaan yang
memproses makanan yang kita makan dan membuang sisa makanan dari tubuh.
Kanker kolorektal adalah kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon) atau rektum.
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau
disebut adenoma, yang pada awalnya membentuk polip. Polip dapat diangkat dengan
mudah namun seringkali adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak
terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi
kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar. Kanker kolorektal ini
dapat menyebar keluar jaringan usus besar dan ke bagian tubuh lainnya.

Insiden Kanker Kolorektal
Pada tahun 2002, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker kolorektal baru
yang menempatkan kanker ini pada urutan ke -3 jenis kanker yang paling
sering terjadi di dunia
Menurut data WHO, diperkirakan 700.000 orang meninggal karena kanker
kolorektal setiap tahunnya ini berarti
Merupakan satu-satunya kanker yang dapat mengenai pria maupun wanita
dengan perkiraan frekuensi yang hampir sama (dari jumlah total penderita
kanker pada pria, 9.5% terkena kanker kolorektal sedangkan pada wanita
mencapai 9.3% dari jumlah total penderita kanker) dan perkiraan kasus baru di
dunia sebanyak 401.000 pada pria per tahunnya dan 381.000 pada wanita.
Jumlah kasus baru di dunia cenderung meningkat secara cepat sejak tahun
1975.
Diperkirakan lebih dari 50% penderita kanker kolorektal meninggal karena
penyakit ini
Pada tahun 2002, lebih dari setengah juta orang meninggal karena kanker
kolorektal
Di Eropa dan Amerika pada tahun 2004, kanker kolorektal menempati urutan
kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita, dan juga
merupakan penyebab kematian nomor dua tersering.
Kanker kolorektal secara predominan terjadi pada kelompok usia diatas 50
tahun, meski demikian juga dapat mengenai kelompok usia dibawah 40 tahun
dengan insiden yang bervariasi. Di Amerika dan Eropa 2-8% kanker
kolorektal terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Di Indonesia, sesuai data dari
bagian Patologi Anatomi FKUI tahun 2003-2007, jumlah pasien kanker
kolorektal dibawah usia 40 tahun mencapai 28,17%.


Faktor Resiko
Penyebab pasti kanker kolorektal masih belum diketahui, tetapi kemungkinan besar
disebabkan oleh:
Kebiasaan makan yang salah (asupan makanan yang tinggi lemak dan protein,
rendah serat)
Obesitas/kegemukan
Pernah terkena kanker kolorektal sebelumnya
Sejarah keluarga dengan kanker kolorektal
Pernah memiliki polip di usus
Umur (resiko meningkat pada usia diatas 50 tahun)
Jarang melakukan aktifitas fisik


Gejala-gejala
Gejala-gejala kanker kolorektal meliputi:
1. Pendarahan pada usus besar, ditandai dengan ditemukannya darah pada feses
saat buang air besar
2. Perubahan kebiasaan buang air besar meliputi frekwensi dan konsistensi
buang air besar (diare atau sembelit) tanpa sebab yang jelas, berlangsung lebih
dari enam minggu
3. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
4. Rasa sakit di perut atau bagian belakang
5. Perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar
Kadang-kadang kanker dapat menjadi penghalang dalam usus besar yang tampak
pada beberapa gejala seperti kesakitan, sembelit, sulit buang air besar dan rasa
kembung di perut.


Deteksi dini dan skrining
Dilakukan pada kelompok risiko tinggi, yaitu dengan pemeriksaan :
Pemeriksaan tes darah samar pada feses (Fecal Occult Blood Test/FOBT) :
pemeriksaan sederhana ini merupakan tes penapisan awal kanker kolorektal,
dilakukan dengan mengambil contoh feses yang diletakkan pada kartu khusus
yang akan berubah warnanya jika feses tersebut mengandung darah.
Sigmoidoskopi fleksibel : pipa/ selang kecil dan tipis berkamera dimasukkan
ke rectum sehingga dokter bisa melihat melalui layar monitor ke dalam rektum
dan ke bagian pertama dari usus besar dimana separuh dari polip biasa
ditemukan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap 5 tahun.
Kolonoskopi : merupakan tes yang paling akurat. Pipa/ selang elastis yang
panjang dan kecil dimasukkan kedalam rektum sehingga dokter bisa melihat
keseluruhan usus besar, mengambil polip dan mengambil contoh jaringan
untuk dilakukan biopsi. Pengambilan polip akan mencegah kanker
berkembang. Biasanya dokter akan memberikan anestesi ringan sebelumnya.
Pemeriksaan ini dilakukan secara berkala yaitu setiap 10 tahun.

Pemeriksaan lain untuk mendiagnosa
Pemeriksaan melalui rectum (colok dubur)
Rektoskopi
Double Contrast Barium enema : selang kecil dimasukkan ke rektum sehingga
cairan barium (berwarna putih seperti kapur) bisa masuk ke usus besar. Sinar-
X khusus selanjutnya akan dipancarkan pada tumor yang tampak sebagai
bayangan gelap. Barium mempermudah untuk melihat tumor. Sebelum tes
dilakukan, Anda akan diminta berpuasa untuk beberapa jam.
Ultrasonografi : tes ini menggunakan gelombang suara untuk mengambil
gambar dibagian dalam tubuh. Pola yang tidak normal dari gambar dapat
mengindikasikan adanya tumor.
Virtual Colonoscopy/CT Colonography : tes ini membuat rekonstruksi tiga
dimensi dari usus besar untuk mendeteksi adanya kelainan. Gambar diambil
dalam beberapa detik setelah usus besar dikembangkan dengan karbon
dioksida yang dimasukkan melalui selang kecil. Kolonoskopi virtual adalah
teknik baru yang masih belum jelas akurasinya.

Pilihan Terapi Saat Ini
Pilihan terapi sangat tergantung pada stadium, posisi dan ukuran tumor serta
penyebarannya.
Pembedahan/ operasi.
Tindakan ini paling umum dilakukan untuk jenis kanker yang terlokalisir dan
dapat diobati.
Radioterapi/ radiasi.
Tergantung pada letak/posisi dan ukuran tumor, radioterapi hanya digunakan
untuk tumor pada rektum, sehingga mempermudah pengambilannya saat
operasi. Radioterapi juga bisa diberikan setelah pembedahan untuk
membersihkan sel kanker yang mungkin masih tersisa.
Kemoterapi.
Kemoterapi menghancurkan sel kanker dengan cara merusak kemampuan sel
kanker untuk berkembangbiak. Pada beberapa kasus kemoterapi diperlukan
untuk memastikan kanker telah hilang dan tak akan muncul lagi. Salah satu
pilihan kemoterapi yang banyak digunakan adalah Capecitabine (Xeloda),
kemoterapi berbentuk tablet yang pertama di dunia. Capecitabine adalah tablet
yang bekerja menyerang sel kanker saja tanpa menimbulkan ketidaknyamanan
dan bahaya seperti pada kemoterapi infus konvensional.
Terapi Fokus Sasaran (Targeted Therapy).
Salah satu jenis terapi fokus sasaran adalah antibodi monoklonal. Antibodi ada
dalam tubuh kita sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh yang disebut
sistem kekebalan (sistem imun) yang berfungsi melawan penyebab penyakit
seperti bakteri. Antibodi monoklonal dapat bekerja dengan merangsang sistem
kekebalan tubuh alamiah untuk secara khusus menyerang sel kanker. Terapi
ini dapat digunakan secara tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Salah
satu terapi antibodi monoklonal adalah Bevacizumab (dipasarkan dengan
nama Avastin) yang bekerja dengan cara menghambat pasokan darah ke
tumor sehingga menghambat pertumbuhan tumor, memperkecil ukuran tumor
dan mematikannya.


Pencegahan
1. Dengan Pola makan yang baik yaitu mengkonsumsi makanan tinggi serat dan
tinggi protein, mengurangi konsumsi daging merah dan lemak jenuh yang
berasal dari hewani.
2. Melakukan aktifitas fisik secara rutin/olah raga

3. INTUSUSEPSI/INVAGINASI

Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk
ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi.
Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal
(intususepien).

Insidensi

Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing masing penulis
mengajukan jumlah penderita yang berbeda beda. Kelainan ini umumnya ditemukan
pada anak anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya
usia anak. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki laki, dengan
perbandingan antara laki laki dan perempuan tiga banding dua. Insidens pada bulan
Maret Juni meninggi dan pada bulan September Oktober juga meninggi. Hal
tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana
pada musim musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis
meninggi. Sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus
merupakan salah satu faktor penyebab.


Etiologi

Terbagi dua :
1. Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
infatile idiphatic intussusceptions. Pada waktu operasi hanya ditemukan
penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan follikel
submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan
titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.
2. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan
usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckels diverticulum,
polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi,
lymphoma, duplikasi usus. Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa :
divertikulum Meckel, polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari
702 kasus invaginasi anak. Eins dan Raffensperger, pada pengamatannya
mendapatkan Specific leading points berupa eosinophilik, granuloma dari
ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan
submukosa karena hemophilia atau Henochs purpura. Lymphosarcoma sering
dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas enam
tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul
setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik
usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal
yang luas dan hipoksia lokal.


Faktor faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini
dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang kadang terjadi
setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus.
Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rota virus adalah agen
penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam
fesesnya sebanyak 37 %. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian
insidens adenovirus dalam feses penderita invaginasi.


Jenis Invaginasi

Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat,
pada ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal. Pada kolon dikenal dengan jenis colo
colica dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis jenis yang disebutkan di atas
dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika
dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih
lanjut disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis jenis ileo ileo
colica atau colo colica. Suwandi J. Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981
1983) pada pengamatannya mendapatkan jenis invaginasi sebagi berikut: Ileo ileal
25%, ileo colica 22,5%, ileo ileo colica 50% dan colo colica 22,5%.


Patologi

Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang terjadi secara
mendadak ini, akan menyebabkan bagiian apex invaginasi menjadi oedem dan kaku,
jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara spontan.
Pada sebagian besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah ileo caecal.
Apabila terjadi obstruksi system llimfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit
berjalan progresif dim ana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan colon,
akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan
obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.


Gambaran Klinis

Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba
tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak
seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung
dalam beberapa menit. Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali.
Pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya
berulang ulang dengan jarak waktu 15 20 menit, lama serangan 2 3 menit. Pada
umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan
makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya
memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan
tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum
terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses
biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya
berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. Karena sumbatan belum total, perut
belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus
yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di
bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah.

Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut
bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign ini akibat caecum
dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi. Pembuluh darah mesenterium dari
bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi
kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini
memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 8
jam serangan sakit yang pertama kali, kadang kadang sesudah 12 jam. Berak darah
lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya
pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18 24 jam serangan sakit yang pertama,
usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses
oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda tanda
obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah
warna hijau dan dehidrasi. Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat
diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut
terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan
terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan
nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.

Pemeriksaan colok dubur didapati:
Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa
seperti portio
Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala gejala invaginasi tidak
khas, tanda tanda obstruksi usus berhari hari baru timbul, pada penderita ini tidak
jelas tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami
prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang
melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul.
Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa
yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena
ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita.


Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium dan radiologi.
1. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri
dari :
Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serang
serangan., nyeri menghilang selama 10 20 menit, kemudian timbul lagi
serangan baru.
Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
Buang air besar campur darah dan lendir

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor,
oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias
invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu
tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak anak yang mulai
berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah
satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari
/ malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah
kemungkinan invaginasi.

2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit (
leukositosis > 10.000/mm3. ).

3. Pemeriksaan Radiologi
Photo polos abdomen : didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus
terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda tanda obstruksi usus dengan
gambaran air fluid level. Dapat terlihat free air bilah terjadi perforasi. Barium
enema : dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan
bila gejala gejala klinik meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran
cupping, coiled spring appearance.


Diagnosa Banding

Gastroenteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.
Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan
pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,
sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.


Penatalaksanaan

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan
diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama
maka akan memberikan prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan
suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan
penanganan yang dinilai berhasil dengan baik :
Reduksi dengan barium enema
Reduksi dengan operasi

Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi
cairan, dekompressi dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda
gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari
jumlah leukosit maka saat ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik
seperti Demerol dapat diberikan (1mg/ kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit.

Reduksi Dengan Barium Enema
Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam
diagnostik dan terapi. Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai
kontra indikasi seperti :
o Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada
foto abdomen
o Dijumpai tanda tanda peritonitis
o Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
o Dijumpai tanda tanda dehidrasi berat.
o Usia penderita diatas 2 tahun
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis
atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat
membantu. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan
difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer
yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium dideteksi
dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan
dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian
proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium bergerak maju
menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium
berhenti dapat diulangi 2 3 kali dengan jarak waktu 3 5 menit. Reduksi
dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10 15 menit
tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan
ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila :
o Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai
massa feses dan udara.
o Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan
sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.
o Hilangnya massa tumor di abdomen.
o Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur
serta norit test positif
Penderita perlu dirawat inap selama 2 3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung
kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama,
penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya


Reduksi Dengan Tindakan Operasi
o Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan
tindakan operasi sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien
diperbaiki. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa
perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai apabila produksi urine
sekitar 0,5 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan
tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah
berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan
temperature badan tidak lebih dari 38o C. Biasanya perfusi jaringan
akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk,
sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah. Yang
dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
1. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi
(resusitasi).
2. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan
sonde lambung.
3. Pemberian antibiotika dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila buru buru melakukan operasi karena
takut usus menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk.
Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan
memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang
belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di
jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu
pula perfusi jaringan yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi
jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan kelainan itu akan
irreversible.

o Tindakan untuk mereposisi usus
Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus,
reposisi manual dengan cara milking dilakukan dengan halus dan
sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator.
Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal
(melintang), pada anak anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi
transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi.
Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan
alasan lebih mudah untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi
invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada
batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual
itu. Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil
direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan
atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah
usus direseksi dilakukan anastomosis end to end, apabila hal ini
memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi
atau enterostomi.


4. PENYAKIT DIVERTIKULAR

Penyakit divertikular adalah suatu kondisi umum yang mempengaruhi sistem
pencernaan. Hal ini terjadi ketika tonjolan kecil atau kantong (biasanya disebut
diverticula) terbentuk di dinding usus besar. Penyakit divertikular adalah penyakit
yang umum diderita,namun kebanyakan orang yang mengalaminya tidak merasakan
gejala apapun. Penyakit ini menjadi semakin umum diderita saat seseorang semakin
tua. Penyakit divertikular terjadi ketika area kecil dari lapisan usus melemah dan
terbentuk tonjolan atau kantong selama bertahun-tahun. Hal ini dikenal sebagai
divertikular. Divertikula sebagian besar ditemukan di bagian bawah bawah usus besar
meskipun pada beberapa orang didapati di bagian bawah dari usus mereka.

Ada 3 istilah yang biasanya digunakan untuk penyakit divertikular, yaitu :
1. Diverticulosis. Banyak orang menderita diverticula tanpa merasakan gejala
apapun. Divertikula hanya bisa terlihat ketika dilakukan scan dan tes untuk
masalah ini. Divertikular tanpa gejala biasanya dikenal sebagai
diverticulosis
2. Divertikular. Jika terdapat gejala-gejala diverticula, ini dikenal
sebagai penyakit divertikular.
3. Diverticulitis. Jika diverticula menjadi meradang dan menyebabkan
penyakit, kondisi ini dikenal sebagai diverticulitis.
Gejala-gejala penyakit divertikular biasanya terasa di sebelah kiri bawah perut. Rasa
sakit dapat muncul setelah makan. Mungkin hilang setelah buang angin atau BAB.
Gejala lain termasuk:
Kembung
Sembelit
Diare
Sakit perut terus-menerus dan bertambah parah yang dimulai dari bawah pusar
dan kemudian pindah ke sisi kiri bawah (walaupun bisa muncul di kanan bagi
orang Asia karena perbedaan genetik)
demam (suhu tinggi)
sering buang air kecil dan kadang-kadang nyeri
perubahan kebiasaan buang air besar
mual dan muntah

Rasa sakit dan fungsi usus terganggu hilang dan kembali lagi dari waktu ke waktu dan
ditemukan darah dalam tinja. Hal ini disebabkan melemahnya pembuluh darah di
dalam diverticula. Jika darah berasal dari sebagian besar usus biasanya terlihat
sebagai darah dalam tinja. Darah yang berasal dari tempat yang lebih tinggi di sistem
pencernaan, misalnya perut, cenderung membuat kotoran menjadi hitam dan tinggal.
Kadang-kadang terbentuk jaringan parut di sekitar salah satu diverticula meradang,
dan ini dapat menyebabkan penyempitan usus atau penyumbatan. Jika diverticula
meluas, mereka dapat menyebabkan lapisan perut (peritoneum) menjadi meradang
dan bengkak. Ini disebut peritonitis.

Etiologi

Beberapa sumber mengatakan bahwa diet rendah serat, khususnya kekurangan buah-
buahan dan sayuran, dan tinggi daging merah dan lemak merupakan penyebab utama
penyakit divertikular. Ini jarang terjadi di vegetarian dan di beberapa bagian dunia
dimana asupan serat tinggi.

Patofisiologi

Penyakit divertikula adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
divertikulitis dan divertikulosis. Divertikulosis merujuk pada adanya sakus mukosa
luar usus non-inflamasi. Divertikulisis adalah sakus luar buntu atau herniasi mukosa
usus diseluruh pembungkus otot usus besar, biasanya kolon sigmoid. Penyakit
divertikular umum terjadi pada pria dan wanita serta pada usia lebih dari 45 tahun,
dan pada orang gemuk. Kasus ini terjadi pada kira-kira sepertiga populasi lebih dari
60 tahun. Diet rendah serat dihubungkan dengan terjadinya divertikula, karena diet ini
menurunkan bulk dalam feses dan mempredisposisikan pada konstipasi.Pada adanya
kelemahan otot di usus, dapat meningkatkan tekana intramular yang dapat
menimbulkan pembentukan divertikula.Penyebab divertikulosis meliputi atrofi atau
kelemahan otot usus, peningkatan tekanan intramural, kegemukan, dan konstipasi
kronis. Divertikulosis terjadi bila makanan yang tidak dicerna menyumbat
divertikulum, yang menimbulkan penurunan suplai darah ke area dan mencetuskan
usus pada invasi bakterikedalamdivertikulum.Divertikula mempunyai lumen usus
sempit seperti leherbotol.Titik lemah di otot usus ada pada cabang-cabang pembuluh
darah yang menembus dinding kolonik. Titik lemah ini menciptakan area protrusi
usus bila ada peningkatan tekanan intraluminal. Divertikula sering terjadi pada kolon
sigmoid karena tekanan tinggi pada area ini diperlukan untuk mengeluarkan feses ke
rektum. Divertikulitis mungkin akut atau kronis. Bila divertikulum tidak terinfeksi
(divertikulosis), lesi ini menyebabkan sedikit masalah. Namun, bila fekalit tidak encer
dan mengalir dari divertikulum, fekalit dapat terperangkap dan menyebabkan iritasi
dan inflamasi (divertikulitis). Area terinflamasi terbendung oleh darah dan dapat
berdarah. Divertikulitis dapat menimbulkan perforasi bila massa yang terperangkap di
dalam divertikulum mengikis dinding usus. Divertikulitis kronis dapat mengakibatkan
peningkatan jaringan parut, dan akhirnya penyempitan lumen usus, potensial
menimbulkan obstruksi. Divertikulum Meckel adalah pembentukan sakus usus,
penyelidikan terhadap perkembangan embrionik ditemukan pada ilium 10 cm dari
sekum. Sakus ini dilapisi oleh mukosa lambung atau dapat mengandung jaringan
pankreas. Lapisan mukosa lambung kadang-kadang menimbulkan ulserasi dan
berdarah atau perforasi. Selain itu, divertikulum dapat terinflamasi dan melekat pada
umbilikus oleh pita fibrosa dan menjadi fokus terjadinya pemilinan usus yang
menyebabkan obstruksi. Tindakan terhadap keadaan ini meliputi pembedahan
terhadap divertikulum.

Penatalaksanaan

Penyakit divertikular asimtomatis tidak memerlukan terapi khusus selain modifikasi
diet. Penyakit ringan dapat diobati dengan ketaatan terhadap diet tinggi serat dan
pencegahan konstipasi dengan laksatif (koloid hidrofilik). Anjurkan pasien untuk
memberitahu dokter tentang adanya perubahan pola dan karakter defekasi (konstipasi
atau diare), atau jika ada demam, nyeri abdomen, atau terjadi manifestasi urinarius.
Divertikulosis dapat diobati dengan intervensi medikal, dengan memungkinkan kolon
beristirahat. Pasien dengan divertikulitis akut berada pada status puasa, mungkin
dipasang selang NG, dan menerima cairan parenteral sampai nyeri, inflamasi,dan
suhu berkurang. Bila episode akut mulai berkurang, pasien dapat mencerna cairan
oral, dan dilanjutkan dengan diet yang lebih bervariasise cara progresif.Intervensi
juga bertujuan untuk mengontrol inflamasi. Berikan antibiotik yang diresepkan dan
anjurkan pasien untuk :
Menghindari aktifitas yang meningkatkan tekanan intraabdomen, seperti
membungkuk, mengangkat, batuk, dan muntah.
Minum sedikitnya 8 gelas air setiap hari.
Mengurangi berat badan bila gemuk.

Pembedahan diindikasikan untuk pasien yang mengalami kompliklasi seperti
hemoragi, obstruksi, abses, atau perforasi. Prosedur pembedahan biasanya termasuk
ligasi dan pengangkatan kantung atau colostomy yang terkena bila ada komplikasi.
Pada abses atau obstruksi, ahli bedah melakukan reseksi kolon dengan kolostomi
temporer, yang dibiarkan sampai kondisi pasien membaik. Untuk beberapa pasien,
kolostomi temporer sendiri memungkinkan usus beristirahat dan menyembuh.

5. ABSES ANOREKTAL

Abses anorektal merupakan infeksi yang terlokalisasi dengan pengumpulan nanah
pada daerah anorektal. Organisme penyebab biasanya adalah Escherichia coli,
stafilokokus, atau streptokokus. Fistula ani merupakan alur granulomatosa kronis
yang berjalan dari anus hingga bagian luar kulit anus, atau dari suatu abses hingga
anus atau daerah perianal. Fistula anorektal sering didahului oleh pembentukan abses.
Abses perianal merupakan jenis abses anorektal yang paling sering ditemukan, diikuti
oleh abses iskiorektal, submukosa, dan pelvirektal. Abses perianal biasanya nyata,
tampak sebagai pembengkakan yang berwarna merah dan nyeri yang terletak dekat
pinggir anus. Nyeri diperberat bila duduk atau batuk. Abses submukosa atau
iskiorektal dapat teraba sebagai pembengkakan pada waktu pemeriksaan rectum.
Abses pelvirektal dapat lebih sukar ditemukan. Tanda awal dapat berupa keluarnya
nanah dari fistula anorektal. Kadang-kadang, fistula dapat diraba atau perjalanannya
ditentukan dengan memasukkan sonde perlahan-lahan dari muara eksternanya,
dengan satu jari dari tangan lainnya di dalam anus.

Abses anorektal biasanya dimulai sebagai peradangan kriptus ani, yang terletak pada
ujung bawah kolum Morgagni. Kelenjar anus bermuara dalam kriptus ani. Obstruksi
atau trauma pada saluran ini menimbulkan stasis dan mencetuskan terjadinya infeksi.
Robekan mukosa akibat feses yang keras dapat menjadi factor predisposisi. Pada
beberapa kasus, dapat ditemukan lesi local yang menjadi pencetus gangguan ini
misalnya hemoroid bertukak atau fistula ani.

Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu dipikirkan penyakit
Crohn, karena 50% penderita penyakit Crohn mengalami fistula ani. Pengobatan
abses dan fistula anorektal adalah insisi dan drainase abses, serta eksisi fistula yang
berhubungan.

Anda mungkin juga menyukai